EFEK KECEPATAN ANGIN DAN DEBIT AIR MASUK
TERHADAP UNJUK KERJA ALAT DISTILASI AIR
ENERGI SURYA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Teknik Mesin
Disusun oleh :
JOSHUA ABHIMUKTI YOGARINO
NIM : 155214073
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
EFFECT OF WIND SPEED AND WATER FLOWRATE TO
THE PERFORMANCE OF SOLAR
WATER DESTILATION
FINAL PROJECT
As a Fulfillment to Obtain The Bachelor of
Engineering Degree
Written by :
JOSHUA ABHIMUKTI YOGARINO
NIM : 155214073
MECHANICAL ENGINEERING PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
ABSTRAK
Tidak semua daerah di Indonesia memiliki sumber air yang layak konsumsi, seperti masyarakat yang tinggal di daerah pantai. Sumber air yang ada sering kali telah terkontaminasi dengan tanah, bahan kimia, terutama garam (air laut). Distilasi air energi surya adalah alat yang tepat untuk diterapkan pada kondisi tersebut. Alat distilasi energi surya jenis absorber kain memiliki kekurangan yaitu rendahnya unjuk kerja yang disebabkan karena kurang maksimalnya proses penguapan dan pengembunan. Proses penguapan dapat dimaksimalkan dengan penambahan alat penukar kalor (APK) yang diikuti pengaturan debit aliran air masuk, sedangkan proses pengembunan dapat dimaksimalkan dengan mendinginkan kaca penutup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek dari kecepatan angin pendingin kaca dan efek pegaturan debit aliran air pada proses pemanasan awal terhadap unjuk kerja alat distilasi air energi surya jenis absorber kain. Penelitian ini dilakukan selama 2 jam di dalam Laboratorium Mekanika Fluida Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan metode eksperimental menggunakan model alat distilasi energi surya jenis absorber kain dengan menggunakan lampu infrared sebagai sumber energi panas pengganti matahari. Variabel yang divariasikan diantaranya sebagai berikut : (1) debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, (2) debit aliran air masuk 3 liter/jam dengan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, (3) debit aliran air masuk 3 liter/jam dengan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, (4) debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dengan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, (5) debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dengan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. Variasi 1 menghasilkan air distilasi sebesar 0,483 kg/m2.2jam (0,241 kg/m2.jam) dengan efisiensi 50 %. Variasi 2 menghasilkan air distilasi sebanyak 0,574 kg/m2.2jam (0,287 kg/m2.jam) dengan efisiensi 60 %. Variasi 3 menghasilkan air distilasi sebanyak 0,574 kg/m2.2jam (0,287 kg/m2.jam) dengan efisiensi 61 %. Variasi 4 menghasilkan air distilasi sebanyak 0,590 kg/m2.2jam (0,295 kg/m2.jam) dengan efisiensi 62 %. Variasi 5 menghasil air distilasi sebanyak 0,574 kg/m2.2jam (0,287 kg/m2.jam) dengan efisiensi 61 %.
Kata kunci : distilasi air, energi surya, absorber, alat penukar kalor, pendinginan
ABSTRACT
Not all regions in Indonesia have a water sources that are suitable for consumption, such as people living in coastal areas. Existing water sources are often contaminated with soil, chemicals, especially salt (sea water). Solar energy water distillation is the right device to be applied to these conditions. The fabric-type solar energy water distillation device has a low of performance due to the evaporation and condensation that is not optimal. The evaporation process can be maximized by adding a heat exchanger (HE) followed by adjusting the flow rate of the incoming water, while the condensation process can be maximized by cooling the glass cover. This study aims to analyze the effect of glass cooling and the effect of water flow adjustment on the preheating process to the performance of fabric-type solar energy water distillation device. This research is implemented with experimental methods and conducted for 2 hours in the Fluid Mechanics Laboratory of Sanata Dharma University, Yogyakarta using a model of fabric-type solar energy water distillation device that is equiped with infrared lights as a source of heat energy instead of the sun. The following variables that will be varied are: (1) 3 liters/hour inlet water flow rate without cooling wind, (2) 3 liters/hour inlet water flow rate with 2 m/s of glass cooling wind speed, (3) 3 liters/hour inlet water flow rate with 3.5 m/s of glass cooling wind speed, (4) 2.7 liters/hour inlet water flow rate with 3.5 m/s of glass cooling wind speed, (5) 3.3 liters/hour inlet water flow rate with 3.5 m/s of glass cooling wind speed. The first variation produces 0,483 kg/m2.2hour (0,241 kg/m2.hour) of distilled water with 50% efficiency. The second variation produces 0,574 kg/m2.2hour (0.287
kg/m2.hour) of distilled water with 60% efficiency. The third variation produces
0,574 kg/m2.2hour (0.287 kg/m2.hour) of distilled water with 61% efficiency. The
fourth variation produces 0,590 kg/m2.2hour( 0.295 kg/m2.hour) of distilled water
with 62% efficiency. The fifth variation produces 0,574 kg/m2.2hour (0.287
kg/m2.hour) of distilled water with 61% efficiency.
Keywords : water distillation, solar energy, absorber, heat exchanger, glass
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat wajib mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk memperoleh ijazah dan gelar S1
Teknik Mesin.
Dalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat
membantu dan memberikan bimbingan, nasihat, dan doa. Yang akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan maksimal. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Sudi Mungkasi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ir. FA Rusdi Sambada, M.T., selaku dosen pembimbing skripsi.
4. Nugroho dan Pitayani Situmorang sebagai orang tua penulis yang selalu
memberikan semangat baik yang berupa materi dan doa bagi penulis.
