• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERPINDAHAN PANAS PADA SIRIP SILINDER BAHAN KOMPOSIT SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK DENGAN k = k(T)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERPINDAHAN PANAS PADA SIRIP SILINDER BAHAN KOMPOSIT SATU DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK DENGAN k = k(T)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PERPINDAHAN PANAS

PADA SIRIP SILINDER BAHAN KOMPOSIT

SATU DIMENSI

KEADAAN TAK TUNAK DENGAN k = k(T)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Nama : ERIK SETIYAWAN NIM : 025214049

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

TEMPERATURE DISTRIBUTION AT ONE

DIMENSIONAL CILINDRICAL COMPOSITE SOLID

IN UNSTEADY STATE

FINAL PROJECT

Present as partiial Fulfillment of Reuirement To obtain the “Sarjana Teknik” degree

In mechanical Engineering

by :

Name : ERIK SETIYAWAN Std. Number : 025214049

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT

ENGINEERING DEPARTEMENT

SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Maret 2007 Penulis

(6)

INTISARI

Distribusi suhu

pada benda padat komposit 1 dimensi keadaan tak tunak

Erik Setiyawan USD 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dan beberapa bahan sirip komposit terhadap pola distribusi suhu pada benda padat satu dimensi keadaan tak tunak, dengan k = k(T). Perhitungan distribusi suhu dari waktu ke waktu menggunakan metode beda hingga cara ekplisit. Sifat bahan tetap seperti massa jenis (ρ), kalor jenis (c) dianggap homogen dan tetap atau tidak berubah terhadap perubahan suhu. Adapun prosedur perhitungan yang pertama adalah mencari syarat batas pada benda yang bersentuhan dengan suhu lingkungan dan sambungan kedua bahan.yang kedua adalah menurunkan persamaan disetiap titik dan menentukan syarat stabilitasnya. Yang terakhir adalah memasukkan persamaan ke dalam excel, yang kemudian akan didapatkan hasil perhitungan dan tampilan dalam bentuk.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan damai sejahtera yang dianugrahkan oleh-Nya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Selain itu tidak lupa juga saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, mulai dari awal sampai akhir penyusunan tugas akhir ini. Diantaranya kepada :

1. Bapak Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ir. PK. Purwadi, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, yang telah mendukung dan membantu hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Ir. YB. Lukiyanto, M.T., Ir. FX. Agus Unggul Santosa, M.T., Bapak Rusdi Sambada, S.T., M.T., Bapak Budi Sugiarta, S.T, M.T., Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., segenap Dosen Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(8)

6. Pamela Asti Pranata yang terus memotivasiku, yang mempercayakan banyak hal padaku, dan masih buanyaaakk lagi…!! “Hadiah terbaik

untuk seorang sahabat adalah sebuah kepercayaan”

7. Kelompok sel (Komsel), SUM40 spesial buat EricGun, Mara, Franky dan Kitty. Kemenangan kita yang paling agung bukanlah ketika kita tidak pernah jatuh, tetapi ketika kita selalu mampu bangkit dari setiap kegagalan 8. Persekutuan Pemuda & Mahasiswa dan Persekutuan Doa di GKIN, untuk

dukungan doa, semangat dan terus belajar bertumbuh.

9. Seluruh Karyawan dan Civitas Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

10. Sherly Yonathan, Tour”♂”Genk, Henri, Bintoro, Decky, Danang, Kirun, Adi Cupu, Ige, Dwek, Sagita, Brafy, Nadia, Prinses, Herdi, Dr.Elisabeth, Mas KunCORO, Ayu, Mbak Ajeng C, Mas Gepe, Peppy, Putri, Antok Polda, WLB.com, Joho”WE9”community.

11. Seluruh teman TM’02 yang telah banyak membantu dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Saya menyadari masih banyak kekurangan pada penyajian tugas akhir ini, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi tugas akhir ini menjadi lebih baik lagi. Harapan saya semoga tugas akhir ini berguna bagi pembaca di lingkungan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma dan masyarakat pada umumnya.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

PERNYATAAN ………....v

INTISARI.……… vi

KATA PENGANTAR ………. vii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR GAMBAR……… xii

DAFTAR TABEL ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………1

1.2. Tujuan ……… 3

1.3. Manfaat ……….. 4

1.4. Batasan Masalah ……… 4

BAB II DASAR TEORI 2.1. Perpindahan Panas ………. 10

2.2. Perpindahan Panas Konduksi ……… 11

2.3. Konduktivitas Termal ……… 13

(10)

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ………... 23

2.6. Perpindahan Panas Radiasi ………... 25

2.7. Benda Komposit ……… 26

2.8. Laju Perpindahan Panas………. 26

2.9. Efisiensi Sirip ……… 27

2.10. Efektivitas Sirip ……….. 28

BAB III PERSAMAAN NUMERIK BEDA HINGGA DI SETIAP NODE 3.1. Kesetimbangan Energi………. 29

3.2. Penurunan Model Matematik Dari Sirip………. .30

3.3. Persamaan Beda Hingga Yang Berlaku Pada Tiap Titik Benda Padat 1 Dimensi……….. ..32

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Kondisi Benda Uji Pada Lingkungan ………... 53

4.2. Peralatan Pendukung Penelitian……….... 54

4.3. Metode Penelitian Yang Digunakan………. 55

4.4. Pengambilan Dan Pengolahan Data……….. 56

BAB V HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perhitungan……….. .57

5.1.1. Variasi Bahan Sirip ………...57

5.1.2. Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi…… 89

5.2. Pembahasan……….. 116

5.2.1 Pembahasan Untuk Variasi Bahan………. 116

(11)

BAB VI KESIMPULAN

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka bersirip

Gambar 1.2 : Sirip silinder lurus berbahan komposit

Gambar 1.3 : Konduktivitas Termal untuk beberapa zat padat Gambar 2.1 : Ilustrasi arah aliran kalor

Gambar 2.2 : Perpindahan panas konduksi pada plat Gambar 2.3 : Perpindahan panas konveksi pada dinding Gambar 2.4 : Silinder dalam arah silang

Gambar 2.5 : Sifat-sifat dari pengaruh radiasi datang Gambar 3.1 : Kesetimbangan energi pada volume kontrol Gambar 3.2 : Volume kontrol pada sirip

Gambar 3.3 : Pembagian Volume Kontrol pada sirip Gambar 3.4 : Volume kontrol pada bagian dalam bahan Gambar 3.5 : Volume kontrol pada pertemuan kedua bahan Gambar 3.6 : Volume kontrol pada bagian dalam bahan 2 Gambar 3.7 : Volume kontrol pada ujung bahan 2

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Persamaan Pendekatan Konduktivitas Termal k=k(T) Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C

(J.P.Holman, 1995, hal 7) Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6

Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar Tabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)

Tabel 5.1 : Waktu yang dibutuhkan hingga tercapai keadaan tunak, untuk variasi bahan, h = 3000 W/m².°C (Proses pendinginan) Tabel 5.2 : Waktu yang dibutuhkan hingga tercapai keadaan tunak, untuk

variasi bahan, h = 3000 W/m².°C (Proses pemanasan) Tabel 5.3 : Hasil perhitungan sirip saat tunak dengan h = 3000 W/m².°C

(kasus pendinginan)

Tabel 5.4 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.5 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.6 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.7 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.8 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.9 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.10 : Hasil perhitungan sirip saat tunak dengan h = 3000 W/m².°C

(14)

Tabel 5.11 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.12 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.13 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.14 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.15 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.16 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, h = 3000 W/m².°C Tabel 5.17 : Hasil perhitungan sirip saat tunak, untuk variasi h.

