• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KERUSAKAN SITU RAWA BADUNG (Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur) RIRI ASMARTA DEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KERUSAKAN SITU RAWA BADUNG (Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur) RIRI ASMARTA DEWI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT KERUSAKAN SITU RAWA BADUNG

(Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur)

RIRI ASMARTA DEWI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

RINGKASAN

RIRI ASMARTA DEWI. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung: Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur. Dibimbing Oleh AKHMAD FAUZI dan KASTANA SAPANLI.

Wilayah perairan di Indonesia terdiri atas perairan laut dan perairan darat. Selain sungai, danau/situ merupakan perairan darat yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun, saat ini kondisi danau di Indonesia mengalami penurunan fungsi yang disebabkan pencemaran dan pendangkalan. Kondisi situ yang semakin menunjukkan penurunan fungsi akan memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) mendeskripsikan keragaan pengelolaan Situ Rawa Badung; (2) mengidentifikasi persepsi responden mengenai kerusakan yang terjadi Situ Rawa Badung; dan (3) mengestimasi kerugian ekonomi yang diderita masyarakat akibat kerusakan Situ Rawa Badung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari buku referensi, internet, informasi dan sumber dari Kantor Kelurahan Jatinegara, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, dan Suku Dinas Pekerjaan Umum Propinsi DKI Jakarta. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mendeskripsikan pengelolaan Situ Rawa Badung, analisis deskriptif dan kualitatif untuk mengidentifikasi persepsi responden, serta biaya kesehatan dan biaya pencegahan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat.

Belum ada pengelolaan secara terpadu terhadap Situ Rawa Badung dikarenakan belum tercapainya upaya perluasan situ oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, untuk sementara pengelolaan terhadap situ tersebut mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Persepsi responden terhadap kondisi Situ Rawa Badung dan sekitarnya adalah buruk. Kenyamanan tinggal responden disekitar situ tersebut adalah cukup nyaman. Namun, kerusakan yang terjadi pada situ tersebut cukup mengganggu aktivitas sehari-hari responden. Kerusakan yang terjadi pada situ tersebut berupa pencemaran dan pendangkalan yang disebabkan oleh timbunan sampah yang dibuang ke situ tersebut.

Pencemaran dan banjir yang terjadi pada Situ Rawa Badung menuntut masyarakat untuk mengeluarkan biaya kesehatan apabila terjangkit penyakit dan biaya pencegahan terhadap banjir. Estimasi biaya kesehatan masyarakat adalah sebesar Rp 123.857.945,- per periode Rp 256.699.094,- per tahun. Nilai ini menunjukan bahwa kerusakan yang terjadi pada situ tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat sekitarnya. Estimasi biaya pencegahan terhadap banjir yang dikeluarkan masyarakat pada tahun 2011 secara agregat adalah sebesar Rp 3.887.085.449,-.

(3)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT KERUSAKAN SITU RAWA BADUNG

(Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur)

RIRI ASMARTA DEWI H44070081

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung (Kasus: Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur)

Nama : Riri Asmarta Dewi NIM : H44070081

Disetujui,

Diketahui,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Pembimbing I

Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si Pembimbing II

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai Kerugian ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung: Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur adalah karya saya dengan arahan komisi pemebimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Riri Asmarta Dewi H44070081

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Mama (Syafrina), Papa (Nadirman), Kakak (Loly Asvita Sari) serta Adik (Suryadi Saputra) atas segala perhatian, dorongan, doa dan kasih sayang. 2. Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Kastana Sapanli, SPi, M.Si selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan perhatian terhadap penulis selama proses penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen penguji pertama dan Benny Osta Nababan, SPi, MSi sebagai dosen penguji perwakilan departemen.

4. Pini Wijayanti, SP, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.

5. Kelurahan Jatinegara, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, atas data dan informasinya.

6. Rekan satu bimbingan, Wikaniati, Agung Lukmana, dan Shifa Nurul Fauziah serta Frizka, Pristy, Nadia, Dyah, Dina dan sahabat ESL 44 lainnya, terimakasih atas doa, dukungan, semangat, motivasi dan kebersamaannya. 7. Para sahabat: Rari, Astri, Tari, Anthi, Algia, Risna, Puput, Nurani, Adinda,

Rifqa, Irna, Irwan, dan Dian terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya. 8. Dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Estimasi Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung: Kasus Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur” ini dengan baik, semata-mata atas

kehendak-Nya dan rahmat cinta-Nya yang berlimpah. Skripsi ini memiliki tujuan antara lain: (1) mendeskripsikan keragaan pengelolaan Situ Rawa Badung; (2) mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai kerusakan yang terjadi di Situ Rawa Badung; dan (3) mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai kerusakan yang terjadi di Situ Rawa Badung. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyempurnakan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna melengkapi skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT.

Bogor, September 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Danau atau Situ ... 8

2.2 Pengelolaan Danau ... 9

2.3 Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya dan Lingkungan 11 2.4 Pencemaran Air ... 12

2.5 Banjir ... 16

2.6 Konsep Cost of Illness ... 17

2.7 Value of Sick Leave ... 20

2.8 Averting Behavior Method ... 21

2.9 Konsep Time Preference dan Discounting ... 23

2.10 Penelitian Terdahulu ... 25

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

IV. METODE PENELITIAN ... 30

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

4.3 Penentuan Jumlah Responden ... 31

4.4 Pengumpulan Data ... 32

4.5 Metode dan Analisis Data ... 33

4.5.1 Keragaan Pengelolaan Danau ... 33

4.5.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Kerusakan Danau ... 33

4.5.3 Estimasi Kerugian Ekonomi... 34

4.5.3.1 Cost of Illness ... 34

4.5.3.2 Averting Behavior Method Pendekatan Preventive Expenditure ... 37

(9)

V. GAMBARAN UMUM ... 39

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Jatinegara ... 39

5.1.2 Gambaran Umum Situ Rawa Badung ... 42

5.1.3 Kualitas Air Situ Rawa Badung ... 44

5.2 Karakteristik Responden ... 48

5.2.1 Jenis Kelamin ... 48

5.2.2 Usia ... 49

5.2.3 Status Perkawinan ... 49

5.2.4 Jumlah Tanggungan ... 50

5.2.5 Pendidikan Formal Terakhir ... 51

5.2.6 Jenis Pekerjaan ... 51

5.2.7 Total Pendapatan Rumah Tangga ... 52

5.2.8 Status Tempat Tinggal ... 53

5.2.9 Lama Tinggal ... 53

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung ... 55

6.2 Identifikasi Persepsi Responden Mengenai Kerusakan Situ Rawa Badung ... 57

6.2.1 Persepsi Responden Terhadap Kondisi Fisik Situ Rawa Badung ... 58

6.2.2 Persepsi Responden Terhadap Kebersihan Lingkungan Sekitar Situ Rawa Badung ... 60

6.2.3 Persepsi Responden Mengenai Kenyamanan Tinggal di Sekitar Situ Rawa Badung ... 62

6.2.4 Persepsi Responden Mengenai Bentuk Kerusakan Situ Rawa Badung ... 64

6.2.5 Persepsi Responden Mengenai Sumber Kerusakan Situ Rawa Badung ... 65

6.2.6 Persepsi Responden Mengenai Pengaruh Kerusakan Situ Rawa Badung Terhadap Aktivitas Sehari-hari ... 67

6.3 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung ... 69

6.3.1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ... 70

6.3.1.1 Pendapatan yang Hilang (Cost of Time) ... 71

6.3.1.2 Biaya Pengobatan ... 74

6.3.2 Biaya Pencegahan Banjir (Preventive Expenditure) .... 77

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

7.1 Kesimpulan ... 87 7.2 Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN ... 93 RIWAYAT HIDUP ... 104 v

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Kondisi Situ di DKI Jakarta ... 3

