• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1503651124BAB 5 KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN KOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1503651124BAB 5 KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN KOTA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

.

BAB V

KETERPADUAN STRATEGI

PENGEMBANGAN KABUPATEN

5.1. Arahan Kawasan Strategis Kabupaten Ponorogo Dalam RTRW

Rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten perlu diprioritaskan karena

mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi,

sosial, budaya dan/lingkungan hidup. Kawasan strategis merupakan kawasan yang di

dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap :

1. Tata ruang di wilayah sekitarnya;

2. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jenis kawasan strategis, antara lain, adalah kawasan strategis dari sudut

kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya,

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup. Adapun jenis-jenis kawasan strategis adalah sebagai berikut:

1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan ditetapkan dengan

kriteria:

▪ Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan Pertahanan negara

berdasarkan geostrategi nasional;

▪ Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi

dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem

persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan;

▪ Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan

kriteria:

▪ Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

▪ Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; ▪ Memiliki potensi ekspor;

(2)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

▪ Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

▪ Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan;

▪ Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka

mewujudkan ketahanan energi nasional; atau

▪ Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

3. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan

kriteria:

▪ Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; ▪ Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;

▪ Merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; ▪ Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya ;

▪ Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; ▪ Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial

4. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:

▪ Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa,

serta tenaga atom dan nuklir;

▪ Memiliki sumber daya alam strategis nasional;

▪ Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; ▪ Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; ▪ Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

5. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan

hidup ditetapkan dengan kriteria:

▪ Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;

▪ Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan

ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah

yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

▪ Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang

menimbulkan kerugian negara;

(3)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

▪ Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas

terhadap kelangsungan kehidupan.

Nilai strategis kawasan berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah.

Untuk mewujudkan Kabupaten Ponorogo sebagai Kabupaten yang produktif yang

bertumpu pada Agropolitan maka kawasan Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara dipusatkan

sebagai lokasi pengembangan Agropolitan dengan asumsi tersedianya lahan untuk

pengembangan dan lokasinya yang strategis (Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta

penggunaan lahan tahun 2008). Adapun produk unggulan dari kawasan agropolitan di

Kabupaten Ponorogo antara lain adalah jeruk keprok, durian, manggis, jagung dan padi.

Sedangkan untuk industri rumah tangga, buah – buahan hasil perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kripik, dodol dan manisan yang

biasanya disebut juga Off Farm (kegiatan pertanian diluar kegiatan produksi).

5.1.1. Kawasan Strategis Ekonomi

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Ponorogo antara lain meliputi :

A. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ponorogo

Pengembangan Kawasan agropolitan akan mendorong pertumbuhan kawasan

perdesaan di Wilayah Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara. Dengan pengembangan produk

unggulan, pengolahan dan perluasan jaringan di kecamatan Kauman, Kecamatan Sukorejo

dan Kecamatan Babadan. Selain kegiatan on farm dikembangkan pula kegiatan off farm

yaitu kegiatan pertanian di luar kegiatan produksi seperti misalnya industri rumah tangga

(4)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Gambar 5.1.

Pengembangan Kawasan Agropolitan Dan Kawasan Pendukungnya

Zona pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan

Babadan, Kecamatan Sukorejo, dan Kecamatan badegan. Sedangkan wilayah pendukung

sebagai penghasil komoditi adalah di Kecamatan Pulung, Kecamatan Kenangan, Kecamatan

Babatan, Kecamatan Balaong dengan komoditi Jagung. Kecamatan Pulung, Kecamatan

Jenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Kauman,

Kecamatan Balong dan Kecamatan Slahung adalah komoditi padi. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada diagram konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan

pendukungnya.

B. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ngebel

Sesuai dengan fungsi kawasan Kabupaten Ponorogo sebagai kawasan pertanian,

maka untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut dikembangkan sebuah Kawasan Agropolitan

Kabupaten Ponorogo, dimana ditentukan produk unggulan pertanian Kabupaten Ponorogo

adalah dari tanaman pangan adalah padi dan ubi kayu, komoditas unggulan untuk

perkebunan adalah kopi, cengkeh, kakao dan panili. Sedangkan untuk sektor pertanian

(5)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

hasil dari kolam dan perairan umum utamanya adalah nila dan lele. Komoditas buah dan

sayuran unggulannya adalah manggis, durian, jeruk, mangga, cabe dan kacang panjang.

Komoditas tersebut dibudidayakan secara meluas dan bersifat dominan di

Kecamatan Ngebel, sehingga Kecamatan Ngebel sebegai salah satu pilihan lokasi

pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo. Konsep pengembangan kawasan

agropolitan Ngebel adalah pembentukan subsistem agroindustri sebagai penggerak yang

akan mewadai kegiatan agrobisnis. Dengan penningkatan nilai tambah (Added Value)

produk dalam agrobisnis. Misalnya dalam pengembangan produk kakao yang sangat

potensial di Agropolitan Ngebel dapat dikembangkan menjadi serbuk kakao, permen coklat,

susu coklat dan semua produk makanan dari coklat.

C. Kawasan Wisata

Dengan menyebarnya lokasi obyek wisata di hampir seluruh kecamatan di

Kabupaten Ponorogo terutama di Perkotaan Ponorogo maka diharapkan sektor wisata

mampu mendukung perkembangan perekonomian wilayah dengan asumsi bahwa obyek

wisata akan mendatangkan wisatawan, dan juga karena sektor wisata adalah salah satu

aspek pendapatan dari perekonomian daerah.

Kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Ponorogo tersebar di beberapa titik

berdasarkan potensi dasarnya, antara lain:

▪ Potensi wisata alam (ecotourism) berada di Kecamatan Pudak,

▪ Urbantourism dan culturetourism berada di Kecamatan Ponorogo dengan atraksi belanja

dan kesenian reog, grebeg Suro dan taman singo pitu, serta

▪ Agrotourism berada di Kecamatan Ngebel yang berada di sekitar Telaga Ngebel dengan

komoditas unggulan pertanian dan perikanan darat.

D. Kawasan Industri

Kawasan industri di Kabupaten Ponorogo yang menjadi kawasan strategis dari sudut

pertumbuhan ekonomi. Kawasan tersebut berada di sektor agroindustri di wilayah-wilayah

kecamatan yang potensial untuk pertanian, perkebunan, mebel dan kerajinan dari kayu jati

dan hasil tambang yang cukup potensial yaitu tambang emas di daerah Kecamatan Pulung,

Sooko dan Ngebel.

Terdapat pengolahan gas bumi (etanol) di Kecamatan Ngebel serta industri

pengolahan minyak kayu putih yang ada di Kecamatan Pulung. Industri-industri ini nantinya

akan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di Kabupaten sendiri yang nantinya

berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat disekitarnya, serta multiplier effect yang

(6)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

5.1.2. Kawasan Strategis Sosio-Kultural

Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya adalah kawasan Makam

Bathoro Katong, Astana Srindil, Masjid Tegal Sari, Pondok Modern Gontor (sudah terkenal

sampai ke manca negara) dan Goa Lowo ( Tempat ditemukannya Fosil manuasia purba).

Rencana pengembangan pada kawasan ini adalah dengan melakukan pengamanan

terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah,

situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu dengan membuat

ketentuan-ketentuan yang perlu perhatian.

Rencana pengembangan kawasan sosio kultural sekitar obyek – obyek diatas adalah berupa zonasi kawasan pengembangan. Pembagian zonasi kawasan bertujuan untuk

menjaga nilai historis dan menjaga kelestarian dan kealamian obyek dan benda-benda

bersejarah yang ada didalamnya.

5.1.3. Kawasan Strategis dari Sudut Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Rencana pengembangan pada kawasan ini adalah dengan melakukan pengamanan

terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitarnya. Kawasan ini

menyimpan berbagai kehidupan flora dan fauna tertentu dan juga memiliki fungsi

penyelamat lingkungan hidup dengan berbagai fungsinya sebagai kawasan lindung.

Kawasan ini dapat digunakan juga sebagai kawasan wisata seperti pendakian, camping,

petualang, ataupun pengamatan bunga dan burung, juga dapat digunakan untuk berbagai

kepentingan penelitian flora dan fauna. Kelestarian hutan pada kawasan ini harus tetap

dijaga, dilarang pengadaan alih fungsi kecuali untuk fungsi lindung itu sendiri.

Adapun kawasan strategis di Kabupaten Ponorogo dari fungsi dan daya dukung

lingkungan terdapat pada kawasan-kawasan lindung serta rawan bencana. Kawasan

tersebut meliputi :

1. Kawasan Lindung, berada pada ketinggian 1000 meter dpl. Kerusakan kawasan ini akan

berpengaruh terhadap kelangsungan kawasan dibawahnya kawasan ini meliputi bagian

dari gunung Wilis sebelah barat, yaitu Kecamatan Pudak, Ngebel dan Kecamatan

Pulung, sedangkan pada bagian selatan terdiri dari Kecamatan Ngrayun, Sambit,

Sawooo, dan Kecamatan Sooko. Pada bagian barat terdiri dari Kecamatan Badegan,

Sampung, Bungkal dan Slahung.

2. Kawasan Sempadan Sungai, terutama sungai-sungai besar yang ada di Kabupaten

(7)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

5.2. Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

5.2.1. Visi

Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan, penyusunan perencanaan

pembangunan mutlak diperlukan, agar dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dengan

sitematis, terpadu dan terarah sesuai dengan cita-cita yang ingin diwujudkan. Suatu hal yang

mendasar dari setiap perencanaan adalah perumusan visi dan misi, yang merupakan suatu

nilai yang ingin dicapai dalam periode tertentu, dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Ponorogo saat ini, permasalahan yang

dihadapi, tantangan yang dihadapi dalam lima tahun mendatang, dan sesuai dengan cita-cita

Pemerintah Kabupaten Ponorogo tahun 2010-2015, serta sebagai manivestasi dari janji

politik Bupati/Wakil Bupati terpilih, maka visi yang ingin diwujudkan adalah:

Masyarakat Ponorogo Yang Sejahtera, Aman, Berbudaya, Berkeadilan Berlandaskan

Nilai-nilai Ketuhanan Dalam Rangka Mewujudkan “RAHAYUNING BUMI REYOG “

Dengan penjelasan sebagai berikut:

Sejahtera : Suatu masyarakat dikatakan sejahtera apabila dapat diciptakan suatu keadaan dimana anggota masyarakatnya dalam kondisi sehat, damai serta

terpenuhi segala kebutuhannya.

Aman : Kondisi masyarakat yang bebas dari segala gangguan, bebas dari

ancaman, bebas dari intimidasi, tidak merasa takut atau khawatir, was-was,

tidak ada kerusuhan, dengan kata lain tercipta lingkungan yang tenteram.

Berbudaya : Cara hidup masyarakat, termasuk hasil ciptaan dan pemikirannya sesuai dengan kehendak dan yang menjadi amalan untuk kesejahteraan hidup.

Adil : Masyarakat yang adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun

baik antar individu, gender maupun wilayah.

Rahayu : Selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.

Pernyataan visi tersebut dimaksudkan bahwa Kabupaten Ponorogo selama kurun

waktu lima tahun ke depan, yaitu Tahun 2010- 2015 mengendepankan masyarakat yang

sejahtera, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat baik yang berupa sandang, pangan

dan papan; baik kebutuhan lahir maupun batin. Masyarakat yang sejahtera akan merasa

aman, tenteram, damai, merasa terlindungi dan bebas dari bahaya, sehingga masyarakat

dapat tumbuh dan berkembang melalui pemikiran-pemikiran yang maju dan berbudi pekerti.

Masyarakat yang memiliki sistem makna, nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang

dianut bersama menjadi pedoman dalam bertindak, mempengaruhi perilaku sebagai

(8)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

cita-cita untuk diwujudkan secara berkeadilan, tidak memihak dan tidak berat sebelah, serta

tidak condong pada salah satu pihak.

Kesejahteraan, aman, berbudaya bagi seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo

dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan

dan ketenteraman masyarakat di bumi reyog Kabupten Ponorogo.

5.2.2. Misi

Misi adalah suatu rumusan komitmen atau upaya-upaya yang akan dilaksanakan

untuk mewujudkan visi. Rumusan komitmen tersebut bagi Pemerintah Kabupaten Ponorogo,

berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi segenap komponen

penyelenggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang diberikannya. Hasil kajian

atas makna visi dan keserasiannya dalam lingkungan strategis yang dihadapi, serta

memperhitungkan kemungkinannya untuk dijabarkan dalam arah kebijakan dan pokok

program, maka rumusan misi pembangunan Rahayuning Bumi Reog 2010-2015 adalah

sebagai berikut:

1. Menjamin terwujudnya kepastian akses dan mutu pelayanan dasar masyarakat

secara optimal baik pedesaan maupun perkotaan, serta menjamin kepastian

penyediaan pelayanan publik dengan model pelayanan yang efektif dan efisien;

2. Memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka

pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta

profesional yang berlandaskan norma-norma dengan mengedepankan supremasi

hukum;

4. Meningkatkan pemberdayaan dan penguatan perempuan serta kelembagaan

masyarakat, melalui keterlibatan seluruh komponen dalam setiap tahapan

pembangunan di segala bidang; dan

5. Membangun dan memelihara stabilitas pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan

budaya sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, dengan menjunjung

tinggi budaya dan karakter masyarakat yang agamis, bermoral dan berbudi luhur.

Lima misi tersebut di atas, selanjutnya akan dijabarkan ke dalam tujuan, yang

merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu)

sampai dengan 5 (lima) tahun. Perumusan tujuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah

konsisten dengan tugas dan fungsinya, yang menggambarkan arah strategis dan

perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai kewenangan yang dimiliki, tugas dan fungsi sebagai

(9)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

5.2.3. Arah Kebijakan

Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Ponorogo 2010-2015 menekankan pada

pemberdayaan rakyat, sekaligus partisipasi rakyat. Partisipasi merupakan proses aktif, di

mana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri,

dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) di mana mereka dapat

menegaskan control secara efektif.