(kasus pendinginan)

Tabel 5.18 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, Variasi h. Tabel 5.19 : Hasil perhitungan sirip saat t = 2 detik, Variasi h. Tabel 5.20 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, Variasi h. Tabel 5.21 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, Variasi h. Tabel 5.22 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, Variasi h. Tabel 5.23 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, Variasi h. Tabel 5.24 : Hasil perhitungan sirip saat tunak untuk variasi h.

(kasus pemanasan)

Tabel 5.25 : Hasil perhitungan sirip saat t = 0,5 detik, Variasi h Tabel 5.26 : Hasil perhitungan sirip saat t = 3 detik, Variasi h. Tabel 5.27 : Hasil perhitungan sirip saat t = 6 detik, Variasi h. Tabel 5.28 : Hasil perhitungan sirip saat t = 10 detik, Variasi h. Tabel 5.29 : Hasil perhitungan sirip saat t = 20 detik, Variasi h. Tabel 5.30 : Hasil perhitungan sirip saat t = 30 detik, Variasi h.

(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Faktor efisiensi dan prestasi kerja mesin yang baik sangat di harapkan dalam dunia industri saat ini. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperolehnya, antara lain dengan cara pendinginan. Untuk menghasilkan proses pendinginan yang cepat pada suatu peralatan dapat digunakan sirip. Sirip digunakan untuk memperluas permukaan benda untuk mempercepat perpindahan panas ke lingkungan. Oleh karena itu sirip banyak digunakan pada peralatan yang memiliki suhu kerja yang tinggi. Di karenakan penelitian tentang sirip sangat sedikit dilakukan dan banyak faktor yang membuat penelitian tentang sirip ini menjadi sangat sulit dilakukan, antara lain dengan keterbatasan dalam menghitung tiap perubahan suhu yang terjadi dengan akurat karena terjadi pada waktu yang sangat cepat, maka hanya sedikit pula pengetahuan tentang distribusi suhu pada sirip apalagi untuk menentukan efisiensi dan distribusi suhunya. Hanya sirip-sirip bentuk sederhana saja yang dapat ditentukan tingkat efisiensinya, itu pula tidak diketahui dengan perincian yang jelas. Berbagai macam sirip dapat dilihat seperti pada Gambar 1.1. Berdasarkan itu semua penulis mencoba memecahkan masalah ini dengan mencari distribusi suhu pada sirip dengan pendekatan kesetimbangan energi.

(16)

Tunak Dengan k = k(T)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti dan mengetahui kondisi sirip kerucut pada keadaan tak tunak dan keadaan tunak melalui perhitungan laju perpindahan panas, efisiensi sirip dan efektivitas sirip dengan memvariasikan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan bahan sirip. Hasil yang didapat, semakin besar nilai konduktivitas termal dan difusivitas termal bahan semakin kecil laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas pada sirip kerucut.

Penelitian lain tentang sirip juga dilakukan oleh Bintoro Adi Nugroho dengan judul “Perpindahan Kalor Pada Sirip Piramid Sama Sisi 1 Dimensi Keadaan Tak Tunak Dengan k = k(T). Penelitian dilakukan untuk menghitung laju perpindahan panas, efisiensi, dan efektivitas sirip piramid sama sisi pada keadaan tak tunak dengan variasi ukuran sirip dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Hasilnya adalah semakin panjang panjangnya sirip maka laju perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip semakin menurun, dan efektivitas sirip semakin meningkat. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi maka laju perpindahan panas semakin besar, efisiensi sirip dan efektivitas sirip semakin menurun.

(17)

dengan model matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan pasa sirip keadaan tak tunak dengan nilai k yang diambil tetap. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah nilai konduktivitas termal (k) bahan yang merupakan fungsi temperatur, k=k(T) serta bahan yang komposit.

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka bersirip 1.2. Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui perbandingan beberapa bahan sirip lurus berbahan komposit ditinjau dari distribusi suhu, laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas pada sirip pada keadaan tak tunak

(18)

silinder lurus berbahan komposit pada keadaan tak tunak dengan sifat bahan yang berubah berdasarkan suhu, k=k(T).

1.3. Manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain :

1. Dapat mengerti dan menghitung suhu dan laju perpindahan panas pada sirip silinder lurus berbahan komposit dengan sifat bahan yang berubah terhadap suhu.

2. Membantu dalam menentukan waktu yang diperlukan sirip silinder lurus berbahan komposit untuk mencapai keadaan tunak dengan metode beda hingga cara eksplisit.

3. Membantu dalam menentukan urutan laju perpindahan panas pada sirip silinder lurus berbahan komposit dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi dan variasi bahan.

1.4. Batasan Masalah

(19)

koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dan pada keadaan tak tunak (unsteady state) atau berubah terhadap waktu. Nilai suhu fluida dan nilai kofisien perpindahan panas konveksi dipertahankan tetap dari waktu ke waktu. Persoalan yang perlu diselesaikan adalah mencari nilai distribusi suhu, laju perpindahan panas, efisiensi dan efektivitas dari sirip dari waktu ke waktu.

1.4.1. Benda Uji

Geometri benda komposit seperti terlihat pada Gambar 1.2 tersusun dari 2 bahan yang berbeda. Panjang bahan 1 adalah L1 dan panjang bahan 2 adalah L2, dengan L1 tidak sama dengan L2.

Sirip berbentuk silinder berbahan komposit dengan panjang sirip L.