2 Metode Analisis dan Sumber Data ... 32

3 Penggunaan Luas Lahan di Kelurahan Jatinegara... 39

4 Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Jatinegara Tahun 2011 ... 40

5 Sarana Kesehatan di Kelurahan Jatinegara ... 41

6 Sarana Perkonomian di Kelurahan Jatinegara ... 41

7 Laporan Hasil Uji Kualitas Air Situ Rawa Badung ... 43

8 Statistik Penilaian Responden Terhadap Kondisi Fisik Situ Rawa Badung ... 58

9 Statistik Penilaian Responden Terhadap Kebersihan Lingkungan di Situ Rawa Badung ... 60

10 Statistik Penilaian Responden Mengenai Kenyamanan Tinggal di Sekitar Situ Rawa Badung ... 62

11 Statistik Penilaian Responden Mengenai Bentuk Kerusakan Situ Rawa Badung ... 64

12 Statistik Penilaian Responden Mengenai Sumber Kerusakan Situ Rawa Badung ... 66

13 Statistik Penilaian Responden Mengenai Pengaruh Kerusakan Situ Rawa Badung Terhadap Aktivitas Sehari-hari ... 68

14 Total Nilai Pendapatan Masyarakat yang Hilang ... 74

15 Total Biaya Pengobatan Masyarakat ... 76

16 Total Biaya Kesehatan Masyarakat ... 77

17 Total Biaya Pencegahan Banjir Masyarakat Situ Rawa Badung ... 82

18 Total Biaya Pencegahan Banjir Masyarakat Situ Rawa Badung dengan Tingkat Suku Bunga Discounting 3% ... 83

19 Total Biaya Pencegahan Banjir Masyarakat Situ Rawa Badung dengan Tingkat Suku Bunga Discounting 5% ... 84

20 Total Biaya Pencegahan Banjir Masyarakat Situ Rawa Badung dengan Tingkat Suku Bunga Discounting 10% ... 85

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Diagram Alur Kerangka Berpikir ... 29

2 Peta Lokasi Situ Rawa Badung ... 30

3 Luas Situ Rawa Badung ... 42

4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia ... 49

6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan 50 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 50

8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir ... 51

9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan .... 52

10 Karakteristik Responden Berdasarkan Total Pendapatan Rumah Tangga per Bulan ... 53

11 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal ... 53

12 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal ... 54

13 Perbandingan Jumlah Reponden Mengenai Keterjangkitan Penyakit Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung ... 71

14 Presentase Responden Dalam Upaya Pencegahan Banjir Situ Rawa Badung ... 78

15 Perbandingan Persepsi Responden Mengenai Penyebab Meluapnya Situ Rawa Badung ... 79

16 Perbandingan Upaya Pencegahan Banjir Yang Dilakukan Oleh Responden ... 81

17 Perbandingan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Total Biaya Pencegahan ... 86

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Biaya Kesehatan (Cost of Illness) ... 93

2 Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) ... 97

3 Dokumentasi... 101

4 Peta Kelurahan Jatinegara ... 103

(13)

1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Wilayah perairan di Indonesia terdiri atas perairan laut dan perairan darat. Perairan laut berupa lautan serta selat sedangkan perairan darat mencakup sungai dan danau. Selain sungai, danau merupakan perairan darat yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia khususnya sebagai penyedia sumber air. Pemanfaatan sumber air bagi aktivitas kehidupan tidak hanya untuk keperluan domestik. Aktivitas berbagai sektor lain seperti pertanian, perindustrian, ketenagalistrikan, serta pariwisata juga melakukan pemanfaatan pada sumber air.

Kondisi danau-danau di Indonesia saat ini menunjukkan kondisi yang semakin memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan fungsi danau yang mengalami penurunan. Penurunan fungsi ini disebabkan oleh sedimentasi atau pendangkalan, pencemaran, ataupun kerusakan lainnya yang terjadi pada sebagian besar danau di wilayah Indonesia.

DKI Jakarta juga memiliki danau-danau yang tersebar di beberapa titik lokasi. Danau-danau di Jakarta memiliki ukuran danau yang lebih kecil dibandingkan dengan danau-danau di wilayah Indonesia lainnya yakni kurang dari 50 hektar. Oleh karena itu, danau di Jakarta lebih disebut situ. Situ adalah penamaan bagi danau yang memiliki ukuran yang kecil1.

Berdasarkan data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta (2008), jumlah situ-situ di DKI Jakarta tercatat sebanyak 40 buah. Situ yang berada di wilayah Jakarta Utara adalah sebanyak 12 situ dengan luas

1

Anne Ahira. “Macam-macam Danau di Indonesia”. Di akses 24 Januari 2011 www.anneahira.com

(14)

2 total 179,5 hektar. Di Jakarta Barat terdapat 2 buah situ dengan luas 5 hektar. Jakarta Pusat memiliki 3 situ dengan luas 7,4 hektar. Sebanyak 16 situ dengan luas 66,875 hektar terdapat di Jakarta Timur. Sedangkan di Jakarta Selatan terdapat 7 situ dengan luas 66,5 hektar. Dua belas situ tersebut merupakan situ buatan, sedangkan selebihnya yaitu 28 situ merupakan situ yang terbentuk secara alami.

Dari 40 situ yang terdapat di DKI Jakarta, lebih dari 50 % situ dalam kondisi yang buruk, atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Berdasarkan kondisi situ di DKI Jakarta seperti terlihat pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebanyak 19 situ (47,5%) dalam kondisi terawat, 14 situ (35%) dalam kondisi tidak terawat, dan 5 situ (12,5%) telah menjadi daratan. Situ Rawa Kendal, Situ Rorotan, Situ Rawa Penggilingan, Situ Rawa Segaran, dan Situ Dirgantara merupakan situ-situ di Jakarta yang telah berubah menjadi daratan.

(15)

3

Tabel 1. Kondisi Situ di DKI Jakarta

No Wilayah / Nama Situ Kondisi Keterangan

Jakarta Utara (12 buah)

1 Situ Marunda Pencemaran dan Pendangkalan

2 Waduk Pantai Indah Kapuk Utara Pencemaran dan Pendangkalan Buruk 3 Waduk Pantai Indah Kapuk Selatan Pencemaran dan Pendangkalan Buruk 4 Situ Rawa Kendal Telah menjadi daratan

5 Waduk Muara Angke Pencemaran dan Pendangkalan

6 Situ Pluit Pencemaran dan Pendangkalan Buruk 7 Waduk Sunter I Terpelihara Sedang 8 Waduk Sunter II Terpelihara

9 Waduk Sunter III Terpelihara 10 Situ Sunter Barat Terpelihara

11 Situ Pademangan Pendangkalan Buruk 12 Situ Rorotan Pendangkalan

Jakarta Barat (2 buah)

1 Situ Rawa Kepa Pendangkalan

2 Situ Empang Bahagia Pencemaran dan Pendangkalan Buruk

Jakarta Pusat (3 buah)

1 Waduk Taman Ria Remaja Pendangkalan

2 Waduk Melati Pendangkalan Buruk 3 Situ Lembang Pendangkalan Sedang

Jakarta Timur (16 Buah)

1 Situ Arman Pendangkalan 2 Waduk Elok Pendangkalan

3 Situ Rawa Penggilingan Mengering dan menjadi daratan 4 Situ Rawa Badung Pendangkalan

5 Situ Rawa Pendongkelan Pendangkalan Buruk 6 Waduk PDAM -

7 Situ Bea Cukai Pendangkalan 8 Situ Rawa Wadas Pendangkalan

9 Situ Ria Rio Pendangkalan Buruk 10 Situ TMII Pendangkalan

11 Waduk TMII Pendangkalan

12 Situ Rawa Segaran Sudah diurug jadi tegalan 13 Situ Dirgantara Sudah diurug jadi lahan pertanian 14 Situ Halim Pendangkalan

