RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
.
BAB V
KETERPADUAN STRATEGI
PENGEMBANGAN KABUPATEN
5.1. Arahan Kawasan Strategis Kabupaten Ponorogo Dalam RTRW
Rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten perlu diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi,
sosial, budaya dan/lingkungan hidup. Kawasan strategis merupakan kawasan yang di
dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap :
1. Tata ruang di wilayah sekitarnya;
2. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau
3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup. Adapun jenis-jenis kawasan strategis adalah sebagai berikut:
1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan
kriteria:
▪ Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan Pertahanan negara
berdasarkan geostrategi nasional;
▪ Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi
dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem
persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan;
▪ Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.
2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan
kriteria:
▪ Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
▪ Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; ▪ Memiliki potensi ekspor;
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
▪ Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
▪ Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan;
▪ Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi nasional; atau
▪ Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
3. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan
kriteria:
▪ Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; ▪ Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
▪ Merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; ▪ Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya ;
▪ Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; ▪ Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial
4. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:
▪ Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa,
serta tenaga atom dan nuklir;
▪ Memiliki sumber daya alam strategis nasional;
▪ Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; ▪ Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; ▪ Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
5. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup ditetapkan dengan kriteria:
▪ Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
▪ Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan
ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah
yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
▪ Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang
menimbulkan kerugian negara;
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
▪ Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas
terhadap kelangsungan kehidupan.
Nilai strategis kawasan berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah.
Untuk mewujudkan Kabupaten Ponorogo sebagai Kabupaten yang produktif yang
bertumpu pada Agropolitan maka kawasan Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara dipusatkan
sebagai lokasi pengembangan Agropolitan dengan asumsi tersedianya lahan untuk
pengembangan dan lokasinya yang strategis (Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta
penggunaan lahan tahun 2008). Adapun produk unggulan dari kawasan agropolitan di
Kabupaten Ponorogo antara lain adalah jeruk keprok, durian, manggis, jagung dan padi.
Sedangkan untuk industri rumah tangga, buah – buahan hasil perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kripik, dodol dan manisan yang
biasanya disebut juga Off Farm (kegiatan pertanian diluar kegiatan produksi).
5.1.1. Kawasan Strategis Ekonomi
Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Ponorogo antara lain meliputi :
A. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ponorogo
Pengembangan Kawasan agropolitan akan mendorong pertumbuhan kawasan
perdesaan di Wilayah Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara. Dengan pengembangan produk
unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di kecamatan Kauman, Kecamatan Sukorejo
dan Kecamatan Babadan. Selain kegiatan on farm dikembangkan pula kegiatan off farm
yaitu kegiatan pertanian di luar kegiatan produksi seperti misalnya industri rumah tangga
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
Gambar 5.1.
Pengembangan Kawasan Agropolitan Dan Kawasan Pendukungnya
Zona pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan
Babadan, Kecamatan Sukorejo, dan Kecamatan badegan. Sedangkan wilayah pendukung
sebagai penghasil komoditi adalah di Kecamatan Pulung, Kecamatan Kenangan, Kecamatan
Babatan, Kecamatan Balaong dengan komoditi Jagung. Kecamatan Pulung, Kecamatan
Jenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Kauman,
Kecamatan Balong dan Kecamatan Slahung adalah komoditi padi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada diagram konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan
pendukungnya.
B. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ngebel
Sesuai dengan fungsi kawasan Kabupaten Ponorogo sebagai kawasan pertanian,
maka untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut dikembangkan sebuah Kawasan Agropolitan
Kabupaten Ponorogo, dimana ditentukan produk unggulan pertanian Kabupaten Ponorogo
adalah dari tanaman pangan adalah padi dan ubi kayu, komoditas unggulan untuk
perkebunan adalah kopi, cengkeh, kakao dan panili. Sedangkan untuk sektor pertanian
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
hasil dari kolam dan perairan umum utamanya adalah nila dan lele. Komoditas buah dan
sayuran unggulannya adalah manggis, durian, jeruk, mangga, cabe dan kacang panjang.
Komoditas tersebut dibudidayakan secara meluas dan bersifat dominan di
Kecamatan Ngebel, sehingga Kecamatan Ngebel sebegai salah satu pilihan lokasi
pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo. Konsep pengembangan kawasan
agropolitan Ngebel adalah pembentukan subsistem agroindustri sebagai penggerak yang
akan mewadai kegiatan agrobisnis. Dengan penningkatan nilai tambah (Added Value)
produk dalam agrobisnis. Misalnya dalam pengembangan produk kakao yang sangat
potensial di Agropolitan Ngebel dapat dikembangkan menjadi serbuk kakao, permen coklat,
susu coklat dan semua produk makanan dari coklat.
C. Kawasan Wisata
Dengan menyebarnya lokasi obyek wisata di hampir seluruh kecamatan di
Kabupaten Ponorogo terutama di Perkotaan Ponorogo maka diharapkan sektor wisata
mampu mendukung perkembangan perekonomian wilayah dengan asumsi bahwa obyek
wisata akan mendatangkan wisatawan, dan juga karena sektor wisata adalah salah satu
aspek pendapatan dari perekonomian daerah.
Kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Ponorogo tersebar di beberapa titik
berdasarkan potensi dasarnya, antara lain:
▪ Potensi wisata alam (ecotourism) berada di Kecamatan Pudak,
▪ Urbantourism dan culturetourism berada di Kecamatan Ponorogo dengan atraksi belanja
dan kesenian reog, grebeg Suro dan taman singo pitu, serta
▪ Agrotourism berada di Kecamatan Ngebel yang berada di sekitar Telaga Ngebel dengan
komoditas unggulan pertanian dan perikanan darat.
D. Kawasan Industri
Kawasan industri di Kabupaten Ponorogo yang menjadi kawasan strategis dari sudut
pertumbuhan ekonomi. Kawasan tersebut berada di sektor agroindustri di wilayah-wilayah
kecamatan yang potensial untuk pertanian, perkebunan, mebel dan kerajinan dari kayu jati
dan hasil tambang yang cukup potensial yaitu tambang emas di daerah Kecamatan Pulung,
Sooko dan Ngebel.
Terdapat pengolahan gas bumi (etanol) di Kecamatan Ngebel serta industri
pengolahan minyak kayu putih yang ada di Kecamatan Pulung. Industri-industri ini nantinya
akan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di Kabupaten sendiri yang nantinya
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat disekitarnya, serta multiplier effect yang
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
5.1.2. Kawasan Strategis Sosio-Kultural
Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya adalah kawasan Makam
Bathoro Katong, Astana Srindil, Masjid Tegal Sari, Pondok Modern Gontor (sudah terkenal
sampai ke manca negara) dan Goa Lowo ( Tempat ditemukannya Fosil manuasia purba).