5. Amelia Dwi Nugraheni, Olivia Avrilgreet Nugraheni, dan Elyanna Hasian
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI ... vi
ABSTRAK ... vii
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Rumusan Masalah... 3
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Penelitian Terdahulu ... 5
2.2 Landasan Teori ... 7
2.3 Hipotesis ... 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Metodologi Penelitian... 13
3.5 Alat yang Mendukung Pengambilan Data ... 17
3.6 Langkah Penelitian ... 17
3.7 Langkah Analisis Data ... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1 Hasil Penelitian ... 20
4.2 Pembahasan ... 28
4.2.1. Analisis Efek Kecepatan Angin terhadap Unjuk Kerja Variasi 1, 2, dan 3 ... 28
4.2.2. Analisis Efek Debit Aliran Air Masuk terhadap Unjuk Kerja Variasi 3, 4, dan 5 ... 35
BAB V PENUTUP ... 43
5.1 Kesimpulan ... 43
6.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel hasil pengambilan data pada debit 3 liter/jam tanpa angin pendingin (Variasi 1). ... 20
Tabel 4.2. Tabel hasil pengambilan data pada debit 3 liter/jam angin pendingin
2.5 m/s (Variasi 2). ... 21
Tabel 4.3. Tabel hasil pengambilan data pada debit 3 liter/jam angin pendingin
3.5 m/s (Variasi 3). ... 21
Tabel 4.4. Tabel hasil pengambilan data pada debit 2.7 liter/jam angin
pendingin 3.5 m/s (Variasi 4). ... 22
Tabel 4.5. Tabel hasil pengambilan data pada debit 3.3 liter/jam angin
pendingin 3.5 m/s (Variasi 5). ... 22
Tabel 4.6. Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam tanpa angin
pendingin (Variasi 1). ... 23
Tabel 4.7. Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam angin pendingin 2.5
m/s (Variasi 2). ... 23
Tabel 4.8. Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam angin pendingin 3.5
m/s (Variasi 3). ... 24
Tabel 4.9. Tabel hasil perhitungan pada debit 2.7 liter/jam angin pendingin 3.5
m/s (Variasi 4). ... 24
Tabel 4.10. Tabel hasil perhitungan pada debit 3.3 liter/jam angin pendingin 3.5 m/s (Variasi 5). ... 25
Tabel 4.11. Hasil perhitungan efektivitas APK data pada debit 3 liter/jam
tanpa angin pendingin (Variasi 1). ... 25
Tabel 4.12. Hasil perhitungan efektivitas APK pada debit 3 liter/jam angin
pendingin 2.5 m/s (Variasi 2). ... 26
Tabel 4.13. Hasil perhitungan efektivitas APK pada debit 3 liter/jam angin
pendingin 3.5 m/s (Variasi 3). ... 26
Tabel 4.14. Hasil perhitungan efektivitas APK pada debit 2.7 liter/jam angin pendingin 3.5 m/s (Variasi 4). ... 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema alat distilasi sederhana jenis bak. ... 7
Gambar 2.2 Alat distilasi energi surya jenis absorber kain ... 8
Gambar 2.3 Skema alat penukar panas. ... 9
Gambar 3.1. Skema posisi lampu infra merah. ... 13
Gambar 3.2. Skema alat distilasi air energi surya jenis absorber kain dengan tambahan APK... 14
Gambar 3.3. Skema aliran air pada APK. ... 15
Gambar 4.1. Grafik perbandingan efisiensi dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca (variasi 1), variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 28
Gambar 4.2. Grafik perbandingan hasil air bersih pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 28
Gambar 4.3. Grafik perbandingan ∆T pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 30
Gambar 4.6. Grafik perbandingan quap pada variasi 1 dengan debit aliran air
masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 32
Gambar 4.7. Grafik perbandingan temperatur kaca dan temperatur absorber pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 33
Gambar 4.8. Grafik perbandingan Efektivitas APK pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 34
Gambar 4.9. Grafik perbandingan efisiensi pada variasi 3 dengan debit aliran
air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 35
Gambar 4.10. Grafik perbandingan hasil air bersih pada variasi 3 dengan
debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s... 35
Gambar 4.11. Grafik perbandingan ∆T pada variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 37
Gambar 4.13. Grafik perbandingan ΔT . hkonveksi pada variasi 3 dengan debit
aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s... 39
Gambar 4.14. Grafik perbandingan quap pada variasi 3 dengan debit aliran air
masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. ... 40
Gambar 4.15. Grafik perbandingan temperatur kaca dan temperatur absorber pada variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s. .... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar alat distilasi air energi surya jenis absorber
kain ... 47
Lampiran 2 Alat Ukur yang Digunakan ... 47
Lampiran 3 Tabel Sifat Air dan Uap Jenuh ... 48
Lampiran 4 Tabel Sifat Air ... 49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan manusia yang penting, terutama untuk minum.
Tidak semua daerah di Indonesia memiliki sumber air yang layak konsumsi,
seperti masyarakat yang tinggal di daerah pantai. Sumber air yang ada sering kali
telah terkontaminasi dengan tanah, bahan kimia, terutama garam (air laut). Air
dalam kondisi tersebut tentu tidak dapat digunakan secara langsung, untuk itu air
tersebut harus dimurnikan terlebih dahulu. Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk memperoleh air yang bebas dari kontaminasi adalah dengan cara distilasi.
Dalam distilasi air hanya ada dua proses yang di lakukan yaitu penguapan dan
pengembunan. Proses penguapan adalah proses perubahan fase air menjadi uap
yang berarti zat pengotor akan tertinggal, dan proses pengembunan adalah proses
dimana uap air terkondensasi menjadi air layak konsumsi.
