LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 1
7.1 Pengembangan Permukiman
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan
perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan
kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan
terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat
pertumbuhanserta desa tertinggal.
7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
A. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 2 Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan
(butire), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh (butir f).
C. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasa l15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
D. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan
yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
E. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan TataRuang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh dikawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasidan
TataKerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan
Permukiman mempunyai tugas dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang
pengembangan permukiman. Adapun fungsiDirektorat Pengembangan
Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman
diperkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan
permukiman baru diperkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan
potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah
susun sederhana;
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 3
permukiman dikawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau
kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat dibidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
x Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim.
x Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga
kumuh perkotaan.
x Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang
tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
x Percepatan pembangunan diwilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
x Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
x Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan
yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan dan bertambahnya
kawasan kumuh.
x Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
x Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
x Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan
permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standar pelayanan minimal dibidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis diatas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang
terangkum secara nasional. Namun, di masing- masing kabupaten/kota terdapat isu-isu
LAPO
dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tabel 7.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman SkalaKota/Kabupaten
b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat
nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk diperkotaan
meliputi 500 kawasan kumuh diperkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang
terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan diperdesaan adalah 416
kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan
bencana diperdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan
pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas
unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani
infrastrukturnya.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu
kota/kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih
No. Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1
Penanggulangan kemiskinan di perkotaan (urban poverty reduction)
2 Ketertinggalan daerah perdesaan dan persoalan urban rural linkages
3 Poor Urban Sevice Terutama persoalan air bersih
untuk masyarat miskin
4 Poor Management Penyehatan Perusahaan Air Minum
(PDAM)
5 Poor Coorporation Persoalan bencana dan banjir,
masalah lingkungan, sampah dan lain-lain
6 Lemahnya penataan dan
revitalisasi kawasan perkotaan
7 Poor networking Persoalan meningkatnya
kebutuhan kota satelit untuk mendukung/ counter magnet kota 8 Enabling decentralization and
good governance Perlunya reformasi pembangunan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 5
dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi
peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan
lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan
pemanfaatan pembangunan permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai
kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun diperkotaan,
maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW
(RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil.
Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Tabel 7.2 Peraturan Daerah/Peraturan
Gubernur/PeraturanWalikota/Bupati/peraturan lainnya
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman
bagi MBR
f. Menyediakan prsarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerjasama pada tingkat kabupaten/kota
h. Antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan
dan permukiman
i. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota/
a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera karena dengan
terwujudnya lingkungan perumahan yang serasi, layak huni, dan menunjang kelestarian lingkungan sekitar serta pengembangan daerah dapat menunjang pembentukan sdm yang diharapkan.
a. Arahan pengembangan sistem permukiman nasional sebagimana dimaksud dalam
dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan ekonomi, pusat pelayanan pemerintahan dan pusat-pusat permukiman dilakukan secara selaras. b. Pengembangan pusat-pusat permukiman diserasikan dengan sistem permukiman, jaringan
prasarana dan sarana serta peruntukan ruang lain yang berada di dalam kawasan budi daya wilayah sekitarnya.