Bahan 1 Bahan 2

Suhu fluida dan h

ρ ρ

Tb

x

L1 L2

L

D

Gambar 1.2 : Sirip silinder lurus berbahan komposit Keterangan Gambar (1.2) :

(20)

ρ2 = massa jenis sirip bahan 1, kg/ m³ c1 = kalor spesifik sirip bahan 1, J/kg.°C c2 = kalor spesifik sirip bahan 2, J/kg.°C

k1 = k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C

k2 = k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C

L1 = panjang sirip bahan 1, m L2 = panjang sirip bahan 2, m

L = panjang total sirip bahan 1 dan bahan 2, m D = diameter sirip, m

1.4.2. Model Matematika

Penyelesaian dilakukan dengan menyelesaikan model matimatik yang sesuai dengan persoalan, yang dinyatakan dengan persamaan (1.1) dan (1.2). Model matematika untuk sirip dinyatakan sebagai berikut:

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T

T dx dAs h x

t x T Ac T k

x x

∂ =

− −

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

∂ ∂ ∂

, ,

1 1

1 ρ ; 0<x<L1, t > 0… (1.1)

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T

T dx dAs h x

t x T Ac T k

x x

∂ =

− −

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

∂ ∂ ∂

, ,

2 2

2 ρ ; L1<x<L, t > 0…(1.2)

(21)

didapat dari persamaan pendekatan konduktivitas termal k=k(T), seperti pada Tabel 1.1 :

Tabel 1.1 : Persamaan Pendekatan Konduktivitas Termal k=k(T)

Bahan

Massa Jenis

Daerah suhu

k fungsi dari suhu atau k = k(T) dengan satuan W/m.oC

kg/m3 oC

Tembaga, 99,9-98% 8930 0-600 k = 0,00002T2- 0,0622T + 385,66

Besi (armc), 99,92% 7850 0-800 k = 0,00002T2 - 0,0706T + 74,59

Baja, 99,2% Fe; 0,2 C 7800 0-999 k = -0,00002T2 - 0,0075T + 45,852

Aluminium, 99,75% 2700 0-800 k = -0,0002T2 + 0,0412T + 229,17

Perak, 99,9% 10500 0-500 k = 6.10-7T3 - 10-4T2- 0,1811T + 410,54

Dari Gambar 1.3 dapat dilihat grafik harga k(T) untuk beberapa bahan.

(22)

Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda mempunyai suhu yang seragam atau merata. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan :

( )

x t T

( )

x Ti

T , = ,0 = ; 0≤x≤L , t = 0 ……… (1.3) 1.4.4. Kondisi Batas

Kondisi batas sirip ada 2, yaitu pada kondisi pada dasar sirip dan kondisi pada ujung sirip. Dinyatakan pada persamaan (1.4) dan (1.5).

Kondisi dasar sirip

b

T

T = ; x = 0, t≥0……… (1.4) • Kondisi ujung sirip

(

)

(

)

t T V c x T A k T T A h T T A

h s i c i c

∂ ∂ =

∂ ∂ + − ∞ +

2 2 2 ρ

2 ; x = L, t≥0… (1.5)

Keterangan pada Persamaan (1.1) sampai (1.5) : T(x,t) = suhu pada posisi x, saat t, °C T∞ = suhu fluida, °C

Ti = suhu awal sirip, °C Tb = suhu dasar sirip, °C

Ac = luas penampang volume kontrol, m² As = luas permukaan volume kontrol, m² V = besar volume kontrol, m³

t = waktu, detik

(23)

h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/ m².°C

k(T) = koefisien perpindahan panas konduksi berubah terhadap suhu, W/ m.°C

1.4.5. Asumsi :

• Sifat-sifat bahan untuk massa jenis bahan (ρ,kg/m3) dan kalor jenis

bahan (c,J/kg oC) bernilai tetap selama proses berlangsung dan merata. • Perubahan volume dan bentuk pada sirip diabaikan selama proses

berlangsung.

• Tidak ada pembangkitan energi di dalam sirip. • Suhu fluida tetap dan merata dari waktu ke waktu.

• Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida tetap dan merata dari waktu ke waktu.

• Sambungan bahan 1 dan bahan 2 dianggap sempurna • Perpindahan panas radiasi diabaikan.

• Arah perpindahan kalor hanya dalam 1 arah, arah x.

(24)

DASAR TEORI

2.1. Perpindahan Panas

Perpindahan panas (heat transfer) dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi panas yang terjadi dari satu daerah ke daerah lain sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu atau gradien suhu antara daerah-daerah atau material tersebut. Ilmu tentang perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain tetapi juga dapat meramalkan atau memprediksi laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Ilmu perpindahan panas dapat melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, karena ilmu termodinamika hanya dapat digunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan panas itu. Hal ini dapat terjadi karena perpindahan panas ini berlangsung sistem tidak berda dalam keadaan setimbang.

(25)

diperhatikan bahwa dalam hal perekayasaan untuk saling mengetahui pengaruh dari cara-cara perpindahan panas tersebut karena dalam prakteknya bila salah satu mekanisme mendominasi secara kuantitatif maka diperoleh penyelelesaian pengira-iraan (approximate solution) yang berguna dengan mengabaikan semua mekanisme kecuali cara perpindahan panas yang mendominasi tersebut. Namun perubahan kondisi lingkungan atau luar seringkali memerlukan perhatian satu atau dua mekanisme yang sebelumnya diabaikan.

Gambar 2.1: Ilustrasi arah aliran kalor

2.2. Perpindahan Panas Konduksi

Konduksi adalah suatu proses perpindahan panas dimana panas yang mengalir dari daerah yang mempunyai suhu yang tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah dalam satu medium (padat) atau dalam dua medium atau lebih yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam perpindahan panas konduksi, perpindahan energi panas terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.

T

x Profil suhu

(26)

Energi berpindah secara konduksi dan laju perpindahan panas berbanding dengan gradient suhu normal. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2.2. perpindahan panas konduksi pada plat.

Δ

Gambar 2.2: Perpindahan panas konduksi pada plat Persamaan perpindahan panas konduksi adalah :

x A k q

Δ ΔΤ −

= . . ………... (2.1)

panas n perpindaha arah

ke suhu gradien x

m panas n perpindaha laju

dengan lurus

tegak penampang luas

C m watt bahan termal tas

konduktivi k

watt panas n perpindaha laju

q Keterangan

o

= ∂

Τ ∂

= Α

= =

) ( )

( ) ( :

2

(27)

tentang konduksi panas. Perpindahan panas konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang bersifat diam.

2.3. Konduktivitas Termal

Persamaan

x A k q

Δ ΔΤ −

= . . merupakan persamaan dasar tentang

konduktivitas termal. Berdasarkan atas rumusan

x A k q

Δ ΔΤ −

= . . , maka dapat

melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas pada suhu rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam percobaan.

(28)

Tabel 2.1 : Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan (k) pada 0 °C (J.P.Holman, 1995, hal 7)

Bahan m C

W

o

. h ft F

Btu

o

. . Logam

Perak (murni)

Tembaga (murni)

Alumunium (murni)

Nikel (murni)

Besi (murni)

Baja karbon, 1 %

Timbal (murni)

Baja krom-nikel (18% Cr, 8%Ni)

Bukan logam

Kuarsa (sejajar sumbu)

Magnesit

Marmar

Batu pasir

Kaca, Jendela

Kayu mapel atau ek

Serbuk gergaji

Wol kaca

Zat Cair

Air-raksa

Air

Amonia

Minyak lumas, SAE 50

Freon 12, CCl2F2

Gas

Hidrogen

Helium

Udara

Uap air (jenuh)

Karbon dioksida

410

385

202

93

73

43

35

16,5

41,6

3,15

2,08 - 2,94

1,83

0,78

0,17

0,059

0,038

8,21

0,556

0,40

0,147

0,073

0,175

0,141

0,024

0,0206

0,0146

237

223

117

54

42

25

20,3

9,4

24

2,4

1,2-1,7

1,06

0,45

0,096

0,034

0,022

4,74

0,327

0,312

0,085

0,042

0,101

0,081

0,0139

0,0119

(29)

Dapat diperoleh bahwa jika aliran panas dinyatakan dalam watt, maka satuan konduktivitas termal itu adalah watt per derajat Celsius. Diperoleh nilai konduktivitas termal itu menunjukkan seberapa cepat laju panas dalam bahan tertentu. Dapat disimpulkan pula jika makin cepat molekul bergerak maka makin cepat pula energi yang diangkut.