Rencana pengembangan pada kawasan ini adalah dengan melakukan pengamanan
terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah,
situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu dengan membuat
ketentuan-ketentuan yang perlu perhatian.
Rencana pengembangan kawasan sosio kultural sekitar obyek – obyek diatas adalah berupa zonasi kawasan pengembangan. Pembagian zonasi kawasan bertujuan untuk
menjaga nilai historis dan menjaga kelestarian dan kealamian obyek dan benda-benda
bersejarah yang ada didalamnya.
5.1.3. Kawasan Strategis dari Sudut Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Rencana pengembangan pada kawasan ini adalah dengan melakukan pengamanan
terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitarnya. Kawasan ini
menyimpan berbagai kehidupan flora dan fauna tertentu dan juga memiliki fungsi
penyelamat lingkungan hidup dengan berbagai fungsinya sebagai kawasan lindung.
Kawasan ini dapat digunakan juga sebagai kawasan wisata seperti pendakian, camping,
petualang, ataupun pengamatan bunga dan burung, juga dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan penelitian flora dan fauna. Kelestarian hutan pada kawasan ini harus tetap
dijaga, dilarang pengadaan alih fungsi kecuali untuk fungsi lindung itu sendiri.
Adapun kawasan strategis di Kabupaten Ponorogo dari fungsi dan daya dukung
lingkungan terdapat pada kawasan-kawasan lindung serta rawan bencana. Kawasan
tersebut meliputi :
1. Kawasan Lindung, berada pada ketinggian 1000 meter dpl. Kerusakan kawasan ini akan
berpengaruh terhadap kelangsungan kawasan dibawahnya kawasan ini meliputi bagian
dari gunung Wilis sebelah barat, yaitu Kecamatan Pudak, Ngebel dan Kecamatan
Pulung, sedangkan pada bagian selatan terdiri dari Kecamatan Ngrayun, Sambit,
Sawooo, dan Kecamatan Sooko. Pada bagian barat terdiri dari Kecamatan Badegan,
Sampung, Bungkal dan Slahung.
2. Kawasan Sempadan Sungai, terutama sungai-sungai besar yang ada di Kabupaten
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
5.2. Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
5.2.1. Visi
Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan, penyusunan perencanaan
pembangunan mutlak diperlukan, agar dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dengan
sitematis, terpadu dan terarah sesuai dengan cita-cita yang ingin diwujudkan. Suatu hal yang
mendasar dari setiap perencanaan adalah perumusan visi dan misi, yang merupakan suatu
nilai yang ingin dicapai dalam periode tertentu, dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Ponorogo saat ini, permasalahan yang
dihadapi, tantangan yang dihadapi dalam lima tahun mendatang, dan sesuai dengan cita-cita
Pemerintah Kabupaten Ponorogo tahun 2010-2015, serta sebagai manivestasi dari janji
politik Bupati/Wakil Bupati terpilih, maka visi yang ingin diwujudkan adalah:
Masyarakat Ponorogo Yang Sejahtera, Aman, Berbudaya, Berkeadilan Berlandaskan
Nilai-nilai Ketuhanan Dalam Rangka Mewujudkan “RAHAYUNING BUMI REYOG “
Dengan penjelasan sebagai berikut:
Sejahtera : Suatu masyarakat dikatakan sejahtera apabila dapat diciptakan suatu keadaan dimana anggota masyarakatnya dalam kondisi sehat, damai serta
terpenuhi segala kebutuhannya.
Aman : Kondisi masyarakat yang bebas dari segala gangguan, bebas dari
ancaman, bebas dari intimidasi, tidak merasa takut atau khawatir, was-was,
tidak ada kerusuhan, dengan kata lain tercipta lingkungan yang tenteram.
Berbudaya : Cara hidup masyarakat, termasuk hasil ciptaan dan pemikirannya sesuai dengan kehendak dan yang menjadi amalan untuk kesejahteraan hidup.
Adil : Masyarakat yang adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun
baik antar individu, gender maupun wilayah.
Rahayu : Selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.
Pernyataan visi tersebut dimaksudkan bahwa Kabupaten Ponorogo selama kurun
waktu lima tahun ke depan, yaitu Tahun 2010- 2015 mengendepankan masyarakat yang
sejahtera, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat baik yang berupa sandang, pangan
dan papan; baik kebutuhan lahir maupun batin. Masyarakat yang sejahtera akan merasa
aman, tenteram, damai, merasa terlindungi dan bebas dari bahaya, sehingga masyarakat
dapat tumbuh dan berkembang melalui pemikiran-pemikiran yang maju dan berbudi pekerti.
Masyarakat yang memiliki sistem makna, nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang
dianut bersama menjadi pedoman dalam bertindak, mempengaruhi perilaku sebagai
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
cita-cita untuk diwujudkan secara berkeadilan, tidak memihak dan tidak berat sebelah, serta
tidak condong pada salah satu pihak.
Kesejahteraan, aman, berbudaya bagi seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo
dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan
dan ketenteraman masyarakat di bumi reyog Kabupten Ponorogo.
5.2.2. Misi
Misi adalah suatu rumusan komitmen atau upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi. Rumusan komitmen tersebut bagi Pemerintah Kabupaten Ponorogo,
berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen
penyelenggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya. Hasil kajian
atas makna visi dan keserasiannya dalam lingkungan strategis yang dihadapi, serta
memperhitungkan kemungkinannya untuk dijabarkan dalam arah kebijakan dan pokok
program, maka rumusan misi pembangunan Rahayuning Bumi Reog 2010-2015 adalah
sebagai berikut:
1. Menjamin terwujudnya kepastian akses dan mutu pelayanan dasar masyarakat
secara optimal baik pedesaan maupun perkotaan, serta menjamin kepastian
penyediaan pelayanan publik dengan model pelayanan yang efektif dan efisien;
2. Memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka
pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta
profesional yang berlandaskan norma-norma dengan mengedepankan supremasi
hukum;
4. Meningkatkan pemberdayaan dan penguatan perempuan serta kelembagaan
masyarakat, melalui keterlibatan seluruh komponen dalam setiap tahapan
pembangunan di segala bidang; dan
5. Membangun dan memelihara stabilitas pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan
budaya sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, dengan menjunjung
tinggi budaya dan karakter masyarakat yang agamis, bermoral dan berbudi luhur.
Lima misi tersebut di atas, selanjutnya akan dijabarkan ke dalam tujuan, yang
merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) tahun. Perumusan tujuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah
konsisten dengan tugas dan fungsinya, yang menggambarkan arah strategis dan
perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai kewenangan yang dimiliki, tugas dan fungsi sebagai
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
5.2.3. Arah Kebijakan
Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Ponorogo 2010-2015 menekankan pada
pemberdayaan rakyat, sekaligus partisipasi rakyat. Partisipasi merupakan proses aktif, di
mana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri,
dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) di mana mereka dapat
menegaskan control secara efektif.
