• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 3 SEWON BANTUL - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 3 SEWON BANTUL - UMBY repository"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika a. Belajar

Menurut Winkel (1987: 36) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan sejumlah

perubahan. Perubahan-perubahan itu bersifat tetap yang meliputi perubahan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan nilai

sikap. Menurut Hudojo (2005: 83), belajar merupakan proses dalam memperoleh pengetahuan baru sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar

terjadi karena interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2008: 28). Sudjana (1987: 17) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,

kecakapan, kemampuan dan aspek lain yang ada pada diri individu. Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar di atas, dapat

(2)

dirinya dan perubahan dalam dirinya akibat interaksi dengan

lingkungan yang menghasilkan sebuah perubahan. b. Pembelajaran

Menurut Suherman (2001: 9) pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti proses

pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama siswa. Menurut Usman, (2002: 4) pembelajaran merupakan proses yang mengandung

serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan

tertentu. Mulyasa (2007: 14) juga berpendapat bahwa pembelajaran merupakan proses yang sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan bantuan bagi terjadinya

proses belajar. Guru berperan sebagai perencana, pelaksana, dan penilai (evaluasi) pembelajaran.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, teman sesama siswa, dan sumber belajar dalam

situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif tetap pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan

(3)

c. Matematika

Menurut James yang dikutip oleh Suherman, dkk. (2003: 19), mengatakan matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk,

susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga

bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Hudojo (2005: 36) mengartikan matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur

secara logis, bersifat abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya. Menurut Johnson dan Rising

(Suherman, dkk., 2001: 19) matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan pola berfikir, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan

dengan konsep-konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis. Matematika terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.

d. Pembelajaran Matematika

Hudojo (2005: 135) menyatakan bahwa pembelajaran

(4)

tersebut. Menurut Harta (2006: 4) pembelajaran matematika ditujukan

untuk membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah,

mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Sedangkan menurut Sumarmo (2004: 5)

pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematis,

kritis serta sikap yang terbuka dan objektif.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk

memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh diharapkan siswa

mampu menangkap pengertian suatu konsep (Suherman, dkk, 2001: 55).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran,

komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan objektif. Sehingga dalam pembelajaran matematika, siswa

(5)

2. Pembelajaran Project Based Learning

Menurut Thomas dikutip oleh Wena (2009: 144) “pembelajaran Project-based learning (PJBL) merupakan model pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek”. Kerja proyek memuat tugas-tugas

yang kompleks menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan investigasi serta memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Menurut Trianto (2007: 51)

model pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermanfaat

bagi siswa.

Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar. Guru hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk

hasil kerja peserta didik yang ditampikan dalam hasil proyek yang dikerjakan, sehingga menghasilkan produk nyata yang dapat mendorong

kreativitas siswa agar mampu berpikir kritis dalam menganalisa faktor dalam konsep masalah ekonomi. Menurut Wena (2009: 152) model pembelajaran Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran

yang memperkenankan peserta didik untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan menerapkannya dalam produk

(6)

menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang

kompleks.

Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di

kelas dengan melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan menerapkannya dalam produk nyata, sehingga siswa lebih tertarik dan bermanfaat.

Menurut Rais (2010: 8-9) langkah-langkah model pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:

a) Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big question)

Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving

question yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai

dengan realita dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.

b) Merencanakan proyek (design a plan for the project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapakan akan merasa

(7)

mendukung, 16 serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat

dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek. c) Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule)

Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian proyek

harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu yang baru, akan tetapi guru juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas

peserta didik melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang membutuhkan waktu yang lama

dalam pengerjaannya, sehingga guru meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal

mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.

d) Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of

the project)

Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring

dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain, guru berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta

(8)

e) Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan

masingmasing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik, serta membantu

guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain secara bergantian.

f) Evaluasi (evaluate the experience)

Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik

melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan

perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.

Menurut Thomas sebagaimana yang dikutip Wena (2009:145), PjBL

memiliki prinsip sebagai berikut.

a. Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pembelajaran

dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan merupakan praktik

(9)

b. Prinsip pertanyaan penuntun (driving question) berarti bahwa kerja

proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip

utama.

c. Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan

proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi

pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Dalam hal ini guru harus mampu merancang suatu kerja proyek yang

mampu menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.

d. Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek

dapat diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri,

bekerja dengan minimal supervisi, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, lembar kerja siswa, petunjuk kerja praktikum, dan yang sejenisnya bukan merupakan aplikasi dari PjBL. Dalam hal ini guru

hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa.

