• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Parasetamol

a. Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Rumus bangun parasetamol (Ditjen POM, 1995). b. Rumus molekul : C8H9NO2

c. Berat molekul : 151,16 d. Sifat fisika

- Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. - Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium

hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol (Ditjen POM,1995).

e. Farmakologi

- Kegunaan : analgetik dan antipiretik(Tan dan Kirana, 2007). - Efek Samping : reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada

penggunaan kronis dapat terjadi kerusakan hati. Overdosis dapat menimbulkan mual, muntah dan anoreksia (Tan dan Kirana, 2007).

(2)

2.1.2 Aspirin

a. Rumus bangun aspirin (dapat dilihat pada Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Rumus bangun aspirin (Ditjen POM, 1995). b. Rumus molekul : C9H8O4

c. Berat molekul : 180,16 d. Sifat fisika

- Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam.

- Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P dan dalam eter P. (Ditjen POM,1995).

e. Farmakologi

- Kegunaan : analgetik dan antipiretik(Tan dan Kirana, 2007). - Efek Samping : reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada

penggunaan kronis dapat terjadi kerusakan hati. Overdosis dapat menimbulkan mual, muntah dan anoreksia (Tan dan Kirana, 2007).

(3)

2.2 Absorbsi

Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah setelah melewati sawar biologik (Aiache, dkk, 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel dan Yu, 1985). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan (serta cepat-lambatnya melarut) menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal; dari sini melalui membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk

sediaannya. Secara ringkas proses biofarmasetik dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Joenoes, 2002).

Gambar 2.3 Fase Biofarmasetik Obat (Joenoes, 2002).

Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi: kalau obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Kalau obat

(4)

saluran darah baru itu disebut absorpsi (Joenoes, 2002). Berarti suksesnya perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral kedalam sirkulasi umum bisa dicapai dengan empat langkah proses yaitu :

1. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya 2. Keberadaan obat dalam bentuk larutan

3. Pergerakan dari obat larut melalui membran saluran cerna

4. Pergerakan obat dari tempat absorpsi ke dalam sirkulasi umum (Syukri, 2002). Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan absorpsinya juga lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat 1. Pengaruh besar-kecilnya partikel obat

Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut; bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002).

2. Pengaruh daya larut obat

Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada: a. Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat

b. Sifat fisik: modifikasi fisik obat c. Prosedur dan teknik pembuatan obat

(5)

3. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat a. pKa dan derajat ionisasi obat

b. Koefisien partisi lemak/air (Joenoes, 2002). 2.2.2 Mekanisme Lintas Membran

Mekanisme pasif dan aktif (termasuk pembentukan membran) bersaing dalam proses perlintasan zat aktif melalui membran (Aiache, dkk, 1993).

a. Filtrasi

Filtrasi atau yang disebut juga “difusi secara konvensi” adalah mekanisme penembusan pasif melalui pori-pori suatu membran. Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil (4-7 Å) dan hanya dapat dilalui oleh molekul dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400 jika molekulnya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2002). Difusi pasif melalui pori dapat dilihat pada Gambar 2.4

(6)

b. Difusi pasif “pH partisi hipotesis”

Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick (Syukri, 2002).

V = P (Ce – Ci)

Dimana P adalah tetapan permeabilitas, sedangkan Ce dan Ci adalah konsentrasi pada kedua kompartemen.

Jadi konsentrasi (C) senyawa di kedua sisi membran berpengaruh pada proses penembusan, tetapi perlu ditekankan bahwa hanya fraksi bebas dari zat aktif yang diperhitungkan dalam perbedaan konsentrasi. Kombinasi zat aktif-protein yang terbentuk tersebut tidak dapat terdifusi karena alasan bobot molekulnya. Dalam hal ini hanya fraksi bebas yang dapat berdifusi, rantai protein merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi laju difusi melalui membran (Syukri, 2002).

Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Jika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal-kanal membran, maka polaritas yang kuat dari bentuk terionkan akan menghambat proses difusi transmembran. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif. Pentingnya faktor-faktor yang berpengaruh pada difusi transmembran dari suatu molekul

(7)

(derajat ionisasi molekul, pH kompartemen) digarisbawahi dalam “Teori Difusi Non Ionik atau Hipotesa pH Partisi” (Syukri, 2002).

Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam dari suatu asam kuat atau basa kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran. Sebaliknya untuk elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah yang sedikit terionisasi, maka difusi melalui membran tergantung kelarutan bentuk tak terionkan (satu-satunya yang berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi molekul (Syukri, 2002).

Derajat ionisasi tergantung pada dua faktor, (persamaan Henderson Hasselbach) yaitu:

a. Tetapan ionisasi dari suatu senyawa atau pKa b. pH cairan dimana terdapat molekul zat aktif

Untuk asam : terionkan ibentuktak konsentras ionkan ibentukter konsentras pKa pH = +log Untuk basa : ionkan ibentukter konsentras terionkan ibentuktak konsentras pKa pH = +log

Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul (polaritas, ukuran molekul, dan sebagainya) merupakan hambatan penembusan transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. Pengikutsertaan proses aktif dapat menjelaskan perjalanan obat yang kadang-kadang melintasi membran sel dengan sangat cepat (Syukri, 2002). Transport transmembran difusi pasif dapat dilihat pada Gambar 2.5

(8)

Gambar 2.5 Transpor trans membran difusi pasif (Joenoes, 2002). c. Transpor aktif

Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul yang dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya (Syukri, 2002).

Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul yang berafinitas tinggi dapat menghambat kompetisi transpor dari molekul yang berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisa adenosin trifosfat (ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2002). Transport aktif dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(9)

Gambar 2.6 Transpor aktif (Joenoes, 2002). d. Difusi sederhana

Difusi ini merupakan cara pelintasan membran yang memerlukan suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif). Pembawa tersebut bertanggungjawab terhadap transpor aktif, tetapi di sini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi (Syukri, 2002). Difusi sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Difusi sederhana (Joenoes, 2002). e. Pinositosis

Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul-molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati membran (Syukri, 2002). Pinositosis dapat dilihat pada Gambar 2.8.

(10)

Gambar 2.8 Transpor trans membran pinositosis (Joenoes, 2002). f. Transpor oleh pasangan ion

Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran (Syukri, 2002). Transport oleh pasangan ion dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Transpor trans membran transpor pasangan ion (Joenoes, 2002).

(11)

2.3 Usus Halus

Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan. Dengan panjang sekitar 6,3 m dengan diameter yang kecil yaitu 2,5cm/1 inch. Bergulung di rongga abdomen dan terbentang dari lambung sampai usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Duodenum

Duodenum disebut juga usus dua belas jari. Bagian pertama usus halus yang berbentuk sepatu kuda melingkari pankreas.

b. Jejunum

Disebut juga usus kosong. Terjadi pencernaan secara kimia, menghasilkan enzim pencernaan.

c. Ileum

Ileum disebut juga usus penyerapan. Terjadi penyerapan makanan (absorpsi) (Fawcett, 1994).

Bagian pertama duodenum memegang peranan yang sangat penting pada proses penyerapan. Bagian lain dari usus halus juga merupakan tempat terjadinya perlintasan membran dengan intensitas yang besar, dan disini lebih banyak terjadi difusi pasif. Difusi pasif terutama terjadi pada bagian pertama usus halus, karena konsentrasi obat-obat yang tinggi dalam liang usus akan meningkatkan gradient difusi, hal yang sama terjadi pula pada bagian usus sebelah bawah dan pada penyerapan susjacent (Aiache, dkk, 1993).

(12)

Anatomi usus halus dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Usus Halus (Deferme, et al, 2008).

