| VII-
1
BAB VII
RENCANAPEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari
pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan
kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,
sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan
kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa
tertinggal.
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat
peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut
mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan
RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir
c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan
perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab
pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
| VII-
3
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman
mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan
teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan
permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan
kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan
perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan
rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan
pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan
permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat
7.1.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim;
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan;
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan
bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas
kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi
penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang
pembangunan perumahan dan permukiman.
Tabel VII.1
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman Kabupaten Barito Selatan
No. Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1 Kecenderungan pembangunan yang tidak terkontrol di
sepanjang Sungai Barito Selatan yang berpotensi
merusak kestabilan sungai
Urgensi Tinggi
2 Minimnya cakupan dan kualitas infrastruktur permukiman Urgensi Sedang
3 Lemahnya keterpaduan pembangunan infrastruktur
permukiman, baik dalam skala kota maupun kawasan
Urgensi Sedang
4 Menurunnya kualitas permukiman pada kawasan tidak
layak huni/kumuh
Urgensi Tinggi
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan yang memenuhi kriteria budidaya
cocok untuk areal permukiman serta secara mikro mempunyai kelerengan antara 0
| VII-
5
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu
kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni.
Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota
(meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun
peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan,
pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai
kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan,
maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW
(RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau
terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun
terakhir.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat
nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau
kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen
Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program -Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang
Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta
belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan
tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai
informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang
bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah
Kabupaten/Kota bersangkutan.
7.1.2 Sasaran Program
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan
Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau
kecil
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW
(RISE),
| VII-
7
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman
dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun
review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 7.1
Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,
Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah
untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi
Ada unit pelaksana kegiatan.
| VII-
9
2. Khusus Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal
5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih
dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1)
ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam
kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam
ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,
apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan
faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat
menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti
pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk
kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
limbah
| VII-
11
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuhdengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)
kawasan dan lainnya.
Tabel VII. 2
Lokasi Kawasan Kumuh Kab.Barito Selatan
No Kelurahan/Desa Kecamatan Tingkat Kekumuhan
Luas Wilayah
Kumuh (Ha) Jumlah KK
Kelurahan Buntok Kota
a. Jalan Karau dan Sekitarnya Kumuh Berat 9,36 263
b. Jalan Niaga dan Sekitarnya Sangat Kumuh 4,31 161 c. Jalan Veteran dan
Pembangunan Dan Sekitarnya
Kumuh Berat 20,3 401
Kelurahan Hilir Sper Jalan Jelapat (Kawasan
Kamper)dan Sekitarnya Kumuh Berat 6,23 163
3 Kelurahan Jelapat ( Kawasan
Jelapat)dan Sekitarnya Dusun Selatan Kumuh Berat 7,82 173 Dusun Selatan
Dusun Selatan 1
2
Sumber : SK Kumuh Kabupaten Barito Selatan, 2015
7.1.3 Usulan Kebutuhan Program
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan
antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program
dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan
kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka
waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk
Tabel VII.3
Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman
Kabupaten Barito Selatan
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
Kecamatan Kelurahan
(1) (3) (4) (5) (6) (7)
1
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Pendang
DUSUN
UTARA PENDANG 1 Paket 2019
2
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Tabak Kanilan
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Mangkatip
DUSUN
HILIR MANGKATIP 1 Paket 2020
4
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Pararapak
DUSUN
SELATAN PARARAPAK 1 Paket 2018
5
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Kalahien
DUSUN
SELATAN KALAHIEN 1 Paket 2018
6
Kawasan rest area/ kuliner Danau Malawen Buntok
DUSUN
SELATAN MALAWEN 1 Paket 2020
7
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan Mulia Indah Jl. AMD I
DUSUN
SELATAN
1 paket 2019
8
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan BTN Sababilah
DUSUN
SELATAN SABABILAH
1 paket 2017
9
Peningkatan jalan lingkungan Umpu Kakah Lokasi KASIBA
DUSUN SELATAN
UMPU
KAKAH 1 Paket 2020
10
Supervisi Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Kota Buntok, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN BUNTOK
15 Ha 2019
11
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Kota Buntok, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN BUNTOK
15 Ha 2019
12
Penyusunan Rencana Tindak Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kab. Barito Selatan
DUSUN
SELATAN
1 lap 2018
13
Supervisi Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Hilir Sper, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN HILIR SPER
6 Ha 2018
14
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Hilir Sper, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN HILIR SPER
6 Ha 2018
15
Peningkatan Jalan Desa Baru Panjang 1300 m (Kawasan Agropolitan dan Minapolitan)
DUSUN
SELATAN
1 kws 2020
16
Supervisi Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Jelapat, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN JELAPAT
| VII-
13
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
Kecamatan Kelurahan
(1) (3) (4) (5) (6) (7)
17
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Jelapat, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN JELAPAT
8 Ha 2017
18
Peningkatan Jalan Desa Muka Haji Panjang 3500 m
GUNUNG BINTANG
AWAI MUKA HAJI
1 kws 2020
19
Pembangunan dan peningkatan jalan lingkungan Gg. Sentosa Jl. Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
20
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Takam dan Gg. Kenari Jl Kaladan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
21
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Penerangan Jl. Pelita IV, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 paket 2017
22
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Kakapar, Gg. Tauman dan Gg. Sasapat Jl. Padat Karya, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
23
Pembangunan jalan lingkungan Desa Muara Arai
KARAU KUALA
MUARA
ARAI 1 paket 2017
24
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Purnama A3 Jl. Kaladan
DUSUN
SELATAN 1 paket 2017
25
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Mekar Indah, Jl. Buntok - Asam, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
26
Peningkatan Jalan Lingkungan Desa Kalahien
DUSUN
SELATAN KALAHIEN 1 paket 2017
27
Pembangunan PSD kebakaran jalan Veteran Kec. Dusun Selatan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
28
Pembangunan PSD kebakaran jalan Karau Kec. Dusun Selatan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 paket 2017
29
Pembangunan PSD Permukiman Perdesaan Kws Agropolitan Ds Mahajandau Kab Barito Selatan
DUSUN
HILIR Mahajandau
1 Ha 2018
30
Pembangunan PSD kebakaran jalan Karau Kec Dusun Selatan Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Ha 2019
31
Pembangunan PSD kebakaran jalan Veteran Kec Dusun Selatan Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Ha 2020
32
Peningkatan Jalan Lingkungan Desa Kalahien
DUSUN
SELATAN Kalahien 1 Ha 2018
33
Peningkatan jalan lingkungan Gg Purnama A3 Jl Kaladan
DUSUN
SELATAN Hilir Sper 1 Ha 2017
34
Peningkatan jalan lingkungan Gg Mekar Indah Jl Buntok Asam Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2019
35
Peningkatan jalan lingkungan Gg Takam dan Gg Kenari Jl Kaladan Buntok
DUSUN
SELATAN Hilir Sper
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
Kecamatan Kelurahan
(1) (3) (4) (5) (6) (7)
36
Peningkatan jalan lingkungan Gg Penerangan Jl Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Ha 2020
37
Peningkatan jalan lingkungan Gg Kakapar Gg Tauman dan Gg Sasapat Jl Padat Karya Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2018
38
Pembangunan jalan lingkungan Desa Muara Arai
KARAU
KUALA Muara Arai 1 Ha 2021
39
Pembangunan dan peningkatan jalan lingkungan Gg Sentosa Jl Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2021
40
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan BTN Sababilah
DUSUN
SELATAN Sababilah
1 Ha 2019
41
Pengembangan Kawasan
Permukiman Perdesaan Kab. Barito Selatan
KAB. BARITO SELATAN
6 Ha 2019
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk
terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif
sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta serta DAK. Usulan prioritas
| VII-
15
Tabel VII.4
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Barito Selatan
No. Rincian Kegiatan
Lokasi Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Pendang
DUSUN
UTARA PENDANG
1 Paket 2019
500.000
2
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Tabak Kanilan
GUNUNG Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Mangkatip