Energi termal yang dihantarkan dalam zat padat terjadi menurut salah satu dari dua cara berikut, yaitu melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Jika dalam konduktor listrik yang baik terdapat elektron bebas yang bergerak dalam struktur kisi-kisi bahan maka elektron itu dapat mengantarkan muatan listrik dan dapat pula membawa energi termal dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang mempunyai suhu lebih rendah. Energi panas yang dipindahkan atau berpindah dengan cara getaran kisi tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Oleh sebab itu, penghantar listrik yang baik merupakan penghantar panas yang baik pula, contohnya perak, tembaga, alumunium, nikel dan besi. Sama halnya dengan isolator yang baik, merupakan isolator panas yang baik juga.

2.4. Perpindahan Panas Konveksi

(30)

Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi dari permukaan benda padat ke fluida cair atau gas.

Gambar 2.3: Perpindahan panas konveksi pada dinding

Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan benda padat yang mempunyai suhu tinggi ke fluida sekitarnya berlangsung dengan beberapa tahap yaitu panas akan mengalir secara konduksi dari permukaan benda padat ke partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan permukaan benda padat tersebut. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam pada partikel-partikel fluida. Hal ini menyebabkan partikel-partikel fluida akan bergerak ke daerah yang mempunyai suhu rendah didalam fluida dan partikel-partikel fluida tersebut akan bercampur dan memindahkan sebagian energi ke partikel-partikel fluida yang lainnya.

Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :

(

Τ −Τ∞

)

Α

=h w

q . . ……… (2.2)

Keterangan :

q = perpindahan panas, watt

(31)

A = luasan permukaan dinding benda yang bersentuhan dengan fluida, m2 Tw = suhu permukaan benda, oC

T = suhu fluida, oC

Perpindahan panas secara konveksi dibedakan menjadi dua yaitu perpindahan panas konveksi secara alamiah (bebas) dan perpindahan panas konveksi secara paksa.

2.4.1. Perpindahan Panas konveksi Secara Alamiah atau Bebas

Perpindahan panas konveksi secara alamiah atau bebas terjadi bila sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang mempunyai suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari benda tersebut. Karena adanya perbedaan suhu benda dan suhu fluida mengakibatkan panas mengalir diantara benda dan fluida, akibat lainnya adalah adanya perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida didekat permukaan. Perbedaan kerapatan menyebabkan fluida yang lebih berat mengalir ke bawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Perbedaan kerapatan karena gradien suhu mengakibatkan terjadinya gerakan fluida atau gerakan fluida karena terjadinya beda massa jenis, terjadi tanpa adanya bantuan alat seperti pompa atau kipas. Mekanisme perpindahan panas ini dikenal dengan konveksi alamiah atau bebas.

(32)

perbedaan massa jenis. Fluida yang mengalami pemanasan akan mengembang sehingga massa jenisnya lebih kecil dari fluida dingin.

Arus perpindahan energi dalam yang tersimpan dalam fluida pada konveksi alamiah atau bebas pada hakekatnya sama dengan konveksi paksa, tetapi intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi alamiah atau bebas pada umumnya lebih kecil dan koefisien perpindahan panasnya menjadi lebih kecil dari konveksi paksa.

2.4.1.1. Bilangan Rayleigh (Ra)

Untuk silinder horizontal, bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan (2.3) :

(

)

Pr v

δ T T β g Pr Gr Ra

2

3

w − ⋅ ⋅

⋅ ⋅ = ⋅

= ∞ ………... (2.3)

Dengan

f

T 1

β = dan

(

)

2 T T

T w

f

− =

Keterangan :

Pr = bilangan Prandtl Gr = bilangan Grashof

g = percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

δ = panjang karakteristik, untuk silinder horizontal δ = L, m Tw = suhu dinding, °K

T = suhu fluida, °K Tf = suhu film, °K

(33)

2.4.1.2. Bilangan Nusselt (Nu)

Untuk silinder horizontal, bilangan Nusselt dinyatakan dengan: Untuk 10-5 < Gr Pr < 1012 :

(

)

(

)

6 1 9 16 16 9 2

1

Pr 559 0 1

Pr 387

, 0 60 , 0

⎟ ⎟ ⎟

⎠ ⎞

⎜ ⎜ ⎜

⎝ ⎛

+ +

=

, Gr

Nu ... (2.4)

Untuk 10-6 < Grd Pr < 109 hanya untuk laminer:

(

)

(

)

(

)

⎟⎟

⎠ ⎞

⎜ ⎜ ⎜

⎝ ⎛

+

⋅ ⋅ =

9 4 16 9

4 1

Pr 559 0 1

Pr 518

, 0 36 , 0

, Gr

Nud ... (2.5)

2.4.2. Perpindahan Panas Konveksi Paksa

(34)

Gambar 2.4: Silinder dalam arah silang

Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri. Pada konveksi paksa bilangan Nusselt merupakan fungsi dari bilangan Reynold, Nu= f(Re,Pr).

Untuk berbagai bentuk geometri benda, koefisien perpindahan panas rata – rata dapat dihitung dari Persamaan (2.6):

3 . 1

~ Pr

n

f

f v

d u C k

d h

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⋅

= ……….. (2.6)

Dengan besar konstanta C dan n sesuai dengan Tabel 2.2

Tabel 2.2 : Konstanta untuk Persamaan 2.6

Redf C n

0,4 - 4 0,989 0,33

4 - 40 0,911 0,385

40 - 4000 0,683 0,466

40 - 40000 0,193 0,618

40000 - 400000 0,0266 0,805

(35)

Untuk perpindahan panas dari silinder yang tak bundar nilai C dan n dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 : Konstanta untuk Perpindahan Kalor dari Silinder Tak Bundar

(J.P.Holman, 1995, hal 271)

2.4.2.1. Untuk Aliran Laminar

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran Laminar: Rex < 100.000, Bilangan Reynold dirumuskan sbb :

μ x U ρ

x

~

Re = ... (2.7)

Persamaan Nusselt yang berlaku adalah : Untuk 10-1 < Ref < 105

(

0,52

)

0,.3

Pr Re 56 , 0 35 ,

0 f f

f

(36)

Untuk 1 < Re < 103

(

0,5

)

0,38 0,25

Pr Pr Pr Re 50 , 0 43 , 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = w f

