BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi
1. Definisi Eliminasi Fekal
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus (Tarwoto & Wartonah, 2004).
Eliminasi fekal adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar (Hidayat, 2006).
2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Eliminasi Fekal
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam eliminasi fekal adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus, usus besar, rektum dan anus (Hidayat, 2006).
1. Usus Halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pilorus lambung dengan katup ileosekal yang merupakan bagian awal usus besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang didukung oleh lapisan mesenterika (berbentuk seperti kipas) yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk (seperti berkelok-kelok). Mesenterika ini dilapisi pembuluh darah, persarafan, dn saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus ( Tarwoto & Wartonah, 2010).
Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering disebut dengan usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian
yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±3,6 m). (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi saripati makanan, dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2010):
Senyawa Kimia Fungsi
Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida. Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah
menjadi erepsin. Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa kimia yang dihasilkan ke usus halus. Hormon CCK
(kolesistokinin)
Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu ke dalam usus halus.
Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltik akan didorong menuju ke usus besar (Tarwoto & Wartonah, 2010).
2. Usus Besar atau Kolon
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Fungsi kolon adalah (Tarwoto & Wartonah, 2010) : a. Menyerap air selama proses pencernaan.
b. Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli. c. Membentuk massa faeses.
d. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan ( feses) keluar dari tubuh.
3. Rektum
Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada begian rektum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rektum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rektum ada 2 yaitu otot polos dan otot lurik (Tarwoto & Wartonah, 2010).
3. Proses Pembentukan Feses
Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon, chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida. Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi, 2008).
Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila
terjadi gangguan pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau (Asmadi, 2008).
4. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).
Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008).
Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, refleks tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2004) :
a. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai ke anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.
b. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dkembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana,
H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2004).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006).
b. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhi (Hidayat, 2006).
c. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah, 2006).
d. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2006).
e. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapat mengakibatkan diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atau antasida yang terlalu sering (Hidayat, 2006).
f. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi (Hidayat, 2006). g. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya (Hidayat, 2006). h. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, dan episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar (Tarwoto & Wartonah, 2006).
i. Kerusakan Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya (Hidayat, 2006).
6. Masalah-Masalah Umum Pada Eleminasi Fekal
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum ( Potter & Perry, 2005).
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras (Hidayat, 2006).
Tanda Klinis :
Adanya feses yang keras.
Defekasi kurang dari 3 kali seminggu. Menurunnya bising usus.
Adanya keluhan pada rektum. Nyeri saat mengejan dan defekasi. Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan Penyebab :
Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, dan lain-lain.
Pola defekasi yang tidak teratur. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
Menurunnya peristaltik karena stress psikologis.
Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi.
Proses penuaan (usia lanjut) b. Impaksi fekal (Fekal Impation)
Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006).
Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia), distensi dank ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi. Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan mempalpasi masa yang terinfeksi ( Potter & Perry, 2005).
c. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah (Hidayat, 2006).
Tanda Klinis :
Adanya pengeluaran feses cair. Frekuensi lebih dari 3 kali sehari. Nyeri/kram abdomen.
Bising usus meningkat. Kemungkinan Penyebab:
Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme. Efek tindakan pembedahan usus.
Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain.
Stress psikologis. d. Inkontinensia Fekal
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrol sfingter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk mengalami inkontinensia.
Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter (Hidayat, 2006).
Tanda Klinis:
Kemungkinan Penyebab:
Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-lain.
Distensi rektum berlebih.
Kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-lain.
Kerusakan kognitif. e. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus (Hidayat, 2006).
Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010). f. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain.
7. Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi
7.1 Pengkajian
1) Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan pada orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
2) Keadaan feses
No Keadaan Normal Abnormal Penyebab 1. Warna Bayi : Kuning Putih, hitam/tar, atau merah. Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah. Dewasa : Coklat. Pucat berlemak. Malabsorbsi lemak. 2. Bau Khas feses
dan dipengaruhi oleh makanan. Amis dan perubahan bau. Darah dan infeksi.
3. Konsistensi Lunak dan berbentuk.
Cair Diare dan absorbsi kurang. 4. Bentuk Sesuai diameter rektum. Kecil, bentuknya seperti pensil. Obstruksi dan peristaltik yang cepat. 5. Konsituen Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air. Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing. Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi.
3) Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet ( makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari), kegiatan yang spesifik, penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stress, dan pembedahan/penyakit menetap.
4) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness. Kemudian, pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.
7.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefikasi dengan karakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan: a. Imobilisasi
b. Menurunnya aktivitas fisik c. Ileus
d. Stress
e. Kurang privasi
f. Menurunnya mobilitas intestinal g. Perubahan atau pembatasan diet.
Kemungkinan data yang ditemukan : a. Menurunnya bising usus. b. Mual.
c. Nyeri abdomen.
d. Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah. e. Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang air besar. Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a. Anemia.
b. Hipotiroidisme. c. Dialisa ginjal.
d. Pembedahan abdomen. e. Paralisis.
f. Cedera spinal cord. g. Imobilisasi yang lama.
2. Gangguan eliminasi fekal : diare
Definisi : kondisi dimana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan karakteristik feses cairan.