Proses penguapan membutuhkan energi panas untuk mengubah molekul
air menjadi uap air dan sumber energi panas yang mudah untuk diperoleh adalah
energi surya. Alat distilasi energi surya memiliki 2 komponen utama yakni
absorber dan kaca penutup. Bagian absorber berfungsi sebagai penyerap panas
matahari sehingga menjadi media bagi air kotor untuk dapat menguap. Kaca
penutup berfungsi untuk melapisi alat distilasi agar uap air dapat mengembun, dan
Unjuk kerja alat distilasi energi surya ditentukan oleh efisiensi dan jumlah
massa air bersih yang dapat dihasilkan. Beberapa faktor yang akan mempengaruhi
unjuk kerja alat distilasi diantaranya adalah daya serap panas absorber, luas
permukaan absorber, jumlah massa/volume air yang terdapat pada alat distilasi,
temperatur air yang masuk kedalam alat distilasi, lama waktu pemanasan, dan
kemampuan kaca penutup untuk mengembunkan uap. Jumlah massa/volume air
dalam alat distilasi tidak boleh terlalu besar karena akan menghambat proses
penguapan. Alat distilasi energi surya yang umum digunakan adalah yang berjenis
absorber kain. Lapisan kain memungkinkan air yang mengalir akan meresap di
absorber secara merata, sehingga penguapan akan mudah terjadi. Absorber dapat
menggunakan bahan dengan daya serap panas yang tinggi dan juga dapat di cat
dengan warna hitam agar penangkapan panas lebih maksimal. Penambahan alat
penukar kalor (APK) juga dapat mempercepat proses penguapan dengan
memanaskan terlebih dahulu air yang akan masuk ke absorber.
Dengan langkah yang telah ditempuh seperti diatas ternyata masih
ditemukan suatu permasalahan, yaitu kurang maksimalnya proses pengembunan.
Kaca penutup yang panas menghambat uap air untuk berkondensasi sehingga air
hasil distilasi sedikit dan berdampak pada unjuk kerja alat distilasi yang rendah.
Hal ini dapat diatasi dengan mengupayakan pendinginan kaca penutup. Langkah
ini masih belum banyak diteliti, sehingga masih perlu ditinjau lebih dalam untuk
1.2. Identifikasi Masalah
Pada alat distilasi energi surya terdapat dua proses yang utama yaitu
penguapan dan pengembunan. Proses penguapan dimaksimalkan dengan
penambahan APK yang diikuti dengan pengaturan laju aliran air yang akan masuk
ke absorber, dan proses pengembunan dibantu dengan mengatur kecepatan angin pendingin kaca penutup. Penelitian ini difokuskan untuk mencari kecepatan angin
pendingin dan laju aliran air masuk yang menghasilkan unjuk kerja paling baik.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari pemaparan identifikasi masalah dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai yaitu :
1. Bagaimana efek laju aliran air terhadap unjuk kerja alat distilasi energi
surya jenis kain?
2. Bagaimana efek kecepatan angin terhadap unjuk kerja alat distilasi energi
surya jenis kain?
1.4. Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah yang diterapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Luasan destilator sebesar 0,89 m2.
2. Nilai emisifitas (ԏα) dari alat sebesar 0,81.
3. Pengujian dilakukan selama 2 jam untuk setiap variasi.
4. Temperatur absorber dianggap sebagai temperatur air yang masuk.
5. Temperatur pada kaca dianggap merata.
6. Temperatur pada absorber dianggap merata.
8. Energi panas dari lampu pada setiap pengujian sama.
9. Proses penguapan dan pengembunan dianalisis menggunakan
persamaan Darcy Weisbach.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah :
1. Menganalisis efek laju aliran air masuk terhadap unjuk kerja alat
distilasi energi surya jenis kain .
2. Menganalisis efek kecepatan angin terhadap unjuk kerja alat distilasi
energi surya jenis kain .
Manfaat yang diperoleh adalah:
1. Dapat dikembangkan untuk membuat prototype dan produk
teknologi alat distilasi air energi surya, sehingga membantu
memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat khususnya di
daerah yang kesulitan air bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Distilasi merupakan proses untuk memisahkan air dengan kandungan
berbahaya yang ada di dalamnya. Distilasi energi surya dapat menjadi salah satu
cara untuk mendapatkan air bersih yang akan sangat berguna di masa depan.
Penggunaan sirip dapat menambah luas area disitilasi sehingga temperatur dan air
hasil distilasi meningkat. Material absorber menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan temperatur dan hasil air distilasi (Mohan, dkk.,
2017).
Untuk mengetahui kemampuan alat desalinasi tipe solar still dalam
menyerap energi kalor matahari dan penggunaannya dalam proses kondensasi
dibuat alat distiller dengan plat penyerap panas dan kain di dalamnya serta akrilik
sebagai pentransmisi. Sistem kerja berawal dari air diteteskan melalui pipa dan
jatuh pada kain yang akan menyerap air. Radiasi akan memanaskan plat penyerap
panas melalui akrilik kemudian panas pelat memanaskan air pada kain hingga
menjadi uap dan menempel pada permukaan dalam akrilik hingga terkondensasi
menjadi air suling. Pengukuran volume alat sebesar 6 liter dengan luasan plat
penyerap panas 900 x 550 mm. Alat ini memiliki efisiensi teoritis maksimum
25,10% dan efisiensi aktual maksimum 14.33% (Dewantara, dkk., 2018)
Untuk membandingkan performansi alat distilasi air laut yang menggunakan
bahan dasar kaca dan bahan dasar papan mika maka dibuat alat distilasi dengan
yang dapat menampung air sebanyak 20 liter. Alat distilasi surya dengan
bahan dasar kaca memiliki hasil lebih banyak dengan rata-rata sebesar 324 mL per
hari (Adhie, dkk., 2017).
Kaca penutup merupakan komponen penting dalam kolektor yang dapat
mempengaruhi unjuk kerja kolektor. Secara umum diperoleh hasil bahwa dengan
menggunakan dua buah kaca penutup diperoleh hasil efisiensi yang lebih baik
dibandingkan dengan satu kaca penutup. Perbedaan suhu antara digunakan satu
kaca penutup dan dua kaca penutup dapat mencapai 17 oC (Tirtoatmodjo dan Handoyo, 1999).
Penelitian menggunakan pendingin udara dengan tipe kolektor plat datar,
dilakukan dengan cara simulasi. Efisiensi terbaik diperoleh dengan kecepatan
udara 11,76 m/s sebesar 61% (Catur, 2014).