Nu ... (2.9)

Untuk 103 < Re < 2 × 105

25 , 0 38 , 0 6 , 0 Pr Pr Pr Re 25 , 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = w f

Nu ... (2.10)

2.4.2.2. Untuk Kombinasi Aliran Laminar dan Turbulen

Pada aliran menyilang silinder, syarat aliran sudah turbulen: 500.000 < Re < 107 sehingga berlaku persamaan Nusselt :

5 4 8 5 4 3 3 2 3 1 2 1 282000 Re 1 Pr 4 , 0 1 Pr Re 62 , 0 3 , 0 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + =

Nu ... (2.11)

Keterangan :

Re = Bilangan Reynold Nu = Bilangan Nusselt

Tw = Suhu permukaan dinding, oC T~ = Suhu fluida, oC

A = Luas permukaan dinding, m2

g = percepatan gravitasi = 9,81, m/detik2

δ = panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ = L, m Tf = suhu film, oC

(37)

k = koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC ρ = Massa jenis fluida, kg/m3

u = Kecepatan fluida, m/det μ = viskositas dinamik, kg/m s

kf = koefisien perpindahan panas konduksi fluida, W/moC h = koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2oC Pr = Bilangan Prandtl

L = Panjang dinding, m

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Koefisien perpindahan panas konveksi

( )

h bervariasi terhadap jenis alirannya (laminer atau turbulen), bentuk dan ukuran benda atau area yang dialiri fluida, sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan panas konveksi juga tergantung dari jenis mekanisme perpindahan panas konveksi yang terjadi, dengan konveksi alamiah (bebas) yaitu gerakan fluida yang disebabkan bougancy effect atau konveksi paksa yaitu gerakan fluida yang disebabkan oleh alat bantu seperti pompa atau kipas.
(38)

Nilai kira-kira koefisien perpindahan panas konveksi ditunjukan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 : Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) (Heat Transfer A Basic Approach, hal 7)

Modus m C

W

o

.

2

F ft h Btu

o

. . 2 Konveksi bebas, ΔT = 30 °C

Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara

Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara

Silinder horisontal, diameter 2 cm, dalam air

Konveksi paksa

Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar

0,2 m

Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar

0,75 m

Udara 2 atm mengalir didalam tabung

diameter 2,5 cm, kecepatan 10 m/s

Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm

Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm,

kecepatan 50 m/s

Air mendidih

Dalam kolam atau bejana

Mengalir dalam pipa

Pengambunan uap air, 1 atm

Muka vertikal

Diluar tabung horizontal

4,5

6,5

890

12

75

65

3500

180

2500-35.000

5000-100.000

4000-11.300

9500-25.000

0,79

1,14

157

2,1

13,2

11,4

616

32

440-6200

880-17.600

700-2000

(39)

Dari bilangan Nusselt (Nu), dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan panas konveksi:

f

k δ h

Nu = ⋅ atau

δ k Nu

h = ⋅ f ………... (2.12)

Keterangan :

Nu = Bilangan Nusselt

h = koefisien perpindahan panas, W/m2oC

kf = koefisien perpindahan panas konduksi dari fluida, W/moC δ = panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ = L, m

2.6. Perpindahan Panas Radiasi

Berlainan dengan mekanisme dari konduksi dan konveksi, dimana perpindahan energi terjadi melalui bahan antara, panas juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa udara, yaitu mekanisme sinaran. Perpindahan panas radiasi merupakan proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila kedua benda terpisah dalam ruang bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut. Istilah radiasi pada umumnya dipakai untuk segala jenis hal tentang gelombang elektromagnetik, tetapi dalam ilmu perpindahan panas yang diperhatikan adalah hal ini yang diakibatkan oleh suhu serta dapat mengangkut energi melalui medium yang tembus cahaya atau melalui ruang. Energi panas yang berpindah dengan cara ini diistilahkan dengan panas radiasi (thermal radiasion).

(40)

(transmisi), seperti digambarkan pada Gambar 2.5. Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal, sehingga untuk kebanyakan nilai transmisivitas dapat dianggap nol.

Gambar 2.5: Sifat-sifat dari pengaruh radiasi datang 2.7. Benda Komposit

Benda komposit adalah benda yang tersusun atas beberapa lapis bahan yang berbeda. Bahan-bahan itu mempunyai nilai koefisien perpindahan panas konduksi (k) yang berbeda-beda, tergantung dari sifat bahan itu. Contoh benda-benda komposit adalah perak yang disepuh dengan emas.

2.8. Laju Perpindahan Panas

Laju perpindahan panas atau laju aliran panas merupakan jumlah panas yang dilepas oleh seluruh volume kontrol dari sirip ke lingkungan dengan cara konveksi, yang dinyatakan dengan persamaan (2.14).

n

q ... q q q q

Q = 0 + 1 + 2 + 3 + + ………. (2.13)

(

)

(

)

⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

=

=

n

i

~ i si T T

A h

Q

0

(41)

Keterangan :

Q = laju perpindahan panas, W

h = koefisien perpindahan panas konduksi, W/m2 oC q = perpindahan panas di setiap node, W

n = jumlah volume kontrol

Asi = luas permukaan sirip pada node i, m2 Ti = Suhu sirip pada node i, oC

T = Suhu fluida, oC

2.9. Efisiensi Sirip

Efisiensi sirip merupakan perbandingan panas yang dilepas sirip sesungguhnya terhadap panas yang dilepas seandainya seluruh permukaan sirip sama dengan suhu dasar sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.15).

(

)

(

)

(

b ~

)

n

i si n

i

~ i si

T T A h

T T A h

η

− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

=

= =

0 0

………… ……… (2.15)

Keterangan :

η = Efisiensi sirip

h = koefisien perpindahan panas konduksi, W/m2 oC Asi = luas permukaan sirip pada node i, m2

(42)

T = Suhu fluida, oC

n = jumlah volume kontrol

2.10. Efektivitas Sirip

Efektivits sirip merupakan perbandingan antara panas yang dilepas sirip sesungguhnya dengan panas yang dilepas seandainya tidak ada sirip atau tanpa sirip, dapat dilihat pada persamaan (2.16).

(

)

(

)

(

b ~

)

c n

i

~ i si

T T A h

T T A h

ξ

− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

=

=

0 0

………. (2.16)

Keterangan :

ξ = Efektivitas sirip

h = koefisien perpindahan panas konduksi, W/m2 oC Asi = luas permukaan sirip pada node i, m2

Ac0 = luas penampang dasar sirip, m2 Ti = Suhu sirip pada node i, oC Tb = Suhu dasar sirip, oC T∞ = Suhu fluida, oC

(43)

BAB III

PERSAMAAN NUMERIK BEDA HINGGA DI SETIAP NODE

3.1. Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ t waktu selang selama kontrol volume dalam di erergi perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi besar t waktu selang selama kontrol volume dari keluar yang energi seluruh t waktu selang selama kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh

Gambar 3.1: Kesetimbangan energi pada volume kontrol

Maka : ΕΙΝ + Εg −ΕOUT = ΕST ………. (3.1) Keterangan :

Ein = Energi yang masuk ke dalam volume kontrol, W

Est = Energi tersimpan atau perubahan energi dalam volume kontrol, W Eg = Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol, W

(44)

Dalam hal ini Ein dan Eout terkait dengan proses-proses yang terjadi pada

controlsurface sehingga merupakan fungsi luas permukaan, sedangkan EST dan Eg

merupakan fungsi volume pada keadaan steady state, tidak terjadi perubahan energi dalam.