15 Situ Rawa Dongkal Pencemaran dan Pendangkalan Sedang 16 Situ Kelapa Dua Wetan Pencemaran dan Pendangkalan

Jakarta Selatan (7 buah)

1 Situ Ragunan Pencemaran dan Pendangkalan Sedang 2 Situ MBAU Pancoran Pendangkalan

3 Situ Kalibata Pencemaran dan Pendangkalan Buruk 4 Situ Rawa Ulu jami Pendangkalan

5 Waduk Setiabudi Pendangkalan

6 Situ Babakan Pencemaran dan Pendangkalan Sedang 7 Situ Mangga Bolong Pendangkalan

Sumber : BPLHD DKI Jakarta (2008)

Pendangkalan dan pencemaran yang terjadi di danau merupakan indikator bahwa telah terjadi kerusakan pada situ tersebut. Pendangkalan terjadi akibat sedimentasi karena degradasi kondisi hutan di daerah tangkapan airnya (Naryanto dkk., 2009). Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pemeliharaan

(16)

4 danau/situ kerap menjadi penyebab pendangkalan. Misalnya anggapan masyarakat bahwa situ merupakan tempat penampungan sampah serta pembangunan bangunan liar di sekitar bantaran situ. Pendangkalan tersebut menyebabkan penurunan fungsi situ sebagai tempat penampung air. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir apabila situ tidak cukup untuk menampung air ketika hujan turun.

Pencemaran adalah masalah terbesar dalam ekosistem situ. Pencemaran berasal dari sampah, limbah domestik rumah tangga masyarakat, limbah pertanian, limbah buangan pabrik yang biasanya zat kimia berbahaya, dan sebagainya. Pencemaran pada situ sangat mempengaruhi kualitas air pada situ tersebut. Penurunan kualitas air mempengaruhi masyarakat sekitar maupun biota-biota yang hidup pada situ tersebut. Bagi masyarakat, menurunnya kualitas air situ akan menimbulkan kerugian antara lain ketidaknyamanan bermukim karena menimbulkan bau tak sedap serta terjangkitnya penyakit.

Kerusakan yang terjadi pada situ tidak dapat dibiarkan terus menerus. Perhatian khusus serta pengelolaan yang terpadu dari pihak-pihak yang terkait sangat diperlukan dalam menangani hal tersebut. Kondisi situ yang semakin menunjukkan penurunan fungsi akan memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti merasa perlu adanya studi yang mengkaji dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan situ.

1.2 Perumusan Masalah

Situ Rawa Badung Jakarta Timur merupakan salah satu situ yang kondisinya buruk. Situ Rawa Badung memiliki warna air yang pekat dan ditumbuhi tanaman air, serta bau busuk sampah. Bau busuk yang ditimbulkan

(17)

5 sampah-sampah tersebut dapat menyebabkan berbagai penyakit saluran pernafasan. Kondisi situ yang demikian memberikan keleluasaan bagi bibit penyakit untuk berkembang biak. Hal ini memungkinkan bibit penyakit menyebarkan wabah penyakit bagi manusia maupun biota-biota yang hidup di dalam maupun di sekitar Situ Rawa Badung.

Konversi lahan di sekitar maupun di bantaran Situ Rawa Badung serta pendangkalan yang terjadi menyebabkan situ tidak dapat berfungsi secara maksimal sebagai tempat penampung air hujan. Bantaran situ terdapat bangunan-bangunan liar yang menyebabkan penyempitan pada luas danau ditunjukkan dengan meningginya permukaan air Situ Rawa Badung. Pembangunan Jalan KRT Radjiman Widyodiningrat menimbulkan masalah tersendiri terhadap keberadaan Situ Rawa Badung. Pembangunan jalan tersebut membelah situ menjadi dua bagian. Situ Rawa Badung bagian barat semakin dipadati permukiman, sementara sisi timur situ tetap berisi air. Akibatnya ketika hujan lebat sering kali air Situ Rawa Badung meluap dan membanjiri perkampungan di sekelilingnya.

Masalah pengelolaan danau atau situ menjadi salah satu penyebab kerusakan danau. Pemerintah daerah memiliki wewenang terhadap lahan sekitar danau. Sedangkan Dinas Pekerjaan Umum yang memiliki tanggung jawab memperhatikan kondisi sumberdaya air pada danau. Apabila terjadi tumpang tindih ataupun ketidakjelasan batasan wewenang maupun tanggung jawab akan mengakibatkan ketidakmaksimalan dalam pengelolaan danau. Akhirnya akan tetap merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar danau.

Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan diatas timbul pertanyaan penelitian, yaitu:

(18)

6 1. Bagaimana keragaan pengelolaan pada Situ Rawa Badung?

2. Bagaimana persepsi masyarakat sekitar mengenai kerusakan yang terjadi di Situ Rawa Badung?

3. Berapa besarnya kerugian yang diderita masyarakat akibat kerusakan Situ Rawa Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian meliputi: 1. Mendeskripsikan keragaan pengelolaan Situ Rawa Badung.

2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai kerusakan yang terjadi di Situ Rawa Badung.

3. Mengestimasi kerugian ekonomi yang diderita masyarakat akibat kerusakan Situ Rawa Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pelengkap dalam khasanah ilmu pengetahuan.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengelolaan maupun kebijakan mengenai pemulihan kondisi situ atau danau sehingga pengelolaan lebih efektif dan efisien.

4. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar Situ Rawa Badung agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan dalam kehidupan mereka.

(19)

7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya menghitung dampak yang bersifat langsung terhadap masyarakat yang berada di sekitar Situ Rawa Badung. Kerugian yang diestimasi pada penelitian ini hanya kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran dan banjir yang terjadi sebagai bentuk dari kerusakan danau. Pencemaran dan banjir yang terjadi dapat menimbulkan biaya kesehatan berupa biaya berobat dan pembelian obat apabila terjangkit oleh penyakit serta kehilangan pendapatan akibat tidak dapat bekerja karena sakit. Banjir yang timbul akibat adanya konversi lahan sekitar situ menyebabkan masyarakat harus melakukan upaya untuk mencegah terjadinya banjir.

(20)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Danau atau Situ

Danau merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alami atau sengaja dibuat manusia untuk menampung dan menyimpan air yang berasal hujan, mata air, dan atau air sungai (Susmianto, 2004). Pengertian situ menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2003) adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alamiah dan atau air permukaan sebagai siklus hidrologi, dan merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung.

Danau-danau di Indonesia terbentuk secara alamiah dan buatan akibat dari aktivitas manusia. Menurut Naryanto dkk. (2009), berdasarkan tipe pembentukannya, genesa atau asal kejadian danau dan reservoir di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam 14 tipologi yaitu, tektonik, tektono-vulkanik, vulkanik, kawah, kaldera, patahan lingkar-kaldera, paparan banjir, oksbow, longsoran, pelarutan, morain/gletser, embung buatan, dan sisa galian/kolong.

Pada dasarnya danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan fungsi sosial-ekonomi-budaya. Fungsi ekologi danau adalah sebagai pengatur tata air, pengendali banjir, habitat hidupan liar atau spesies yang dilindungi atau endemik serta penambat sedimen, unsur hara dan bahan pencemar. Fungsi sosial-ekonomi-budaya danau adalah memenuhi keperluan hidup manusia, antara lain untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sarana transportasi, keperluan pertanian, tempat sumber protein, industri, pembangkit tenaga listrik, estetika, olahraga, rekreasi, industri pariwisata, heritage, religi, dan tradisi. Selain itu, danau juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi; yaitu dengan

(21)

9 menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air ke kantung-kantung air lain seperti akuifer (air tanah), sungai dan persawahan. Dengan demikian danau dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim hujan, serta menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau (Naryanto dkk., 2009).