DUSUN
HILIR MANGKATIP
1 Paket 2020
500.000
4
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Pararapak
DUSUN
SELATAN PARARAPAK
1 Paket 2018
500.000
5
Peningkatan Kawasan Agropolitan (jalan usaha tani) Desa Kalahien
DUSUN
SELATAN KALAHIEN
1 Paket 2018
500.000
6
Kawasan rest area/ kuliner Danau Malawen Buntok
DUSUN
SELATAN MALAWEN 1 Paket 2020
2.000.000
7
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan Mulia Indah Jl. AMD I
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan BTN Sababilah
DUSUN
SELATAN SABABILAH
1 paket 2017
1.500.000
9
Peningkatan jalan lingkungan Umpu Kakah Lokasi KASIBA
No. Rincian Kegiatan kualitas permukiman kumuh Kel. Kota Buntok, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN BUNTOK
15 Ha 2019
350.000
11
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Kota Buntok, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN BUNTOK
15 Ha 2019 30.000.000
2.500.000
12
Penyusunan Rencana Tindak Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kab. Barito Selatan kualitas permukiman kumuh Kel. Hilir Sper, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN HILIR SPER
6 Ha 2018
150.000
14
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Hilir Sper, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN HILIR SPER
6 Ha 2018
Peningkatan Jalan Desa Baru Panjang 1300 m (Kawasan Agropolitan dan Minapolitan)
DUSUN kualitas permukiman kumuh Kel. Jelapat, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN JELAPAT
8 Ha 2017
250.000
17
Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel. Jelapat, Kec. Dusun Selatan
DUSUN
SELATAN JELAPAT
8 Ha 2017 17.500.000
750.000
18
Peningkatan Jalan Desa Muka Haji Panjang 3500 m
| VII-
17
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
peningkatan jalan lingkungan Gg. Sentosa Jl. Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
800.000
20
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Takam dan Gg. Kenari Jl Kaladan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
1.000.000
21
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Penerangan Jl. Pelita IV, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
1.000.000
22
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Kakapar, Gg. Tauman dan Gg. Sasapat Jl. Padat Karya, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
1.000.000
23
Pembangunan jalan lingkungan Desa Muara Arai
KARAU
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Purnama A3 Jl. Kaladan
DUSUN
Peningkatan jalan lingkungan Gg. Mekar Indah, Jl. Buntok - Asam, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017 Lingkungan Desa Kalahien
DUSUN
kebakaran jalan Veteran Kec. Dusun Selatan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
1.500.000
28
Pembangunan PSD kebakaran jalan Karau Kec. Dusun Selatan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 paket 2017
1.500.000
29
Pembangunan PSD Permukiman Perdesaan Kws Agropolitan Ds Mahajandau
DUSUN
HILIR Mahajandau
1 Ha 2018
3.844.697
No. Rincian Kegiatan
Kab Barito Selatan
30
Pembangunan PSD kebakaran jalan Karau Kec Dusun Selatan Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2019
1.500.000
31
Pembangunan PSD kebakaran jalan Veteran Kec Dusun Selatan Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2020
1.500.000
32
Peningkatan Jalan Lingkungan Desa Kalahien
DUSUN
SELATAN Kalahien 1 Ha 2018
2.000.000
33
Peningkatan jalan lingkungan Gg Purnama A3 Jl Kaladan
DUSUN
Peningkatan jalan lingkungan Gg Mekar Indah Jl Buntok Asam Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2019
1.500.000
35
Peningkatan jalan lingkungan Gg Takam dan Gg Kenari Jl Kaladan Buntok
DUSUN
SELATAN Hilir Sper
1 Ha 2018
1.000.000
36
Peningkatan jalan lingkungan Gg Penerangan Jl Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2020
1.000.000
37
Peningkatan jalan lingkungan Gg Kakapar Gg Tauman dan Gg Sasapat Jl Padat Karya Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2018
1.000.000
38
Pembangunan jalan lingkungan Desa Muara Arai
KARAU
peningkatan jalan lingkungan Gg Sentosa Jl Pelita IV Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK
1 Ha 2021
800.000
| VII-
19
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
SUMBER PEMBIAYAAN
Kecamatan Kelurahan APBN APBD
PROV
APBD
KAB BUMN SWASTA MASYARAKAT DAK
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
40
Peningkatan jalan lingkungan Komplek Perumahan BTN Sababilah
DUSUN
SELATAN Sababilah
1 Ha 2019
1.500.000
41
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Kab. Barito Selatan
KAB. BARITO SELATAN
6 Ha 2019
3.600.000
7.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama
untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan,
khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan
bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara
lain:
1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk didalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah
yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya,
serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan
pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas
| VII-
21
lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup
keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002
juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang
meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran,
juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas
ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam
penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik
di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL
yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
7.2.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari
Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.
Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka
kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda
nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang
mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di
kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s
2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target
MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga
separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi
layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan
dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global
Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida
(CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya
suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta
meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm
selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang
berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran
serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
| VII-
23
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar
terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang
mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan
perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14
Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan
"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai
kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi
masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk
bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH)
di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh
kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib,
andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan
rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing
in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR,
skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan
manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi; b) RTH; c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan; d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,
produktif dan berkelanjutan.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat
PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi
berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan
melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk
jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG)
hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang
sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2
Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32
Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan
non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah
melakukan peningkatan prasarana lingkunganpermukiman di 1.240 kawasan serta
| VII-
25
Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu
dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk
lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam;
penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi
utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran
daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan
efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar,
sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan
dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan
kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan
efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka,
sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung
| VII-
27
7.2.2 Sasaran Program
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL di Kabupaten
Barito Selatan, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL
yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010. Pada Permen PU No.8
tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman
tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan
pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan
rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah
sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang
maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem
proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka
melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10
tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari
kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan
bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran
kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan
Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran
yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan
jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek
manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting
| VII-
29
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU
No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM
Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang
salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada
tabel 6.19, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun
kebutuhan akan sector Penataan Bangunan Dan Lingkungan.
7.2.3 Usulan Kebutuhan Program
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan
antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan
kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan
kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu
perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan
prioritas dari tahun pertama hingga kelima.
Tabel VII.5
Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Sektor PBL Kabupaten Barito Selatan
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
Kecamatan Kelurahan
(1) (3) (4) (5) (6) (7)
1
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
DUSUN
SELATAN 1 Kab/Kota 2018
2
Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Paket 2019
3
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
KARAU
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
Kecamatan Kelurahan
(1) (3) (4) (5) (6) (7)
4 pembangunan PSD kebakaran
DUSUN
SELATAN 1 paket 2020
5
Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Paket 2019
6
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penanggulangan Bahaya Kebakaran)
DUSUN
SELATAN 2 Kawasan 2018
7
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
DUSUN
SELATAN 1 Kab/Kota 2019
8
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
DUSUN
HILIR 1 Kab/Kota 2018
9
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
DUSUN
SELATAN 1 Kawasan 2017
10 Penyusunan DED RTH Kws. Kota Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 lap 2017
11
Pembangunan Sarana Prasarana Penataan Permukiman
Tradisional/Bersejarah Kawasan Desa Sanggu
DUSUN
SELATAN SANGGU 1 paket 2018
12
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
DUSUN
SELATAN 1 Kab/Kota 2021
13
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
DUSUN
SELATAN SABABILAH 1 Kawasan 2017
14 Penyusunan RDTRK Kawasan Sababilah
DUSUN
SELATAN SABABILAH 1 Paket 2019
15
Penataan kawasan Iring Witu - Gudang Garam
DUSUN
SELATAN 1 Kawasan 2017
16
Penataan Kawasan Taman Menjangan, Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Kawasan 2017
17
Revitalisasi Kawasan Strategis Tradisional Bersejarah Situs Bawo Desa Bintang Ara
GUNUNG
Pendampingan Penyusunan RTBL Kawasan Strategis Tradisional Bersejarah Situs Bawo Desa Bintang Ara
GUNUNG
Penataan Bangunan Kawasan Strategis
Iring Witu Gudang Garam 1 Paket 2019
20
Penataan Bangunan Kawasan Strategis Taman Menjangan Buntok
DUSUN
SELATAN 1 Paket 2020
21
Penyusunan DED Penataan RTH Kawasan Kota Buntok
DUSUN
Tabel VII.6
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Barito Selatan
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
SWASTA MASYARAKAT DAK
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Paket 2019
300.000
3
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
4 pembangunan PSD kebakaran
DUSUN
SELATAN 1 paket 2020
1.000.000
5
Penataan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Buntok
DUSUN
SELATAN BUNTOK 1 Paket 2019
300.000
6
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penanggulangan
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
| VII-
33
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
SWASTA MASYARAKAT DAK
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
9
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
DUSUN
Penyusunan DED RTH Kws. Kota Buntok
Pembangunan Sarana Prasarana Penataan Permukiman
Bangunan Gedung dan Fasilitasnya (Aksesibilats Bangunan Gedung dan Lingkungan)
Sarana dan Prasarana Lingkungan Permukiman (Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