Upaya pembangunan diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu

meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus

ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya,

atau memberdayakannya. Secara praktis, upaya yang merupakan pengerahan sumber daya

untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat ini akan meningkatkan produktivitas rakyat,

sehingga baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan

rakyat dapat ditingkatkan produktivitasnya.

Dengan demikian, rakyat dan lingkungannya mampu secara partisipatif menghasilkan

dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada posisi

belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat, bukan hanya ekonominya,

tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga diri mereka, serta terpeliharanya

tatanan nilai budaya setempat (nguwongke-uwong). Pemberdayaan sebagai konsep sosial

budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja

menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial

dan budaya, sehingga partisipasi rakyat meningkatkan emansipasi rakyat.

Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan, rakyat harus menjadi pelaku

utama dalam pembangunan. Konsekuensinya, dibutuhkan restrukturisasi sistem sosial pada

tingkat mikro, meso, dan makro, sehingga masyarakat lokal dapat mengembangkan potensi

mereka tanpa adanya hambatan eksternal pada struktur meso dan makro. Struktur meso

yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah regional setingkat kabupaten/kota dan

provinsi, sedangkan struktur makro dapat berupa struktur pemerintah pusat.

Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan, umumnya, lebih kuat datang dari atas

ke bawah daripada dari bawah ke atas, karena itu perlu adanya pergeseran peran

pemerintah, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator,

mediator, motivator, koordinator, edukator, mobilisator, sistem pendukung, dan peran-peran

lain yang lebih mengarah pada pelayanan tak langsung. Pada saat yang bersamaan, peran

organisasi lokal, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok masyarakat

lainnya, didorong sebagai agen pelaksana perubahan dan pelayanan sosial kepada

(10)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

permasalahan pembangunan ditangani oleh masyarakat sendiri atas fasilitasi dari

pemerintah.

Pemberdayaan rakyat adalah sebuah strategi pembangunan ekonomi yang

merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni

bersifat people-centered, participatory, empowering, dan sustainable. Konsep ini lebih luas

dari semata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk

mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Konsep ini berkembang dari upaya

mencari strategi pembangunan alternatif, yang menghendaki adanya inclusive democracy,

appropriate economic growth, kesetaraan gender, dan intergenerational equity.

Strategi pemberdayaan rakyat dalam proses pembangunan Kabupaten Ponorogo

dijalankan dengan pengarusutamaan gender untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan

gender, di mana pada setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, sampai dengan evaluasi, harus responsif gender.

Laki-laki dan perempuan diposisikan sebagai pelaku (subjek) yang setara dalam akses,

partisipasi dan kontrol atas pembangunan, serta pemanfaatan hasil pembangunan.

Strategi pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo 2010-2015 yang bertumpu pada

pemberdayaan rakyat ini dijalankan melalui model dual track strategy, di mana di satu sisi

berupaya mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti hak atas pangan,

pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, pekerjaan, secara merata,

berkualitas, dan berkeadilan, melalui keberpihakan kepada rakyat miskin (pro-poor) untuk

menuju masyarakat Ponorogo sejahtera, makmur dan berakhlak, aman, berbudaya dan

berkeadalian. Di sisi lain berupaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan

berkelanjutan, terutama melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan.

Strategi pemberdayaan rakyat berupaya melepaskan diri dari perangkap trade off

pertumbuhan dan pemerataan. Strategi pemberdayaan rakyat beranggapan, dengan

pemerataan akan tercipta landasan lebih luas bagi pertumbuhan, dan akan menjamin

pertumbuhan berkelanjutan. Karena, pola pertumbuhan adalah sama pentingnya dengan

kecepatan pertumbuhan. Yang harus dicari adalah pola pertumbuhan yang tepat, yakni

bukan yang vertical menghasilkan trickle-down, seperti yang telah terbukti tidak berhasil,

tetapi yang bersifat horizontal (horizontal flows), yakni broadly based, employment intensive,

dan tidak terkompartementalisasi. Berbagai studi menunjukkan, produksi yang dihasilkan

masyarakat di lapisan bawah memberikan sumbangan lebih besar pada pertumbuhan

(11)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Pertumbuhan itu dihasilkan bukan hanya dengan biaya lebih kecil, tetapi juga dengan devisa

yang lebih kecil.

Pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo 2010-2015 menempatkan strategi

pro-poor sebagai prioritas utama untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat,

seperti hak atas pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi,

pekerjaan, secara merata, berkualitas, dan berkeadilan. Revitalisasi pertanian dan ekonomi

pedesaan, serta usaha mikro dan kecil menjadi ujung tombak penting, karena sebagian

besar penduduk Kabupaten Ponorogo menggantungkan nafkah hidup mereka pada sektor

tersebut.

Pemerataan pendapatan, melalui revitalisasi pertanian dan ekonomi pedesaan,

revitalisasi kelautan dan masyarakat pesisir, reformasi agraria, dan pengembangan

infrastruktur pedesaan, akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja, sehingga pada

gilirannya dapat mengentas penduduk miskin. Dengan adanya pemerataan, maka akan

tercipta landasan lebih luas bagi pertumbuhan, dan akan menjamin pertumbuhan

berkelanjutan.

Upaya memberdayakan rakyat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan

suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini

titik tolaknya adalah setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian,

ia sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong,

memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya

mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki rakyat (empowering). Untuk itu,

diperlukan langkah-langkah lebih positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana

kondusif. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan

berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke berbagai peluang yang membuat

masyarakat menjadi makin berdaya.

Upaya pemberdayaan paling pokok adalah melalui peningkatan taraf pendidikan, dan

derajat kesehatan, serta akses ke sumber-sumber kemajuan ekonomi, seperti modal,

teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan (input) pemberdayaan juga

menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar, baik fisik, seperti irigasi, jalan,

listrik, maupun sosial, seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat

dijangkau oleh masyarakat lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga

pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, di mana terkonsentrasi penduduk yang

(12)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

yang kurang berdaya, karena programprogram umum yang berlaku untuk semua, tidak

selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

Hal penting yang juga harus dilakukan adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam

proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Karena itu,

pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan

pengamalan demokrasi yang partisipatoris.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (protecting). Dalam

proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena

kekurangberdayaannya menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang

lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat. Melindungi tidak berarti

mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil

dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya mencegah terjadinya

persaingan tak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Pemberdayaan rakyat bukan membuat mereka menjadi makin tergantung pada

berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati,

harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain).

Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan

membangun kemampuan memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara

sinambung.

Pembangunan Kabupaten Ponorogo saat ini sedang mengalami tantangan serius

berupa masalah kemiskinan dan ketertinggalan, serta dampak krisis ekonomi nasional

maupun global. Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat masalah fundamental

dan keadaan khusus (shock). Masalah fundamental itu adalah tantangan internal --berupa

kesenjangan yang ditandai pengangguran, ketertinggalan, dan kemiskinan-- serta tantangan

eksternal yakni upaya meningkatkan daya saing menghadapi era perdagangan bebas.

Sedangkan keadaan khusus (shock) adalah berbagai bencana alam yang dating bersamaan

krisis ekonomi dan moneter. Karena itu, kebijakan pembangunan Kabupaten Ponorogo

harus ditempatkan dalam tatanan strategi pemberdayaan masyarakat (civil society) untuk

menuntaskan berbagai tantangan pembangunan.

Pembangunan adalah milik rakyat, karenanya agenda pemulihan ekonomi harus

berpihak kepada rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Strategi pemberdayaan rakyat

harus dipahami dan menjadi komitmen dalam penyelenggaraan kebijakan ekonomi melalui

sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan, maupun melalui upaya pemihakan

(13)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Upaya pemberdayaan rakyat dalam pembangunan Kabupaten Ponorogo merupakan

perwujudan paradigma pembangunan yang berorientasi kepada rakyat (people centered

development). Strategi pemberdayaan rakyat menekankan langkah nyata pembangunan

yang demokratis, yang berindikasikan proses pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat,

yang berjalan dalam proses perubahan struktur yang benar. Proses yang diarahkan agar

rakyat yang menikmati pembangunan haruslah mereka yang menghasilkan, dan mereka

yang menghasilkan haruslah yang menikmati.

Sejalan dengan itu, strategi pembangunan Kabupaten Ponorogo menempatkan

rakyat sebagai pelaku utama. Ini merupakan penajaman arah baru pembangunan daerah

seiring agenda reformasi pembangunan nasional, yakni pembangunan yang demokratis.

Penajaman arah baru pembangunan ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

melalui pengembangan struktur masyarakat yang muncul dari kemampuan masyarakat

sendiri. Mengingat potensi dan kemampuan masyarakat yang tidak sama, maka arah dan

kebijakan pembangunan Jawa Timur dirumuskan dengan strategi pemberdayaan dan

pemihakan kepada rakyat miskin (pro-poor) untuk menuju Masayarakat Ponorogo yang

sehatera, makmur, berakhlak, berbudaya dan berkeadilan.

Menumbuhkan gerakan demokrasi berbasis masyarakat dalam kebijakan

pembangunan menjadi keniscayaan, terutama dengan mengagendakan pemetaan untuk

memahami berbagai kendala yang dihadapi rakyat miskin, dan gerakan-gerakan sosial

kerakyatan di tingkat lokal serta akar rumput, untuk mendorong berbagai jenis gerakan sosial

kerakyatan itu mentransformasikan diri menjadi gerakan sosial politik demi peningkatan

kesejahteraan mereka.

Menumbuhkan berbagai asosiasi dan organisasi gerakan sosial di tingkat akar

rumput dianggap penting karena mereka mencerminkan respons yang otentik dan

berhubungan dengan kepentingan-kepentingan langsung rakyat miskin. Di dalam konteks

inilah betapa perlu perhatian diarahkan kepada berbagai kelompok masyarakat yang

memiliki kepedulian pandangan yang sama untuk merevitalisasi demokrasi melalui

peningkatan partisipasi rakyat dalam berbagai ranah publik di tingkat lokal dan akar rumput,

yaitu lembaga-lembaga dan praktik-praktik sosial politik yang menjaga kepentingan publik

yang terbuka untuk dimanfaatkan masyarakat dalam merespons fenomena otonomi dan

demokratisasi lokal, sebagai bagian dari penguatan kembali kapasitas rakyat untuk terlibat

secara lebih substantif dalam proses demokrasi.

Kabupaten Ponorogo sudah saatnya mengembangkan proses demokratisasi

partisipatoris, sebagai gerakan sosial baru, dan sebagai “jalan lain menuju kesejahteraan

(14)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

non-pemerintah, khususnya pada aras politik lokal dalam ruang otonomi, di mana berbagai

macam entitas masyarakat di akar rumput, para pelaku pasar, dan birokrasi pemerintah

daerah, terlibat dalam gerakan yang memperkuat satu sama lain untuk memproduksi semua

hal yang baik bagi semua orang.

Dalam perspektif seperti ini, semua wacana dan praktik pembangunan Kabupaten

Ponorogo selayaknya bersifat polisentris dengan membangun kepercayaan, bahwa kegiatan

kelompok-kelompok masyarakat di tingkat lokal dan akar rumput memiliki kemampuan

sendiri menyelesaikan daftar masalah yang terus berkembang yang mereka hadapi.

Wacana peningkatan kesejahteraan rakyat dalam sistem yang demokratis

partisipatoris akan memberi ruang kondusif bagi kerja sama lokal dalam semangat good

governance antara birokrasi, institusi publik, dan masyarakat, sekaligus membangun relasi

saling memperkuat antara lembaga-lembaga pemerintah daerah otonomi, institusi publik

lokal, dan asosiasi-asosiasi masyarakat di akar rumput yang kondusif demi mengembangkan

sistem pendidikan yang murah dan bermutu, membangun institusi pelayanan kesehatan

yang murah dan berkualitas, memperluas lapangan kerja, demi meningkatkan pemerataan

dan pertumbuhan ekonomi. Pendeknya, demi memberantas kemiskinan.

Dalam konteks pemahaman demokrasi partisipatoris sedemikian itu merupakan

sebuah konsep bagaimana mewujudkan Rahayuning Bumi Reyog menjadi relevan sebagai

sarana mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Ponorogo 2010-2015. Suatu konsep

pembangunan yang berpihak pada rakyat, pro-poor, dengan memberi penekanan prioritas

pada program pendidikan yang murah dan bermutu untuk semua demi peningkatan kualitas

sumber daya manusia; program pembangunan kesehatan yang murah dan berkualitas demi

meningkatkan produktivitas sumber daya manusia; dan perluasan lapangan kerja, terutama

di sektor pertanian (agroindustri/agrobisnis), di mana sebagian terbesar masyarakat miskin

Kabupaten Ponorogo berada, serta pemeliharaan lingkungan hidup untuk mencegah

kerugian-kerugian sosial-ekonomi rakyat.

Kesadaran membangun demokrasi partisipatoris sedemikian itu menjadi landasan

utama dan peluang terbesar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberdayakan

masyarakat untuk meningkatkan kehidupan lebih baik, dan menghapus marginalisasi,

(15)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

5.2.4. Strategi Pembangunan

Strategi merupakan cara umum yang paling praktis dalam mengembangkan seluruh

potensi lokal dengan cara global yang dimiliki oleh Kabupaten Ponorogo saat ini. Setidaknya

ada beberapa strategi yang akan digunakan dalam menganalisis permasalahan, mengolah

dan mencari solusi berbagai persoalan dan pengembangan potensi sosial di Kabupaten

Ponorogo 2010-2015, antara lain :

1. Reinforcement. Strategi ini digunakan untuk memperkuat basis-basis potensi sosial

yang dimiliki oleh Kabupaten Ponorogo. Berbagai potensi sosial yang sudah mapan

yang ditandai dengan munculnya kantongkantong aktifitas sosial lebih diperkuat dengan

harapan dapat menjadi lebih meningkat dan berimplikasi semakin luas. Tidak saja pada

level lokal, namun diharapkan bias berimplikasi pada level regional, nasional ataupun

internasional.

2. Pemberdayaan dan Pendampingan. Ini dimaksudkan sebagai langkah untuk

mengurangi berbagai keterbelakangan dan dependensi kehidupan masyarakat. Dengan

strategi pemberdayaan dapat diharapkan memunculkan berbagai jenis varietas baru

dalam segala lini kehidupan. Ini didasarkan pada argument bahwa salah satu

keterbelakangan masyarakat karena adanya ketergantungan pada mode of production

yang menyebabkan melemahnya aspek-aspek kreativitas.

3. Titik berat pembangunan mengarah ke wilayah perdesaan. Kondisi ini semakin

dirasakan sebagai hal yang mendesak karena adanya ketimpangan dan kesenjangan

yang nyata antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Oleh karena itu untuk menjawab

tantangan tersebut pada Pemerintahan Tahun 2010-2015 titik berat pembangunan di

Ponorogo berada di perdesaan. Hal ini bukan berarti pembangunan wilayah perkotaan

akan diabaikan, akan tetapi prosentase pembangunan wilayah pedesaan akan lebih

besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan.

4. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people centered development). Dalam pendekatan ini mengedepankan partisipasi rakyat (participatory

based development) dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi program

pembangunan yang menyangkut hajat hidup mereka sendiri, keluarga dan

lingkungannya.

5. Pembangunan ekonomi melalui pendekatan Pro Growth, Pro Job Pro-Poor, Pro

Gender dan Pro Enviroment. Melalui strategi pro growth, terjadi percepatan laju

pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan (growth

with equity). Percepatan laju pertumbuhan ini ditandai dengan makin banyaknya

(16)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

yang dapat dilepaskan dari perangkap kemiskinan, serta memperkuat perekonomian

untuk menghadapi berbagai goncangan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi progrowth,

pro jobs, pro poor, pro gender dan pro enviroment, telah memberikan arah

pembangunan yang benar, menyeluruh, berkeadilan dan berkelanjutan. Secara lebih

terperinci, dalam agenda pro growth, terjadi percepatan laju pertumbuhan ekonomi.

Dalam periode 2005-2009, laju pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuatif dimana pada

tahun 2005 perekonomian Kabupaten Ponorogo mampu tumbuh sebesar 4,11%, tahun

2006 mengalami kenaikan menjadi 4,93% dan pada tahun 2007 kembali naik menjadi

6,56%. Naum dengan adanaya krisis energi dan pangan yang melanda dunia,

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo mengalami penurunan hingga hanya

tumbuh 5,68%. Goncangan krisis global nampaknya belum bisa mendongkrak

pertumbuhan Kabupaten Ponorogo hingga pada tahun 2009 hanya mampu tumbuh

sebesar 5,16% namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang hanya

4,50% dan Propinsi jawa Timur yang hanay pada kisaran 5,06% merupakan prestasi

yang patut kita hargai dan diapresiasi.

6. Pembangunan dengan melibatkan peran wanita (Pengarus Utamaan Gender/ pro

gender)

Sebagai warga negara, wanita dan laki-laki dalam hukum dan perundang undangan

tidaklah berbeda. Namun demikian sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri

selama ini secara umum peran wanita masih termarginalkan utamanya dalam proses

pembangunan. Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan dan meningkatkan

peran gender menjadi suatu dimensi yang integral mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program nasional

merupakan strategi pengarus utamaan gender (PUG). Strategi ini dibangun dengan

tujuan pokok adalah tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan

nasional maupun pembangunan daerah, dengan harapan tercipta kesamaan kondisi

bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai

manusia sehingga mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, social, ekonomi,

budaya, memperoleh rasa aman dan nyaman serta menikmati hasil-hasil pembangunan.

Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dalam perspektif gender

adalah mengintegrasikan persepektif gender ke dalam kebijakan, program-program,

proyek-proyek, aktifitas pembangunan disemua sektor pemerintahan, mengadopsi

persepektif gender ke dalam siklus perencanaan, Mentransformasikan keseluruhan

proses dan kerangka kerja perencanaan pembangunan yang responsif terhadap gender.

(17)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

ketidaksetaraan dalam memperoleh akses dan manfaat khususnya dampak negatif

terhadap perempuan serta menciptakan suasana kondusif agar PUG lebih mudah

diterima dan dilaksanakan.

7. Keseimbangan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengan tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan (pro enviroment).

Pembangunan berpusat pada rakyat menempatkan individu bukan sebagai objek,

melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan

mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan berpusat pada

rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhasan setempat.

Prakarsa dan kreativitas rakyat merupakan sumber daya pembangunan yang utama.

Kesejahteraan material dan spiritual mereka merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh

proses pembangunan.

5.3. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Tentang Bangunan Gedung

5.3.1. Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 3 Tahun

2010 Tentang Bangunan Gedung

A. Pola Umum Pengaturan Bangunan Gedung

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau di dalam

tanah dan/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk

hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya,

maupun kegiatan khusus.

Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk

kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan

dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki

kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan

lingkungannya.

Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi

proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan,

pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.

1. Bangunan Gedung

a. Lingkup penyelenggaraan bangunan gedung

Penyelenggaraan bangunan gedung sebagai satu kesatuan sistem dalam

(18)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran bangunan gedung

pada umumnya dan bangunan gedung tertentu.

b. Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :

1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata

bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya

2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin

keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan

3. Mewujudkan kepastian hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung

c. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung

Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dilakukan dengan :

1. Penertiban IMB

2. Penertiban Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung dan Perpanjangan

Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung

3. Persetujuan Rencana Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung

2. Pengelolaan Bangunan Gedung

a. Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung

1. Fungsi bangunan gedung

a) Fungsi bangunan gedung harus memenuhi ketentuan peruntukan yang

telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional,

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan

Perkotaan (RDTRKP), dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL) yang bersangkutan.

b) Bangunan gedung dapat dirancang memiliki lebih dari satu fungsi, dengan

tetap memenuhi ketentuan dalam RTRW Nasional, RTRW provinsi, RTRW

kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atay RTBL

c) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, social

dan budaya, serta fungsi khusus

(1) Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah

tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal

sementara

(2) Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura,

(19)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

(3) Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan gedung untuk

perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan

rekreasi, terminal dan penyimpanan

(4) Bangunan gedung fungsi social dan budaya meliputi bangunan gedung

untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboraturium

dan pelayanan umum

(5) Bangunan gedung fungsi khusus meliputi bangunan gedung untuk

reactor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan

gedung sejenis yang diputuskan oleh menteri

2. Klasifikasi bangunan gedung

a) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi :

(1) Bangunan gedung sederhana

(2) Bangunan gedung tidak sederhana

(3) Bangunan gedung khusus

b) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi meliputi :

(1) Bangunan gedung permanen

(2) Bangunan gedung semi permanen

(3) Bangunan gedung darurat atau sementara

c) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat resiko kebakaran

meliputi:

(1) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran tinggi

(2) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran sedang

(3) Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah

d) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan pada zonasi gempa, mengikuti

tingkat zonasi gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang

meliputi :

(1) Zona I / minor

(2) Zona II / minor

(3) Zona III / sedang

(4) Zona IV / sedang

(5) Zona V / kuat

(6) Zona VI / kuat

e) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi meliputi :

(1) Bangunan gedung di lokasi padat

(20)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

(3) Bangunan gedung di lokasi renggang

f) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian meliputi :

(1) Bangunan gedung bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari

delapan lantai

(2) Bangunan gedung bertingkat sedang dengan jumlah lantai lima lantai

samapai dengan delapan lantai

(3) Bangunan gedung bertingkat rendah dengan jumlah lantai satu lantai

sampai dengan 4 lantai

g) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan meliputi :

(1) Bangunan gedung milik Negara, bangunan gedung milik yayasan

dikategorikan sama dengan milik Negara dalam pengaturan

berdasarkan kepemilikan

(2) Bangunan gedung milik badan usaha

(3) Bangunan gedung milik perorangan. Bangunan gedung kedutaan

besar Negara asing dan bangunan gedung diplomatiknlainnya

dikategorikan sebagai bangunan gedung milik perorangan

b. Penetapan dan perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung

1. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Fungsi dan klasufikasi

bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan gedung dalam pengajuan

permohonan IMB. Pemerintah daerah, menetapkan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah

dan pemerintah provinsi lainnya

2. Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung

a) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat diubah melalui permohonan

baru IMB yang diusulkan oleh pemilik dalam bentuk rencana teknis

bangunan gedung sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam

RTRW Nasional, RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota, RDTRKP,

dan/atau RTBL

b) Dalam proses permohonan baru IMB, perubanahn fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan

administrative dan persyaratan teknis bangunan gedung yang ditetapkan

oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus

(21)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

c. Penggolongan bangunan gedung untuk penertiban IMB

Penggolongan bangunan gedung untuk penertiban IMB sebagai dasar untuk

menentukan lamanya (durasi) waktu proses penertiban IMB meliputi :

1. Bangunan gedung pada umumnya

a) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi:

rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana

b) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret sampai

dengan dua lantai

c) Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana dua lantai atau

lebih, bangunan gedung lainnya pada umumnya

2. Bangunan gedung tertentu

a) Bangunan gedung untuk kepentingan umum

b) Bangunan gedung fungsi khusus

B. Persyaratan Bangunan Gedung

1. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan

a. Setiap bangunan yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak

bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRWK, RDTRKP dan/atau

RTBL

b. Garis sempadan pondasi banguna terluar yang sejajar dengan as jalan

(rencana jalan)/ tepi sunai ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana

jalan/lebar sungai, fungsi jalan dan peruntukan kapling/kawasan

c. Letak garis sempadan pondasi banguna terluar, bilaman tidak ditentukan lain

adalah separuh lebar ruang milik jalan (rumija) dihitung dari tepi jalan/pagar

d. Untuk lebar jalan/sungai yang kurang dari 6 meter, letak garis semapadan

adalah 3 meter dihitung dari tepi jalan/pagar

e. Letak garis sempadan pondasi banguna terluar pada bagian samping dan

bagian belakang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain

adalah minimal 2 meter dari batas kapling, atau atas dasar kesepakatan

dengan tetangga yang saling berbatasan

f. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasab dengan jalan ditentukan

berhimpit dengan batas terluar daerah milik jalan

g. Garis pagar disudut persimpangan jalan ditentukan dengan

(22)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

▪ Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan maksimum 2 meter

dari permukaan halaman/trotoar dengan bentuk transparan atau tembus

pandang

▪ Garis sempadan jalan masuk ke kapling, bilamana tidak ditentukan lain

adalah berhimpit dengan bats terluar garis pagar

h. Teras/balkon tidak dibenarkan diberikan dinding sebagai ruang tertutup

i. Balkon bangunan tidak dibenarkan mengarah/menghadap ke kapling tetangga

j. Garis terluar balkon bangunan tidak dibenarkan melewati batas pekarangan

yang berbatasan dengan tetangga

k. Garis terluar tritis (oversteck) yang menghadap kea rah tetangga, tidak

dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga

l. Apabila garis sempadan bangunan ditetapkan berhimpit dengan garis

sempadan pagar, cucuran atap tritis (oversteck) harus diberi talang dan pipa

talang serta disalurkan sampai ke tanah

m. Dilarang menempatkan lubang angin/ventilasi/jendela pada dinding yang

berbatasan langsung dengan tetangga

n. Jarak antara masa/blok bangunan satu lantai yang satu dengan yang lainnya

dalam satu kapling atau antara kapling minimum adalah 4 meter

o. Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak masa/blok bangunan dengan

bangunan disekitarnya sekurang-kurangnya 6 meter dan 3 meter dengan batas

kapling

p. Untuk bangunan bertingkat, setiap kenaikan satu lantai jarak antara masa/blok

bangunan yang satu dengan yang lainnya ditambah dengan 0,5 meter

2. Persyaratan Kelengkapan Prasarana dan Sarana

a. Setiap bangunan harus memiliki prasarana dan sarana banguna yang

mencukupi agar dapat terselenggaranya fungsi bangunan yang telah ditetapkan

b. Setiap bangunan umum harus memiliki kelengkapan prasarana dan sarana

bangunan yang memadai meliputi :

▪ Sarana pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran ▪ Tempat parker

▪ Sarana transportasi vertical (tangga dan/atau escalator, dan/atau lift) ▪ Sarana tata udara

▪ Fasilitas bagi penyandang cacat sesuai ketentuan tentang Persyaratan

(23)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

▪ Toilet umum, ruang ganti bayi, tempat sampah, fasilitas komunikasi dan

informasi, dan sarana penyelamatan

5.4. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) 5.4.1. Potensi Bahaya Kebakaran

A. Kawasan Permukiman

Secara keseluruhan luasan kawasan permukiman di Kabupaten Ponorogo sampai

tahun 2008 mencapai 21.654 ha dengan jumlah rumah mencapai 253.363 unit.Dimana wilayah

dengan kawasan permukiman terluas yaitu Kecamatan Sawoo seluas 1.920 Ha, sedangkan

kecamatan yang tingkat penggunaan lahannya terkecil untuk permukiman adalah Kecamatan

Jetis dengan luas permukiman mencapai 276 Ha.Berikut rincian jumlah rumah beserta luas

lahan permukiman di Kabupaten Ponorogo sampai tahun 2008.

Tabel 5.1

Jumlah Rumah Beserta Luas Permukiman di Kabupaten Ponorogo tahun 2009

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Sumber : Kabupaten Ponorogo Dalam Angka, 2010

Permukiman di wilayah Kabupaten Ponorogo dibedakan menurut kawasan kegiatannya,

yaitu permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.Lebih jelasnya dapat dilihat pada

(24)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

➢ Permukiman perkotaan

Kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Ponorogo merupakan bagian dari

kawasan perkotaan dengan perkembangan dan kondisi yang beragam. Kawasan

permukiman perkotaan di Kabupaten Ponorogo dapat berupa Kota Kabupaten Ponorogo

yang terdiri dari Kecamatan Ponorogo, Jenangan, Babadan, Siman maupun perkotaan

IKK yang terdapat pada masing-masing kecamatan. Pada permukiman perkotaan

kegiatannya didominasi dengan fungsi kegiatan yang bersifat kekotaan dan merupakan

orientasi pergerakan penduduk yang ada di wilayah sekitarnya. Adanya pengembangan

kawasan agropolitan memicu beberapa kecamtan cenderung beralih fungsi menjadi

kawasan permukiman perkotaan yaitu antara lain: Kecamatan Pulung, Slahung, Balong,

Kauman, dan Sukorejo.

Permukiman perkotaan ada beberapa permukiman kumuh, diantaranya adalah

lingkungan pasar legi, lingkungan Kelurahan Duri, lingkungan Kelurahan Keniten,

Kabupaten Ponorogo tidak memiliki permukiman Rusunawa, untuk prasarana perumahan

baru yang ada di kabupaten ponorogo mulai tahun 2008 sampai dengan 2011 adalah

sebagai berikut :

1. Perumahan royal juanda regency

2. Perumahan griya asa purbosuman

3. Perumahan anggrek garden

4. Perumahan garden family

5. Perumahan graha permata tajug

6. Perumahan griya asa mangkujayan

7. Perumahan puri asoka

8. Perumahan pesona bougenville

9. Perumahan firdaus arsa regency

10. Perumahan griya harmoni

11. Perumahan bumi somoroto

12. Perumahan mutiara estate

13. Perumahan bukit asri ronowijayan

14. Perumahan puspa raya regency

15. Griya mutiara keniten

16. Perumahan cokromenggalan damai

17. Perumahan tiara regency

(25)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

19. Green pasadena residence

20. Citra puri batoro katong

21. Citra puri keniten 2

22. Bumi purbosuman indah

23. Mentari residence

24. Griya harmoni cokromenggalan

25. Dwija regency tonotan ➢ Permukiman Perdesaan

Secara fisiografis permukiman perdesaan di Kabupaten Ponorogo terletak di

pegunungan/dataran tinggi dan dataran rendah. Kawasan permukiman perdesaan yang berada

pada kawasan pegunungan/dataran tinggi diantaranya terdapat di Kecamatan Sambit, Sawoo,

Ngrayun, Bungkal, Sooko. Sedangkan kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada

dataran rendah, umumnya memiliki kegiatan pertanian sawah, tegal, kebun campuran,

termasuk peternakan dan perikanan darat. Beberapa kawasan permukiman perdesaan memiliki

beberapa potensi sebagai penghasil produk unggulan. Yaitu Hal ini sangat mendukung

kawasan perdesaan pengembangan sebagai pusat permukiman. Desa yang memiliki produk

unggulan diantaranya adalah, berada di kecamatan Ngebel, Pulung sektor pertanian (ubi kayu),

sektor perkebunan (kopi, cengkeh, kakao, dan panili), sektor peternakan (sapi, kambing, dan

ayam buras), sektor perikanan (nila dan lele), dan tanaman holtikultura (manggis, durian, jeruk,

mangga, cabe, dan kacang panjang), Jenangan, Babdan, Sukerejo, Kauman, Balong, Slahung

penghasil padi dan Kecamatan Pudak yaitu sektor pertanian (bayam, kangkung), sektor

perkebunan (kopi, cengkeh, dan panili), sektor peternakan (sapi, dan kambing), sektor

perikanan (nila dan lele), dan tanaman holtikultura (manggis, durian, jeruk, mangga, cabe, dan

kacang panjang).

5.4.2. Identifikasi dan Analisis Terhadap Implementasi NSPM, dilihat dari Aspek Teknis Administratif, Teknis Teknologis serta Waktu Pemberlakuan

Penerapan ketentuan dan standar-standar teknis pengamanan terhadap kebakaran

pada bangunan dapat dievaluasi berdasarkan hasil pengamatan terhadap kejadian-kejadian

kebakaran yang pernah terjadi. Dari data kejadian kebakaran dapat diidentifikasi sejauh

mana penerapan peraturan dan ketentuan/ standar-standar teknis mengenai masalah

kebakaran ini.

Selain ini, informasi diperoleh pula dari data dan komunikasi dengan aparat dinas

(26)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

belurn dapat diperoleh.

Dari hasil pengamatan dan penyelidikan terhadap sejumlah kejadian kebakaran,

dapat diidentifikasikan berbagai faktor yang menyebabkan parahnya akibat kebakaran yang

terjadi, sebagai berikut :

1. Bangunan tidak memiliki sarana pengamanan terhadap kebakaran,

2. Sistem deteksi tidak berfungsi,

3. Upaya pemadaman awal tidak berhasil,

4. Sistem springkler otomatis tidak bekerja,

5. Asap dan gas kebakaran terlalu pekat,

6. Upaya pemadaman dari luar terhambat karena kondisi bangunan,

7. Tangga kebakaran tidak dilindungi struktur tahan api,

8. Ruang sirkulasi terhalang atau buntu,

9. Tidak ada dinding pembatas api (fire zoning components),

10. Saluran udara/cerobong tidak dipasang damper api/asap,

11. Tidak ada peralatan bantu evakuasi,

12. Pintu tertutup/shutter tidak berfungsi karena terhalang,

13. Kemampuan personil tidak mendukung karena tidak pernah dilakukan latihan

kebakaran (fire drill).

Dari sejumlah faktor tersebut di atas dapat kiranya dievaluasi sejauh mana

persyaratan sebagaimana tercantum di dalam ketentuan dan standar-standar teknis telah

ditaati dan dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo.

Bangunan tidak memiliki sarana pengamanan terhadap kebakaran di Kabupaten

Ponorogo mayoritas terdapat pada bangunan milik masyarakat pribadi (kawasan

perumahan). Pada dasarnya bangunan pribadi biasanya tidak memungkinkan untuk

dilengkapi dengan sarana pengamanan. Selain itu, belum ada peraturan yang menguatkan

akan kebutuhan pengamanan kebakaran dengan sarana dan prasarana pelengkap pada

bangunan pribadi miliki masyarakat.

Selain pada kawasan perumahan, kawasan perdagangan juga merupakan kawasan

yang berpotensi terjadi kebakaran. Parahnya kebakaran yang terjadi biasanya akibat asap

dan gas yang terlalu pekat, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah benda yang terdapat

pada kawasan perdagangan dan mayoritas berbahan dasar plastik. Besarnya api, tidak

mudah dipadamkan dengan pemadaman darurat (pemadaman awal) yang biasanya

(27)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab parahnya kebakaran pada

kawasan-kawasan di Kabupaten Ponorogo yaitu kondisi bangunan, tidak adanya dinding pembatas

api, tidak ada peralatan bantu evakuasi, dan kemampuan personil yang tidak mendukung.

5.4.3. Analisis Faktor Risiko Kebakaran

5.4.3.1. Faktor Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan merupakan salah satu faktor dari risiko kebakaran dimana

terdapat jenis-jenis tertentu yang memiliki kerawanan terjadinya kebakaran.Di Kabupaten

ponorogo terdapat 3 jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk terjadinya kebakaran

yaitu hutan, permukiman dan perdagangan.

Kabupaten Ponorogo memiliki dominasi penggunaan lahan kawasan hutan yang luas

yakni 46.940 Ha diantaranya adalah hutan tanaman kayu yang kemudian produksinya dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah.Akan tetapi, kawasan hutan merupakan

salah satu penggunaan lahan yang memiliki tingkat kerawanan cukup tinggi dalam potensi

terjadinya kebakaran.Terutama pada musim kemarau dimana kebakaran merambat begitu

cepat sehingga mampu menghabiskan luas lahan yang cukup besar.

Dampak yang dihasilkan dari potensi terjadinya kebakaran pada kawasan hutan yaitu

polusi asap, pengurangan investasi hasil tanaman hutan, kerusakan sumber daya alam

(hewan, tumbuhan, dll). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kelengkapan sarana dan

prasarana hutan perlu dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran yang mampu mencegah

maupun menanggulangi sumber-sumber kebakaran.

5.4.3.2. Faktor Penduduk

Penduduk adalah elemen wilayah yang menjadi salah satu faktor berkembangnya

suatu wilayah.Penduduk juga merupakan faktor terjadinya suatu kebakaran dimana kondisi

penduduk yang padat pada suatu wilayah mampu membuat suatu kondisi permukiman

menjadi semakin padat.Kepadatan antar bangunan ini mampu menimbulkan kebakaran yang

cepat meluas dan sulit dikendalikan.

Berdasarkan hal tersebut, kawasan permukiman padat penduduk merupakan suatu

kawasan yang perlu diperhatikan kondisinya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya

kebakaran. Kawasan permukiman padat penduduk biasanya terdapat pada pusat perkotaan

yang memungkinkan instansi pemadam kebakaran memiliki respons time yang cepat dalam

(28)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

5.4.3.3. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan hal yang perlu dijaga di muka bumi ini.Namun akhir-akhir ini

lambat laun semakin banyak manusia yang mengabaikan kondisi lingkungannya.Lingkungan

yang semakin buruk merupakan salah satu faktor terjadinya bencana alam yang ada seperti

bencana banjir, erosi dan longsor yang merupakan tiga potensi bencana alam di Kabupaten

Ponorogo.Potensi tersebut menjadikan suatu kawasan perlu diperhatikan secara khusus

dalam penanganannya terhadap bencana alam yang dapat terjadi.

5.4.3.4. Faktor Kebijakan

Kebijakan merupakan salah satu pengendali berbagai kegiatan manusia di Negara

Indonesia begitu juga di Kabupaten Ponorogo.Berbagai kebijakan telah ditentukan dalam

menghadapi pencegahan dan penanggulangan kebakaran.Akan tetapi lemahnya hukum

menjadikan manusia mampu untuk melanggar peraturan yang pada dasarnya dihadirkan

untuk melindungi manusia.

Dalam mendukung pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pada tahun 2009

pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2009

tentang Bangunan Gedung dimana dalam materinya telah memuat tentang kriteria

bangunan yang aman dari kebakaran. Dominasi peraturan menuju terhadap bangunan

umum yang memiliki jumlah lantai > 4. Tidak banyak peraturan yang ditujukan untuk

bangunan pribadi dalam lingkup perumahan ataupun perdagangan tradisional. Selain

daripada itu, peraturan dengan pembahasan mendetail seperti ini perlu dilakukan sosialisasi

dan implementasi yang rutin dan dan penjelasan yang mendetail pula.

Implementasi kebijakan yang lemah juga terjadi dan mengakibatkan munculnya

gedung yang tidak sesuai dengan standar keamanan pencegahan dan penanggulangan

kebakaran. Faktor ini perlu diperhatikan dan dicermati bahwa peraturan merupakan dasar

yang perlu dimengerti serta direalisasikan untuk mencapai mutu kehidupan yang aman dan

nyaman.

5.4.4. Analisis Potensi Kebakaran

Analisis potensi kebakaran dihitung berdasarkan penjumlahan seluruh aspek yang

dipertimbangkan dan telah dibobotkan sebelumnya yaitu Angka Klasifikasi Resiko Bahaya

Kebakaran (ARK), Rasio Luas Wilayah Terbangun dan Kepadatan

Penduduk.Masing-masing bobot dijumlahkan kemudian dibagi dengan 3 (3 aspek) untuk mendapatkan bobot

(29)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Tabel 5.2

Analisis Potensi Kebakaran di Kabupaten Ponorogo

No Kecamatan ARK Rasio Luas Wilayah Terbangun

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Terdapat klasifikasi wilayah potensi kebakaran untuk kemudian disesuaikan dengan

bobot akhir analisis potensi wilayah Kebakaran, yaitu:

▪ Wilayah dengan nilai 1,00 s/d 1,80 dikategorikan sebagai wilayah yang aman ▪ Wilayah dengan nilai 1,81 s/d 2,60 dikategorikan sebagai wilayah yang agak aman ▪ Wilayah dengan nilai 2,61 s/d 3,40 dikategorikan sebagai wilayah agak rawan ▪ Wilayah dengan nilai 3,41 s/d 4,20 dikategorikan sebagai wilayah rawan

▪ Wilayah dengan nilai 4,21 s/d 5,00 dikategorikan sebagai wilayah sangat rawan

Berdasarkan analisis potensi kebakaran terdapat 5 kecamatan yang termasuk

kedalam wilayah agak rawan kebakaran yaitu Kecamatan Ngrayun, Kecamatan Slahung,

Kecamatan Jetis, Kecamatan Badegan dan Kecamatan Ponorogo.

5.4.5. Analisis Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK)

Analisis wilayah manajemen kebakaran dilakukan berdasarkan persyaratan yang

berdasar pada waktu tanggap, ketersediaan air dan kondisi lingkungannya. Berikut ini kriteria

Gambar

Gambar 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah Rumah Beserta Luas Permukiman
Tabel 5.2 Analisis Potensi Kebakaran
Tabel 5.3 Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari definisi perilaku konsumen diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai dengan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Samhan Yanis, dalam penelitian yang berjudul, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk membuat aplikasi pengolahan data keberatan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Walaupun banyak faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kecerdasan emosional, tetapi dalam penelitian ini yang akan diteliti hanyalah faktor verbal abuse

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) keberhasilan pelatihan kerja da- pat di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti : reaksi karyawan, bahan pembelaja- ran,

Orangtua saya seringkali menyangkal bahwa mereka telah melal.-ukan perbuatan .o [ yang menyakiti hati saya.. Orangtua saya sering-melampiaskan kemarahannya

Dosen Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prestasi belajar yang dicapai seorang murid tergantung dari tingkat potensinya (kemampuan) baik yang berupa bakat amaupun kecerdsan. Anak yang mempunyai potensi tinggi