3.2. Penurunan Model Matematik dari Sirip

Untuk mendapatkan persamaan model matematik yang sesuai dengan persoalan pada penelitian, peninjauan dilakukan terhadap elemen kecil setebal dx, yang dinamakan dengan volume kontrol. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2

Eo u t 2= qc o n v s

Ei n= qx Eo u t 1= qx+ dx

x x + d x

d x

dAs

x

dAc

Gambar 3.2: Volume kontrol pada sirip

(45)

diabaikan, dan kondisi sirip pada keadaan tak tunak (unsteady state). Sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut :

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ t waktu selang selama kontrol volume dalam di erergi perubahan t waktu selang selama kontrol volume dalam di an dibangkitk yang energi besar t waktu selang selama kontrol volume dari keluar yang energi seluruh t waktu selang selama kontrol volume dalam ke masuk yang energi seluruh

(

Ein −Eout

)

+Eg =Est ; E g = 0, karena tidak ada energi yang dibangkitkan

Dengan : Ein = qx

Eout = qx+dx + qconv

Est = t T dV c ∂ ∂ ρ

Bila dituliskan dengan notasi matematik maka di dapat persamaan (3.2) :

(

)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ =

+

+ ρ ... (3.2)

t T dV c q q

qx x dx conv

∂ ∂ =

+ ρ , untuk k = k(T)………... (3.3)

dengan : dx x q q q x x dx

x

∂ + = +

(

− ∞

)

=h dAs T T

qconv x

maka diperoleh :

(

)

t T dV c ρ T T dAs h dx x q q

q x x

x x ∂ = − ⋅ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ +

(46)

(

)

t T dV c ρ T T dAs h dx x q x x ∂ ∂ = − ⋅ − ⋅ ∂ ∂

... (3.5)

Persamaan (3.4) dikalikan dengan dx

1

diperoleh Persamaan (3.6) :

(

)

t T dx dV c ρ T T dx dAs h x q x x ∂ ∂ = − ⋅ − ∂ ∂

………….………... (3.6)

Persamaan (3.6) disubtitusikan ke dalam Persamaan (2.1) sehingga diperoleh:

(

)

t T dx dV c T T dx dAs h x x T Ac k x ∂ = − − ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ − ∂

ρ ... (3.7)

(

)

t T dx dV c T T dx dAs h x T Ac k

x x

∂ = − − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂

∞ ρ ... (3.8) Model matematika untuk sirip dapat dinyatakan pada Persamaan (3.9) dan (3.10) sebagai berikut:

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T T dx dAs h x t x T Ac T k

x x

∂ = − − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ ∞ , , 1 1

1 ρ ; 0<x<L1, t > 0… (3.9)

( )

( )

(

)

( )

t t x T dx dV c T T dx dAs h x t x T Ac T k

x x

∂ = − − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ ∂ ∂ ∂ ∞ , , 2 2

2 ρ ; L1<x<L, t > 0.. (3.10)

3.3. Persamaan Beda Hingga Yang Berlaku Pada Tiap Titik Benda Padat 1 Dimensi

(47)

diinginkan hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya, tebal elemen diambil sekecil mungkin.

Tb 0 1 2 79 80 81

Δ Δ Δ Δ Δ

100 99

Gambar 3.3: Pembagian Volume Kontrol pada sirip

Dalam penelitian ini, besarnya suhu pada batas kiri benda diasumsikan tetap stabil dan ada 4 titik persamaan yang menjadi pokok dalam perhitungan disetiap titik.

3.3.1. Node Batas Kiri Atau Pada Dasar Sirip.

Suhu awal benda tertentu (saat waktu t = 0) dan merata atau tidak merupakan fungsi posisi. (untuk node 0)

( )

x,t T

( )

0,t Tb Ti

T = = = , maka T0n+1 =Tb……… (3.11)

(48)

Δ Δx

Gambar 3.4: Volume kontrol pada bagian dalam bahan 1

Secara umum kesetimbangan energi yang berlaku pada volume kontrol dinyatakan sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

Δ selamaselang t

kontrol volume di dalam energi perubahan t selama kontrol volume didalam kan bangkit di yang energi t selang selama ya permukaann melalui kontrol volume masuk yang energi semua

[

] [ ]

⎢⎣⎥⎦⎤ Δ ΔΤ × × × = + + + t V c q q

q1 2 3 0 ρ1 1 ………. (3.12)

Untuk:

1. perpindahan kalor konduksi bahan 1 dari i-1 ke i

x A k q n i Δ ΔΤ =

− . 1.

2 1 , 1

1 ……… (3.13)

2. perpindahan kalor konduksi bahan 2 dari i+1 ke i

x A k q n i Δ ΔΤ =

+ . 1.

2 1 , 1

(49)

3. perpindahan kalor konveksi pada posisi i

(

n

)

i

A h

q3= . 3. Τ~ −Τ ……… (3.15) Dengan prinsip persamaan (3.12) maka diperoleh Persamaan (3.16):

(

)

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n

i A x k A x h A

k . . . 1. 1 . 3.

2 1 , 1 1 1 2 1 , 1 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ Δ ΔΤ × × × = t V c1 1

ρ ……….. (3.16)

dengan :

Sehingga diperoleh persamaan (3.17)

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + Δ Τ − Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × × + + − − n i n i n i n i n i n i n i A h x A k x A

k 1. 1 . 3.

2 1 , 1 1 1 2 1 , 1

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ Δ × × = + t x A c n i n i 1 1 1 1 .

ρ ……… (3.17)

Jika persamaan (3.17) dibagi dengan A1, maka akan didapat persamaan (3.18):

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + Δ Τ − Τ + Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A h x k x

k . . . .

1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1

( )

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × Δ × × = + t x c n i n i 1 1 1

ρ ……… (3.18)

x Δ x x D V Δ × Α = Δ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × = 1 2 . 4 π

(

D

)

x

A D A Δ × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × = . 4 3 2 1 π π A1 A3

(50)

Jika persamaan (3.18) dikalikan denganΔx, maka akan didapat persamaan (3.19):

(

)

(

)

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ Δ + Τ − Τ + Τ − Τ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A x h k

k . . . .