c. Pusat-pusat permukiman perkotaan dikembangkan saling terkait dengan tingkatan fungsi
kota sebagai PKN, PKW dan PKL 4 Peraturan Pemerintah 26/2008 RTRW Nasional
2 Undang- Undang 26/2007 Penataan Ruang Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan
lainnya
1 Undang-Undang Jan-11 Lingkup pembangunan perumahan dan permukiman, asas dan tujuan, hak dan kewajiban, peran serta masyarakat pembinaan dan ketentuan pidana. Jenis Produk
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 6
c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara
lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang
masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,
daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta
Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya
kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBLKSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya
pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta
belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan
pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi
awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan
tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta
merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 7 Tabel 7.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan
Permukiman Kabupaten Hulu Sungai Selatan
7.1.3 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan
perkotaan terdiri dari:
1. Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa
serta
Permasalahan Tantangan Alternatif No Pengembangan Permukiman Pengembangan Solusi
(1) (2) (3) (4)
Aspek Teknis a. Restrukturiasasi kawasan dengan pola
Land Consolidation (LC) atau Land Sharing (LS)
1) ketidak tepatan penanganan masalah pada peningkatan kualitas lingkungan permukiman terutama di kawasan permukiman kumuh dan illegal
b. Redefinisi kawasan pada lokasi kumuh
dengan prioritas kawasan khusus 2) berkorelasi pada buruknya pelayanan sanitasi prasarana yang tidak memadai c. Relokasi penghuni pada rumah vertikal
(rusunawa dan rusunami
Aspek Kelembagaan
1) Kebijakan otonomi daerah yang makin menciptakan kemandirian wilayah, kemandirian sektoral yang terkadang kontra produktif terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang menciptakan konflik dan inkonsistensi dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan permukiman
2) Tingginya kompleksitasmasalah pembangunan & permukiman yang dihadapi daam kondisi keterbatasan sistem perencanaan dan implementasi yang berimplikasi terhadap kecendrungan penanganan yang bersifat kuratif dan incremental ( menunggu terjadinya persoalan dan dengan penanganan sepotong-sepotong) ketimbang penanganan yang bersifat antisipatif)
3) Belum terciptanya kepedulaian masyarakat atau lembaga di masyarakat dalam mendukung pembangunan perumahan dan permukiman khususnya dalam penyediaan perumahan dan lingkungan yang memenuhi syarat baik dari sisi syarat perumahan (sehat, nyaman, layak) maupun dari sisi kesesuaian lokasi (bukan Ilegal, tidak melanggar tata ruang)
4) Arah pembagunan permukiman secara nyata nampak dalam pembangunan perumahan pada kawasan baru yang di prakarsai oleh swasta developer sedangkan pembangunan permukiman yang bersifat rehabilitasi, penanganan lingkungan ( mis : Peremajaan kota) menjadi tidak populer dan kurang mendapatkan prioritas dan harus ditangani oleh pemerintah sendiri karena swasta sulit untuk dlibatkan. Dengan keterbatasan dana maka program semacam itu menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya
5) pembangunan sektor perumahan & permukiman yang belum terdukung oleh sistem informasi untuk kepentingan perencanaan, implementasi & evaluasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengambil keputusan
Aspek Pembiayaan
1) lemahnya dukungan pembiayaan pembangunan sektor perumahan & permukiman dari sisi pemerintah akibat adanya skala prioritas pembangunan lain dan keterbatasan pendapatan pemerintah sehingga penanganan pembangunan perumahan permukiman dalam penyediaan prasarana dasar, pengaturan lahan dalam skala besar serta rehabiitasi kawasan kumuh menjadi sulit di realisasikan
2) pendanaan melalui sumber pembiayaan komersial (swasta) hanya dapat melayani
kebutuhan non MBR (golongan masyarakat menengah keatas) sedangkan untuk MBR perlu dibiayai oleh pemerintah
3) terdapat potensi sumber pembiayaan lain yang bukan dari anggaran pemerintah yang dapat di mobilisasi untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman seperti penggunaan dana pensiun, asuransi dll yang dapat dimanfaatkan dalam pembiayaan jangka panjang untuk mengatasi kelangkaan dana namun memerlukan upaya melalui pengaturan dan kebijakan
Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta
1) Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dengan tetap menjaga kebersihan dan perlunya ruang terbuka hijau untuk mereduksi impahan air 2) pandangan masyarakat yang menganggap bencana banjir sebagai rutinitas karena seringnya masalah tersebut
Aspek Lingkungan Permukiman
1) Permukiman kumuh yang menurunkan kualitas lingkungan dan pencitraan lingkungan kawasan
2) Keterbatasan lahan dan tingginya niali lahan menyebabkan banyak masyarakat (terutama MBR) yang tinggal di sekitar bantaran sungai , dengan harga relatif lebih terjangkau 3) masyarakat berpendapatan rendah cenderung membangun rumah pada kantong-kantong kumuh (slum) dan kawasan yang bukan diperuntukkan sebaga permukiman (squatters) 3
1
2
4
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 8
2. Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari :
1. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3. desa tertinggal dengan program PPIP dan RISPNPM.