Menurut Susmianto (2004), terdapat berbagai ancaman penyebab kerusakan ekosistem danau baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Penyebab kerusakan secara alami, misalnya banjir, gempa bumi, vulkanik. Sedangkan ancaman kerusakan yang disebabkan aktivitas manusia, misalnya sedimentasi, pencemaran (limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri), pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, memasukkan spesies eksotik, konversi lahan, perubahan sistem hidrologi, serta pembangunan pemukiman.

2.2 Pengelolaan Situ/Danau

Sesuai dengan UU. No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, pengelolaan danau/situ terdiri atas tiga komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan, dan pengendalian daya rusak air. Waduk embung, situ, dan danau yang merupakan sumber air telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan danau yang banyak mengalami kendala. Dalam UU tersebut telah mengamanatkan untuk melakukan pengelolaan danau dengan melakukan konservasi, pemanfaatan, pengendalian daya rusak air. Selain itu, masih ada peraturan lain seperti:

(22)

10  PP. No. 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air;

 PP. No. 32 Tahun 1990, tentang Kawasan Lindung;

 Keppres No. 123/2001, tentang Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air pada Tingkat Propinsi, Wilayah Sungai, Kabupaten, dan Kota;

 Keputusan Menteri lainnya yang terkait dengan Pengelolaan sumberdaya Air; Menurut Manik (2003), pengelolaan dilakukan dengan pendekatan sosial ekonomi, kelembagaan, dan teknologi. Pendekatan sosial ekonomi menjelaskan aspek sosial ekonomi. Pendekatan kelembagaan menentukan lembaga terkait. Pendekatan teknologi menguraikan pilihan teknologi. Ketiga pendekatan ini digunakan dalam upaya pengendalian dampak.

Susmianto (2004), penyelenggaraan pengelolaan berdasarkan kesepakatan semua pihak yang dilakukan secara transparan, saling tanggung jawab, tanggung gugat, resiko, melalui Collaborative Management. Collaborative Management merupakan proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling memberikan kemanfaatan. Pihak-pihak yang terdiri dari: pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok masyarakat sekitar, perorangan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan institusi lainnya yang terkait dalam pengelolaan.

Selanjutnya Susmianto (2004), mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan pengelolaan sumberdaya air antara lain: a. Banyaknya instansi yang terkait dalam melakukan pengelolaan DAS danau,

(23)

11 b. Banyaknya instansi yang terkait dalam pemanfaatan air danau sehingga

menimbulkan konflik kepentingan.

c. Perbedaan batas ekologis dan administratif, sehingga ada keengganan pemerintah tempat berlokasinya danau untuk melakukan upaya konservasi yang optimal.

d. Masih lemahnya kapasitas kemampuan instansi pengelola dalam melakukan konservasi.

e. Kurangnya pemahaman dan kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan untuk melakukan konservasi bagi penduduk yang ada di sekitar DAS ataupun yang bermukim di sekitar danau.

2.3 Penilaian terhadap Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dalam buku Kegiatan Pelatihan Teknik dan Metode Pengumpulan Data Valuasi Ekonomi disebutkan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan merupakan aset kehidupan memiliki nilai intristik. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara intristik (intristic value) dari eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan (Adrianto dkk., 2007).

Penilaian kerusakan adalah proses yang sistematis dalam menentukan dan menilai sejauh mana kerugian dan penderitaan yang diterima masyarakat sebagai akibat kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh manusia. Menurut Precht, et al. (2000), penilaian kerusakan SDAL merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengukur injury sumberdaya alam, menentukan kerusakan akibat injury serta mengembangkan dan melaksanakan restorasi sesuai tindakan.

Penilaian kerusakan SDAL ini digunakan untuk menentukan apakah sumberdaya alam telah terluka (injured) dan menghitung kompensasi kerugian

(24)

12 moneter yang akan digunakan untuk mengembalikan kondisi sumberdaya alam tersebut. Sebagai tambahan terhadap biaya restorasi, kerusakan dapat meliputi biaya untuk melakukan penilaian kerusakan dan kompensasi untuk kerugian sementara dari hilangnya jasa sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi sebelum pemulihan sumberdaya selesai (Martin Marietta Energy System, Inc, 1993).

Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan ditandai dengan penurunan yang terjadi pada SDAL baik kualitas maupun kuantitasnya. Menurut Suparmoko (2006), penurunan kualitas SDAL dapat diukur dengan menggunakan metode before dan after project, penilaian untuk waktu atau tahun yang berbeda atau secara kuantitatif, dinilai secara ekonomi (valuasi ekonomi) dengan menggunakan teknik penilaian tergantung pada jenis dan manfaat atau pelayanan jasa lingkungan yang ada. Penghitungan biaya kerusakan menggunakan asumsi bahwa SDAL memberikan pelayanan atau jasa secara langsung maupun tidak langsung dimana perhitungan kerusakan ditentukan oleh bagaimana rehabilitasi dilakukan.

2.4 Pencemaran Air

Pencemaran air didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan dalam tingkat yang tak mampu dinetralisasi oleh alam. Bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan biasanya berupa limbah suatu aktivitas. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar air dibedakan menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah laboratorium dan rumah sakit, limbah pertanian dan perternakan serta limbah pariwisata. Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, limbah cair, dan limbah gas serta campuran dari limbah tersebut. Menurut

(25)

13 jenis susunan kimia, limbah dibedakan menjadi limbah organik dan anorganik, sedangkan menurut dampaknya terhadap lingkungan dibedakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah tidak berbahaya atau beracun (Manik, 2003).

Menurut Wardhana (1995), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: 1. Adanya perubahan suhu air;

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen; 3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air;

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut; 5. Adanya mikroorganisme;

6. Meningkatnya radoiaktivitas air lingkungan.

Limbah organik dan non organik seperti bahan berbahaya dan beracun, di darat telah mencemari sumber air permukaan hingga mengancam kesehatan makhluk hidup termasuk manusia dan kelangsungan hidupnya. Dampak negatif yang sama juga terjadi di wilayah perairan yang memunculkan fenomena eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan salah satu dampak pencemaran limbah organik dari kegiatan manusia terhadap ekosistem danau, waduk, pesisir, dan laut. Definisi eutrofikasi adalah pengayaan perairan oleh unsur inorganik yang pada saatnya akan mengakibatkan berbagai konsekuensi berupa peningkatan kesuburan perairan secara berlebihan dan membawa berbagai konsekuensi negatif seperti tumbuh secara berlebih tanaman air atau fitoplankton. Hal ini disebut sebagai blooming phytoplankton (Naryanto dkk, 2009).

(26)

14 Pencemaran air oleh logam sangat membahayakan bagi kehidupan. Sunu (2001) pencemaran logam pada dasarnya tidak berdiri sendiri, namun terbawa oleh air maupun udara. Berbagai logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun pencemaran air antara lain: merkuri (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), khromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam berat yang sering terkontaminasi air yaitu merkuri dan timbal.

Keracunan merkuri yang akut dapat menyebabkan kerusakan perut dan usus, gagal kardiovaskuler (jantung dan pembuluh-pembuluhnya), dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian. Dampak utama pencemaran timbal terhadap kesehatan antara lain: kelambanan dalam pengembangan neurologis saraf dan fisik pada anak-anak; keguguran kandungan, dan kerusakan sistem reproduksi pria; penyakit saraf, perubahan daya pikir dan perilaku; tekanan darah tinggi; anemia (Sunu, 2001).

Djajadiningrat (2001) menyebutkan penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat timbul karena air tercemar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular dibagi dalam tiga kelompok yaitu:

1) Water-borne desease: kolera, tipus perut, hepatitis infeksiosa, disentri basiler, polionelitis, penyakit cacing perut;

2) Water-washes desease: diare pada bayi, shigellosis, infeksi kulit dan mata, scabies, “ratickel thypus”, penyakit cacing tambang;

3) Water-based desease: schistosomiasis (demam keong). Sedangkan penyakit tidak menular dapat berupa:

(27)

15 1) Keracunan akut karena minum air yang mengandung racun;

2) Gangguan saraf, kerusakan ginjal, otak, dan hati karena bioakumulasi logam berat melalui makan dan minuman;

3) Iritasi kulit dan “mucous membrance” karena terkena air yang mengandung iritan;

4) Kanker karena secara terus menerus minum air yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik;

5) Gangguan terhadap gen yang menyebabkan cacat pada bayi yang dilahirkan karena sang ibu pada waktu hamil terpapar zat yang bersifat mutagenik dan teratogenik melalui air;

6) Tekanan darah tinggi, bila dalam air minum terkandung banyak garam (NaCl);

7) Batu ginjal, bila dalam air minum terkandung banyak kapur atau mineral lain dengan kadar yang melampaui batas;

Menurut Manik (2003), pencemaran air oleh limbah domestik dan industri atau kegiatan lainnya dapat dicegah atau diminimalkan dengan cara:

a) Mengumpulkan limbah padat domestik sehingga tidak masuk ke perairan umum;

b) Memanfaatkan limbah padat domestik untuk keperluan lain, seperti pengomposan untuk limbah bahan organik dan sistem daur ulang bagi limbah lainnya;

c) Memproses limbah padat domestik dengan sistem landfill sanitary (sistem penimbunan berlapis);

(28)

16 d) Memisahkan limbah padat dari limbah cair sehingga limbah padat tidak

bercampur dengan limbah cair;

e) Mengolah limbah cair industri sehingga dapat digunakan kembali (sistem daur ulang);

f) Membangun Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPLC) sehingga kualitas limbah cair yang dibuang ke perairan umum tidak melampaui baku mutu yang berlaku;

g) Mengurangi atau mengganti bahan kimia (penolong) dalam proses produksi sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan;

h) Mengumpulkan limbah bahan berbahaya dan beracun dan diolah secara khusus.

2.5 Banjir

Pengertian banjir menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2003), adalah aliran air di permukaan tanah (surface water) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia. Yayasan IDEP (2005), menyebutkan bahwa banjir merupakan ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir juga merupakan ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi.

Menurut Naryanto dkk. (2009), penyebab banjir pada dasarnya disebabkan tiga hal. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata

(29)

17 ruang dan berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada daerah aliran sungai, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya.

Masalah banjir cenderung meningkat dari tahun ke tahun terutama disebabkan oleh adanya perubahan watak banjir serta pesatnya pembangunan berbagai kegiatan manusia di dataran banjir. Perkembangan tersebut sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan di daerah dataran banjir.

2.6 Konsep Cost of Illness

Cost of Illness (COI) studi merupakan salah satu dari alat yang ada dalam evaluasi ekonomi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai dan menghitung biaya-biaya yang timbul oleh berbagai masalah kesehatan yang ada. Meskipun studi COI bukanlah sebagai suatu teknik evaluasi ekonomi yang lengkap, akan tetapi studi ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai pemilihan alokasi sumberdaya yang akan dipergunakan dengan mempertimbangkan estimasi dan konsekuensi dari permasalahan kesehatan yang timbul dan saling berhubungan (Yanuar, 2003).

Menurut Dixon et al. (1996), pendekatan Cost of Illness dapat digunakan untuk mengukur nilai dari kerugian kesehatan karena pencemaran, pendekatan ini didasarkan kepada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaran dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik. Metode Cost of Illness telah digunakan untuk memperkirakan nilai ekonomi dengan tujuan meningkatkan

(30)

18 kesehatan. Metode ini memperkirakan pengeluaran privat dan umum untuk kesehatan dan nilai kehilangan pendapatan, dalam hubungan morbidity dan mortality serta tingkat pencemaran.

Pendekatan Cost of Illness umumnya digunakan untuk menilai biaya dari penyakit yang disebabkan oleh suatu pencemaran. Seperti pada pendekatan perubahan dalam produktivitas, pendekatan ini didasarkan pada pokok fungsi kerusakan. Pendekatan ini berhubungan dengan fungsi dose-response, yang berhubungan dari sakit dengan sehat atau kematian pada tingkat pencemaran. Pada kasus ini, fungsi kerusakan berhubungan dengan tingkat polusi (pencemaran) terhadap kesehatan (Dixon et al., 1996).

Menurut Dosi (2000), metode ini dapat diterapkan ketika perubahan lingkungan berakibat pada kesehatan manusia dan ketika (diasumsikan bahwa) individu tidak mampu bereaksi, yakni ketika mereka tidak dapat melakukan tindakan defensif untuk mengurangi risiko kesehatan. Biaya dari peningkatan pencemaran dapat diestimasi dengan menggunakan informasi tentang: hubungan (i) antara kualitas lingkungan perubahan dan perubahan tingkat morbiditas, dan (ii) biaya ekonomi (manfaat) terkait dengan perubahan di tingkat morbiditas.

Yanuar (2003), menyebutkan bahwa terdapat pokok-pokok dari metode COI, yaitu: pengenalan, identifikasi, listing, pengukuran, dan penilaian terhadap biaya-biaya yang timbul karena sakit. Langkah pertama dalam studi COI ini adalah mengidentifikasi seluruh kasus-kasus penyakit yang ada, biasanya dilihat dari data statistik yang ada atau dengan melakukan ekstrapolasi untuk seluruh populasi dari hasil survei yang sederhana. Langkah ini sangat terbatas sekali karena ketersediaan data yang sangat terbatas, kesulitan untuk mendefinisikan

(31)

19 kasus/penyakit, pengetahuan yang kurang terhadap riwayat alamiah penyakit, dan sebagainya. Langkah kedua dalam studi COI ini adalah mengidentifikasi biaya-biaya yang ditimbulkan oleh suatu penyakit. Identifikasi biaya-biaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif untuk mendapatkan sumber-sumber biaya yang akan dihitung.

Menurut Karyana (2003), biaya-biaya yang dihitung dalam COI adalah sebagai berikut:

a) Direct Cost (Biaya Langsung), adalah biaya-biaya yang ada pada sistem pelayanan kesehatan, masyarakat/pasien, dan keluarga yang langsung berhubungan dengan penyakit yang diderita.

b) Indirect Cost (Biaya Tidak Langsung), adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pasien, masyarakat, maupun keluarga pasien yang tidak langsung sebagai penyakit yang diderita.

c) Opportunity Cost (Biaya Peluang), adalah biaya-biaya untuk kesempatan yang hilang selama pasien menderita sakit, ini dilihat dari hari kerja produktif pasien dan keluarga yang menunggui yang hilang akibat penyakit yang diderita.

d) Intangible Cost adalah biaya-biaya yang tidak dapat atau sulit dihitung/dikuantifikasi, yang biasanya terdiri dari rasa sakit, kesedihan/dukacita, atau penderitaan.

Pendekatan Cost of Illness mengabaikan pengaruh preferensi individu pada kesehatan dan penyakit, dimana mereka sedia membayar. Pendekatan ini menganggap perawatan kesehatan individu sebagai keluaran dan tidak menerima kemungkinan individu melakukan aksi pertahanan (seperti suntikan flu atau

(32)

20 imunisasi lainnya, sistem filtrasi udara atau spesial) dan mengadakan biaya untuk mengurangi resiko kesehatan. Sebagai tambahan, pendekatan ini meniadakan kehilangan non pasar yang dihubungkan dengan penyakit, seperti rasa sakit dan penderitaan pada individu dan perhatian lainnya, dan pembatasan pada aktifitas non kerja.

2.7 Konsep Value of Sick Leave

Berdasarkan form State of New York Departement of Civil Service, Value of Sick Leave (VSL) merupakan suatu pendekatan untuk mengestimasi nilai dari cuti sakit bagi pegawai. Bagi pegawai yang hendak pensiun sebaiknya melakukan estimasi terhadap nilai aktual dari cuti sakit mereka yang mana hal itu bisa digunakan untuk mengurangi premi asuransi kesehatan ketika masuk pada masa pensiun. Berikut adalah langkah-langkah menghitung Value of Sick Leave:

Hourly Rate of Pay (HRP)

Langkah 1. Menentukan jumlah jam kerja per hari dengan cara membagi jumlah jam kerja perminggu dengan 5. Contohnya, 40 jam per minggu dibagi 5 sama dengan 8 jam per hari, walaupun seseorang bekerja dalam empat hari dengan jam kerja 10 jam per harinya.

Langkah 2. Menentukan HRP dengan cara membagi total gaji dalam satu tahun dengan jumlah jam kerja dalam satu tahun.

Sick Leave Credit

Langkah 3. Menentukan nilai rupiah cuti sakit dengan cara mengalikan HRP dengan akumulasi jam cuti sakit.

Langkah 4. Menentukan kredit bulanan dengan cara membagi total rupiah dari nilai cuti sakit dengan harapan hidup ketika masa pensiun.

(33)

21

2.8 Averting Behavior Methods

The Averting Behavior Methods (ABM) menggambarkan pengeluaran yang dibuat atau dikeluarkan masyarakat dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif degradasi lingkungan. Metode ini menggunakan biaya dari pembelian barang (produk) tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Secara umum, metode ini sangat sesuai diaplikasikan untuk kasus-kasus dimana pencegahan kerusakan atau pengeluaran untuk barang-barang pengganti benar-benar ada atau benar-benar-benar-benar akan dibuat (Jones, et al. 2000).

Averting Behavior Methods didasarkan pada asumsi bahwa apabila orang menerima biaya untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya jasa lingkungan atau mengganti jasa ekosistem, maka nilai jasa lingkungan tersebut setidaknya harus sama dengan harga yang dibayarkan individu untuk penggantian tersebut (Jones, et al. 2000). Adapun asumsi lain dalam ABM adalah sebagai berikut :

 Individu mengenali dampak negatif kerusakan lingkungan terhadap kesejahteraan mereka;

 Individu mampu menyesuaikan kebiasaan mereka untuk mencegah atau mengurangi dampak tersebut.

Jones, et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe Averting Behavior Methods, yaitu:

a. Damage Cost Avoided atau Preventive Expenditure

Metode Damage Cost Avoided mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan biaya yang dihasilkan akibat hilangnya jasa lingkungan. Pendekatan ini menggunakan nilai properti yang dilindungi atau biaya dari tindakan yang diambil

(34)

22 untuk mencegah kerusakan sebagai sebuah ukuran dari manfaat yang disediakan ekosistem (lingkungan). Pendekatan ini secara khusus sangat bermanfaat dalam penilaian ekosistem yang menyediakan suatu bentuk perlindungan alami. Tahapan pelaksanaan Damage Cost Avoided Method:

1) Mengenali jasa perlindungan yang disediakan dan menaksir area proteksi yang akan berubah sesuai skenario kehilangan ekosistem tertentu; mencakup informasi mengenai kemungkinan peristiwa kerusakan yang terjadi dan tingkat kerusakan dibawah skenario ecosystem loss yang berbeda.

2) Mengenali infrastruktur, properti dan populasi manusia yang akan terkena dampak perubahan proteksi menjelaskan batasan dampak yang tidak akan dianalisa.

3) Mengestimasi skala tambahan kerusakan di bawah skenario kehilangan ekosistem.

4) Mengestimasi biaya kerusakan tersebut dengan menggunakan informasi dari nilai aset yang mempunyai resiko.

b. Replacement Cost

Replacement Cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya penggantian jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif buatan. Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan menggunakan teknologi. Pada dasarnya, dalam metode ini diasumsikan bahwa sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti aset (jasa) lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang tersedia untuk masyarakat.

(35)

23 c. Substitute Cost

Substitute Cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk mensubsitusi barang dan jasa yang hilang akibat kerusakan lingkungan, dapat dengan menggunakan teknologi. Barang dan jasa yang digunakan untuk mensubsitusi sebaiknya harus sama atau lebih baik dari kondisi yang ada.

Averting Behavior Methods memiliki beberapa kelebihan sebagai metode dalam penilaian kerusakan (Aravossis dan Karydis, 2004), antara lain:

1) Data yang dibutuhkan relatif sederhana;

2) Estimasi nilai menggunakan data pengeluaran aktual;

Selain kelebihan diatas, Averting Behavior Methods memiliki permasalahan dan keterbatasan sebagai berikut (Hadley, et al., 2011):

1) Metode ini bukan metode yang sering digunakan;

2) Metode ini hanya dapat memperkirakan use value dari sumberdaya alam dan lingkungan;

3) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana rumah tangga menghabiskan uang untuk mengimbangi penurunan kualitas lingkungan; 4) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana mereka yang

terkena dampak langsung, bertindak mengurangi permasalahan kualitas lingkungan;

5) Sulit mendapatkan data yang sesuai.

2.9 Konsep Time Preference dan Discounting

Berdasarkan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), ketika menimbang manfaat dan biaya proyek restorasi pesisir dan program

(36)

24 pengelolaan lingkungan, pemilihan tingkat diskonto adalah pertimbangan utama dan sering menjadi sumber kontroversi. Discount rate atau tingkat diskonto adalah tingkat di mana masyarakat secara keseluruhan bersedia trade off untuk manfaat masa depan. Tingkat diskonto diperlukan karena satu dolar yang diterima saat ini dianggap lebih berharga dari satu diterima di masa depan.

Ada empat alasan utama untuk menerapkan tingkat diskonto yang positif. Pertama, tingkat positif inflasi mengurangi daya beli dolar dari waktu ke waktu. Kedua, dolar dapat diinvestasikan hari ini, mendapatkan tingkat pengembalian yang positif. Ketiga, ada ketidakpastian seputar kemampuan untuk memperoleh pendapatan masa depan yang dijanjikan. Artinya, ada risiko bahwa manfaat masa depan (misalnya, hasil tangkapan ikan ditingkatkan) tidak akan pernah terwujud. Akhirnya, manusia umumnya tidak sabar dan lebih memilih kepuasan instan untuk menunggu keuntungan jangka panjang. Tingkat diskonto yang digunakan untuk kompres aliran manfaat masa depan dan biaya menjadi jumlah nilai tunggal ini. Dengan demikian, present value adalah nilai sekarang dari aliran pembayaran, penerimaan, atau biaya yang terjadi dari waktu ke waktu, sebagai diskon melalui penggunaan tingkat suku bunga. Secara matematis, nilai sekarang dari manfaat masa depan atau biaya dihitung berdasarkan persamaan (1) berikut ini:

( ) ( ) Persamaan (2) merupakan persamaan yang dapat menghitung nilai masa depan dari manfaat saat ini.

( ) ( ) Keterangan:

(37)

25 PV = Present Value (nilai sekarang dari manfaat atau biaya)

r = Tingkat suku bunga atau discount rate

t = Jumlah periode antara sekarang dan saat manfaat atau biaya yang diharapkan terjadi.

2.10 Penelitian Terdahulu

Hendrawan (2005), melakukan penelitian dengan judul “Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta”. Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai dan situ. Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungan yang sehat dan bersih. Pendugaan pencemaran dapat dilakukan dengan melihat pengaruh polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya. Unit penduga adanya pencemar tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia, dan biologi. Dalam menetapkan kualitas air, parameter-parameter tersebut sebaiknya tidak berdiri sendiri tapi dapat ditransformasikan dalam suatu nilai tunggal yang mewakili yang disebut Indeks Kualitas Air. Hasil perhitungan terhadap nilai IKA menunjukkan bahwa 83% sungai dan 79% situ yang ada di DKI Jakarta ada dalam katergori buruk.

Saiverda (2008), melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penduduk Sekitar dan Unsur Lokasi Terhadap Fungsi Situ Ria Rio Jakarta Timur”. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa fungsi Situ Ria Rio dipengaruhi oleh karakteristik pendidikan penduduknya yang sebagian besar masih rendah, kepadatan penduduk sekitar yang tinggi, dan tidak tersedianya sarana dan prasarana sanitasi lingkungan yang sesuai untuk suatu situ. Hal tersebutlah yang mendorong penurunan fungsi pada Situ Ria Rio.

(38)

26 Gita (2010), melakukan penelitian dengan judul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan Masyarakat: Studi Kasus di Kelurahan Kapuk Muara”. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi persepsi responden terhadap pencemaran lingkungan; (2) mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran lingkungan terhadap kesehatan masyarakat Kelurahan Kapuk Muara; dan (3) mengidentifikasi bagaimana keinginan dan kemauan responden terhadap keadaan lingkungan. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil: (1) persepsi responden terhadap kualitas udara dan kenyamanan tempat tinggal adalah cukup; (2) estimasi nilai kerugian ekonomi riil dari dampak pencemaran lingkungan terhadap kesehatan masyarakat dalam satu tahun adalah sebesar Rp 2.225.935.275; (3) masyarakat menginginkan lingkungan yang bebas dari pencemaran.

Wicaksono (2010), melakukan penelitian dengan judul “Estimasi Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Ketersedian Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan (Studi Kasus di Kampng Pulo Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur)”. Tujuan dari penelitian tersebut salah satunya adalah mengidentifikasi besarnya nilai atau biaya yang dikeluarkan masyarakat sebagai upaya dalam pencegahan bencana banjir. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil: nilai total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kampung Pulo yaitu sebesar Rp 50.384.428.043,- melalui beberapa tindakan, yaitu: peninggian rumah, penanaman pohon, pembangunan tanggul, serta biaya kebersihan.

(39)

27

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Situ Rawa Badung merupakan salah satu danau yang terdapat di DKI Jakarta, tepatnya berada pada Kelurahan Jatinegara. Saat ini kondisi situ tersebut mengalami kerusakan, yaitu penurunan kualitas sebagai ekosistem danau. Hal ini ditandai dengan pendangkalan dan pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun secara alami.

Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan keragaan pengelolaan Situ Rawa Badung. Tahap ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah mengidentifikasikan persepsi responden yang bermukim disekitar Situ Rawa Badung terhadap kerusakan yang terjadi pada danau tersebut. Tahap ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan kualitatif.

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah mengestimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat sekitar Situ Rawa Badung akibat kerusakan situ tersebut. Kerusakan danau hanya dilihat dari sisi terjadinya pencemaran dan pendangkalan yang terjadi pada situ tersebut. Pertama, pencemaran dan banjir yang terjadi akan mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar yang dapat menimbulkan penyakit. Bagi masyarakat yang menderita sakit, akan menimbulkan biaya pengobatan. Kerugian ekonomi dari segi kesehatan akan diestimasi menggunakan pendekatan Cost of Illness. Kedua, konversi lahan yang terjadi di sekitar situ menyebabkan penyempitan dan pendangkalan pada area situ tersebut. Penyempitan menyebabkan situ tidak dapat maksimal menampung air apabila turun hujan. Akibatnya, air akan meluap dan terjadilah banjir. Kerugian ekonomi dari segi ini

(40)

28 akan diestimasi menggunakan pendekatan Averting Behavior Method yaitu Preventive Expenditure.

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai besarnya kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran dan banjir yang terjadi sebagai bentuk dari kerusakan situ. Dengan demikian, informasi tersebut dapat dijadikan saran bagi pihak-pihak terkait dalam pengambilan kebijakan untuk melakukan pemulihan atau restorasi lingkungan baik di dalam maupun disekitar situ. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka dibuat alur kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 1.

(41)

29

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Berpikir

Situ Rawa Badung, Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur

Penurunan Kualitas Lingkungan Kerusakan Situ: Pencemaran dan pendangkalan Persepsi Masyarakat mengenai Kerusakan Situ Konversi Lahan Analisis Deskriptif Keragaan Pengelolaan Situ Pencemaran Pendekatan Cost Of Illness Kesehatan Masyarakat Analisis Deskriptif dan Kualitatif Biaya untuk Pencegahan Banjir Averting Behavior Methods (ABM): Preventive Expenditure Tingkah Laku Masyarakat

Nilai Kerugian Ekonomi

(42)

30

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pemukiman sekitar Situ Rawa Badung, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Lokasi Situ Rawa Badung dapat dilihat pada Gambar 2. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja (purposive) karena berdasarkan data, daerah ini mengalami dampak secara langsung dari kerusakan Situ Rawa Badung. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan April hingga Juni 2011.

Sumber: google.co.id

Gambar 2. Peta Lokasi Situ Rawa Badung

Situ Rawa Badung

(43)

31

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari wawancara berupa kuesioner kepada responden dan observasi lapang. Data primer yang digunakan antara lain: data mengenai besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat akibat kerusakan situ tersebut serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan ataupun penanggulangan apabila air pemukaan situ meluap atau banjir.

Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan antara lain data-data yang terkait dengan daerah penelitian serta data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian. Data sekunder berasal dari buku referensi, internet, informasi dan sumber dari kantor Kelurahan Jatinegara, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Suku Dinas Perkerjaan Umum Propinsi DKI Jakarta, serta badan atau lembaga yang terkait dengan penelitian.

4.3 Penentuan Jumlah Responden

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling yaitu memilih secara sengaja responden dengan kriteria tertentu untuk dijadikan sampel. Pengambilan responden dilakukan dengan memilih rumah tangga yang lokasi tinggalnya berdekatan dengan Situ Rawa Badung dan mudah ditemui karena masyarakat tersebut yang merasakan dampak secara langsung berupa kerugian ekonomi akibat kerusakan situ. Jumlah Sampel yang diambil adalah sebanyak 96 Kepala Keluarga (KK). Jumlah responden ditentukan dengan rumus Slovin berikut ini:

(44)

32 Keterangan:

n = ukuran sampel, N = ukuran populasi,

e = batas maksimum kesalahan yang masih diterima, asumsi: 10% Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1954 KK yang berada di RT 001, RT 002, RT 013 (RW 008) dan RT 003 (RW 013) Kelurahan Jatinegara. Berikut adalah perhitungan penentuan jumlah sampel berdasarkan Persamaan (2).

( )

4.4 Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode prosedur penelitian yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Metode Analisis dan Sumber Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

Data 1. Mendeskripsikan

pengelolaan situ

Data primer dan data sekunder Analisis deskriptif 2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai kerusakan situ

Data primer Analisis

deskriptif kualitatif

3. Estimasi kerugian ekonomi masyarakat akibat

kerusakan situ

Data primer dan data sekunder

Cost of Illness dan Averting Behaviour

Methods Penelitian dilakukan melalui studi literatur, observasi, pencarian dengan internet, pengisian kuesioner, wawancara secara langsung dengan responden. Untuk pengisian kuesioner dan wawancara langsung dilakukan secara purposive sampling dalam penentuan respondennya.

(45)

33

4.5 Metode dan Analisis Data

Penelitian ini menganalisis data yang diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007. Kemudian data diolah dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif serta disajikan dalam bentuk gambar, tabel, dan perhitungan matematis.

4.5.1 Keragaan Pengelolaan Situ

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi pengelolaan Situ Rawa Badung. Pengelolaan situ/danau dideskripsikan secara lebih jelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keragaan pengelolaan situ/danau secara umum di Indonesia. Analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif.