1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × Δ × × = + t x c n i n i 1 2 1 1

ρ ……… (3.19)

Persamaan (3.19) dapat dijabarkan dan disederhanakan menjadi:

(

)

(

)

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ Δ + Τ − Τ + Τ − Τ Δ × × Δ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A x h k k x c t . . . . 1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1 2 1 1 ρ

(

n

)

i n i −Τ

Τ = +1

………. (3.20) ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ Δ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ Δ × × Δ = Τ − Τ + + − − + . . . . . 1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1 2 1 1 1 A A x h k k x c t n i n i n i n i n i n i ρ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + Τ + + − 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 . . A A x h k k n i n i n

i ………. (3.21)

⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ × Δ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ × Δ × × Δ = Τ + + − − + 1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1 2 1 1 1 . . A A x h k k x c t n i n i n i n i n i ρ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ × × Δ Τ − + − n i n i n i n i A A h x k k x c t 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 2 1 1 . .

ρ …… (3.22)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ × Δ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Τ Δ × × Δ = Τ + + − − + 1 3 1 2 1 , 1 1 2 1 , 1 2 1 1 1 . . . A A x h k k x c t n i n i n i n i n i ρ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ × × Δ − Τ + + − 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 2 1 1 . . 1 . A A h x k k x c t n i n i n

(51)

Syarat Stabilitas untuk Persamaan (3.23) adalah: 0 1 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 2 1 1 ≥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ × × Δ − + − A A h x k k x c t n i n i

ρ ……… (3.24)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ × × Δ ≥ + − 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 2 1 1 1 A A h x k k x c t n i n i

ρ ………... (3.25)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × Δ + + Δ × × ≤ Δ + − 1 3 2 1 , 1 2 1 , 1 2 1 1 A A h x k k x c t n i n i ρ ……..……….. (3.26)

Persamaan (3.23) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besarnya suhu pada setiap node yang terdapat di dalam sirip bahan pertama dengan syarat stabilitasnya persamaan (3.26). Syarat stabilitas merupakan syarat yang menentukan besar perubahan waktu pada setiap siklus perhitungan, semakin kecil syarat stabilitas yang diambil maka semakin akurat data yang dihasilkan.

Keterangan :

q1 dan 2 = perpindahan kalor konduksi, J q3 = perpindahan kalor konveksi, J

1

+

n i

T = suhu pada node i, saat n+1, oC

n i

T = suhu pada node i, saat n, oC

n i

T1 = suhu pada node i-1, saat n, oC

n i

T+1 = suhu pada node i+1, saat n, oC

(52)

V = volume kontrol sirip, m3 ∆t = selang waktu, detik

ρ1 = massa jenis sirip bahan 1, kg/m3 c1 = kalor spesifik sirip bahan 1, J/kg.oC

h = koefisien perpindahan panas konveksi fluida, W/m².oC Δx = panjang volume control, m

1

A = luas penampang dasar sirip silinder, m2

3

A = luas selimut sirip dengan panjang Δx, m2

n i

k

2 1

− = konduktivitas termal sirip pada posisi i-12, saat n, W/m.

o C

( ) ( )

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ +

+ −

2 2

1 1 n ni n ni ni i

n n

T T

k T k T

k

n i

k

2 1

+ = konduktivitas termal sirip pada posisi i+12, saat n, W/m.

o C

( ) ( )

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ +

+ + +

2 2

1 1 n ni ni i

n n i n n

T T k T

(53)

3.3.3. Node Pada Pertemuan Kedua Bahan Sirip Dan Syarat Stabilitas. Berlaku untuk titik (node): 80

Δ Δx

Gambar 3.5: Volume kontrol pada pertemuan kedua bahan.

Secara umum kesetimbangan energi yang berlaku pada volume kontrol dinyatakan sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

Δ selamaselang t

kontrol volume di dalam energi perubahan t selama kontrol volume didalam kan bangkit di yang energi t selang selama ya permukaann melalui kontrol volume masuk yang energi semua

[

]

(

)

t V c c q q q Δ ΔΤ × × + = +

+ 2 3 1 1 2 2

1 ρ . ρ . ……… (3.27)

untuk:

1) perpindahan kalor konduksi bahan 1 dari i-1 ke i

x A k q n i Δ ΔΤ =

− . 1.

2 1 , 1

(54)

2) perpindahan kalor konduksi bahan 2 dari i-1 ke i x A k q n i Δ ΔΤ =

+ . 1.

2 1 , 2

2 ……… (3.29)

3) perpindahan kalor konveksi pada posisi i

(

n

)

i

A h

q3= . 3. Τ~ −Τ ………. (3.30) Dengan prinsip persamaan (3.27) maka diperoleh Persamaan (3.31):

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × + + − − n i n i n i n i n i n i n

i A x k A x h A

k . 1. 1 . 3.

2 1 , 2 1 1 2 1 . 1 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Δ ΔΤ × × × + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Δ ΔΤ × × × = t V c t V

c1 1 2 2 2

1 ρ

ρ ……… (3.31)

Dengan: Sehingga,

(

)

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ × × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × × + + − − n i n i n i n i n i n i n

i A x k A x h A

k 1 1 3 .

2 1 , 2 1 1 2 1 . 1

(

)

⎥⎦⎤ ⎢⎣ ⎡ ∂ Τ ∂ × × + = t V c c1 2 2

1. ρ .

ρ ……… (3.32)

Bahan 1 2 x Δ A1 Bahan 2 2 x Δ x Δ 2 1 . 4 D

A

x D x x D A Δ × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛Δ + Δ × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 2 2 3 . 4 2 2 . 4 π π 2 1 1 x A V = × Δ

2

1 2

(55)

(

)

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ × + + − − n i n i n i n i n i n i n

i A x k A x h A

k . 1. 1 3.

2 1 , 2 1 1 2 1 . 1

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Δ + = + t x A c c n i n i 1 1 2 2 1 1 . 2 . . . . ρ

ρ …… (3.33)

Jika persamaan (3.33) dibagi dengan A1, maka akan didapat persamaan (3.34):

(

)

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A h x k x

k . . . .

1 3 1 2 1 , 2 1 2 1 . 1

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Δ × + = + t x c c n i n i 1 2 2 1 1 2 . . . ρ

ρ ……… (3.34)

Jika persamaan (3.34) dikalikan dengan Δx, maka akan didapat persamaan (3.35):

(

)

(

)

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ Δ × + Τ − Τ + Τ − Τ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A x h k

k . . . .

1 3 1 2 1 , 2 1 2 1 . 1

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × Δ × + = + t x c c n i n i 1 2 2 2 1 1 2 . . ρ

ρ ……… (3.35)

Persamaan (3.35) dapat dijabarkan dan disederhanakan menjadi:

(

+

)

⎡ Τ + Τ + ×Δ Τ ⎥⎤ Δ Δ = Τ − Τ + −. + +. . . ∞ . . . . 2 1 3 1 2 1 , 2 1 2 1 . 1 2 2 1 1 2 1 A A x h k k c c x t n i n i n i n i n i n

i ρ ρ

(

)

⎟⎟⎞ ⎜⎜⎛ + + ×Δ ⎟⎟⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + Δ Δ Τ − + − 1 3 2 1 , 2 2 1 . 1 2 2 1 1

2 . .

. . . . 2 A A x h k k c c x t n i n i n

i ρ ρ … (3.36)

(

+

)

⎜⎜⎛ Τ + Τ + Δ Τ ⎟⎟⎞ Δ Δ = Τ + + − − + 1 3 1 2 1 , 2 1 2 1 , 1 2 2 1 1 2 1 . . . . . . . . . 2 A A x h k k c c x t n i n i n i n i n

i ρ ρ

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + Δ Δ − Τ + + − 1 3 2 1 , 2 2 1 , 1 2 2 1 1

2 . .

. . . 2 1 A A x h k k c c x t n i n i n

(56)

Syarat Stabilitas untuk persamaan (3.37) adalah:

(

)

. 0

. . . 2 1 1 3 2 1 , 2 2 1 , 1 2 2 1 1

2 ⎟⎟ ≥

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + Δ Δ − + − A A x h k k c c x t n i n i ρ

ρ …… (3.38)

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + Δ Δ ≥ + − 1 3 2 1 , 2 2 1 , 1 2 2 1 1

2 . .

. . . 2 1 A A x h k k c c x t n i n i

ρ

ρ

…… (3.39)

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ + + + Δ ≤ Δ + − 1 3 2 1 , 2 2 1 , 1 2 2 1 1 2 . . 2 . . A A x h k k c c x t n i n i ρ ρ ……….. (3.40)

Persamaan (3.37) merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besarnya suhu pada node yang terdapat di sambungan sirip bahan pertama dan kedua dengan syarat stabilitasnya persamaan (3.40).

Keterangan :

q1 dan 2 = perpindahan kalor konduksi, J q3 = perpindahan kalor konveksi, J

1

+

n i

T = suhu pada node i, saat n+1, oC

n i

T = suhu pada node i, saat n, oC

n i

T1 = suhu pada node i-1, saat n, oC

n i

T+1 = suhu pada node i+1, saat n, oC

T = suhu fluida, oC

V = volume kontrol sirip, m3 ∆t = selang waktu, detik

(57)

h = koefisien perpindahan panas konveksi fluida, W/m².oC Δx = jarak antar node, m

1

A = luas penampang dasar sirip silinder, m2

3

A = luas selimut sirip dengan panjang Δx, m2

n i

k

2 1

− = konduktivitas termal sirip pada posisi i-12, saat n, W/m.

o C

( ) ( )

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ +

+ −

2 2

1 1 n ni n ni ni i

n n

T T

k T k T

k

n i

k

2 1

+ = konduktivitas termal sirip pada posisi i+12, saat n, W/m.

o C

( )

( )

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎛ +

+ + +

2 2

1 1 n ni ni i

n n n i n

T T k T

k T k

3.3.4. Node Yang Terletak Di Dalam Sirip Bahan 2 Dan Syarat Stabilitas. Berlaku untuk titik (node): 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 96, 97, 98, 99.

Δ Δx

(58)

Secara umum kesetimbangan energi yang berlaku pada volume kontrol dinyatakan sebagai berikut:

⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Δ + ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

Δ selamaselang t

kontrol volume di dalam energi perubahan t selama kontrol volume didalam kan bangkit di yang energi t selang selama ya permukaann melalui kontrol volume masuk yang energi semua

[

] [ ]

⎢⎣⎥⎦⎤ Δ ΔΤ × × × = + + + t V c q q

q1 2 3 0 ρ2 2 ……… (3.41)

Dengan:

1) perpindahan kalor konduksi bahan 2 dari i-1 ke i

x A k q n i Δ ΔΤ =

− . 1.

2 1 , 2

1 ……… (3.42)

2) perpindahan kalor konduksi bahan 2 dari i+1 ke i

x A k q n i Δ ΔΤ =

+ . 1.

2 1 , 2

2 ……… (3.43)

3) perindahan kalor konveksi pada posisi i

(

n

)

i

A h

q3= . 3. Τ~ −Τ ………... (3.44)

Dengan prinsip persamaan (3.41) maka diperoleh Persamaan (3.45):

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + Δ Τ − Τ + Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A h x A k x A

k . . . . 1 . 3.

1 2 1 , 2 1 1 2 1 , 2 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ Δ ΔΤ × × × = t V c2 2

ρ ……… (3.45)

(59)

Sehingga diperoleh persamaan (3.46):

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + Δ Τ − Τ + Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n

i A x k A x h A

k . . . 1. 1 . 3.

2 1 , 2 1 1 2 1 , 2

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × Δ × × × = + t x A c n i n i 1 1 2 2

ρ ……… (3.46)

Jika persamaan (3.46) dibagi dengan A1, maka akan didapat persamaan (3.47):

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ + Δ Τ − Τ + Δ Τ − Τ ∞ + + − − n i n i n i n i n i n i n i A A h x k x

k . . . .

1 3 1 2 1 , 2 1 2 1 , 2

( )

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Δ Τ − Τ × Δ × × = + t x c n i n i 1 2 2

ρ ……… (3.47)

Jika persamaan (3.47) dibagi dengan A1, maka akan didapat persamaan (3.48):

(

)

(

)

(

)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ Τ − Τ Δ + Τ − Τ + Τ − Τ +

Gambar

Gambar 1.1 : Berbagai jenis muka bersirip
Gambar 5.21 Efisiensi sirip saat t = 10 detik untuk variasi bahan
Gambar 5.23 Efisiensi sirip saat t = 30 detik untuk variasi bahan
Gambar 5.24 Efektivitas sirip saat tunak untuk variasi bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Rencana sistem dan jaringan drainase di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 752 ayat (1) huruf c, dilakukan melalui pengembangan sistem

Pada tabel 3, Graduated Annuity Interest Factor (GAIF) menunjukkan sebesar 78,4047 untuk masa pinjaman 20 tahun, bunga pinjaman 20% per tahun, dengan lima tahun pertama

SKRIPSI SISTEM DASHBOARD UNTUK … AUFA AKMAL R Layout dashboard standar 7 pada gambar 4.40 terdiri dari 3 komponen, yaitu tabel nilai deskripsi elemen penilaian, dashboard

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Masalah yang mungkin terjadi dengan mengatur bahwa setiap proses hanya dapat memiliki satu proses adalah bahwa tidak semua proses hanya membutuhkan satu

Berdasarkan hal tersebut maka untuk menciptakan nilai tambah dari produksi minyak sawit perusahaan perkebunan, sudah saatnya membangun industri hilir minyak sawit yang

Penetapan harga dasar gabah dan harga atap beras di tingkat konsumen lebih rendah daripada harga keseimbangan di pasar dengan tidak ada subsidi kepada produsen maka

BB 2757 MI yang dikemudikan oleh korban Marmeilin Sipahutar (meninggal dunia) dengan cara terdakwa keluar dari kantor CU Pinangsori lalu pergi dengan mengendarai