Selain kegiatan fisik diatas program/kegiatan pengembangan permukiman
dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBLKSK ataupun
review bila mana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
x Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
x Infra struktur permukiman RSH
x Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
x Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan /Minapolitan)
x Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
x Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulaukecil
x Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
x Infrastruktur perdesaan PPIP
x Infrastruktur perdesaan RISPNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 9
Sumber:Dit.Pengembangan Permukiman,2012
Gambar 7.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut
1. Umum
x Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
x Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
x Kesiapan lahan (sudahtersedia).
x Sudah tersedia DED.
x Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBLKSK,
Masterplan Agropolitan &Minapolitan dan KSK)
x Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
x Ada unit pelaksana kegiatan.
x Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
Rusunawa
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 10
x Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh
x Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minumdan PSD
lainnya
x Ada calon penghuni
RISPNPM
x Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
x Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
x Tingkat kemiskinan desa>25%.
x Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5%
dari BLM.
PPIP
x Hasil pembahasan dengan Komisi V- DPR RI
x Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya
x Kabupaten reguler /sebelumnya dengan kinerja baik
x Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW
x Berbasis pengembangan wilayah
x Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung
(i) transportasi,
(ii) produksi pertanian,
(iii) pemasaran pertanian,
(iv) air bersih dan sanitasi,
(v) pendidikan,serta
(vi) kesehatan
x Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti diatas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk
penanganan kawasan kumuh diperkotaan. Mengacu pada UU Nomor 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri
(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi,
(2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum,
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 11
dan utilitas umum, serta
(4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan kedalam
kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang
kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,apakah apakah kawasanitustrategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat
menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti
pasar, terminal/stasiun, pertokoan,atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
limbah.
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 12
dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grandscenario) kawasan, rencana induk (masterplan) kawasan dan lainnya.
8 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan.
Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan
pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun
dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun
pertama hingga kelima.
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus
meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 16
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan kedalam Tabel 7.12.
Tabel 7.6Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Sektor Program
KEGIATAN/OUTPUT/SUB
OUTPUT/NAMA PAKET KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT
PEMANFAAT (Jiwa/Ha)
SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-
LAPO
Usaha Tani Desa Bamban
HULU SUNGAI SELATAN
KECAMATAN
ANGKINANG 4 Lokasi 0 3.258.000 0 0 0 0 0 2018 Umum PKP
Peningkatan Jalan Poros
Desa Loksao
Peningkatan Jalan Poros
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 18
Pembangunan/ Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman Desa Potensial
HULU SUNGAI SELATAN
TANIRAN 1 Kawasan 0 2.500.000 0 0 0 0 0 2018 Umum PKP
Suvervisi pembangunan PSD Permukiman Perdesaan Pusat Agripolitan Kawasan Dataran Koridor Kandangan
HULU SUNGAI SELATAN
SUNGAI KUPANG / KANDANGAN
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 18
7.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama
untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupundiperdesaan,
khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan
bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan
terpadu.
Pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan
kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung
harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya,
serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung;dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 19
arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,
persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan,
keamanan, dan kemudahan. UU Nomor 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3) PP36/ 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP
Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor
28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan
gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam
penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi
pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan
gedung dan lingkungan.
4) Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut,
dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun
perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari
jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 20
5) Permen PU Nomor 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU Nomor : 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah
yang berhakdiperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan
indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal dilingkungan Kementerian
PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU Nomor 8 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa
Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan
pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan
serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan
pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana
kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam
penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 21
penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada
sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan
bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam
penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2
Sumber :Dit. PBL,DJCK,2012
Gambar 7.2 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi :
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
x Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
x Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
x Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh
dan nelayan;
x Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
x Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 22
x Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
x Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
x Pelatihanteknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan
x Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan diperkotaan;
x Paket dan Replikasi.
8 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari
Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk
Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi
dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya
untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya amasyarakat dalam pengurusan
IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) dikabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015,
khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang
terkait bidang Cipta Karya adalah target7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya
proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015,
serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin dipermukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat
konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global
hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 23
dampak bagi kawasan-kawasan yang berada dipesisir pantai, yaitu munculnya bencana
alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan
di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN
Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan
perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang
dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu
"Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Developmentinan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH)
diperkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi
lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan
bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 24
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal
dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau
sekitar 11,96 % dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash
sesuai MoUPAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen sepertiRTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari
rencana tindak yang meliputi
a) Revitalisasi,
b) RTH,
c) BangunanTradisional/bersejarah dan
d) Penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnyapembangunan lingkungan
permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL
adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa
peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui
program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah
Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012
adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa
Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota
LAPO
penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam
RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai
dasar dalam perencanaan.
Tabel 7.7Peraturan Daerah/PeraturanWalikota/PeraturanBupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
∙ Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
∙ Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
∙ Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
∙ Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk
peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
No. Jenis Produk Nomor Amanat
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 26 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
∙ Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
∙ Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil diseluruh Indonesia;
∙ Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
∙ Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
∙ Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
∙ Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
∙ Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
∙ Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; ∙ Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
∙ Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olahraga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
∙ Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
∙ Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
LAPO
Tabel 7.8 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
7.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota,
hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan
pada Permen PU Nomor 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 6.2.1.
Pada Permen PU Nomor 8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan RencanaTata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan
prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Permasalahan yang Tantangan Alternatif No Aspek PBL dihadapi Pengembangan Solusi
(1) (2) (3) (4) (5)
II
1) masih banyaknya kabupaten/kota yang belum menyesuaikan Perda
bangunan gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG atau terutama Kabupaten/Kota hasil Pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung.
2) Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat
Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan gedung baru
1) Masih banyaknya Kabupaten/kota yang belum memiliki atau
melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim ahli bangunan gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan gedung
1)
1) Masih banyaknya Kabupaten atau kota Pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata bangunan dan Lingkungan
Permukiman 2)
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 28
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun
suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/ kawasan. Materi pokok dalam Rencana TataBangunan dan
Lingkungan meliputi:
x Program Bangunan dan Lingkungan;
x Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
x Rencana Investasi;
x Ketentuan Pengendalian Rencana;
x Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan
dalam Permen PU Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas
peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta
kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10tahun. RISPK
memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi
terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan
gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 29
tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman
kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/ Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,
selainitu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU Nomor
14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan
Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkunganpermukiman yang salah satunya
melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperkotaan. Standar
SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 8.19, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 30 Tabel 7.9 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikankondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan
keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan
rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN,
sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan
gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP
(Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program
pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui
pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk
Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 31
7.2.4 Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari :
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (ReadinessCriteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan
lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani
pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapanuntuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
- Fasilitasi Ran Perda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
∙ Kabupaten/kotayangbelumdifasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung; ∙ Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda Bangunan
Gedung.
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas:
∙ Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
∙ Pembulatan penanganan infrastruktur dilokasi-lokasi yang sudah ada
PJMPronangkis-nya;
∙ Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 32
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi:
∙ Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU Nomor 6 Tahun 2006;
∙ Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
∙ Kawasan yang dilestarikan/heritage;
∙ Kawasan rawan bencana;
∙ Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsisosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentraniaga (central business district);
∙ Kawasan strategis menurut RTRW Kabupaten/Kota;
∙ Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
dan/atau pengembangan wilayahnya;
∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; ∙ Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen
kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan
serta DAED/DED.
KriteriaUmum:
∙ Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaanRTBL (jika luas kawasan perencanaan > 5Ha) atau;
∙ Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalamskenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5Ha);
∙ Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 33
Kawasan:
∙ Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; ∙ Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; ∙ Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
∙ Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau :
∙ Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
∙ Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (Undang-Undang
Nomor 26/2007 tentang Tata ruang);
∙ Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;
∙ Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional
Bersejarah:
∙ Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
∙ Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis; ∙ Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
∙ Ada rencana pengembangan dan Investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK) :
∙ Ada Perda Bangunan Gedung;
∙ Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk >500.000 orang;
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 34
∙ Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP Nomor 26/2008 tentang Tata Ruang;
∙ Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH dan Permukiman
Tradisional / Gedung Bersejarah:
∙ Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/ Permukiman
Tradisional-Bersejarah;
∙ Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
∙ Ada DDUB;
∙ Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
∙ Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi
prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
∙ Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
∙ Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota)
∙ Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
∙ Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun; ∙ Ada lahan yang disediakan Pemda;
∙ Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; ∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan :
∙ Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 35
terminal, stasiun, bandara);
∙ Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman,alun-alun);
∙ Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
7.2.5 Usulan Program dan Kegiatan PBL
Pada bagian ini usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 36
Tabel 7.10 Usulan Program dan Kegiatan Penataan Bangunan Lingkungan
Sektor Program
KEGIATAN/OUTPUT/SUB
OUTPUT/NAMA PAKET KAB/KOTA DESA/KEC VOL SAT
PEMANFAAT (Jiwa/Ha)
SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-
TAHUN ATRIBUT
Pembangunan Revitalisasi Komplek Stadion 2 Desember
HULU SUNGAI SELATAN
HAMALAU / SUNGAI
RAYA 1 Kawasan 0 7.500.000 0 0 0 0 2018 Umum - - 0 PBL
Pembangunan Kawasan RTH Hasan Basri Kandangan
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 37
7.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
7.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau
mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara
pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik
daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang
melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar,
dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan
sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka
Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan nonfisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut jugamenyebutkan asas
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 38
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan,
kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan
pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang
bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan
nonfisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman
melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan
jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku,
unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM
bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan,
bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan,
atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap
orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari
guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP Nomor 16
Tahun 2005 Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum,
Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai
tugasmelaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan
dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 39
x Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air
minum;
x Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem
penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan
sosial;
x Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
x Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat dibidang air minum.
7.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya
Indonesia untuk mencapai target pembangunan dibidang air minum. Isu ini didapatkan
melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan
Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap Kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di
daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam
pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi
landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program
Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 40 B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
1) Aspek Teknis
Sistem Penyediaan air minum eksisting Kabupaten Hulu Sungai Selatan dikelola
oleh PDAM Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Secara umum, sistem penyediaan air bersih
yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang akan diuraikan meliputi :
Sumber air baku
Intake
Sistem perpipaan transmisi
Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Sistem Perpipaan Distribusi
Reservoar
Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kab. Hulu Sungai Selatan adalah air
permukaan dari Sungai Amandit dan Sungai Negara. Debit kedua sungai ini cukup baik
pada musim kemarau, tetapi pada musim hujan memiliki tingkat kekeruhan yang cukup
tinggi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.11 berikut ini
Tabel 7.11 Sumber Air Baku PDAM Kab. Hulu Sungai Selatan
No Wilayah Pelayanan & lokasi IPA
Sumber Air Kapasitas
Terpasang (lt/det)
Sistem Pengambilan
1 BNA Kandangan/Muara
Banta
Sungai 65 Pompa
2 Kec. Padang Batung Sungai 5 Pompa
3 Kec. Angkinang/Telaga
Lansat
Sungai 5 Pompa
4 Kec. Daha Selatan & Daha Utara
LAPO
RAN
AKHI
R
7 - 41
5 Kec. Kalumpang Sungai 5 Pompa
6 Kec. Simpur & Sungai Raya
Sungai 15 Pompa
JUMLAH 140
Sumber : PDAM Kab. HSS Tahun 2009
Khusus untuk BNA Kandangan yang menggunakan air baku dari sungai Amandit yang
memiliki debit 570 liter/detik pada musim kemarau, maka sungai Amandit masih layak
digunakan sebagai sumber air baku apabila ditinjau dari segi kuantitas.
b. Intake
Lokasi bangunan intake yang digunakan untuk mengambil air baku dari Sungai
Amandit untuk wilayah pelayanan Kota Kandangan berada di Muara Banta.
Intake Muara Banta ini merupakan sumber air baku daripada Instalasi Pengalahan Air
(IPA) Muara Banta dan memiliki jarak yang relaif dekat dengan IPA.
Bangunan Intake yang ada pada saat ini terdiri dari :
Mulut intake yang dilengkapi dengan pompa tipe submersible yang berfungsi
untuk mengisap air baku dan mengalirkannya melalui pipa trasmisi ke Bak
Sedimentasi
Dua bua jembatan intake yang berfungsi agar penangkapan air baku agar menjorok
ke tepi sungai, sehingga pompa intake yang bertipe submersible memiliki
kedalaman yang cukup untuk menyedot air baku.
Kontrol panel dan travo
Sedangkan perlengkapan pada bangunan yang ada adalah sebagai berikut :
Empat buah intake, yang berfungsi untuk menangkap air baku dan mensuplai air
baku tersebut ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Muara Banta
Bar screen yang terbuat dari papan kayu ulin dan berfungsi untuk menahan
benda-benda kasar yang hanyut pada badan sungai Amandit untuk menghindari
kerusakan daripada peralatan pompa.
Hasil Pemeriksaan Kualitas air baku pada sumber air baku dan Intake parameter
fisik dan kimia menyajikan suatu data bahwa air baku yang digunakan secara umum
LAPO
memiliki kandungan Fe dan Mn yang tinggi disertai dengan kandungan sisa Chlor yang
masih dibawah standard. Pemeriksaan untuk air hasil PDAM didasarkan pada
syarat-syarat dari Kep Men Kes RI No. 907/Menkes/Sk/VII/2002 tentang kualitas air minum.
Untuk pemeriksaan kualitas air bersih, digunakan baku mutu dari Permenkes RI No.
415/Menkes/Per/IX/1990.
Adanya kandungan Mn diatas standard Baku mutu dapat menimbulkan endapan
warna kecoklatan dan rasa yang aneh pada minuman. Endapan yang ditimbulkan dapat
menyebabkan kerusaskan pada jaringan hati. Kandungan FE diatas 0,1 mg/lt dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan hati. Kandungan Fe diatas 0,1 mg/lt dapat
menyebabkan endapan pada pipa, apabila diatas 0,2 mg/lt dapat menimbulkan noda
pada pakaian dan berdampak pada rasa dan bau pada air minum.
Nilai pH ideal berkisar antara 6,5 – 8,5, namun masih harus disesuaikan dengan kondisi proses pengendapan yang dipilih. Sisa Clor akan berpengaruh terhadap kandungan
bakteriologis, namun nilai antara 0,6 – 1 ppm dapat mengakibatkan keluhan bau pada konsumen, dan nilai diatas 5 ppm akan berdampak langsung pada kesehatan pengguna
air. Namun minimal sisa Chlor pada konsumen terjauh adalah 0,1 mg/lt
Secara umum kualitas air yang dihasilkan oleh PDAM masih memerlukan penurunan
kandungan Fe dan Mn secara kimia melalui pengaturan pH dan aerasi. Kandungan
bakteriologi dapat ditekan dengan proses desikfeksi yang tepat sebelum didistribusikan
kepada masyarakat.
c. Sistem Perpipaan Transmisi
Yang termasuk didalam sistem trasmisi pada PDAM Kab. Hulu Sungai Selatan adalah
perpipaan trasmisi yang berfungsi mengalirkan air baku dari intake (sumber air) ke
Instalasi Pengolahan Air (IPA) Muara Banta
Pipa trasmisi air baku dan pipa distribusi air bersih di PDAM Kab. Hulu Sungai Selatan
pada umumna adalah pipa PVC dan pipa Galvanis. Secara lebih detail dapat dilihat pada
Tabel 7.12 berikut :
Tabel 7.12 Pipa Transmisi PDAM Kab. Hulu Sungai Selatan