(10)

permasalahan autentik, tidak dibuat-buat, dan solusinya dapat

diimplementasikan di lapangan.

Implementasi pembelajaran matematika menggunakan model

Project Based Learning pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kegiatan pendahuluan

1) Guru memeriksa kondisi kelas dan kehadiran peserta didik. 2) Guru memberitahukan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. 3) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran yang digunakan

yaitu model PjBL.

4) Guru memberikan motivasi.

5) Guru memberikan apersepsi untuk menggali pengetahuan prasyarat.

b. Kegiatan Inti

1) Guru meminta peserta didik untuk duduk berkelompok sesuai kelompok yang telah ditentukan.

2) Guru memberikan Lembar Kerja Kelompok untuk dikerjakan berkelompok. Saat mengerjakan guru membebaskan siswa dalam mengerjakan proyeknya.

3) Guru memantau jalannya proyek.

4) Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil

(11)

5) Membahas bersama-sama dengan siswa jawaban yang telah

dipresentasikan.

6) Apabila semua kelompok telah mendapat kesempatan untuk

mempresentasikan hasil proyeknya, kemudian peserta didik diminta mengerjakan LKPD sebagai tindak lanjut dari proyek

tersebut. c. Kegiatan penutup

1) Guru membimbing peserta didik untuk menarik kesimpulan.

2) Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara individu oleh peserta didik.

3) Guru memberikan PR. 4) Guru melakukan refleksi.

3. Model Pembelajaran Konvensional

Menurut Djamarah dalam Iyas (2010: 1) model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga

dengan model ceramah, karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan menurut Freire dalam Iyas (2010:

1-2) istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber“gaya bank” penyelenggaraan pendidikan

hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Menurut Irawadi

(12)

model pembelajaran di mana dalam kegiatan belajar mengajar aktivitasnya

lebih banyak didominasi oleh guru dibandingkan aktivitas siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka model pembelajaran

konvensional merupakan model di mana dalam kegiatan belajar mengajar aktivitasnya lebih banyak didominasi oleh guru, selain itu sebagai alat

komunikasi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran dan siswa hanya bisa mengingat dan menghafal.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah

Masalah didefinisikan sebagai suatu situasi, saat seseorang diminta menyelesaikan suatu persoalan yang belum pernah dikerjakannya dan cara

pemecahannya belum diketahuinya (Yaya, 2004: 3). Sukirman (2005: 4) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklarifikasikan dalam dua jenis, yaitu:

a. Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan

memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.

Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal, dan data atau informasi yang diberikan merupakan

bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.

(13)

membuat atau memproses pernyataan yang logis dan hipotesis menuju

kesimpulan. Sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkalannya sehingga

pernyataan tersebut menjadi tidak benar.

Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai manipulasi informasi

secara sistematis, langkah demi langkah, dengan mengolah informasi yang diperlukan melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran sebagai respon terhadap problem yang dihadapi (Nasution, 2006: 7). Polya

(Firdaus 2009: 15) mengartikan bahwa pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaikan masalah dalam matematika dengan

menggunakan strategi yang tepat sesuai dengan langkah-langkah yaitu: memahami masalah, menyusun rencana, dan memeriksa kembali.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika

yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman

menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin (Suherman, 2001: 83). Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika yang

penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat

dikembangkan secara lebih baik.

(14)

1) Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum

pengajaran matematika.

2) Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi

merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. 3) Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar

matematika.

Berdasarkan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (2004: 583-584) dimuat beberapa indikator

kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu: a) Pemahaman masalah,

b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan, c) Menyajikan masalah secara tematik dalam segala bentuk,

d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat,

e) Merencanakan strategi pemecahan masalah,

f) Membuat dan menafsirkan metode matematika dari suatu masalah, dan

g) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Indikator kemampuan pemecahan masalah juga diungkapkan oleh BNSP (2006: 140) meliputi kemamapuan:

(1) Memahami masalah,

(2) Merancang model matematika,

(15)

Berdasarkan uraian di atas, kemampuan pemecahan masalah

matematis merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah matematika terkait dunia nyata melalui kegiatan memahami, menemukan

strategi, menerapkan strategi, dan mengevaluasi kembali strategi yang ditemukan.