Duodenum, dengan panjang sekitar 25 cm, terikat erat pada dinding dorsal abdomen, dan sebagian besar terletak retroperitoneal. Jalannya berbentuk-C, mengitari kepala pankreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum, yang terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejunum dapat digerakkan bebas pada mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus halus, sedangkan ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Kelokan-kelokan jejunum menempati bagian pusat abdomen, sedangkan ileum menempati bagian bawah rongga. Terdapat perbedaan kecil dalam histologi mukosa ketiga segmen usus halus itu, namun batas di antara ketiganya tidak jelas. Dinding usus halus terdiri atas empat lapis konsentris: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (Fawcett, 1994).

Bahan obat dari lambung masuk ke duodenum; fungsi utama duodenum dan bagian pertama jejunum adalah untuk sekresi, sedangkan fungsi bagian kedua dari jejunum dan ileum ialah untuk absorpsi. pH usus halus meningkat dari

(13)

duodenum 4-6, jejunum 6-7, ileum 7-8. Usus halus merupakan tempat absorpsi yang penting untuk obat-obat karena pHnya yang cocok dan permukaan yang luas (Ansel, 1989).

2.4 Kinetika Laju Absorbsi

a. Persamaan Michaelis Menten (Inui, et al, 1988)

V = ] [ ] [ C K C V m maks + + Kd [C]

Dimana; V = Kecepatan absorpsi awal (mcg/ml.menit) Vmaks = Kecepatan absorpsi maksimum (mcg/ml.menit) Km = Tetapan Michaelis Mentens (M)

[C] = Konsentrasi (M) Kd = Koefisien Difusi

b. Lineweaver Burk

Kurva hubungan konsentrasi [C] dan kecepatan absorpsi [V] yang dikemukakan oleh Michaelis mentens dapat diubah ke dalam kurva garis lurus apabila digunakan harga resiproknya (1/V dan 1/C) (Armstrong, 1995). Persamaannya adalah: 1/v = maks m V K C1 + Vmaks 1

(14)

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet-visibel

Spektrofotometer UV-vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap. Sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tingi. Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi cahaya disebut dengan kromofor (Dachriyanus, 2004). Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (Rohman, 2007).

Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:

(15)

A = ε. b. C A = absorban (serapan)

ε = koefisien ekstingsi molar (M-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (M) Pada beberapa buku ditulis juga:

A = E. b. C

E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (gram/100 ml) Hubungan antara E dan ε adalah:

E=

massa molar 10. ε

Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan (T), yang didefinisikan sebagai berikut:

T = I/Io

I = intensitas cahaya setelah melewati sampel Io = intensitas cahaya awal

Hubungan antara A dan T adalah:

A = -log T = -log (I/Io)

Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati

(16)

Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang diamati (Rohman, 2007).

Gambar

Gambar 2.3 Fase Biofarmasetik Obat (Joenoes, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Data mining merupakan proses pencarian pengetahuan yang menarik dari data berukuran besar yang disimpan dalam basis data, data warehouse atau tempat penyimpanan informasi

usus halus yang di sebabkan oleh bakteri salmonella typhosa dengan gejala demam lebih dari satu minggu, terjadi gangguan pada pencernaan... Anatomi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam eliminasi fekal adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus, usus besar, rektum dan anus (Hidayat, 2006)..

Shigella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan epitel mukosa, yang sebagian besar terjadi di kolon dan ileum distalInvasi dapat diikuti dengan

Saat peradangan, dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin, yang diikuti oleh molekul yang lebih

Berdasarkan pada free cash flow theory, Jensen & Meckling (1976) menjelaskan bahwa kebijakan utang akan mengurangi arus kas perusahaan, karena sebagian besar arus kas

Pada sebagian besar infeksi daerah operasi bakteri patogen berasal dari endogen yaitu flora kulit, membran mukosa dan traktus gastrointestinal atau berasal dari

Tidak semua asam amino yang terdapat dalam molekul protein dapat dibuat dalam tubuh kita, bila ditinjau dari segi pembentukannya asam amino dibagi ke dalam dua