Penelitian tanpa pendingin kaca jenis absorber bak, memperoleh hasil air distilasi sebesar 1,5 liter/6jam dilakukan di India (Prof. Alpesh, 2011). Penelitian
2.2 Landasan Teori
Sederhananya, alat distilasi energi surya memiliki dua bagian utama yaitu
absorber dan kaca penutup. Bagian pendukung lainnya adalah saluran air masuk,
air limbah, dan saluran air hasil distilasi. Air yang terkontaminasi yang masuk lalu
menggenang di atas absorber dan energi panas matahari kemudian memanaskan
air sehingga terjadi penguapan. Uap air kemudian akan terkondensasi ketika
mengenai permukaan kaca penutup dan perlahan mengalir ke saluran keluar
distilasi.
Gambar 2.1 Skema alat distilasi sederhana jenis bak.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya proses penguapan air
diantaranya adalah luasan permukaan, lama waktu pemanasan, dan temperatur air.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengembunan antara lain
adalah temperatur, tekanan, dan kelembaban dari udara di sekitar.
Distilasi energi surya dengan jenis absorber bak seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1 merupakan jenis alat distilasi yang paling umum digunakan. Alat
ini memiliki desain yang sederhana dan tidak memerlukan adanya pengatur aliran
absorber. Panas dari sinar matahari pun tidak ada yang terbuang karena akan
terakumulasi pada air yang ada didalamnya. Namun kelemahan dari alat distilasi
jenis ini adalah unjuk kerjanya yang rendah karena penguapan yang tidak efektif.
Penguapan kurang efektif disebabkan karena jumlah massa air yang besar tiap
satuan luas absorber. Selain itu, posisi kaca penutup dan absorber yang tidak
sejajar menimbulkan adanya efek bayangan sehingga energi panas yang masuk
kedalam alat menjadi berkurang.
Gambar 2.2 Alat distilasi energi surya jenis absorber kain
Distilasi energi surya dengan jenis absorber kain memiliki keunggulan
dibanding jenis absorber bak, yaitu proses penguapan yang lebih baik. Air kotor
yang masuk akan meresap ke kain dan merata di setiap bagian absorber sehingga
jumlah massa air tiap satuan luasnya dapat lebih kecil dan penguapan akan mudah
terjadi. Energi panas yang diterima jenis absorber kain juga lebih besar karena
posisi absorber dan kaca penutup yang sejajar.
Alat ini memiliki kekurangan yaitu adanya kerugian energi panas karena
energi panas yang cukup besar. Diperlukan adanya pengatur laju aliran air masuk
absorber agar jumlah air yang masuk dapat optimal dan meminimalisir kerugian energi panas sehingga laju penguapan lebih cepat. Air panas yang tersisa dapat
dimanfaatkan untuk memanaskan air terkontaminasi yang akan masuk ke
absorber. Perbedaan temperatur antara air keluar yang panas dan air masuk yang
dingin memungkinkan adanya perpindahan kalor, maka dapat dilakukan
penambahan penukar panas antara saluran air yang keluar dari absorber dengan
saluran air yang akan masuk ke absorber (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Skema alat penukar panas.
Unjuk kerja dari alat jenis ini dapat ditingkatkan lagi dengan cara
mendinginkan kaca penutup. Secara alami angin dapat membantu proses
pendinginan kaca penutup karena angin dapat berhembus dan mengambil panas
dari kaca. Kaca penutup dengan temperatur yang rendah dapat memaksimalkan
proses pengembunan karena uap air akan dengan mudah mengembun pada
Efisiensi alat distilasi energi surya didefinisikan sebagai perbandingan
antara jumlah energi yang digunakan dalam proses penguapan air dengan jumlah
energi surya yang datang selama waktu tertentu (Arismunandar, 1995) dan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
∫ (1)
dengan
η
adalah efisiensi distilasi (%), Ac adalah luasan kolektor (m2), dt adalahlama waktu pemanasan (detik), G adalah energi surya yang datang (Watt/m2), hfg adalah panas laten penguapan air (kJ/kg), dan m adalah massa air hasil distilasi
(kg). Massa air hasil distilasi dapat diperkirakan dengan persamaan matematis
berikut (Arismunandar, 1995) :
( ) (2)
dengan quap adalah energi panas dari proses penguapan yang dipindahkan ke kaca
(W/m2). Pw adalah tekanan parsial uap air pada temperatur air (N/m2), Pc adalah tekanan parsial uap air pada temperatur kaca (N/m2). Tw adalah temperatur air (0C). Tc adalah temperatur kaca (0C). Sedangkan energi panas dari air di absorber
yang dipindahkan ke kaca secara konveksi dapat dihitung dengan persamaan :
* + ⁄
(3)
dengan qkonv adalah energi panas yang dipindahkan ke tutup secara konveksi
(W/m2). Koefisien konveksi dapat dicari dengan persamaan :
dengan hkonv adalah koefisien konveksi (W/m2.oC). Perpindahan energi panas dari
air di absorber ke kaca secara radiasi dapat dicari dengan persamaan :
(5)
Efektivitas dari APK yaitu perbandingan perpindahan panas aktual dengan
panas maksimum yang dapat dipindahkan. Secara matematis dituliskan sebagai
berikut (pane, 2014):
dan dingin yang mengalir didalam penukar panas (liter/detik). Ch adalah kapasitas
panas air panas (J/ oC). Cc adalah kapasitas panas air dingin (J/ oC). cc adalah kalor
jenis air dingin (J/kg. oC). ch adalah kalor jenis air panas (J/kg. oC). Th.in adalah
temperatur air panas masuk APK (oC). Th.out adalah temperatur air panas keluar
APK (oC). Tc.in adalah temperatur air dingin masuk APK (oC). Tc.out adalah
Pengaturan laju aliran air masuk dapat memaksimalkan proses penyerapan
kalor oleh air yang mengalir pada APK maupun pada absorber, sementara angin dapat membantu pendinginan kaca. Dual hal tersebut dapat mempengaruhi nilai
ΔT, semakin besar nilai ΔT maka akan semakin mudah perpindahan kalornya.
Nilai qkonveksi yang membesar akan mempengaruhi nilai quap, semakin besar nilai
quap maka akan semakin banyak air bersih yang dihasilkan dan berujung pada
kenaikan unjuk kerja alat distilasi energi surya.
2.3 Hipotesis
Bertambahnya kecepatan angin dan pengaturan laju aliran air masuk
absorber dapat menghasilkan air distilasi yang lebih banyak. Angin dapat menurunkan temperatur kaca sehigga pengembunan lebih cepat. Pengaturan laju
aliran air masuk absorber dilakukan agar jumlah air yang masuk dapat optimal dan laju penguapan lebih cepat. Pada kondisi penguapan dan pengembunan yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang didahului dengan
studi literatur dari jurnal tentang penelitian yang pernah dilakukan pada alat
distilasi air energi surya jenis absorber kain. Sumber energi panas yang digunakan
pada saat penelitian adalah 6 buah lampu infrared Philips berdaya 375 Watt
dengan temperatur benda hitam 2450 ᵒK yang setara energi surya sebesar 384
W/m2. Selain itu digunakan juga 3 buah kipas angin dengan pengatur kecepatannya sebagai upaya untuk mendinginkan kaca penutup. Pengambilan data
dilakukan selama dua jam untuk tiap variasinya, kemudian dilanjutkan dengan
pengolahan data .
3.2 Skema dan Spesifikasi Alat
Gambar 3.2 Skema alat distilasi air energi surya jenis absorber kain dengan
tambahan APK.
Berdasarkan Gambar 5, berikut adalah keterangan dari skema alat distilasi
energi surya yang digunakan :
1. Tangki penampungan air yang akan di distilasi
2. Alat distilasi air energi surya jenis absorber kain
3. Alat penukar kalor
4. Kerangka pendukung alat distilasi energi surya
Spesifikasi dari alat distilasi energi surya jenis absorber kain adalah
sebagai berikut :
4 Jarak antara kaca dan absorber 5 cm.
5 Destilator terbuat dari mal triplek dengan tebal 12 mm.
6 Pada bagian sisi dalam dan sisi luar destilator dilapisi karet dengan
tebal 5 mm.
7 Talang penampung air distilasi dan sekat kaca menggunakan plat
alumunium berbentuk L dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 117 cm.
8 Jarak antar kipas pendingin dan alat distilasi yaitu 15 cm.
Gambar 3.3 Skema aliran air pada APK.
Alat penukar kalor yang digunakan memiliki diameter pipa untuk saluran air
panas sebesar 13 mm dengan panjang lintasan 4,75 meter. Diameter pipa untuk
saluran air dingin sebesar 8,2 mm dengan panjang lintasan 4,75 meter. Aliran air
dibuat berlawanan satu sama lain.
3.3 Variabel yang Divariasikan
Pada penelitian ini terdapat beberapa parameter yang akan divariasikan
diantaranya sebegai berikut:
1. Variasi 1 adalah variasi dengan debit aliran air masuk absorber sebesar
2. Variasi 2 adalah variasi dengan debit aliran air masuk absorber sebesar
3 liter/jam dan kecepatan angin pendingin kaca 2 m/s.
3. Variasi 3 adalah variasi dengan debit aliran air masuk absorber sebesar
3 liter/jam dan kecepatan angin pendingin kaca 3.5 m/s.
4. Variasi 4 adalah variasi dengan debit aliran air masuk absorber sebesar
2.7 liter/jam dan kecepatan angin pendingin kaca 3.5 m/s.
5. Variasi 5 adalah variasi dengan debit aliran air masuk absorber sebesar 3.3 liter/jam dan kecepatan angin pendingin kaca 3.5 m/s.
3.4 Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur saat melakukan penelitian pada alat distilasi
air energi surya jenis absorber kain adalah sebagai berikut :
1. Temperatur air di absorber (temperatur absorber) (TW).
2. Temperatur kaca (TC).
3. Temperatur air dari sumber (T1).
4. Temperatur air masuk absorber (T2).
5. Temperatur air limbah (T3).
6. Temperatur sekitar (Ta).
7. Temperatur air panas yang masuk ke APK (Th.in).
8. Temperatur air panas yang keluar dari APK (Th.out).
9. Temperatur air dingin yang masuk ke APK (Tc.in).
10. Temperatur air dingin yang keluar dari APK (Tc.out).
3.5 Alat yang Mendukung Pengambilan Data
Beberapa alat yang digunakan untuk mendukung penelitian ini, antara lain.
1. Dallas Semiconductor Temperature Sensor (TDS) yang digunakan untuk mengukur temperatur pada alat distilasi.
2. Microcontroller Arduino-1.5.2 merupakan aplikasi software yang digunakan untuk pembacaan hasil dalam pengambilan data alat distilasi
energi surya.
3. Sensor Level (Etape) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
ketinggian air didalam penampungan air hasil terdistilasi.
4. Solarmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas energi matarari yang datang. Tetapi pada penelitian ini digunakan untuk
mengukur intensitas energi lampu.
5. Gelas Ukur digunakan untuk mengukur volume air saat mengatur debit
air yang akan masuk ke alat distilasi dan mengukur volume air hasil
distilasi.
6. Stopwacth digunakan untuk menghitung waktu saat mengukur debit air yang akan masuk ke alat distilasi.
3.6 Langkah Penelitian
Secara berurutan langkah-langkah yang dilakukan pada saat melakukan
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian diawali dengan menyiapkan alat destiasi air energi surya
jenis absorber kain (Gambar 5).
3. Mengatur kecepatan angin pendingin sebesar 0 m/s. 4. Menyalakan lampu inframerah.
5. Pengambilan data dilakukan setiap 10 detik selama 2 jam.
6. Data yang diukur adalah temperatur kaca (TC), temperatur absorber
(TW), temperatur air dari sumber (T1), temperatur air masuk absorber
(T2), temperatur air limbah (T3), temperatur air panas yang masuk ke
APK (Th.in), temperatur air panas yang keluar dari APK (Th.out),
temperatur air dingin yang masuk ke APK (Tc.in), temperatur air dingin
yang keluar dari APK (Tc.out), temperatur sekitar (Ta), jumlah air distilasi
yang dihasilkan (mD) dan energi panas dari lampu (GT).
7. Sebelum melakukan penelitian untuk variasi yang berikutnya alat
destiasi didiamkan selama 5 jam agar alat distilasi kambali dingin
(temperatur awal sebelum penelitian).
8. Mengulang langkah 2 sampai 6 dengan mengubah kecepatan angin
pendingin kaca 2 m/s dan 3.5 m/s.
9. Mengulang langkah 2 sampai 6 dengan menetapkan kecepatan angin
pendingin sebesar 3.5 m/s dan mengubah debit aliran masuk ke
absorber sebesar 2.7 liter/jam dan 3.3 liter/jam.
3.7 Langkah Analisis Data
Langkah analisis efek pendinginan kaca terhadap unjuk kerja distilasi kain
dilakukan dengan:
Analisis efek pengaturan debit air masukan distilasi terhadap unjuk kerja
distilasi kain dilakukan dengan:
1. Analisis unjuk kerja pada variasi 3, 4 dan 5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada saat melakukan penelitian didapatkan rata-rata energi lampu yang
terukur sebesar 309.69 W/m2. Data dicatat setiap 10 detik untuk semua parameter dan dirata-rata tiap 10 menit. Rata-rata data tiap 10 menit pada semua variasi dapat
Tabel 4.2 Tabel hasil pengambilan data pada debit 3 liter/jam angin pendingin 2.5
Tabel 4.3 Tabel hasil pengambilan data pada debit 3 liter/jam angin pendingin 3.5
Tabel 4.4 Tabel hasil pengambilan data pada debit 2.7 liter/jam angin pendingin
Tabel 4.5 Tabel hasil pengambilan data pada debit 3.3 liter/jam angin pendingin
Menggunakan Persamaan (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), dari data penelitian
didapatkan hasil perhitungan quap, qkonv, qradiasi, qtotal, hkonv, hasil distilasi setiap 10
menit (md) dan efisiensi (ƞ) dan disajikan pada tabel :
Tabel 4.6 Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam tanpa angin pendingin
(Variasi 1).
Tabel 4.7 Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam angin pendingin 2.5 m/s
Tabel 4.8 Tabel hasil perhitungan pada debit 3 liter/jam angin pendingin 3.5 m/s
Tabel 4.9 Tabel hasil perhitungan pada debit 2.7 liter/jam angin pendingin 3.5
Tabel 4.10 Tabel hasil perhitungan pada debit 3.3 liter/jam angin pendingin 3.5
didapatkan hasil perhitungan terhadap efektivitas APK pada tabel :
4.2 Pembahasan
4.2.1. Analisis Efek Kecepatan Angin terhadap Unjuk Kerja (variasi 1, 2,
dan 3).
Gambar 4.1 Grafik perbandingan efisiensi dengan debit aliran air masuk 3
liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca (variasi 1), variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Gambar 4.2 Grafik perbandingan hasil air bersih pada variasi 1 dengan debit
Pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada variasi 1
dengan tanpa angin pendingin menghasilkan efisiensi sebesar 50% dan air bersih
sebanyak 0.483 kg/m2.2jam (0.241 kg/m2.jam), variasi 2 dengan angin pendingin 2.5 m/s menghasilkan efisiensi sebesar 60% dan air bersih sebanyak 0.574
kg/m2.2jam (0.287 kg/m2.jam), dan variasi 3 dengan angin pendingin 3.5 m/s menghasilkan efisiensi sebesar 61% dan air bersih sebanyak 0.574 kg/m2.2jam (0.287 kg/m2.jam).
Variasi 1 memiliki unjuk kerja yang paling rendah, karena selisih
temperatur antara absorber dan kaca yang rendah. Kaca sebagai media
pengembunan suhunya terlampau tinggi sehingga uap air sulit untuk
mengembun. Namun terjadi kenaikan unjuk kerja yang signifikan dari variasi 1
jika dibandingkan dengan variasi 2 dan variasi 3, hal ini menunjukkan bahwa
angin pendingin kaca membawa dampak positif terhadap unjuk kerja alat
distilasi. Angin dapat mendinginkan permukaan kaca dan membantu proses
pengembunan, sehingga uap air dapat dengan mudah mengembun. Semakin
besar kecepatan angin maka semakin rendah temperatur kaca dan berdampak
Gambar 4.3 Grafik perbandingan ∆T pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa adanya kenaikan nilai ∆T yang
signifikan dari variasi 1 ke variasi 2 disusul dengan yang paling tinggi yaitu
variasi 3.∆T pada variasi 1 terlihat stagnan pada nilai rata-rata 5.07 0C karena temperatur kaca yang ikut memanas seiring naiknya temperatur absorber. Lalu terjadi kenaikan signifikan akibat adanya angin pendingin kaca yang
menyebabkan temperatur kaca menurun, semakin tinggi kecepatan angin maka
semakin menurun temperatur kacanya. Pada variasi 2 nilai ∆T memiliki rata-rata
Gambar 4.4 Grafik perbandingan hkonveksi pada variasi 1 dengan debit aliran air
masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa variasi 1 memiliki hkonveksi paling tinggi
yaitu 0.57 W/m2.0C. Pada variasi 2 nilai hkonveksi menjadi sebesar 0.40 W/m2.0C
dan terus menurun pada variasi 3 menjadi 0,39. W/m2.0C Besarnya nilai hkonveksi
menunjukkan seberapa banyak kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan
temperatur sebuah bidang seluas 1m2 sebesar 10C secara konveksi. Besarnya nilai hkonveksi dipengaruhi oleh geometri alat destilasi, faktor geografis, dan masih
Gambar 4.5 Grafik perbandingan ΔT . hkonveksi pada variasi 1 dengan debit aliran
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa adanya kenaikan jumlah kalor yang
dipindahkan secara konveksi akibat proses pendinginan kaca. Semakin besar
kecepatan angin maka semakin banyak kalor yang berpindah secara konveksi,
besarnya ∆T menyebabkan adanya perbedaan temperatur antara absorber dan kaca, sehingga panas akan dengan mudah berpindah dan uap air semakin mudah
untuk mengembun dan berimbas pada kenaikan unjuk kerja alat.
Pada gambar 4.6 menunjukkan bahwa nilai quap pada variasi 1 adalah
72.81 W/m2, kemudian nilai paling tinggi terdapat pada variasi 2 yaitu 109.74 W/m2, pada variasi 3 terjadi penurunan menjadi 98.72 W/m2. Besarnya nilai menunjukkan seberapa banyak kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air.
Gambar 4.7 Grafik perbandingan temperatur kaca dan temperatur absorber pada
Gambar 4.8 Grafik perbandingan Efektivitas APK pada variasi 1 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam tanpa menggunakan angin pendingin kaca, variasi 2 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 2 m/s, variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa efektivitas APK menurun seiring
bertambahnya kecepatan angin. Pada variasi 1 efektivitas APK 90%, pada variasi
2 menurun menjadi 83%, dan kembali menurun pada variasi 3 menjadi 75%. Hal
ini dapat terjadi karena angin yang berhembus tidak hanya mengambil panas dari
kaca,tetapi juga mengambil panas dari absorber, terlihat pada Gambar 4.7 bahwa
temperatur absorber menurun seiring dengan bertambahnya kecepatan angin.
Absorber dengan temperatur yang rendah menyebabkan air limbah yang keluar
dari absorber dan akan masuk ke APK menjadi rendah, sehingga tidak banyak kalor yang berguna untuk memanaskan air dari sumber.
4.2.2. Analisis Efek Debit Aliran Air Masuk terhadap Unjuk Kerja (variasi 3, 4, dan 5)
Gambar 4.9 Grafik perbandingan efisiensi pada variasi 3 dengan debit aliran air
masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Gambar 4.10 Grafik perbandingan hasil air bersih pada variasi 3 dengan debit
Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan unjuk
kerja dari variasi 3 sebesar 61% dengan hasil air 0.574 kg/m2.2jam (0.287 kg/m2.jam), menjadi sebesar 62% dengan hasil air 0.590 kg/m2.2jam (0.295 kg/m2.jam) pada variasi 4 dan pada variasi 5 kembali turun ke angka 61% dengan hasil air 0.574 kg/m2.2jam (0.29 kg/m2.jam).
Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan debit aliran air yang masuk ke
absorber berdampak pada unjuk kerja alat distilasi. Semakin besar debit aliran
air maka semakin besar juga kecepatan air yang mengalir pada alat distilasi, hal
ini mmenyebabkan kuragnya energi panas yang dapat terserap kedalam air. Air
yang hanya menerima sedikit energi panas akan menyebabkan kerugian panas,
karena air tidak sempat menguap dan panas akan terbuang. Dalam hal ini debit
yang menghasilkan unjuk kerja palig baik adalah variasi 3 dengan debit aliran
air sebesar 2.7 liter/jam, karena air mengalir dengan kecepatan rendah sehingga
banyak energi panas yang diserap dari APK dan absorber sehingga air mudah
Gambar 4.11 Grafik perbandingan ∆T pada variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Pada Gambar 4.9 menunjukkan adanya kenaikan nilai ∆T dari variasi 3
dengan rata-rata sebesar 22.43 0C menjadi 22.73 0C pada variasi 4, dan menurun menjadi rata-rata sebesar 22.02 0C pada variasi 5. Hal ini dapat terjadi karena adanya kerugian panas akibat aliran air yang besar. Air yang masuk memiliki
temperatur yang rendah mengalir dengan kecepatan yang tinggi menyebabkan
panas dari APK dan absorber tidak dapat diserap secara maksimal. Laju aliran air
dingin yang tinggi menyebabkan turunnya temperatur dari absorber dan APK.
Gambar 4.12 Grafik perbandingan hkonveksi pada variasi 3 dengan debit aliran air
masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Gambar 4.12 menunjukkan bahwa variasi 3 memiliki hkonveksi sebesar 0.39
W/m2.0C. Pada variasi 2 nilai hkonveksi naik menjadi sebesar 0.49 W/m2.0C dan
menurun pada variasi 3 menjadi 0,42. W/m2.0C. Besarnya nilai hkonveksi
menunjukkan seberapa banyak kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan
temperatur sebuah bidang seluas 1m2 sebesar 10C secara konveksi. Besarnya nilai hkonveksi dipengaruhi oleh geometri alat destilasi, faktor geografis, dan masih
Gambar 4.13 Grafik perbandingan ΔT . hkonveksi pada variasi 3 dengan debit aliran
air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Pada Gambar 4.13 terlihat bahwa variasi 3 memiliki ΔT . hkonveksi sebesar
9.44 W/m2. Pada variasi 4 nilai ΔT . hkonveksi naik menjadi sebesar 11.41 W/m2 dan
menurun pada variasi 5 menjadi 10.02. W/m2. Nilai ΔT . hkonveksi paling tinggi
terdapat pada variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam, ini berarti
variasi 4 merupakan yang paling optimal. Debit yang rendah memungkinkan
perpindahan kalor yang lebih optimal karena air akan mengalir lebih lama dalam
Gambar 4.14 Grafik perbandingan quap pada variasi 3 dengan debit aliran air
W/m2. Pada variasi 4 nilai quap naik menjadi sebesar 192.36 W/m2 dan menurun
pada variasi 5 menjadi 187.64 W/m2. Nilai quap paling tinggi terdapat pada
variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam, ini berarti variasi 4
merupakan yang paling optimal. Debit yang rendah memungkinkan perpindahan
Gambar 4.15 Grafik perbandingan temperatur kaca dan temperatur absorber pada variasi 3 dengan debit aliran air masuk 3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 4 dengan debit aliran air masuk 2.7 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s, variasi 5 dengan debit aliran air masuk 3.3 liter/jam dan angin pendingin kaca berkecepatan 3.5 m/s.