5. Hasil Belajar Matematika

Menurut Bloom dalam Suprijono (2013: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kongnitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar terdiri dari

informasi verbal, ketrampilan intelek, kerampilan motorik, sikap, dan strategi kongnitif (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 14). Menurut Sudjana

dalam Sari (2015: 106) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Pengertian matematika menurut Suherman dkk (2003: 21)

menyatakan bahwa matematika salah satu ilmu dasar yang terus berkembang, baik materi maupun kegunaan. Matematika adalah ilmu

tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan untuk menyelesaikan masalah mengenai bilangan dengan objek abstrak yang diatur secara logis yang didapat dengan berpikir (Nawi,

2012: 84). Sedangkan menurut Herman dalam Maonde (2011: 22-23), bahwa matematika seringkali dilukiskan sebagai suatu ilmu yang

(16)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

matematika adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran matematika, serta mendapatkan suatu ilmu dasar

tentang bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang bersistem deduktif untuk menyelesaikan masalah.

Dalam konteks pembelajaran matematika, hasil belajar matematika memiliki indikator pencapaian kompentensi yang dapat diukur dengan cara-cara tertentu. Berikut ini adalah indikator dan cara mengungkapkan

hasil belajar meliputi: a. Indikator Hasil Belajar

Indikator pencapaian kompetensi (Akbar, 2013: 10) adalah penanda perubahan nilai, pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan prilaku yang dapat diukur. Indikator digunakan sebagai dasar untuk

mengembangkan tujuan pembelajaran, substansi materi, sumber dan media, serta alat penilaian.

Dalam konteks pembelajaran matematika, hasil belajar memiliki indikator yang juga dapat diukur melalui cara-cara tertentu. Beberapa indikator dan kemungkinan cara memperoleh ukuran dan data hasil

belajar siswa di SMP Negeri 3 Sewon. Dapat dilihat pada Lampiran 1.1.

b. Batasan Minimal Hasil Belajar

(17)

belajar siswanya. Hal ini sangat dibutuhkan dalam mempertimbangkan

batasan terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti

keberhasilan yang meliputi ranah kongnitif, afektif dan psikomotor siswa.

Menetapkan batasan minimum keberhasilan belajar siswa sangat berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran. Diantara norma-norma pengukuran tersebut adalah (Syah, 2014: 150):

1) Norma skala angka dari 0 sampai 10; 2) Norma skala angka dari 10 sampai 100.

Berdasarkan penjelasan tentang batasan minemal hasil

pembelajaran matematika, peneliti menerapkan batas yang harus dicapai oleh suatu kelompok eksperimen yaitu batas minimal hasil pembelajaran

sesuai dengan KKM di sekolh tersebut sebesar 75. B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang

hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

(18)

Tahun Pelajaran 2012/2013) oleh Putriari (2013). Berdasarkan hasil

penelitian ini model Project Based Learning pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah, diperoleh simpulan sebagai berikut:

a. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh PjBL mampu mencapai ketuntasan klasikal.

b. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model PjBL memiliki kemampuan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model

pembelajaran ekspositori.

c. Ada pengaruh positif dalam aktivitas belajar peserta didik yang

mengikuti pembelajaran dengan model PjBL terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi program linear. Aktivitas peserta didik mempengaruhi nilai hasil belajar aspek

kemampuan pemecahan masalah sebesar 32,26% oleh persamaan regresi.

2. Penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dalam Materi Pola Bilangan Kelas VII” oleh Widyantini (2014). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa

pembelajaran yang menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) memberi pengaruh terhadap kemampuan

(19)

Proyek (Project Based Learning) dengan siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional

3. Penelitian berjudul “Keefektifan Project Based Learning Dalam Proses Pembelajaran Mengoperasikan Aplikasi Perangkat Lunak” oleh Astuti

(2013). Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pencapaian

keefektifan Project Based Learning dalam proses pembelajaran mengoperasikan aplikasi perangkat lunak sebagai berikut:

a. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran mengoperasikan apikasi

perangkat lunak termasuk dalam kategori baik (75,53%).

b. Pengalaman belajar siswa dengan proses pembelajaran

mengoperasikan apikasi perangkat lunak tergolong dalam katagori baik (46,81%).

c. Eksplorasi siswa dalam proses pembelajaran mengoperasikan aplikasi

perangkat lunak tergolong dalam kategori baik (77,70%). C. Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi yang handal dalam pemecahan masalah

dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

(20)

merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan

pada akhirnya menghasilkan suatu hasil produk.

Secara lebih rinci, model PjBL mengikuti enam langkah utama yaitu:

(1) menetapkan tema proyek, (2) merencanakan proyek, (3) menyusun jadwal aktivitas, (4) melaksanakan proyek, (5) penilaian terhadap hasil produk, dan

(6) evaluasi. Keenam langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam pengerjaan proyek, peserta didik dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-6 orang. Keterampilan-

keterampilan yang dituangkan dalam aktivitas belajar selama melaksanakan proyek membuat pembelajaran menjadi aktif karena setiap individu diberi

kesempatan untuk menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim. Pembelajaran secara aktif dapat mendorong peningkatan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model PjBL memberikan

kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok, masing- masing kelompok harus bisa menjamin bahwa setiap anggota kelompoknya

memahami materi yang dibelajarkan pada saat itu sehingga apabila semua kelompok memahami materi maka siswa dapat mencapai ketuntasan klasikal. Selain itu dengan diterapkannya model PjBL akan meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah siswa karena melalui proyek yang merupakan pusat dari strategi pembelajaran, siwa dituntut untuk terlibat dalam tugas-tugas

(21)

menggali pengetahuannya, sedangkan pada pembelajaran konvensional guru

hanya sebatas memberikan contoh-contoh soal, kegiatan pembelajaran lebih terpusat pada guru sehingga siswa lebih pasif dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah siawa yang mendapat pembelajaran dengan model PjBL akan lebih baik daripada dengan

model konvensional.

Diterapkannya model PjBL juga akan meningkatkan aktivitas belajar siswa karena semua aktivitas berpusat pada siswa. Guru dalam hal ini hanya

bertugas sebagai fasilitator yang dituntut untuk memantau jalannya proyek. Melalui proyek tersebut, diharapkan siswa akan menemukan esensi dari materi

yang sedang dipelajari.

Pembelajaran PjBL akan memberikan kesempatan pada siswa sebagai pembelajar untuk menyelidiki topik permasalahan, membuat siswa menjadi

lebih otonomi sehingga mereka dapat membangun pengetahuan mereka sendiri serta pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal tersebut sesuai

dengan teori konstruktivis yang dikemukakan oleh Piaget dan Vygotsky bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki model PjBL, maka model tersebut diduga efektif untuk diterapkan, sehingga hasil belajar siswa

(22)

konvensional, serta aktivitas siswa yang mengikuti pembelajaran dengan

model PjBL berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalahnya.

Gambar 1. Diagram Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan penelitian relevan seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning dalam kemampuan

pemecahan masalah matematis ada pengaruh ditinjau dari hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sewon.

2. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning dalam kemampuan

pemecahan masalah matematis lebih baik daripada model pembelajaran konvensional ditinjau dari hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP

Negeri 3 Sewon. PROJECT BASED

LEARNING DAN

KONVENSIONAL

INSTRUMEN PENELITIAN

HIPOTESIS ( ADA PERBEDAAN HASIL)

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PROJECT BASED

LEARNING

Gambar

Gambar 1. Diagram Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian berdasarkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai, Disiplin Kerja

Apabila dalam pelaksanaan hal tersebut diatas saudara dapat memenuhi jadwal waktu pelaksanaan serta Pembuktian Kualifikasi dimaksud, maka akan dilanjutkan dengan Pembuktian

Apakah faktor Store Contact, Store Image, Store Atmospherics dan Store Theatrics mempengaruhi minat konsumen untuk melakukan pembelian di Toko Buku Gramedia Yogyakarta?...

Pada modul versi 2 ini sistem mampu mengelola data blok, mengelola data mata kuliah penawaran, melakukan generate sesi blok, melakukan generate jadwal blok, dan

1. Bagaimana desain pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Bagaimana pelaksanaan manajemen pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin

Gambar 6.2. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Dumai.. Dinas Tata Kota, Kebersihan dan Pertamanan Kota Dumai. Peraturan Walikota Dumai Nomor 22 Tahun 2008 Tentang

LAKIP Tahun 2012 yang merupakan bagian dari informasi pengukuran kinerja dalam melaksanakan Rencana Strategis BAPPEDA Kabupaten Bandung Tahun 2010-2015 adalah dokumen

Rajah 7 menunjukkan gabungan pepejal yang terdiri daripada sebuah silinder dan sebuah prisma