BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika a. Belajar
Menurut Winkel (1987: 36) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan sejumlah
perubahan. Perubahan-perubahan itu bersifat tetap yang meliputi perubahan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Menurut Hudojo (2005: 83), belajar merupakan proses dalam memperoleh pengetahuan baru sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar
terjadi karena interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2008: 28). Sudjana (1987: 17) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, kemampuan dan aspek lain yang ada pada diri individu. Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar di atas, dapat
dirinya dan perubahan dalam dirinya akibat interaksi dengan
lingkungan yang menghasilkan sebuah perubahan. b. Pembelajaran
Menurut Suherman (2001: 9) pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti proses
pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama siswa. Menurut Usman, (2002: 4) pembelajaran merupakan proses yang mengandung
serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Mulyasa (2007: 14) juga berpendapat bahwa pembelajaran merupakan proses yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan bantuan bagi terjadinya
proses belajar. Guru berperan sebagai perencana, pelaksana, dan penilai (evaluasi) pembelajaran.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, teman sesama siswa, dan sumber belajar dalam
situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif tetap pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan
c. Matematika
Menurut James yang dikutip oleh Suherman, dkk. (2003: 19), mengatakan matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk,
susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga
bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Hudojo (2005: 36) mengartikan matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur
secara logis, bersifat abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya. Menurut Johnson dan Rising
(Suherman, dkk., 2001: 19) matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan pola berfikir, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan
dengan konsep-konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis. Matematika terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
d. Pembelajaran Matematika
Hudojo (2005: 135) menyatakan bahwa pembelajaran
tersebut. Menurut Harta (2006: 4) pembelajaran matematika ditujukan
untuk membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah,
mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Sedangkan menurut Sumarmo (2004: 5)
pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematis,
kritis serta sikap yang terbuka dan objektif.
Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh diharapkan siswa
mampu menangkap pengertian suatu konsep (Suherman, dkk, 2001: 55).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran,
komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan objektif. Sehingga dalam pembelajaran matematika, siswa
2. Pembelajaran Project Based Learning
Menurut Thomas dikutip oleh Wena (2009: 144) “pembelajaran Project-based learning (PJBL) merupakan model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek”. Kerja proyek memuat tugas-tugas
yang kompleks menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan investigasi serta memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Menurut Trianto (2007: 51)
model pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermanfaat
bagi siswa.
Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk
hasil kerja peserta didik yang ditampikan dalam hasil proyek yang dikerjakan, sehingga menghasilkan produk nyata yang dapat mendorong
kreativitas siswa agar mampu berpikir kritis dalam menganalisa faktor dalam konsep masalah ekonomi. Menurut Wena (2009: 152) model pembelajaran Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran
yang memperkenankan peserta didik untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan menerapkannya dalam produk
menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di
kelas dengan melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan menerapkannya dalam produk nyata, sehingga siswa lebih tertarik dan bermanfaat.
Menurut Rais (2010: 8-9) langkah-langkah model pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:
a) Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big question)
Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving
question yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai
dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
b) Merencanakan proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan merasa
mendukung, 16 serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek. c) Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule)
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian proyek
harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu yang baru, akan tetapi guru juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas
peserta didik melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang membutuhkan waktu yang lama
dalam pengerjaannya, sehingga guru meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal
mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
d) Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of
the project)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain, guru berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta
e) Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masingmasing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta membantu
guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain secara bergantian.
f) Evaluasi (evaluate the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
Menurut Thomas sebagaimana yang dikutip Wena (2009:145), PjBL
memiliki prinsip sebagai berikut.
a. Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pembelajaran
dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan merupakan praktik
b. Prinsip pertanyaan penuntun (driving question) berarti bahwa kerja
proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip
utama.
c. Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan
proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Dalam hal ini guru harus mampu merancang suatu kerja proyek yang
mampu menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
d. Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek
dapat diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri,
bekerja dengan minimal supervisi, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, lembar kerja siswa, petunjuk kerja praktikum, dan yang sejenisnya bukan merupakan aplikasi dari PjBL. Dalam hal ini guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa.
permasalahan autentik, tidak dibuat-buat, dan solusinya dapat
diimplementasikan di lapangan.
Implementasi pembelajaran matematika menggunakan model
Project Based Learning pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kegiatan pendahuluan
1) Guru memeriksa kondisi kelas dan kehadiran peserta didik. 2) Guru memberitahukan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. 3) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran yang digunakan
yaitu model PjBL.
4) Guru memberikan motivasi.
5) Guru memberikan apersepsi untuk menggali pengetahuan prasyarat.
b. Kegiatan Inti
1) Guru meminta peserta didik untuk duduk berkelompok sesuai kelompok yang telah ditentukan.
2) Guru memberikan Lembar Kerja Kelompok untuk dikerjakan berkelompok. Saat mengerjakan guru membebaskan siswa dalam mengerjakan proyeknya.
3) Guru memantau jalannya proyek.
4) Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil
5) Membahas bersama-sama dengan siswa jawaban yang telah
dipresentasikan.