Upaya pembangunan diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu
meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus
ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya,
atau memberdayakannya. Secara praktis, upaya yang merupakan pengerahan sumber daya
untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat ini akan meningkatkan produktivitas rakyat,
sehingga baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan
rakyat dapat ditingkatkan produktivitasnya.
Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya mampu secara partisipatif menghasilkan
dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi
belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat, bukan hanya ekonominya,
tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga diri mereka, serta terpeliharanya
tatanan nilai budaya setempat (nguwongke-uwong). Pemberdayaan sebagai konsep sosial
budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja
menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial
dan budaya, sehingga partisipasi rakyat meningkatkan emansipasi rakyat.
Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan, rakyat harus menjadi pelaku
utama dalam pembangunan. Konsekuensinya, dibutuhkan restrukturisasi sistem sosial pada
tingkat mikro, meso, dan makro, sehingga masyarakat lokal dapat mengembangkan potensi
mereka tanpa adanya hambatan eksternal pada struktur meso dan makro. Struktur meso
yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah regional setingkat kabupaten/kota dan
provinsi, sedangkan struktur makro dapat berupa struktur pemerintah pusat.
Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan, umumnya, lebih kuat datang dari atas
ke bawah daripada dari bawah ke atas, karena itu perlu adanya pergeseran peran
pemerintah, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator,
mediator, motivator, koordinator, edukator, mobilisator, sistem pendukung, dan peran-peran
lain yang lebih mengarah pada pelayanan tak langsung. Pada saat yang bersamaan, peran
organisasi lokal, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat
lainnya, didorong sebagai agen pelaksana perubahan dan pelayanan sosial kepada
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
permasalahan pembangunan ditangani oleh masyarakat sendiri atas fasilitasi dari
pemerintah.
Pemberdayaan rakyat adalah sebuah strategi pembangunan ekonomi yang
merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni
bersifat people-centered, participatory, empowering, dan sustainable. Konsep ini lebih luas
dari semata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Konsep ini berkembang dari upaya
mencari strategi pembangunan alternatif, yang menghendaki adanya inclusive democracy,
appropriate economic growth, kesetaraan gender, dan intergenerational equity.
Strategi pemberdayaan rakyat dalam proses pembangunan Kabupaten Ponorogo
dijalankan dengan pengarusutamaan gender untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan
gender, di mana pada setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, sampai dengan evaluasi, harus responsif gender.
Laki-laki dan perempuan diposisikan sebagai pelaku (subjek) yang setara dalam akses,
partisipasi dan kontrol atas pembangunan, serta pemanfaatan hasil pembangunan.
Strategi pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo 2010-2015 yang bertumpu pada
pemberdayaan rakyat ini dijalankan melalui model dual track strategy, di mana di satu sisi
berupaya mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti hak atas pangan,
pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, pekerjaan, secara merata,
berkualitas, dan berkeadilan, melalui keberpihakan kepada rakyat miskin (pro-poor) untuk
menuju masyarakat Ponorogo sejahtera, makmur dan berakhlak, aman, berbudaya dan
berkeadalian. Di sisi lain berupaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berkelanjutan, terutama melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan.
Strategi pemberdayaan rakyat berupaya melepaskan diri dari perangkap trade off
pertumbuhan dan pemerataan. Strategi pemberdayaan rakyat beranggapan, dengan
pemerataan akan tercipta landasan lebih luas bagi pertumbuhan, dan akan menjamin
pertumbuhan berkelanjutan. Karena, pola pertumbuhan adalah sama pentingnya dengan
kecepatan pertumbuhan. Yang harus dicari adalah pola pertumbuhan yang tepat, yakni
bukan yang vertical menghasilkan trickle-down, seperti yang telah terbukti tidak berhasil,
tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni broadly based, employment intensive,
dan tidak terkompartementalisasi. Berbagai studi menunjukkan, produksi yang dihasilkan
masyarakat di lapisan bawah memberikan sumbangan lebih besar pada pertumbuhan
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
Pertumbuhan itu dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi juga dengan devisa
yang lebih kecil.
Pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo 2010-2015 menempatkan strategi
pro-poor sebagai prioritas utama untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat,
seperti hak atas pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi,
pekerjaan, secara merata, berkualitas, dan berkeadilan. Revitalisasi pertanian dan ekonomi
pedesaan, serta usaha mikro dan kecil menjadi ujung tombak penting, karena sebagian
besar penduduk Kabupaten Ponorogo menggantungkan nafkah hidup mereka pada sektor
tersebut.
Pemerataan pendapatan, melalui revitalisasi pertanian dan ekonomi pedesaan,
revitalisasi kelautan dan masyarakat pesisir, reformasi agraria, dan pengembangan
infrastruktur pedesaan, akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja, sehingga pada
gilirannya dapat mengentas penduduk miskin. Dengan adanya pemerataan, maka akan
tercipta landasan lebih luas bagi pertumbuhan, dan akan menjamin pertumbuhan
berkelanjutan.
Upaya memberdayakan rakyat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini
titik tolaknya adalah setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian,
ia sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki rakyat (empowering). Untuk itu,
diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana
kondusif. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan
berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke berbagai peluang yang membuat
masyarakat menjadi makin berdaya.
Upaya pemberdayaan paling pokok adalah melalui peningkatan taraf pendidikan, dan
derajat kesehatan, serta akses ke sumber-sumber kemajuan ekonomi, seperti modal,
teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan (input) pemberdayaan juga
menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar, baik fisik, seperti irigasi, jalan,
listrik, maupun sosial, seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat
dijangkau oleh masyarakat lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga
pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, di mana terkonsentrasi penduduk yang
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
yang kurang berdaya, karena programprogram umum yang berlaku untuk semua, tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Hal penting yang juga harus dilakukan adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam
proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Karena itu,
pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan
pengamalan demokrasi yang partisipatoris.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (protecting). Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena
kekurangberdayaannya menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang
lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat. Melindungi tidak berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil
dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya mencegah terjadinya
persaingan tak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan rakyat bukan membuat mereka menjadi makin tergantung pada
berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati,
harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain).
Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan
membangun kemampuan memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara
sinambung.
Pembangunan Kabupaten Ponorogo saat ini sedang mengalami tantangan serius
berupa masalah kemiskinan dan ketertinggalan, serta dampak krisis ekonomi nasional
maupun global. Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat masalah fundamental
dan keadaan khusus (shock). Masalah fundamental itu adalah tantangan internal --berupa
kesenjangan yang ditandai pengangguran, ketertinggalan, dan kemiskinan-- serta tantangan
eksternal yakni upaya meningkatkan daya saing menghadapi era perdagangan bebas.