4.5.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Kerusakan Situ

Menurut Effendy (1984) persepsi adalah penginderaan terhadap kesan yang timbul dari lingkungannya. Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh adanya pengetahuan dan pengalaman. persepsi merupakan proses secara sadar dari stimulus. Lebih lanjut diungkapkan bahwa persepsi kita tergantung dari kemampuan psikologis serta kekuatan melihat, merasakan, mencium, mendengar dan meraba (Parteus, 1997).

Persepsi responden terhadap kerusakan situ/danau diukur dengan skala likert dimulai dengan skala terendah, yaitu sangat buruk diberi nilai 1, buruk diberi nilai 2, cukup baik diberi nilai 3, baik diberi nilai 4, dan sangat baik diberi nilai 5. Analisis mengenai persepsi ini dilakukan dengan mentabulasi data dengan bantuan program Microsoft Office Excel2007 kemudian hasil yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dan kualitatif.

(46)

34

4.5.3 Estimasi Kerugian Ekonomi 4.5.3.1Cost of Illness

Lingkungan yang tercemar menyebabkan kesehatan masyarakat terganggu dengan menimbulkan berbagai macam penyakit. Ketika seseorang menderita sakit, akan menimbulkan biaya-biaya untuk mengobati penyakit tersebut. Menurut Dwight et al, (2004) pendekatan Cost of Illness atau biaya penyakit dapat digunakan untuk mengukur nilai dari kerugian kesehatan karena pencemaran, pendekatan ini didasarkan kepada keterkaitan fungsi kerusakan yang berhubungan dengan tingkat pencemaran dan pengaruhnya terhadap kesehatan fisik. Metode ini digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit.

Cost of Illness terdiri dari Direct Cost, Indirect Cost, Opportunity Cost, serta Intangible Cost. Dalam penelitian ini mengestimasi Cost of Illness melalui Direct Cost, Indirect Cost, dan Opportunity Cost. Direct Cost merupakan biaya langsung yang dikeluarkan penderita apabila terjangkit penyakit. Indirect Cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh seseorang yaitu kepala keluarga apabila anggota keluarganya menderita penyakit. Opportunity Cost merupakan biaya kesempatan produktivitas yang hilang akibat menderita penyakit.

Direct Cost dan Indirect Cost dalam penelitian ini dianggap sebagai nilai dari biaya pengobatan untuk menyembuhkan penyakit baik diderita responden maupun anggota keluarganya. Opportunity Cost adalah hilangnya pendapatan responden karena tidak dapat bekerja akibat sakit yang diderita. Nilai Cost of Illness dapat dilihat pada persamaan (3) berikut ini.

(47)

35 Keterangan:

C = biaya penyakit

P = hilangnya pendapatan MC = biaya pengobatan a) Nilai Pendapatan yang Hilang

Nilai pendapatan responden yang hilang karena sakit dihitung berdasarkan Cost of Time. Cost of Time adalah kerugian responden yang tidak masuk kerja pada saat terkena sakit. Perhitungan nilai Cost of Time dibedakan pada responden yang bekerja sebagai pegawai dan non-pegawai.

Bagi responden yang bekerja sebagai pegawai, pendapatan tetap mereka saat ini tidak dipengaruhi oleh jumlah waktu tidak bekerja karena sakit. Namun, untuk mengetahui kehilangan pendapatan tersebut dapat diestimasi melalui pendekatan Value of Sick Leave sebagai proxy dari Cost of Time.Value of Sick Leave menjelaskan bagaimana mengestimasi nilai aktual dari cuti sakit yang dapat digunakan untuk mengurangi premi asuransi kesehatan pada masa pensiunan. Cost of Time pada responden non-pegawai sama dengan nilai hilangnya pendapatan per hari. Nilai ini diperoleh dari jumlah hari tidak bekerja responden non pegawai dikalikan dengan tingkat pendapatan responden per hari. Jadi, nilai pendapatan responden yang hilang dapat dihitung dengan persamaan (4) berikut ini:

∑ ( )

Keterangan:

(48)

36 JHTK = jumlah jam/hari tidak kerja responden ke-i

TPR = tingkat pendapatan responden ke-i per jam/hari (Rp) n = jumlah responden

i = responden ke-i (1, 2, 3,…, n) b) Biaya Pengobatan

Biaya pengobatan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat, terdiri dari biaya kunjungan ke dokter atau puskesmas dan atau biaya pembelian obat. Biaya pengobatan responden merupakan biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati sakit pada saat responden tersebut atau anggota keluarga responden yang menderita sakit yang menjadi tanggungan responden, karena dalam penelitian ini responden adalah kepala keluarga, bukan hanya terdiri dari satu individu saja. Biaya pengobatan yang dikeluarkan responden dapat dilihat pada persamaan (5) berikut ini:

∑[ ]

( )

Keterangan:

MC = biaya pengobatan per responden (Rp) BKD = biaya kunjungan ke dokter (Rp) BO = biaya pembelian obat (Rp) n = jumlah responden

i = responden ke-i (1, 2, 3, ..., n)

Nilai Cost of Illness dapat diestimasi melalui persamaan (4) dan (5), maka persamaan (3) dapat diubah menjadi berikut ini:

(49)

37

∑[ [ ]]

( )

4.5.3.2Averting Behavior Method Pendekatan Preventive Expenditure

Biaya pencegahan dalam menghadapi banjir oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan pencegahan. Biaya rata-rata dapat dicari dengan cara total jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan dibagi dengan jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk tindakan pencegahan. Nilai kerugian yang dicari adalah nilai pada tahun 2011 berdasarkan biaya yang dikeluarkan masyarakat dalam pencegahan luapan banjir dari Situ Rawa Badung dari tahun 2000 sampai 2011. Nilai rata-rata biaya pencegahan dapat dilihat pada Rumus (7) berikut ini:

∑ ( ) Keterangan:

RBP = rata-rata biaya pencegahan BPi = biaya pencegahan (Rp)

n = jumlah responden yang mengeluarkan biaya i = responden ke-i (1, 2, 3, ..., n)

Berkaitan dengan waktu yang berbeda antar responden dalam melakukan upaya pencegahan terhadap luapan Situ Rawa Badung, maka dalam perhitungan dikonversi ke nilai saat ini (present value). Perhitungan biaya pencegahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan discounting, yaitu nilai pada tahun tertentu dikonversikan ke nilai saat ini dengan tingkat suku bunga tertentu.

(50)

38 Tingkat suku bunga yang menjadi acuan penelitian ini adalah tingkat suku bunga deposito atau tabungan Bank Indonesia pada tahun 2011 yaitu sebesar 6,75%.

Gambar

Tabel 1. Kondisi Situ di DKI Jakarta
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Berpikir
Gambar 2. Peta Lokasi Situ Rawa Badung  Situ Rawa
Tabel 3. Penggunaan Luas Lahan di Kelurahan Jatinegara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga skripsi dengan judul Efektivitas Gel Putih Telur

Kuesioner ini merupakan alat untuk menggali informasi mengenai pendapat saudara yang berkaitan mengenai pemanfaatan Koleksi buku langka yang ada di perpustakaan PPKS.. Jawaban

Jika harga jual lebih besar dari harga beli maka didapat keuntungan atau laba.. Sebaliknya jika harga jual lebih rendah dari harga belinya maka

• media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model. penampang, model susun, model kerja, mock up , diorama, dan

Artinya, ketika perawat mengalami konflik dari pekerjaan yang dibawa ke keluarga, namun perawat tersebut mempunyai sentralitas pekerjaan, menjadikan kepuasan

Insisi kornea dibuat pada bagian kornea sebelah sentral dari limbus, yaitu kornea yang sudah bebas pembuluh darah dari arkade limbus, sehingga insisi tidak menyebabkan

Pokja ULP Polres Lombok Timur Pada Pekerjaan Pembangunan Garasi Kendaraan Operasional Polres Lotim(Lelang. Ulang)