6) Apabila semua kelompok telah mendapat kesempatan untuk
mempresentasikan hasil proyeknya, kemudian peserta didik diminta mengerjakan LKPD sebagai tindak lanjut dari proyek
tersebut. c. Kegiatan penutup
1) Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan.
2) Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara individu oleh peserta didik.
3) Guru memberikan PR. 4) Guru melakukan refleksi.
3. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Djamarah dalam Iyas (2010: 1) model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga
dengan model ceramah, karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan menurut Freire dalam Iyas (2010:
1-2) istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber“gaya bank” penyelenggaraan pendidikan
hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Menurut Irawadi
model pembelajaran di mana dalam kegiatan belajar mengajar aktivitasnya
lebih banyak didominasi oleh guru dibandingkan aktivitas siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka model pembelajaran
konvensional merupakan model di mana dalam kegiatan belajar mengajar aktivitasnya lebih banyak didominasi oleh guru, selain itu sebagai alat
komunikasi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran dan siswa hanya bisa mengingat dan menghafal.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah
Masalah didefinisikan sebagai suatu situasi, saat seseorang diminta menyelesaikan suatu persoalan yang belum pernah dikerjakannya dan cara
pemecahannya belum diketahuinya (Yaya, 2004: 3). Sukirman (2005: 4) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu:
a. Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan
memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.
Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal, dan data atau informasi yang diberikan merupakan
bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.
membuat atau memproses pernyataan yang logis dan hipotesis menuju
kesimpulan. Sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkalannya sehingga
pernyataan tersebut menjadi tidak benar.
Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai manipulasi informasi
secara sistematis, langkah demi langkah, dengan mengolah informasi yang diperlukan melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran sebagai respon terhadap problem yang dihadapi (Nasution, 2006: 7). Polya
(Firdaus 2009: 15) mengartikan bahwa pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaikan masalah dalam matematika dengan
menggunakan strategi yang tepat sesuai dengan langkah-langkah yaitu: memahami masalah, menyusun rencana, dan memeriksa kembali.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika
yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin (Suherman, 2001: 83). Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika yang
penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat
dikembangkan secara lebih baik.
1) Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum
pengajaran matematika.
2) Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi
merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. 3) Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika.
Berdasarkan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (2004: 583-584) dimuat beberapa indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu: a) Pemahaman masalah,
b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan, c) Menyajikan masalah secara tematik dalam segala bentuk,
d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat,
e) Merencanakan strategi pemecahan masalah,
f) Membuat dan menafsirkan metode matematika dari suatu masalah, dan
g) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Indikator kemampuan pemecahan masalah juga diungkapkan oleh BNSP (2006: 140) meliputi kemamapuan:
(1) Memahami masalah,
(2) Merancang model matematika,
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah
matematis merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah matematika terkait dunia nyata melalui kegiatan memahami, menemukan
strategi, menerapkan strategi, dan mengevaluasi kembali strategi yang ditemukan.
5. Hasil Belajar Matematika
Menurut Bloom dalam Suprijono (2013: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kongnitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar terdiri dari
informasi verbal, ketrampilan intelek, kerampilan motorik, sikap, dan strategi kongnitif (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 14). Menurut Sudjana
dalam Sari (2015: 106) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Pengertian matematika menurut Suherman dkk (2003: 21)
menyatakan bahwa matematika salah satu ilmu dasar yang terus berkembang, baik materi maupun kegunaan. Matematika adalah ilmu
tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan untuk menyelesaikan masalah mengenai bilangan dengan objek abstrak yang diatur secara logis yang didapat dengan berpikir (Nawi,
2012: 84). Sedangkan menurut Herman dalam Maonde (2011: 22-23), bahwa matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu ilmu yang
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran matematika, serta mendapatkan suatu ilmu dasar
tentang bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang bersistem deduktif untuk menyelesaikan masalah.
Dalam konteks pembelajaran matematika, hasil belajar matematika memiliki indikator pencapaian kompentensi yang dapat diukur dengan cara-cara tertentu. Berikut ini adalah indikator dan cara mengungkapkan
hasil belajar meliputi: a. Indikator Hasil Belajar
Indikator pencapaian kompetensi (Akbar, 2013: 10) adalah penanda perubahan nilai, pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan prilaku yang dapat diukur. Indikator digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan tujuan pembelajaran, substansi materi, sumber dan media, serta alat penilaian.
Dalam konteks pembelajaran matematika, hasil belajar memiliki indikator yang juga dapat diukur melalui cara-cara tertentu. Beberapa indikator dan kemungkinan cara memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa di SMP Negeri 3 Sewon. Dapat dilihat pada Lampiran 1.1.
b. Batasan Minimal Hasil Belajar
belajar siswanya. Hal ini sangat dibutuhkan dalam mempertimbangkan
batasan terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti
keberhasilan yang meliputi ranah kongnitif, afektif dan psikomotor siswa.
Menetapkan batasan minimum keberhasilan belajar siswa sangat berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran. Diantara norma-norma pengukuran tersebut adalah (Syah, 2014: 150):
1) Norma skala angka dari 0 sampai 10; 2) Norma skala angka dari 10 sampai 100.
Berdasarkan penjelasan tentang batasan minemal hasil
pembelajaran matematika, peneliti menerapkan batas yang harus dicapai oleh suatu kelompok eksperimen yaitu batas minimal hasil pembelajaran
sesuai dengan KKM di sekolh tersebut sebesar 75. B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Tahun Pelajaran 2012/2013) oleh Putriari (2013). Berdasarkan hasil
penelitian ini model Project Based Learning pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah, diperoleh simpulan sebagai berikut:
a. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh PjBL mampu mencapai ketuntasan klasikal.
b. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model PjBL memiliki kemampuan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran ekspositori.
c. Ada pengaruh positif dalam aktivitas belajar peserta didik yang
mengikuti pembelajaran dengan model PjBL terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi program linear. Aktivitas peserta didik mempengaruhi nilai hasil belajar aspek
kemampuan pemecahan masalah sebesar 32,26% oleh persamaan regresi.
2. Penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dalam Materi Pola Bilangan Kelas VII” oleh Widyantini (2014). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) memberi pengaruh terhadap kemampuan
Proyek (Project Based Learning) dengan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional
3. Penelitian berjudul “Keefektifan Project Based Learning Dalam Proses Pembelajaran Mengoperasikan Aplikasi Perangkat Lunak” oleh Astuti
(2013). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pencapaian
keefektifan Project Based Learning dalam proses pembelajaran mengoperasikan aplikasi perangkat lunak sebagai berikut:
a. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran mengoperasikan apikasi
perangkat lunak termasuk dalam kategori baik (75,53%).
b. Pengalaman belajar siswa dengan proses pembelajaran
mengoperasikan apikasi perangkat lunak tergolong dalam katagori baik (46,81%).
c. Eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran mengoperasikan aplikasi
perangkat lunak tergolong dalam kategori baik (77,70%). C. Kerangka Berpikir
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi yang handal dalam pemecahan masalah
dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan
pada akhirnya menghasilkan suatu hasil produk.
Secara lebih rinci, model PjBL mengikuti enam langkah utama yaitu:
(1) menetapkan tema proyek, (2) merencanakan proyek, (3) menyusun jadwal aktivitas, (4) melaksanakan proyek, (5) penilaian terhadap hasil produk, dan
(6) evaluasi. Keenam langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam pengerjaan proyek, peserta didik dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-6 orang. Keterampilan-
keterampilan yang dituangkan dalam aktivitas belajar selama melaksanakan proyek membuat pembelajaran menjadi aktif karena setiap individu diberi
kesempatan untuk menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim. Pembelajaran secara aktif dapat mendorong peningkatan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model PjBL memberikan
kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, masing- masing kelompok harus bisa menjamin bahwa setiap anggota kelompoknya
memahami materi yang dibelajarkan pada saat itu sehingga apabila semua kelompok memahami materi maka siswa dapat mencapai ketuntasan klasikal. Selain itu dengan diterapkannya model PjBL akan meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa karena melalui proyek yang merupakan pusat dari strategi pembelajaran, siwa dituntut untuk terlibat dalam tugas-tugas
menggali pengetahuannya, sedangkan pada pembelajaran konvensional guru
hanya sebatas memberikan contoh-contoh soal, kegiatan pembelajaran lebih terpusat pada guru sehingga siswa lebih pasif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah siawa yang mendapat pembelajaran dengan model PjBL akan lebih baik daripada dengan
model konvensional.
Diterapkannya model PjBL juga akan meningkatkan aktivitas belajar siswa karena semua aktivitas berpusat pada siswa. Guru dalam hal ini hanya
bertugas sebagai fasilitator yang dituntut untuk memantau jalannya proyek. Melalui proyek tersebut, diharapkan siswa akan menemukan esensi dari materi
yang sedang dipelajari.
Pembelajaran PjBL akan memberikan kesempatan pada siswa sebagai pembelajar untuk menyelidiki topik permasalahan, membuat siswa menjadi
lebih otonomi sehingga mereka dapat membangun pengetahuan mereka sendiri serta pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal tersebut sesuai
dengan teori konstruktivis yang dikemukakan oleh Piaget dan Vygotsky bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri.
Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki model PjBL, maka model tersebut diduga efektif untuk diterapkan, sehingga hasil belajar siswa
konvensional, serta aktivitas siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model PjBL berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalahnya.
Gambar 1. Diagram Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan penelitian relevan seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning dalam kemampuan
pemecahan masalah matematis ada pengaruh ditinjau dari hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sewon.
2. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning dalam kemampuan
pemecahan masalah matematis lebih baik daripada model pembelajaran konvensional ditinjau dari hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 3 Sewon. PROJECT BASED
LEARNING DAN
KONVENSIONAL
INSTRUMEN PENELITIAN
HIPOTESIS ( ADA PERBEDAAN HASIL)
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PROJECT BASED
LEARNING