DUSUN
Penyusunan RDTRK Kawasan Sababilah
Penataan kawasan Iring Witu - Gudang Garam
Penataan Kawasan Taman Menjangan, Buntok
Revitalisasi Kawasan Strategis Tradisional Bersejarah Situs Bawo Desa Bintang Ara
GUNUNG
Pendampingan Penyusunan RTBL Kawasan Strategis Tradisional Bersejarah Situs Bawo Desa Bintang Ara
Penataan Bangunan Kawasan
Strategis Iring Witu Gudang Garam 1 Paket 2019
No. Rincian Kegiatan
Lokasi
Vol Satuan Tahun
SUMBER PEMBIAYAAN
Kecamatan Kelurahan APBN APBD
PROV APBD
KAB BUMN
SWASTA MASYARAKAT DAK
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
20
Penataan Bangunan Kawasan Strategis Taman Menjangan Buntok
DUSUN
SELATAN 1 Paket 2020
5.000.000
21
Penyusunan DED Penataan RTH Kawasan Kota Buntok
DUSUN
SELATAN 1 Kawasan 2019
| VII-
35
7.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau,
dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/
badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau
kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber
air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan
SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam
pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada
masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga
kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/
penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan
untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non
fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman
melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan
jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60
liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan
jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku,
unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan
SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa
tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air
kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi
kewenangan/tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin
hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai
dengan peraturan perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.
16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum,
Ditjen. Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang
| VII-
37
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem
penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial;
Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
7.3.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya
Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini
didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu
strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah
Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di
daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam
pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan
Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang diharapkan dapat mempercepat
pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum
adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang
terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang
digunakan, serta kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jam
pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit
konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan
perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem jaringan
perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat
dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air,
prosentase besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan
harga dasar air serta struktur pelanggan.
iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem
penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan.
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM
adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan
perpipaan maupun bukan perpipaan;
2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;
3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
| VII-
39
iv. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur
PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten
serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi
peraturan/perundangan tersebut.
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan
kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan
SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan
kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait
dengan peran negatif masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air,
jaringan yang ada dll.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM
sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan
pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem
perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan
penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih
memerlukan pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan
tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus
membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air
minum masyarakat belum memadai.
minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan
buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah
pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan
pemeliharaan;
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung
dari pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam
pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan
SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh
penyelenggara SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong
pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin
terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa
daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga
menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan
air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan
masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
| VII-
41
sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang
mencukupi kebutuhannya sendiri.
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke
depan, agar dapat digambarkan, misalnya :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini
adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang
belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada
tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air.
Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya
tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai
kriteria yang telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang
belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif
dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam
pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional
merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa
depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan
minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta
tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan
SPAM yang belum diberdayakan.
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang
c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals
(MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana
pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan
perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal
dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha,
swasta
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung
iklim investasi yang kompetitif.
7.3.2 Sasaran Program
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara
kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu
tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari
proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang
mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Setiap kabupaten/kota
perlu melakukan analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di
masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan arahan dibawah ini.
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten/Kota
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem
Penyediaan Air Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum.
Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan
pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus diuraikan
penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen
penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta
diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian
analisis diantaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand