• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL STATUS PENGUNGSI SURIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL STATUS PENGUNGSI SURIAH"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Malahayati | Kapita Selekta Hukum Internasional | October 3, 2015

HUKUM PENGUNGSI

INTERNASIONAL

(2)

Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan bagi Penyusun dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Hukum Pengungsi Internasional: Status Pengungsi Suriah. Tulisan ini merupakan salah satu tugas dalam Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Internasional pada Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Tahun 2015.

Tulisan ini menguraikan tentang hukum pengungsi internasional dan status pengungsi Suriah yang saat ini terus menjadi permasalahan internasional. Makalah ini terdiri dari III (tiga) bab yang tersusun dalam sistematika: Bab I Pendahuluan; Bab II Pembahasan tentang gambaran umum hukum pengungsi internasional dan status pengungsi Suriah dari perspektif hukum internasional; serta Bab III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Harapan Penyusun, masukan dan kritikan dari pembaca akan memberikan perbaikan terhadap substansi tulisan yang lebih akurat dan reliable. Di sisi lain, semoga tulisan ini dapat memberi kontribusi dalam bidang hukum pengungsi internasional dan status pengungsi Suriah khususnya.

Salam.

Peyusun,

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... 1 Daftar Isi ... 2 PENDAHULUAN ... 3 A. Latar Belakang ... 3 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penulisan ... 4 D. Metode Pendekatan ... 5 PEMBAHASAN ... 6 A. Pengertian Pengungsi ... 6

B. Prinsip Status Pengungsi ... 7

C. Macam-Macam Pengungsi ... 8

D. Penentuan Status Pengungsi ... 10

E. Kedudukan Dan Hak Pengungsi ... 12

F. Status Pengungsi Suriah Dari Perspektif Hukum Internasional ... 14

PENUTUP ... 17

A. Kesimpulan ... 17

B. Saran ... 18 Daftar Pustaka ... Error! Bookmark not defined.

(4)

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad XX. Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di rusia), yaitu ketika para pengungsi dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropah Barat.

Jutaan anak-anak, pria dan waita telah menderita akibat eksploitasi konflik etnis agama atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam, Misalnya dalam kurun waktu 1992-1995 ada 180 juta pengungsi yang disebabkan bencana alam (natural disaster). Melihat hal ini Majelis Umum PBB telah mencanangkan periode 1990-2000 sebagai “the International Decade for Natural Disaster Reduction” (United Nations, 1995; 217-218).

Saat ini, perlindungan pengungsi masih menjadi alasan bagi keberadaan UNHCR Sekitar 26 juta orang di dunia menjadi perhatian UNHCR. Mereka mencakup lebih dari 13.2 juta pengungsi, sedikitnya 4,7 juta orang yang terusir secara internal, 8,1 juta lainnya merupakan korban perang dan returnee. Jumlah paling besar berasal dari Afganistan (2,3 juta), Rwanda (1,7 juta), Bosnia dan Herzegovina (1,3 juta), Liberia (750.000), Irak (630.000), Somalia(466.000), Sudan (424.000), Eritrea (362.000), Angola (324.000), dan Sierra Leone (320.000) (UNHCR, 1998: 6).

Pada umumnya, pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak azasi pengungsi di negara mereka. Pada umumnya mereka juga mencari tanah atau negara lain sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari penindasan hak azasi manusia. Pencairan negara baru oleh pengungsi tentu saja harus dianggap sebagai suatu hak azasi manusia (Periksa Sukanda Husin, 1998 : 27). Pengungsi adalah orang yang terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar dan mengalami penindasa (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah yang membedakan pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun situasinya, dan juga dari orang lain yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang seharusnya memberi perlindungan keapad mereka, maka untuk menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan – persiapan khusus harus dibuat oleh masyarakat internasional (UNHCR, 1998 : 1).

(5)

Penanganan pengungsi ini terutama di dorong oleh rasa kemanusiaan untuk memberi perlindungan dan membantu pengungsi. Hal ini dilakukan karena mereka keluar dari negaranya dan tidak mendapat perlindungan dari negaranya.

Masyarakat internasioanl yang terdiri dari berbagai negara di muka bumi ini merasa mempunyai kewajiban memberi perlindungan bagi para pengungsi. Keinginan masyarakat internasional itu mulai menemui jalan terang ketika Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dibentuk pada tahun 1920. Pada waktu LBB dibentuk, dunia masih merasakan dampak buruk Perang Dunia I, Revolusi Rusia, dan runtuhnya Kekaisaran Turki yang mengakibatkan perpindahan manusia secara besar-besaran di Eropa dan Asia Minor (Baca, UNHCR, 1998 : 1).

Kegiatan masyarakat internasional dalam menangani urusan pengungsi dimulai tahun 1921 ketika Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mengangkat seorang yang bernama Fridtjof Nansen seorang warga Norwegia dan penjelajah benua Afrika sebagai komisaris tinggi untuk pengungsi Rusia di Eropah. Pengungsi-pengungsi tersebut tidak mempunyai identitas sebagai bukti diri, akibtanya mereka ini tidak bisa melakukan perbuatan hukum, termasuk perbuatan hukum yang sangat esensial, misalnya tidak dapat menikah, tidak dapat membuat perjanjian-perjanjia, dan dilarang melakukan perjalanan/bepergian. Masalah ini akhirnya menimbulkan kerepotan. Untuk mengatasi itu maka dibuatlah perjanjian-perjanjian Internasional di antaranya: Perjanjian Internasional 1928, 1933, 1938, 1939, dan 1946. Perjanjian-perjanjian ini diteruskan oleh PBB dengan diadakan Konferensi mengenai status pengungsi tahun 1951, yang dilengkapi dengan Protokol 1967.

Pengertian Protokol 1967 berbeda dengan pengertian Protokol dalam pengertian Treaty 1949, sebab pengertian Protokol 1967 merupakan persetujuan tetapi tidak merupakan pelengkap atau tambahan, satu sama lainnya adalah saling berkaitan.

B.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di muka, pertanyaan yang muncul ialah bagaimana perlindungan hukum pengungsi? siapa sebetulnya siapa yang termasuk dalam kategori pengungsi itu? dan kapan status pengungsi berakhir? Bagaimana dengan status pengungsi Suriah?

C.

TUJUAN PENULISAN

Tulisan ini bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan yang muncul terkait status pengungsi Suriah dalam perspektif hukum internasional. Selain itu, tulisan ini bertujuan

(6)

untuk menganalisis teori-teori dan konsep hukum pengungsi dalam perspektif hukum internasional secara normative. Diharapkan penulisan ini mampu menjadi bahan rujukan tambahan bagi pemerhati hukum pengungsi internasional.

D.

METODE PENDEKATAN

Tulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.1 Tipe penelitian hukum yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap perjanjian-perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional.

Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Baik bahan hukum primer maupun sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan berdasarkan system cluster dan diklasifikasikan menurut sumber dan hirarkhienya untuk kemudian dianalisis secara komprehensif. Penulis kemudian menguraikan dan menghubungkan seluruh bahan hukum yang ada untuk kemudian disajikan dalam penulisan yang sistematis sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

1 Johny Ibrahim, 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, hlm. 295

(7)

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN PENGUNGSI

Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelum dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini didasarkan pada isi perjanjian internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.

Pengungsi dalam Perjanjian Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi pengungsi secara umum.

Pengertian pengungsi dalam perjanjian Internasional setelah tahun 1951 diartikan secara general (umum), tidak hanya daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada pembatasan yaitu pembatasan waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi sebelum 1 Januari 1951, jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak dibatasi. Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu dibatasi waktu?

Pada waktu itu negara-negara yang berunding bermaksud untuk membatasi pemberian perlindungan pada mereka yang sudah mengungsi, sedang untuk mereka yang akan mengungsi di kemudian hari tidak mendapat perlindungan dari Konvensi, alasan konvensi ini adalah akan memberikan beban pada negara peserta konvensi saja. Akan tetapi, dalam perkembangan jaman dirasakan konvensi ini sudah tidak Up to date lagi dan tidak memenuhi rasa kebutuhan sebab tidak menyesatkan masalah-masalah berikutnya, terutama karena ada unsur dateline tadi. Oleh karena itu, pada tahun 1967 diadakan pertemuan lagi tentang pengungsi, kemudian dalam protokol 1967 ini pembatasan berupa dateline tadi dihapuskan untuk menjadikan pengertian yang lebih luas.

Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi tersebut, yaitu :

1. Pengertian dasar pengungsi. Pengertian dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang (termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat

(8)

orang itu berada dan bekerja sama dengan UNHCR (United Nation High Commissioner For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB.

2. Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada).

3. Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan hubungan diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.

UNHCR sebenarnya didirikan oleh Majelis Umum PBB (MU PBB) tahun 1951, sedang Anggaran Dasar (Statutanya ) disetujui MU PBB Desember 1950. Tugas UNHCR pada prinsipnya memberikan perlindungan Internasional terhadap pengungsi yang termasuk wewenang UNHCR. Jadi, pengungsi-pengungsi yang dilindungi adalah pengungsi-pengungsi yang tidak dibatasi dataline tertentu seperti konvensi 1951, juga tidak dibatasi batas geografis tertentu . Ini disebut dalam Statuta UNHCR. Pengungsi dalam lingkungan UNHCR sering juga disebut MANDATE REFUGEE, maksudnya adalah pengungsi yang termasuk dalam wewenang UNHCR berdasar mandat dari UNHCR itu.

B.

PRINSIP STATUS PENGUNGSI

Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi.

Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.

Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap:

(9)

1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.

2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan dalam Konvensi1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.

C.

MACAM-MACAM PENGUNGSI

Latar belakang terjadinya pengungsi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :

1. Pengungsian karena bencana alam (Natural Disaster). Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi negaranya keluar untuk menyelamatkan jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta tolong pada negara dari mana ia berasal.

2. Pengungsian karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian disini pada prinsipnya pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari tuntutan (persekusi) dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah dimana ia berasal.

Dari dua jenis pengungsi di atas yang diatur oleh Hukum Internasional sebagai Refugee Law (Hukum Pengungsi) adalah jenis yang kedua, sedang pengungsi karena bencana alam itu tidak diatur dan dilindungi oleh Hukum Internasional.

Ada suatu istilah pengungsi yang disebut (Statutory Refugees. Yang dimaksud Statutory Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal dari suatu negara tertentu yang tidak mendapatkan perlindungan diplomatik dari negaranya (negara asalnya). Yang dapat dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah mereka yang memenuhi persyaratan seperti yang disebut dalam perjanjian Internasional sebelum 1951.

Sebenarnya, sebelum 1951 sudah ada persetujuan Internasional yang sifatnya Regional atau setempat misalnya : di Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi tetapi hanya berlaku setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional biasanya menyangkut tiga hal, yaitu:

1. Pemberian Asylum 2. Trael Document 3. Travel Facilities

(10)

Pemberian Asylum terutama di negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat banyak perjanjian-perjanjian Regional, di samping juga terdapat di Afrika tentang aspek-aspek khusus dari masalah pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di Asia yang berupa Deklarasi yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum Asia-Afrika di Bangkok, Anggota-anggotanya adalah Sarjana hukum dari Asia dan Afrika, diadakan pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip perlakuan terhadap pengungsi ada sifatnya Universal dan ada yang sifatnya Regional, akan tetapi sudah pengungsi dalam arti yang umum.

Dalam bagan berikut ini akan tampak pembedaan pengungsi.

Alam Statutory Refugee

Pengungsi UNHCR Convention Refugee

Manusia Mandate Refugee

Lain-lain

Penjelasan :

1. Statutory Refugee adalah status dari suatu pengungsi sesuai dengan persetujuan interansional sebelum tahun 1951.

2. Convention Refugee adalah stats pengungsi berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di sini pengungsi berada pada suatu negara pihak/peserta konvensi. Yang menetapkan status pengungsi adalah negara tempat pengungsian (negara dimana pengungsi itu berada) denga kejasama dari negara tersebut dengan UNHCR, wujud kerja sama itu misalnya: dengan mengikut sertakan UNHCR dalam komisi yang menetapkan status pengungsi, bentuk kerjasama lainnya neagar yang bersangkutan menyerahkan mandate sepenuhnya pada UNHCR untuk menetapkan apakah seseorang itu teramsuk pengungsi atau tidak 3. Mandate Refugee adalah menentukan status pengungsi bukan dari konvensi 1951 dan

Protokol 1967 tapi berdasar mandate dari UNHCR. Di sini pengungsi berada pada negara yang bukan peserta konvensi atau bukan negara pihak. Yang berwenang menetapkan status pengungsi adalah UNHCR bukan negara tempat pengungsian. Mengapa Mandate Refugee tidak ditetapkan oleh negara tempat pengungsi? Hal ini disebabkan karena negara tersebut

(11)

bukan negara pihak dalam konvensi tadi, akibatnya ia tidak bisa melakukan tindakan hukum seperti dalam konvensi tadi.

4. Pengungsi-pengungsi lain (sebab manusia):

Ada yang tidak dilindungi oleh UNHCR, misalnya : PLO, sebab PLO sudah diurus dan dilindungi badan PBB lain maka tidak termasuk lingkungan kekuasaan UNHCR.

Selanjutnya Haryomataram membagi dua macam “Refugees, yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian Refugees (Haryomataram, 1998: 9-10).

- Human Rights Refugees adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka karena adanya “fear of being persecuted”, yag disebabkan masalah ras, agama, kebangsaan atau keyakinan politik. Telah ada Konvensi dan Protokol yang mengatur Status dari Human Rights Refugees ini.

- Humanitarian Refugess adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka karena merasa tidak aman disebabkan karena ada konflik (bersenjata) yang berkecamuk dalam negara mereka. Mereka pada umumnya, di negara dimana mereka mengungsi, dianggap sebagai ‘alien”Menurut Konvensi Geneva 1949, “alien” ini diperlakukan sebagai “protected persons”. Dengan demikian mereka mendapat perlindungan seperti yang diatur, baik daam Konvensi Geneva 1949 (terutama Bag. IV), maupun dalam Protokol Tambahan I-1977.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, baik International Humanitarian Law maupun International refugees Law, mengatur masalah “refugess”. International Humanitarian Law memberikan perlindungan kepada “ humanitaran refugess”,sedang International Refugees Law mengatur “human rights refugees.”

D.

PENENTUAN STATUS PENGUNGSI

Istilah lain penentuan status pengungsi ialah tentang ELIGILBILITY dari seseorang. Untuk menentukan status pengungsi dapat digunakan kriteria yang terdiri dari unsur/faktor, yaitu faktor subjektif dan obyektif. Faktor subyektif ialah faktor yang terdapat pada diri pengungsi itu sendiri, ( yang minta status pengungsi), faktor inilah yang menentukan ialah apakah pada diri orang tersebut ada rasa ketakutan atau rasa kekhawatiran akan adanya persekusi /penuntutan), maka jika ada alasan ketakutan maka dapat dikatakan orang tersebut Eligibility, ketakutan itu dinilai dari takut terhadap tuntutan negaranya dan terancam kebebasannya.

(12)

Faktor Objektif adalah keadaan asal pengungsi, di Negara tersebut apakah benar-benar terdapat persekusi terhadap orang-orang tertentu. Misalnya: akibat perbedaan Ras, perbedaan Agama, karena suatu pandangan politik atau yang lainnya. Kalau keadaan tersebut pada negaranya memang demikian, maka keadaan ini bisa membuat seseorang menjadi Eligibility.

Seseorang tidak dapat dinyatakan sebagai Eligibility ialah :

1. Orang-orang yang melarikan diri ke Luar Negeri, karena lasan ekonomi agar bisa lebih baik, mereka ini tidak bisa disebut sebagai pengungsi.

2. Kaum Emigran, yaitu kaum yang pindah dari suatu negara ke lain negara tidak bisa disebut sebgaia pengungsi.

3. Pindah ke negara lain untuk mendapatkan kenikmatan pribadi.

4. Tidak bisa menyetujui kebijaksanaan pemerintah atau politik pemerintahnya tidak diakui.

Kekeliruan yang terjadi dalam penetapan Egilibility ialah

1. Bilamana orang-orang tersebut tidak jujur/tidak terus terang (faktor-faktor subjektif tidak wajar).

2. Kekeliruan fatal/jelek bilamana petugasnya tidak cermat.

Sehubungan dengan hal itu, ada prinsip yang disebut: BENEFIT OF THE DOUBT (keuntungan keraguan) maksudnya adalah : untuk menetapkan apakah seseorang bisa dikatakan pengungsi atau tidak, ada kemungkinan petugas dihadapkan pada suatu keraguan, mungkin didasarkan unsur subjektif orang tersebut, untuk itu apakah benar-benar ada rasa takut atau tidak pada orang tersebut, atau keragu-raguan ini apakah petugas tidak tahu di Negara asalnya terdapat keadaan yang dihadapi ini, menurut prinsip ini maka petugas harus mengambil keputusan yang paling menguntungkan orang tersebut, d.kl. orang tersebut diterima atau diberi stautus pengungsi.

Eligibility pengungsi harus ditetapkan satu persatu (secara individual ), jadi tidak ditetapkan secara bersama-sama, juga tidak bisa secara berkelompok, akan tetapi ini hanya sesuai dengan keadaan sebelum 1951, sesudah 111951 keadaan pengungsi tidak lagi dalam jumlah yang sedikit tapi banyak sekali, maka sering diambil suatu keputusan tentang eligibility iu secara PRIMA FACIE (Pandangan Pertama) keputusan semacam ini seharusnya diadakan penelitian ulang seharusnya dilakukan secara individual, akan tetapi dalam Praktek tak pernah dilakukan sebab: juga memerlukan petugas dan waktu yang banyak. Sehubungan dengan penelitian secara

(13)

Individual dikaitkan dengan prinsip kesatuan keluarga (PRINSIP OF THE FAMILY UNITY), maka persoalan yang timbul adalah apakah seorang suami diterima sebagai pengungsi dari suatu negara apabila anak dan istrinya datang?

Menurut prinsip tersebut anak dan istrinya diberi status sama dengan suaminya sebagai pengungsi supaya mereka bersatu. Dalam prinsip tersebut pengertian Family adalah keluarga dalam arti yang luas (diakui dalam Konvensi) yaitu: Istri dan anak-anak juga orang tua yang lanjut usia, tetapi dengan syarat orang ini tadinya satu kehidupan keluarganya (hause hold).

Mengenai prinsip kesatuan keluarga juga terdapat dalam Declaration of Human Right juga terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang menyangkut Human Right, di dalam Final Act yang menerima Konvensi 1951 mengenai kesatuan keluarga juga diakui dan dianjurkan supaya negara-negara menghormati prinsip ini.

E.

KEDUDUKAN DAN HAK PENGUNGSI

Kedudukan sebagai pengungsi tidak berlaku abadi artinya bisa berhenti, persoalan yang timbul adalah jangan sampai pengungsi itu bisa dirugikan statusnya sebagai pengungsi secara sewenang-wenang. Oleh karena itu penghentian status pengungsi harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi. Adapun yang menjadi hak dan kewajiban pengungsi adalah sebagai berikut (baca juga Sukanda Husin. 1998 : 32-34) ;

a. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan untuk menjalankan agamanya sertya kebebasan bagi pendidikan anak-anak mereka ditempat mana mereka ditampung (Pasal 3 dan 4). Ini merupakan hak non diskriminasi.

b. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh negara peserta Konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status pribadi.

c. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini merupakan hak kesempatan atas hak milik.

(14)

d. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non- politis (Pasal 15 ) Ini merupakan hak berserikat.

e. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka mempunyai kebebasan untuk mengajukan gugatannya di sidang pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ) Ini merupakan hak berperkara di pengadilan.

f. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok (pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang menghasilkan. g. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas

hak memperoleh pendidikan sekolah dasar. Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa (Pasal 22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran.

h. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu masih berada dalam teritorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini merupakan hak kebebasan bergerak. i. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak

untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan . Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial.

j. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentngan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda pengenal dan dokumen perjalanan.

k. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara, tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap pengungsi yang masuk secara tidak syah, kecuali

(15)

jika keamanan nasional menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka tinggal (pasal 31, 32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir.

Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi.

Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to measures taken for maintenance of public order.”

Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap pengungsi berkewajiban untuk mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan- ketentuan untuk menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan. Hak asasi manusia yang diatur dalam Universal Declaration of Human Rights di atas merupakan pengaturan umum. Pengaturan yang lebih rinci dapat dilihat di dalam International Convenant on Oconomic, Social and Cultural Rights dan International Convenant on Civil and Political Rights serta Protokol-protokol tambahannya.

F.

STATUS PENGUNGSI SURIAH DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Sejak terjadinya gelombang reformasi di Arab yang diawali darireformasi Tunisia yang kemudian mencapai Suriah pada bulan Maret 2011dimana ketika penduduk kota kecil di selatan Suriah turun ke jalan untuk memprotes penyiksaan yang dilakukan pihak pemerintah Suriah terhadap mahasiswa, namun di dalam perkembangannya para demonstran justru memprotes pemerintahan Bashar Al Assad yang hampir lima decadeberkuasa.

Pemerintah Suriah memerintahkan tentara Suriah untuk meredam aksi para demonstran. Tindakan pemerintah Suriah dapat dikatakan cukupkejam karena Presiden Bashar Al Assad langsung memerintahkan tentara pemerintahan untuk menembak para demonstran yang turun ke jalan padasaat itu. Tentara pemerintahan yang menolak untuk menembaki warga sipil, dieksekusi oleh tentara Suriah itu sendiri, didalam laporannya pemerintah Suriah membantah laporan tersebut dengan dalih yang melakukan tindakan pembantaian adalah pihak yang disebut pihak pemerintahan Suriah sebagai gerombolan bersenjata dan saat itu jugadimulai kampanye pemberontakan anti tentara Suriah.

Pemerintahan di pengasingan kemudian dibentuk dan diberi nama Dewan Nasional Suriah yang terdiri dari gabungan berbagai partai oposisi serta memiliki tujuan yang sama untuk mengakhiri pemerintahan Bashar Al Assad dan membentuk Negara Suriah yang lebih maju dan

(16)

demokratis. Dewan Nasional Suriah telah memiliki hubungan dengan tentara pembebasan Suriah yang memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Bashar Al Assad. Pengikut Assad sebagian besar adalah elit militer khususnya militer yang berasal dari sekte Alawi. Sekte Alawi adalah kelompok yang minoritas di Negara Suriah yang mayoritas adalah kaum Sunni.

Tindakan Bashar Al-Assad menuai kecaman dari banyak Negara di dunia . Para menteri luar negeri lebih dari 50 negara di Tunisia yang menghadiri pertemuan Friends of Syria mengutuk tindakan Presiden Assad dan mendesaknya untuk mengundurkan diri. Kecaman tidak hanya itu saja, dalam pertemuan tersebut juga disepakati bahwa akan memberlakukan sanksi terhadap Suriah antara lain pemboikotan minyak Suriah, penangguhan investasi dan pencegahan pasokan senjata kepada pemerintah, serta dalam pertemuan yang dilakukan di Qatar tersebut juga membahas untuk melakukan tindakan yang lebih agresif lagi yaitu dengan cara mempersenjatai para pemberontak Suriah bahkan hingga intervensi militer namun kesulitannya adalah kurangnya koordinasi antara kelompok oposisi Suriah dimana beberapa pemberontak justru bergabung dengan Al-Qaeda.

Konflik Suriah pada akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan dan semakin mengkhawatirkan. Para aktivis oposisi melaporkan bahwa pada tanggal 11 Maret 2012 militer dan kelompok pro pemerintahan telah menangkap sejumlah warga sipil, pusat kota dihancurkan, wanita dan bahkan anak-anak diserang, mereka ditembaki dan dibunuh oleh tentara yang pro pemerintahan. Namun dalam laporannya , tentara pemerintahan Suriah kembali berulah dengan melaporkan bahwa korban tewas tersebut adalah teroris bersenjata.

Serangan terhadap pihak yang dikatakan pemberontak atau teroris bersenjata tersebut telah mengakibatkan banyak korban berjatuhan dan diantaranya penduduk sipil yang tidak membawa senjata. Badan pengungsi PBB menyampaikan sekitar 30.000 orang sudah melarikan diri ke Negara tetangga terutama Lebanon dan sekitar 200.000 lebih telah menjadi pengungsi dan masih terdapat 13.000 orang yang masih menunggu proses pencatatan oleh UNHCR.

Diantara para pengungsi tersebut sebagian besar terdiri dari anak-anak dan wanita hamil. Banyak orang tua menghadapi beberapa tantangan di dalam kamp pengungsian ketika mereka tidak bisa mencatatkan kelahiran anak-anak mereka karena sebagian besar pengungsi Suriah di Lebanon menolak untuk pergi ke kedutaan besar Suriah karena factor keamanan sehingga pada akhirnya ratusan bayi Suriah yang lahir di kamp pengungsian di Lebanon tidak terdaftar secara resmi dan hanya menerima surat kelahiran tanpa nama lahir, tentu saja hal tersebut sangat merugikan keberadaan mereka sebagai pengungsi di Lebanon, untuk itu pengungsi Suriah harus

(17)

mendaftarkan bayi mereka agar pemerintah Lebanon mampu memberikan hak-hak pengungsi mereka secara utuh namun dalam kasus pengungsi Suriah, beberapa orang tua harus mengatakan bahwa mereka berkewarganegaraan Lebanon kepada pihak rumah sakit yang membantu persalinan mereka di Lebanon agar mendapatkan surat kelahiran.

Perlindungan hukum bagi anak yang dilahirkan oleh pengungsi Suriah di Lebanon diatur dalam Convention on the Reduction Statelessness 1961 article 1.16 , Negara pihak memiliki

kewajiban terhadap status kewarganegaraan terhadap seseorang yang dilahirkan di negaranya, dalam hal ini adalah bayi yang dilahirkan oleh pengungsi Suriah di kamp pengungsian di Lebanon, namun pemerintah Lebanon terlihat hanya berdiam saja terkait masalah tersebut yang salah satu penyebabnya karena terus bertambahnya jumlah pengungi asal Suriah yang memasuki wilayah negaranya.

Penanganan pengungsi suatu Negara tidak dapat terlepas dari peran organisasi atau lembaga internasional seperti ICRC,IOM,UNHCR dimana setiap lembaga tersebut memiliki tugas masing-masing. ICRC (International Committee of the Red Cross) merupakan lembaga internasional yang didalam tugasnya menitikberatkan pada bagaimana penanganan dalam perlindungan dan perawatan penduduk sipil korban konflik, IOM (International Organization for Migration) lebih mengedepankan terhadap penanganan dalam pengembangan kebijakan perundang-undangan dan mekanisme administratif migrasi. Sedangkan UNHCR (United Nation High Comission for Refugees) sebagai organisasi pengungsi yang dibentuk berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB diberi mandat untuk mengkoordinasi langkah-langkah internasional dalam memberikan perlindungan pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi diseluruh dunia dimana dalam menjalankan tugasnya UNHCR berpedoman pada mandat yang diberikan Majelis Umum PBB dan Dewan Ekonomi dan Sosial ( ECOSOC) 8.

Pasal 1 statuta UNHCR menjelaskan bahwa tugas utama mereka adalah memberikan perlindungan terhadap pengungsi Internasional dan mencari solusi permanen terhadap pengungsi dengan membantu pemerintah memfasilitasi pemulangan dengan sukarela atau mengintegrasikan pengungsi dalam masyarakat berkewarganegaraan baru. Kegiatan UNHCR lebih bersifat kemanusian dan sosial, lembaga UNHCR memiliki proedur dalam pemberian bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia berupa perlindungan Internasional yang secara umum konsep tersebut berisi pencegahan serta pemulangan kembali, bantuan dan nasihat hukum.

(18)

Permasalahan anak yang dilahirkan oleh pengungsi Suriah di kamp pengungsian di Lebanon dalam memperoleh kewarganegaraan, memerlukan bantuan dari pihak lain, dalam hal ini adalah UNHCR. Tugas UNHCR adalah berkomunikasi dengan para pihak yang terkait baik pemerintah Lebanon maupun kedutaan besar Suriah yang ada di Lebanon untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa pengungsi menyebutkan bahwa mereka telah berusaha untuk menghubungi kantor UNHCR dan memberitahu tentang masalah ini namun tidak pernah mendapatkan suatu tanggapan dari pihak UNHCR.

Keadaan tanpa kewarganegaraan akan menyebabkan bayi yang dilahirkan oleh pengungsi asal Suriah di Lebanon tersebut dapat kehilangan banyak hak seperti yang diatur dalam konvensi jenewa 1951 tentang status pengungi yang menyebutkan didalam ketentuan umum konvensi pasal 1 ayat C.6 telah diatur mengenai bagaimana suatu Negara penerima pengungsi dapat mengembalikan pengungsi ke Negara asalnya dengan beberapa ketentuan yang menyangkut tentang pengungsi tanpa kewarganegaraan, untuk itu bayi-bayi yang dilahirkan di kamp pengungsian sangat rentan akan pemulangan kembali karena mereka tidak memiliki identitas dan kewarganegaraan yang resmi meskipun Lebanon sebagai negara penerima pengungsi dapat memberikan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di wilayahnya (ius soli).

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Sampai saat ini, pengungsi masih merupakan masalah di berbagai negara di dunia. Hukum Internasional yang digunakan untuk melindungi pengungsi sampai saat ini ialah konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di samping itu, Konvensi Geneva 1949 tentang dan protokol Tambahan 1-1977 , yang mengatur khusus “Humantarian Refugees.”

Status pengungsi Suriah telah menjadi permasalahan fenomenal saat ini di seluruh dunia. Berbagai reaksi dari berbagai negara di belahan bumi, telah meningkatkan perhatian kita terhadap status mereka di mata hukum, khususnya hukum internasional. Perlindungan terhadap mereka menjadi kewajiban bagi seluruh bangsa-bangsa yang beradab.

(19)

B.

SARAN

Permasalahan pengungsi Suriah ini hendaknya diselesaikan secara bersama-sama seluruh bangsa yang ada di dunia, sehingga dampaknya tidak semakin meluas. Perlindungan terhadap pengungsi, anak-anak dna wanita harus menjadi prioritas utama dalam menyelesaikan masalah pengungsi Suriah ini. Status mereka harus ditetapkan secara jelas dan mengikuti aturan hukum internasional yang selama ini telah disepakati oleh bangsa-bangsa beradab.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang berkaitan dengan karakter kerja keras serta diharapakan mampu menjadi rujukan bagi penelitian berikutnya yang

Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pengawasan Pengelolaan APBDes di Desa Senambah Kecamatan Muara Bengkal Kabupaten Kutai Timur merupakan proses pengendalian,

mempengaruhi lawan tuturnya. Berkaitan dengan penelitian ini di dalam Stand Up Comedy menyajikan tindak tutur tidak bersifat menginformasikan saja. Namun, ada sebuah

Inhibit = VDD (MC14051B) (MC14052B) (MC14053B) ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ ÎÎÎ — — — ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ ÎÎÎÎ

Sterilisasi sebelum inkubasi efektif dalam membunuh mikroba epifit atau mikroba yang menempel dibagian permukaan daun, sehingga koloni yang tumbuh pada permukaan

Bentuk kerjasama itu tercermin didalam struktur organisasi sekolah dalam kegiatan proses pendidikan dan pengajaran pada Madrasah Ibtidaiyah Swasta Pangeran Aji