Gambar 4.16 Grafik efektivitas APK pada variasi 3 dengan debit aliran air masuk
Pada gambar 4.16 menunjukkan bahwa efektivitas APK menurun seiring
bertambahnya kecepatan angin. Pada variasi 1 efektivitas APK 90%, pada variasi
2 menurun menjadi 83%, dan kembali menurun pada variasi 3 menjadi 75%. Hal
ini dapat terjadi karena angin yang berhembus tidak hanya mengambil panas dari
kaca,tetapi juga mengambil panas dari absorber, terlihat pada Gambar 4.7 bahwa
temperatur absorber menurun seiring dengan bertambahnya kecepatan angin.
Absorber dengan temperatur yang rendah menyebabkan air limbah yang keluar
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1 Efisiensi dan hasil air tertinggi di antara variasi 1, 2, dan 3 diperoleh
variasi 3 dengan efisiensi sebesar 61% dan hasil air sebanyak 0.574
kg/m2.2 jam (0.287 kg/m2.jam). Angin dapat menaikkan unjuk kerja alat distilasi.
2 Efisiensi dan hasil air tertinggi di antara variasi 3, 4, dan 5 diperoleh
variasi 4 dengan efisiensi sebesar 62% dan hasil air sebanyak 0.590
kg/m2.2 jam (0.295 kg/m2.jam). Pengaturan debit dapat menaikkan unjuk kerja alat distilasi, tetapi debit air masuk absorber tidak boleh
terlalu besar.
5.2 Saran
1 Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan alat ukur yang
lebih presisi agar dalam membacaan data lebih valid
2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai jenis kain dan daya
DAFTAR PUSTAKA
Agung, S., 2018. Efek Pendinginan Kaca Pada Destilasi Air Jenis Absorber Kain,
Skripsi. Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
A. K. Rai, N. Singh, and V. Sachan, “Experimental Study of A Single Basin Solar Still With Water Cooling of The Glass Cover”, International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET), vol.4, no.6, hal.01-07, 2013.
Arismunandar, W., 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta, Pradnya Paramita.
Astawa, K., 2008. Pengaruh Penggunaan Pipa Kondensat Sebagai Heat Recovery
Pada Basin Type Solar Still Terhadap Efisiensi. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM, Vol 2, No. 1, hal 34-41, Juni 2008.
C. Catur E. M,, Sukmawaty, M. Sumarsono dan M. Rizkawati, “Karakterisasi
Kolektor Tenaga Surya Tipe Pelat Datar”. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, vol 2, no. 1, hal. 1-8, 2014.
Cengel, Y.A., 1998. Heat Trasnfer, A Practical Approach. Boston, Mc Graw Hill.
D. Damar, “Membandingkan Unjuk Kerja Alat Destilasi Air Energi Surya Jenis
Absorber Kain Menggunakan Kaca Tunggal Berpendingin Air
Dengan Berpendingin Udara”. Skripsi. Sarjana Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, 2011.
Dewantara, I. G. Y., Suyitno B. M. dkk. 2018. Desalinasi Air Laut Berbasis Energi Surya sebagai Alternatif Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Jurnal Teknik Mesin (JTM). Vol. 07. No. 1
Pane, A.H., 2014. Model Contoh Penyelesaian Soal Alat Penukar Kalor, Heat Exchanger. Medan, Juni 2014.
P. O. Agboola and Ibrahim S. Al-Mutaz, “Effect of Cooling The Glass Cover of
an Inclined Solar Water Distillation Under The Climatic Condition of
Riyadh, Saudi Arabia”, Desalination and Water Treatment, vol 76, hal. 1-18, 2016.
Pratama, Adhie Wisnu.Nurdiana, Juli. Meicahayanti, Ika. 2017. “Pengaruh
Perbedaan Jenis Plat Penyerap Kaca dan Papan Mika Terhadap
Kualitas dan Kuantitas Air Minum pada Proses Destilasi Energi
Surya”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi IV Samarinda 9
November 2017
Purwadianto, D., dkk, 2017. Efek Kapilaritas Absorber Pada Unjuk Kerja Destilasi Air Energi Surya Jenis Vertikal. Jurnal Ilmiah Widya Teknik, Vol. 16, No 2, hal 67-75.
Purwadianto, D., dkk, 2017. Pemodelan dan Analisis Termaldestilasi Air Energi Surya dengan Kaca Penutup Berpenampung Air. Media Teknika Jurnal Teknologi, Vol. 12, No. 2, hal 104-114, Desember 2017.
Tirtoadmodjo, R., Handoyo, E. A., 1999. Unjuk Kerja Pemanas Air Jenis
Kolektor Surya Plat Datar dengan Satu atau Dua Kaca Penutup.
Surabaya : Jurnal Teknik Mesin Vol. 1 No. 2, hal 112-121.
T. J. Jansen, Teknologi Rekayasa Surya. Bandung: PT Pradnya Paramita, 1995.
Tyas, M.W., dkk, 2014. Analisis Nomografi Suhu, Laju Penguapan Dan Tekanan
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar alat distilasi air energi surya jenis absorber kain.
Tampak depan Permukaan kaca
Lampiran 2. Alat Ukur yang Digunakan
Gelas Ukur Sensor level (etape)
Dallas Semiconductor Temperatur Sensor Microcontroller Arduino (TDS)
Lampiran 3. Tabel Sifat Air dan Uap Jenuh
Lampiran 4. Tabel Sifat Air