Sedangkan keadaan khusus (shock) adalah berbagai bencana alam yang dating bersamaan
krisis ekonomi dan moneter. Karena itu, kebijakan pembangunan Kabupaten Ponorogo
harus ditempatkan dalam tatanan strategi pemberdayaan masyarakat (civil society) untuk
menuntaskan berbagai tantangan pembangunan.
Pembangunan adalah milik rakyat, karenanya agenda pemulihan ekonomi harus
berpihak kepada rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Strategi pemberdayaan rakyat
harus dipahami dan menjadi komitmen dalam penyelenggaraan kebijakan ekonomi melalui
sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan, maupun melalui upaya pemihakan
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
Upaya pemberdayaan rakyat dalam pembangunan Kabupaten Ponorogo merupakan
perwujudan paradigma pembangunan yang berorientasi kepada rakyat (people centered
development). Strategi pemberdayaan rakyat menekankan langkah nyata pembangunan
yang demokratis, yang berindikasikan proses pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat,
yang berjalan dalam proses perubahan struktur yang benar. Proses yang diarahkan agar
rakyat yang menikmati pembangunan haruslah mereka yang menghasilkan, dan mereka
yang menghasilkan haruslah yang menikmati.
Sejalan dengan itu, strategi pembangunan Kabupaten Ponorogo menempatkan
rakyat sebagai pelaku utama. Ini merupakan penajaman arah baru pembangunan daerah
seiring agenda reformasi pembangunan nasional, yakni pembangunan yang demokratis.
Penajaman arah baru pembangunan ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui pengembangan struktur masyarakat yang muncul dari kemampuan masyarakat
sendiri. Mengingat potensi dan kemampuan masyarakat yang tidak sama, maka arah dan
kebijakan pembangunan Jawa Timur dirumuskan dengan strategi pemberdayaan dan
pemihakan kepada rakyat miskin (pro-poor) untuk menuju Masayarakat Ponorogo yang
sehatera, makmur, berakhlak, berbudaya dan berkeadilan.
Menumbuhkan gerakan demokrasi berbasis masyarakat dalam kebijakan
pembangunan menjadi keniscayaan, terutama dengan mengagendakan pemetaan untuk
memahami berbagai kendala yang dihadapi rakyat miskin, dan gerakan-gerakan sosial
kerakyatan di tingkat lokal serta akar rumput, untuk mendorong berbagai jenis gerakan sosial
kerakyatan itu mentransformasikan diri menjadi gerakan sosial politik demi peningkatan
kesejahteraan mereka.
Menumbuhkan berbagai asosiasi dan organisasi gerakan sosial di tingkat akar
rumput dianggap penting karena mereka mencerminkan respons yang otentik dan
berhubungan dengan kepentingan-kepentingan langsung rakyat miskin. Di dalam konteks
inilah betapa perlu perhatian diarahkan kepada berbagai kelompok masyarakat yang
memiliki kepedulian pandangan yang sama untuk merevitalisasi demokrasi melalui
peningkatan partisipasi rakyat dalam berbagai ranah publik di tingkat lokal dan akar rumput,
yaitu lembaga-lembaga dan praktik-praktik sosial politik yang menjaga kepentingan publik
yang terbuka untuk dimanfaatkan masyarakat dalam merespons fenomena otonomi dan
demokratisasi lokal, sebagai bagian dari penguatan kembali kapasitas rakyat untuk terlibat
secara lebih substantif dalam proses demokrasi.
Kabupaten Ponorogo sudah saatnya mengembangkan proses demokratisasi
partisipatoris, sebagai gerakan sosial baru, dan sebagai “jalan lain menuju kesejahteraan
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
non-pemerintah, khususnya pada aras politik lokal dalam ruang otonomi, di mana berbagai
macam entitas masyarakat di akar rumput, para pelaku pasar, dan birokrasi pemerintah
daerah, terlibat dalam gerakan yang memperkuat satu sama lain untuk memproduksi semua
hal yang baik bagi semua orang.
Dalam perspektif seperti ini, semua wacana dan praktik pembangunan Kabupaten
Ponorogo selayaknya bersifat polisentris dengan membangun kepercayaan, bahwa kegiatan
kelompok-kelompok masyarakat di tingkat lokal dan akar rumput memiliki kemampuan
sendiri menyelesaikan daftar masalah yang terus berkembang yang mereka hadapi.
Wacana peningkatan kesejahteraan rakyat dalam sistem yang demokratis
partisipatoris akan memberi ruang kondusif bagi kerja sama lokal dalam semangat good
governance antara birokrasi, institusi publik, dan masyarakat, sekaligus membangun relasi
saling memperkuat antara lembaga-lembaga pemerintah daerah otonomi, institusi publik
lokal, dan asosiasi-asosiasi masyarakat di akar rumput yang kondusif demi mengembangkan
sistem pendidikan yang murah dan bermutu, membangun institusi pelayanan kesehatan
yang murah dan berkualitas, memperluas lapangan kerja, demi meningkatkan pemerataan
dan pertumbuhan ekonomi. Pendeknya, demi memberantas kemiskinan.
Dalam konteks pemahaman demokrasi partisipatoris sedemikian itu merupakan
sebuah konsep bagaimana mewujudkan Rahayuning Bumi Reyog menjadi relevan sebagai
sarana mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Ponorogo 2010-2015. Suatu konsep
pembangunan yang berpihak pada rakyat, pro-poor, dengan memberi penekanan prioritas
pada program pendidikan yang murah dan bermutu untuk semua demi peningkatan kualitas
sumber daya manusia; program pembangunan kesehatan yang murah dan berkualitas demi
meningkatkan produktivitas sumber daya manusia; dan perluasan lapangan kerja, terutama
di sektor pertanian (agroindustri/agrobisnis), di mana sebagian terbesar masyarakat miskin
Kabupaten Ponorogo berada, serta pemeliharaan lingkungan hidup untuk mencegah
kerugian-kerugian sosial-ekonomi rakyat.
Kesadaran membangun demokrasi partisipatoris sedemikian itu menjadi landasan
utama dan peluang terbesar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberdayakan
masyarakat untuk meningkatkan kehidupan lebih baik, dan menghapus marginalisasi,
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
5.2.4. Strategi Pembangunan
Strategi merupakan cara umum yang paling praktis dalam mengembangkan seluruh
potensi lokal dengan cara global yang dimiliki oleh Kabupaten Ponorogo saat ini. Setidaknya
ada beberapa strategi yang akan digunakan dalam menganalisis permasalahan, mengolah
dan mencari solusi berbagai persoalan dan pengembangan potensi sosial di Kabupaten
Ponorogo 2010-2015, antara lain :
1. Reinforcement. Strategi ini digunakan untuk memperkuat basis-basis potensi sosial
yang dimiliki oleh Kabupaten Ponorogo. Berbagai potensi sosial yang sudah mapan
yang ditandai dengan munculnya kantongkantong aktifitas sosial lebih diperkuat dengan
harapan dapat menjadi lebih meningkat dan berimplikasi semakin luas. Tidak saja pada
level lokal, namun diharapkan bias berimplikasi pada level regional, nasional ataupun
internasional.
2. Pemberdayaan dan Pendampingan. Ini dimaksudkan sebagai langkah untuk
mengurangi berbagai keterbelakangan dan dependensi kehidupan masyarakat. Dengan
strategi pemberdayaan dapat diharapkan memunculkan berbagai jenis varietas baru
dalam segala lini kehidupan. Ini didasarkan pada argument bahwa salah satu
keterbelakangan masyarakat karena adanya ketergantungan pada mode of production
yang menyebabkan melemahnya aspek-aspek kreativitas.
3. Titik berat pembangunan mengarah ke wilayah perdesaan. Kondisi ini semakin
dirasakan sebagai hal yang mendesak karena adanya ketimpangan dan kesenjangan
yang nyata antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Oleh karena itu untuk menjawab
tantangan tersebut pada Pemerintahan Tahun 2010-2015 titik berat pembangunan di
Ponorogo berada di perdesaan. Hal ini bukan berarti pembangunan wilayah perkotaan
akan diabaikan, akan tetapi prosentase pembangunan wilayah pedesaan akan lebih
besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
4. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development). Dalam pendekatan ini mengedepankan partisipasi rakyat (participatory
based development) dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi program
pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka sendiri, keluarga dan
lingkungannya.
5. Pembangunan ekonomi melalui pendekatan Pro Growth, Pro Job Pro-Poor, Pro
Gender dan Pro Enviroment. Melalui strategi pro growth, terjadi percepatan laju
pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan (growth
with equity). Percepatan laju pertumbuhan ini ditandai dengan makin banyaknya
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
yang dapat dilepaskan dari perangkap kemiskinan, serta memperkuat perekonomian
untuk menghadapi berbagai goncangan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi progrowth,
pro jobs, pro poor, pro gender dan pro enviroment, telah memberikan arah
pembangunan yang benar, menyeluruh, berkeadilan dan berkelanjutan. Secara lebih
terperinci, dalam agenda pro growth, terjadi percepatan laju pertumbuhan ekonomi.
Dalam periode 2005-2009, laju pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuatif dimana pada
tahun 2005 perekonomian Kabupaten Ponorogo mampu tumbuh sebesar 4,11%, tahun
2006 mengalami kenaikan menjadi 4,93% dan pada tahun 2007 kembali naik menjadi
6,56%. Naum dengan adanaya krisis energi dan pangan yang melanda dunia,
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo mengalami penurunan hingga hanya
tumbuh 5,68%. Goncangan krisis global nampaknya belum bisa mendongkrak
pertumbuhan Kabupaten Ponorogo hingga pada tahun 2009 hanya mampu tumbuh
sebesar 5,16% namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang hanya
4,50% dan Propinsi jawa Timur yang hanay pada kisaran 5,06% merupakan prestasi
yang patut kita hargai dan diapresiasi.
6. Pembangunan dengan melibatkan peran wanita (Pengarus Utamaan Gender/ pro
gender)
Sebagai warga negara, wanita dan laki-laki dalam hukum dan perundang undangan
tidaklah berbeda. Namun demikian sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
selama ini secara umum peran wanita masih termarginalkan utamanya dalam proses
pembangunan. Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan dan meningkatkan
peran gender menjadi suatu dimensi yang integral mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program nasional
merupakan strategi pengarus utamaan gender (PUG). Strategi ini dibangun dengan
tujuan pokok adalah tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan
nasional maupun pembangunan daerah, dengan harapan tercipta kesamaan kondisi
bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia sehingga mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, social, ekonomi,
budaya, memperoleh rasa aman dan nyaman serta menikmati hasil-hasil pembangunan.
Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dalam perspektif gender
adalah mengintegrasikan persepektif gender ke dalam kebijakan, program-program,
proyek-proyek, aktifitas pembangunan disemua sektor pemerintahan, mengadopsi
persepektif gender ke dalam siklus perencanaan, Mentransformasikan keseluruhan
proses dan kerangka kerja perencanaan pembangunan yang responsif terhadap gender.
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
ketidaksetaraan dalam memperoleh akses dan manfaat khususnya dampak negatif
terhadap perempuan serta menciptakan suasana kondusif agar PUG lebih mudah
diterima dan dilaksanakan.
7. Keseimbangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan (pro enviroment).
Pembangunan berpusat pada rakyat menempatkan individu bukan sebagai objek,
melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan
mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan berpusat pada
rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhasan setempat.
Prakarsa dan kreativitas rakyat merupakan sumber daya pembangunan yang utama.
Kesejahteraan material dan spiritual mereka merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
proses pembangunan.
5.3. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Tentang Bangunan Gedung
5.3.1. Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 3 Tahun
2010 Tentang Bangunan Gedung
A. Pola Umum Pengaturan Bangunan Gedung
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam
tanah dan/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya,
maupun kegiatan khusus.
Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk
kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan
dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki
kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan
lingkungannya.
Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.
1. Bangunan Gedung
a. Lingkup penyelenggaraan bangunan gedung
Penyelenggaraan bangunan gedung sebagai satu kesatuan sistem dalam
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran bangunan gedung
pada umumnya dan bangunan gedung tertentu.
b. Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :
1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan
3. Mewujudkan kepastian hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung
c. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung
Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dilakukan dengan :
1. Penertiban IMB
2. Penertiban Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung dan Perpanjangan
Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
3. Persetujuan Rencana Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung
2. Pengelolaan Bangunan Gedung
a. Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
1. Fungsi bangunan gedung
a) Fungsi bangunan gedung harus memenuhi ketentuan peruntukan yang
telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional,
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan (RDTRKP), dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) yang bersangkutan.
b) Bangunan gedung dapat dirancang memiliki lebih dari satu fungsi, dengan
tetap memenuhi ketentuan dalam RTRW Nasional, RTRW provinsi, RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atay RTBL
c) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, social
dan budaya, serta fungsi khusus
(1) Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah
tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara
(2) Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura,
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
(3) Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk
perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan penyimpanan
(4) Bangunan gedung fungsi social dan budaya meliputi bangunan gedung
untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboraturium
dan pelayanan umum
(5) Bangunan gedung fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk
reactor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan
gedung sejenis yang diputuskan oleh menteri
2. Klasifikasi bangunan gedung
a) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi :
(1) Bangunan gedung sederhana
(2) Bangunan gedung tidak sederhana
(3) Bangunan gedung khusus
b) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi meliputi :
(1) Bangunan gedung permanen
(2) Bangunan gedung semi permanen
(3) Bangunan gedung darurat atau sementara
c) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat resiko kebakaran
meliputi:
(1) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran tinggi
(2) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran sedang
(3) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah
d) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan pada zonasi gempa, mengikuti
tingkat zonasi gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang
meliputi :
(1) Zona I / minor
(2) Zona II / minor
(3) Zona III / sedang
(4) Zona IV / sedang
(5) Zona V / kuat
(6) Zona VI / kuat
e) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi meliputi :
(1) Bangunan gedung di lokasi padat
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
(3) Bangunan gedung di lokasi renggang
f) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian meliputi :
(1) Bangunan gedung bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari
delapan lantai
(2) Bangunan gedung bertingkat sedang dengan jumlah lantai lima lantai
samapai dengan delapan lantai
(3) Bangunan gedung bertingkat rendah dengan jumlah lantai satu lantai
sampai dengan 4 lantai
g) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan meliputi :
(1) Bangunan gedung milik Negara, bangunan gedung milik yayasan
dikategorikan sama dengan milik Negara dalam pengaturan
berdasarkan kepemilikan
(2) Bangunan gedung milik badan usaha
(3) Bangunan gedung milik perorangan. Bangunan gedung kedutaan
besar Negara asing dan bangunan gedung diplomatiknlainnya
dikategorikan sebagai bangunan gedung milik perorangan
b. Penetapan dan perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
1. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Fungsi dan klasufikasi
bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam pengajuan
permohonan IMB. Pemerintah daerah, menetapkan fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah
dan pemerintah provinsi lainnya
2. Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
a) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat diubah melalui permohonan
baru IMB yang diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis
bangunan gedung sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam
RTRW Nasional, RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota, RDTRKP,
dan/atau RTBL
b) Dalam proses permohonan baru IMB, perubanahn fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan
administrative dan persyaratan teknis bangunan gedung yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
c. Penggolongan bangunan gedung untuk penertiban IMB
Penggolongan bangunan gedung untuk penertiban IMB sebagai dasar untuk
menentukan lamanya (durasi) waktu proses penertiban IMB meliputi :
1. Bangunan gedung pada umumnya
a) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi:
rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana
b) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret sampai
dengan dua lantai
c) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana dua lantai atau
lebih, bangunan gedung lainnya pada umumnya
2. Bangunan gedung tertentu
a) Bangunan gedung untuk kepentingan umum
b) Bangunan gedung fungsi khusus
B. Persyaratan Bangunan Gedung
1. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan
a. Setiap bangunan yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak
bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRWK, RDTRKP dan/atau
RTBL
b. Garis sempadan pondasi banguna terluar yang sejajar dengan as jalan
(rencana jalan)/ tepi sunai ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana
jalan/lebar sungai, fungsi jalan dan peruntukan kapling/kawasan
c. Letak garis sempadan pondasi banguna terluar, bilaman tidak ditentukan lain
adalah separuh lebar ruang milik jalan (rumija) dihitung dari tepi jalan/pagar
d. Untuk lebar jalan/sungai yang kurang dari 6 meter, letak garis semapadan
adalah 3 meter dihitung dari tepi jalan/pagar
e. Letak garis sempadan pondasi banguna terluar pada bagian samping dan
bagian belakang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain
adalah minimal 2 meter dari batas kapling, atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan
f. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasab dengan jalan ditentukan
berhimpit dengan batas terluar daerah milik jalan
g. Garis pagar disudut persimpangan jalan ditentukan dengan
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
▪ Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan maksimum 2 meter
dari permukaan halaman/trotoar dengan bentuk transparan atau tembus
pandang
▪ Garis sempadan jalan masuk ke kapling, bilamana tidak ditentukan lain
adalah berhimpit dengan bats terluar garis pagar
h. Teras/balkon tidak dibenarkan diberikan dinding sebagai ruang tertutup
i. Balkon bangunan tidak dibenarkan mengarah/menghadap ke kapling tetangga
j. Garis terluar balkon bangunan tidak dibenarkan melewati batas pekarangan
yang berbatasan dengan tetangga
k. Garis terluar tritis (oversteck) yang menghadap kea rah tetangga, tidak
dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga
l. Apabila garis sempadan bangunan ditetapkan berhimpit dengan garis
sempadan pagar, cucuran atap tritis (oversteck) harus diberi talang dan pipa
talang serta disalurkan sampai ke tanah
m. Dilarang menempatkan lubang angin/ventilasi/jendela pada dinding yang
berbatasan langsung dengan tetangga
n. Jarak antara masa/blok bangunan satu lantai yang satu dengan yang lainnya
dalam satu kapling atau antara kapling minimum adalah 4 meter
o. Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak masa/blok bangunan dengan
bangunan disekitarnya sekurang-kurangnya 6 meter dan 3 meter dengan batas
kapling
p. Untuk bangunan bertingkat, setiap kenaikan satu lantai jarak antara masa/blok
bangunan yang satu dengan yang lainnya ditambah dengan 0,5 meter
2. Persyaratan Kelengkapan Prasarana dan Sarana
a. Setiap bangunan harus memiliki prasarana dan sarana banguna yang
mencukupi agar dapat terselenggaranya fungsi bangunan yang telah ditetapkan
b. Setiap bangunan umum harus memiliki kelengkapan prasarana dan sarana
bangunan yang memadai meliputi :
▪ Sarana pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran ▪ Tempat parker
▪ Sarana transportasi vertical (tangga dan/atau escalator, dan/atau lift) ▪ Sarana tata udara
▪ Fasilitas bagi penyandang cacat sesuai ketentuan tentang Persyaratan
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
▪ Toilet umum, ruang ganti bayi, tempat sampah, fasilitas komunikasi dan
informasi, dan sarana penyelamatan
5.4. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) 5.4.1. Potensi Bahaya Kebakaran
A. Kawasan Permukiman
Secara keseluruhan luasan kawasan permukiman di Kabupaten Ponorogo sampai
tahun 2008 mencapai 21.654 ha dengan jumlah rumah mencapai 253.363 unit.Dimana wilayah
dengan kawasan permukiman terluas yaitu Kecamatan Sawoo seluas 1.920 Ha, sedangkan
kecamatan yang tingkat penggunaan lahannya terkecil untuk permukiman adalah Kecamatan
Jetis dengan luas permukiman mencapai 276 Ha.Berikut rincian jumlah rumah beserta luas
lahan permukiman di Kabupaten Ponorogo sampai tahun 2008.
Tabel 5.1
Jumlah Rumah Beserta Luas Permukiman di Kabupaten Ponorogo tahun 2009
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Sumber : Kabupaten Ponorogo Dalam Angka, 2010
Permukiman di wilayah Kabupaten Ponorogo dibedakan menurut kawasan kegiatannya,
yaitu permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.Lebih jelasnya dapat dilihat pada
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
➢ Permukiman perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Ponorogo merupakan bagian dari
kawasan perkotaan dengan perkembangan dan kondisi yang beragam. Kawasan
permukiman perkotaan di Kabupaten Ponorogo dapat berupa Kota Kabupaten Ponorogo
yang terdiri dari Kecamatan Ponorogo, Jenangan, Babadan, Siman maupun perkotaan
IKK yang terdapat pada masing-masing kecamatan. Pada permukiman perkotaan
kegiatannya didominasi dengan fungsi kegiatan yang bersifat kekotaan dan merupakan
orientasi pergerakan penduduk yang ada di wilayah sekitarnya. Adanya pengembangan
kawasan agropolitan memicu beberapa kecamtan cenderung beralih fungsi menjadi
kawasan permukiman perkotaan yaitu antara lain: Kecamatan Pulung, Slahung, Balong,
Kauman, dan Sukorejo.
Permukiman perkotaan ada beberapa permukiman kumuh, diantaranya adalah
lingkungan pasar legi, lingkungan Kelurahan Duri, lingkungan Kelurahan Keniten,
Kabupaten Ponorogo tidak memiliki permukiman Rusunawa, untuk prasarana perumahan
baru yang ada di kabupaten ponorogo mulai tahun 2008 sampai dengan 2011 adalah
sebagai berikut :
1. Perumahan royal juanda regency
2. Perumahan griya asa purbosuman
3. Perumahan anggrek garden
4. Perumahan garden family
5. Perumahan graha permata tajug
6. Perumahan griya asa mangkujayan
7. Perumahan puri asoka
8. Perumahan pesona bougenville
9. Perumahan firdaus arsa regency
10. Perumahan griya harmoni
11. Perumahan bumi somoroto
12. Perumahan mutiara estate
13. Perumahan bukit asri ronowijayan
14. Perumahan puspa raya regency
15. Griya mutiara keniten
16. Perumahan cokromenggalan damai
17. Perumahan tiara regency
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
19. Green pasadena residence
20. Citra puri batoro katong
21. Citra puri keniten 2
22. Bumi purbosuman indah
23. Mentari residence
24. Griya harmoni cokromenggalan
25. Dwija regency tonotan ➢ Permukiman Perdesaan
Secara fisiografis permukiman perdesaan di Kabupaten Ponorogo terletak di
pegunungan/dataran tinggi dan dataran rendah. Kawasan permukiman perdesaan yang berada
pada kawasan pegunungan/dataran tinggi diantaranya terdapat di Kecamatan Sambit, Sawoo,
Ngrayun, Bungkal, Sooko. Sedangkan kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada
dataran rendah, umumnya memiliki kegiatan pertanian sawah, tegal, kebun campuran,
termasuk peternakan dan perikanan darat. Beberapa kawasan permukiman perdesaan memiliki
beberapa potensi sebagai penghasil produk unggulan. Yaitu Hal ini sangat mendukung
kawasan perdesaan pengembangan sebagai pusat permukiman. Desa yang memiliki produk
unggulan diantaranya adalah, berada di kecamatan Ngebel, Pulung sektor pertanian (ubi kayu),
sektor perkebunan (kopi, cengkeh, kakao, dan panili), sektor peternakan (sapi, kambing, dan
ayam buras), sektor perikanan (nila dan lele), dan tanaman holtikultura (manggis, durian, jeruk,
mangga, cabe, dan kacang panjang), Jenangan, Babdan, Sukerejo, Kauman, Balong, Slahung
penghasil padi dan Kecamatan Pudak yaitu sektor pertanian (bayam, kangkung), sektor
perkebunan (kopi, cengkeh, dan panili), sektor peternakan (sapi, dan kambing), sektor
perikanan (nila dan lele), dan tanaman holtikultura (manggis, durian, jeruk, mangga, cabe, dan
kacang panjang).
5.4.2. Identifikasi dan Analisis Terhadap Implementasi NSPM, dilihat dari Aspek Teknis Administratif, Teknis Teknologis serta Waktu Pemberlakuan
Penerapan ketentuan dan standar-standar teknis pengamanan terhadap kebakaran
pada bangunan dapat dievaluasi berdasarkan hasil pengamatan terhadap kejadian-kejadian
kebakaran yang pernah terjadi. Dari data kejadian kebakaran dapat diidentifikasi sejauh
mana penerapan peraturan dan ketentuan/ standar-standar teknis mengenai masalah
kebakaran ini.
Selain ini, informasi diperoleh pula dari data dan komunikasi dengan aparat dinas
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
belurn dapat diperoleh.
Dari hasil pengamatan dan penyelidikan terhadap sejumlah kejadian kebakaran,
dapat diidentifikasikan berbagai faktor yang menyebabkan parahnya akibat kebakaran yang
terjadi, sebagai berikut :
1. Bangunan tidak memiliki sarana pengamanan terhadap kebakaran,
2. Sistem deteksi tidak berfungsi,
3. Upaya pemadaman awal tidak berhasil,
4. Sistem springkler otomatis tidak bekerja,
5. Asap dan gas kebakaran terlalu pekat,
6. Upaya pemadaman dari luar terhambat karena kondisi bangunan,
7. Tangga kebakaran tidak dilindungi struktur tahan api,
8. Ruang sirkulasi terhalang atau buntu,
9. Tidak ada dinding pembatas api (fire zoning components),
10. Saluran udara/cerobong tidak dipasang damper api/asap,
11. Tidak ada peralatan bantu evakuasi,
12. Pintu tertutup/shutter tidak berfungsi karena terhalang,
13. Kemampuan personil tidak mendukung karena tidak pernah dilakukan latihan
kebakaran (fire drill).
Dari sejumlah faktor tersebut di atas dapat kiranya dievaluasi sejauh mana
persyaratan sebagaimana tercantum di dalam ketentuan dan standar-standar teknis telah
ditaati dan dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo.
Bangunan tidak memiliki sarana pengamanan terhadap kebakaran di Kabupaten
Ponorogo mayoritas terdapat pada bangunan milik masyarakat pribadi (kawasan
perumahan). Pada dasarnya bangunan pribadi biasanya tidak memungkinkan untuk
dilengkapi dengan sarana pengamanan. Selain itu, belum ada peraturan yang menguatkan
akan kebutuhan pengamanan kebakaran dengan sarana dan prasarana pelengkap pada
bangunan pribadi miliki masyarakat.
Selain pada kawasan perumahan, kawasan perdagangan juga merupakan kawasan
yang berpotensi terjadi kebakaran. Parahnya kebakaran yang terjadi biasanya akibat asap
dan gas yang terlalu pekat, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah benda yang terdapat
pada kawasan perdagangan dan mayoritas berbahan dasar plastik. Besarnya api, tidak
mudah dipadamkan dengan pemadaman darurat (pemadaman awal) yang biasanya
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab parahnya kebakaran pada
kawasan-kawasan di Kabupaten Ponorogo yaitu kondisi bangunan, tidak adanya dinding pembatas
api, tidak ada peralatan bantu evakuasi, dan kemampuan personil yang tidak mendukung.
5.4.3. Analisis Faktor Risiko Kebakaran
5.4.3.1. Faktor Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan merupakan salah satu faktor dari risiko kebakaran dimana
terdapat jenis-jenis tertentu yang memiliki kerawanan terjadinya kebakaran.Di Kabupaten
ponorogo terdapat 3 jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk terjadinya kebakaran
yaitu hutan, permukiman dan perdagangan.
Kabupaten Ponorogo memiliki dominasi penggunaan lahan kawasan hutan yang luas
yakni 46.940 Ha diantaranya adalah hutan tanaman kayu yang kemudian produksinya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah.Akan tetapi, kawasan hutan merupakan
salah satu penggunaan lahan yang memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi dalam potensi
terjadinya kebakaran.Terutama pada musim kemarau dimana kebakaran merambat begitu
cepat sehingga mampu menghabiskan luas lahan yang cukup besar.
Dampak yang dihasilkan dari potensi terjadinya kebakaran pada kawasan hutan yaitu
polusi asap, pengurangan investasi hasil tanaman hutan, kerusakan sumber daya alam
(hewan, tumbuhan, dll). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kelengkapan sarana dan
prasarana hutan perlu dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran yang mampu mencegah
maupun menanggulangi sumber-sumber kebakaran.
5.4.3.2. Faktor Penduduk
Penduduk adalah elemen wilayah yang menjadi salah satu faktor berkembangnya
suatu wilayah.Penduduk juga merupakan faktor terjadinya suatu kebakaran dimana kondisi
penduduk yang padat pada suatu wilayah mampu membuat suatu kondisi permukiman
menjadi semakin padat.Kepadatan antar bangunan ini mampu menimbulkan kebakaran yang
cepat meluas dan sulit dikendalikan.
Berdasarkan hal tersebut, kawasan permukiman padat penduduk merupakan suatu
kawasan yang perlu diperhatikan kondisinya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya
kebakaran. Kawasan permukiman padat penduduk biasanya terdapat pada pusat perkotaan
yang memungkinkan instansi pemadam kebakaran memiliki respons time yang cepat dalam
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
5.4.3.3. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan hal yang perlu dijaga di muka bumi ini.Namun akhir-akhir ini
lambat laun semakin banyak manusia yang mengabaikan kondisi lingkungannya.Lingkungan
yang semakin buruk merupakan salah satu faktor terjadinya bencana alam yang ada seperti
bencana banjir, erosi dan longsor yang merupakan tiga potensi bencana alam di Kabupaten
Ponorogo.Potensi tersebut menjadikan suatu kawasan perlu diperhatikan secara khusus
dalam penanganannya terhadap bencana alam yang dapat terjadi.
5.4.3.4. Faktor Kebijakan
Kebijakan merupakan salah satu pengendali berbagai kegiatan manusia di Negara
Indonesia begitu juga di Kabupaten Ponorogo.Berbagai kebijakan telah ditentukan dalam
menghadapi pencegahan dan penanggulangan kebakaran.Akan tetapi lemahnya hukum
menjadikan manusia mampu untuk melanggar peraturan yang pada dasarnya dihadirkan
untuk melindungi manusia.
Dalam mendukung pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pada tahun 2009
pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2009
tentang Bangunan Gedung dimana dalam materinya telah memuat tentang kriteria
bangunan yang aman dari kebakaran. Dominasi peraturan menuju terhadap bangunan
umum yang memiliki jumlah lantai > 4. Tidak banyak peraturan yang ditujukan untuk
bangunan pribadi dalam lingkup perumahan ataupun perdagangan tradisional. Selain
daripada itu, peraturan dengan pembahasan mendetail seperti ini perlu dilakukan sosialisasi
dan implementasi yang rutin dan dan penjelasan yang mendetail pula.
Implementasi kebijakan yang lemah juga terjadi dan mengakibatkan munculnya
gedung yang tidak sesuai dengan standar keamanan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran. Faktor ini perlu diperhatikan dan dicermati bahwa peraturan merupakan dasar
yang perlu dimengerti serta direalisasikan untuk mencapai mutu kehidupan yang aman dan
nyaman.
5.4.4. Analisis Potensi Kebakaran
Analisis potensi kebakaran dihitung berdasarkan penjumlahan seluruh aspek yang
dipertimbangkan dan telah dibobotkan sebelumnya yaitu Angka Klasifikasi Resiko Bahaya
Kebakaran (ARK), Rasio Luas Wilayah Terbangun dan Kepadatan
Penduduk.Masing-masing bobot dijumlahkan kemudian dibagi dengan 3 (3 aspek) untuk mendapatkan bobot
RPIJM
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018
Tabel 5.2
Analisis Potensi Kebakaran di Kabupaten Ponorogo
No Kecamatan ARK Rasio Luas Wilayah Terbangun
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Terdapat klasifikasi wilayah potensi kebakaran untuk kemudian disesuaikan dengan
bobot akhir analisis potensi wilayah Kebakaran, yaitu:
▪ Wilayah dengan nilai 1,00 s/d 1,80 dikategorikan sebagai wilayah yang aman ▪ Wilayah dengan nilai 1,81 s/d 2,60 dikategorikan sebagai wilayah yang agak aman ▪ Wilayah dengan nilai 2,61 s/d 3,40 dikategorikan sebagai wilayah agak rawan ▪ Wilayah dengan nilai 3,41 s/d 4,20 dikategorikan sebagai wilayah rawan
▪ Wilayah dengan nilai 4,21 s/d 5,00 dikategorikan sebagai wilayah sangat rawan
Berdasarkan analisis potensi kebakaran terdapat 5 kecamatan yang termasuk
kedalam wilayah agak rawan kebakaran yaitu Kecamatan Ngrayun, Kecamatan Slahung,
Kecamatan Jetis, Kecamatan Badegan dan Kecamatan Ponorogo.
5.4.5. Analisis Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK)
Analisis wilayah manajemen kebakaran dilakukan berdasarkan persyaratan yang
berdasar pada waktu tanggap, ketersediaan air dan kondisi lingkungannya. Berikut ini kriteria