Kemungkinan burhubungan dengan : a. Inflamasi, iritasi, dan malabsorpsi. b. Pola makan yang salah.
c. Perubahan proses pencernaan. d. Efek samping pengobatan. Kemungkinan data yang ditemukan:
a. Feses berbentuk cair.
b. Menigkatnya frekuensi buang air besar. c. Meningkatnya peristaltik usus.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a. Peradangan bowel.
b. Pembedahan saluran pencernaan bawah. c. Gastritis/enteritis.
3. Gangguan eliminasi fekal : inkontinensia.
Definisi : Kondisi dimana pasien mengalami perubahan pola dalam buang air besar dengan karakteristik tidak terkontrolnya pengeluaran feses.
Kemungkinan berhubungan dengan : a. Menurunnya tingkat kesadaran. b. Gangguan spinter anus.
c. Gangguan neuromuskuler. d. Fecal impaction.
Kemungkinan data yang ditemukan :
a. Tidak terkontrolnya pengeluaran feses. b. Baju yang kotor oleh feses.
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a. Injury spinal cord.
b. Pembedahan usus. c. Pembedahan ginekologi. d. Stroke.
e. Trauma pada daerah pelvis. f. Usia tua.
7.3 Perencanaan Keperawatan
a) Gangguan eliminasi fekal : konstipasi (actual/risiko) Tujuan yang diharapkan :
a. Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel.
b. Terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.
INTERVENSI RASIONAL Catat dan kaji kembali warna,
konsistensi, jumlah, dan waktu buang air besar.
Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel
Kaji dan catat pergerakan usus Deteksi dini penyebab konstipasi
Jika terjadi fecal imfaction: 1. Lakukan pengeluaran
manual
2. Lakukan gliserin klisma
Membantu mengeluarkan feses.
Konsultasikan dengan dokter tentang :
1. Pemberian laksatif 2. Enema
3. Pengobatan
Meningkatkan eliminasi
Berikan cairan adekuat Membantu feses lebih lunak Berikan makanan tinggi serat
dan hindari yang banyak mengandung gas dengan konsultasi bagian gizi.
Menurunkan konstipasi
Bantuan klien dalam melakukan aktivitas pasif dan aktif
Berikan pendidikan kesehatan tentang:
1. Personal hygiene 2. Kebiasaan diet
3. Cairan dan makanan yang mengandung es 4. Aktivitas
5. Kebiasaan buang air besar
Mengurangi/menghindari inkontinensia
b) Gangguan eliminasi fekal : diare Tujuan yang diharapkan :
a. Buang kembali buang air besar ke pola normal. b. Keadaan feses berbentuk dan lebih keras.
INTERVENSI RASIONAL Monitor/ kaji kembali
konsistensi, warna, bau feses, pergerakan usus, cek berat badan setiap hari.
Dasar memonitor kondisi
Monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan
Mengkaji status dehidrasi
Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan IV, oral, dan makanan lunak.
Mengurangi kerja usus
Berikan antidiare, tingkatkan intake cairan
Mempertahankan status hidrasi
Cek kulit bagian perineal dan jaga dari gangguan integritas
Frekuensi buang air besar yang menigkat menyebabkan iritasi kulit sekitar anus.
Kolaborasi dengan ahli diet tentang diet rendah serat dan
lunak.
Hindari stress dan lakukan istirahat cukup
Stress meningkatkan stimulus bowel
Berikan pendidikan kesehatan tentang :
1. Cairan 2. Diet
3. Obat-obatan
4. Perubahan gaya hidup
Meningkatkan pengetahuan dan mencegah diare.
c) Gangguan eliminasi fekal : inkontinensia. Tujuan yang diharapkan :
a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses. b. Pasien kembali pada pola eliminasi normal.
INTERVENSI RASIONAL Tentukan penyebab
inkontinensia
Memberikan data dasar untuk
memberikan asuhan keperawatan
Kaji penurunan masalah ADL yang berhubungan dengan masalah inkontinensia
Pasien terganggu ADL karena takut buang air besar
Kaji jumlah dan karakteristik inkontinensia
Menentukan pola inkontinensia
Atur pola makan dan sampai berapa lama terjadinya buang air besar
Membantu mengontrol buang air besar
Lakukan bowel training dengan kolaborasi fisioterapis
Membantu mengontrol buang air besar
Lakukan latihan otot panggul Menguatkan otot dasar pelvis Berikan pengobatan dengan
kolaborasi dengan dokter
Mengontrol frekuensi buang air besar
B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. PENGKAJIAN
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Anak Y
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 1 bulan 5 hari
Status Perkawinan : -
Agama : Protestan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jln. Smpg Sicanang Blok II Medan Tanggal Masuk RS : 9 juni 2013
No.Register : 00.88.60.31 Ruangan/Kamar : R.IX Bedah Anak Golongan Darah : -
Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2013 Tanggal Operasi : -
Diagnosa Medis : Hirschsprung II. KELUHAN UTAMA : Susah BAB III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocative/Palliative - Apa penyebabnya
Tidak adanya sel ganglion parasimpatik pada dinding usus besar.
- Hal-hal yang memperbaiki keadaan Tidak ada.
B. Quantity/Quality
- Bagaimana dirasakan
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya merasakan susah mengeluarkan feses dan anaknya selalu mengedan dengan kuat jika ingin Buang Air Besar.
- Bagaiman dilihat
Pasien susah mengeluarkan fesesnya. C. Region - Dimana lokasinya Di daerah usus. - Apakah menyebar Tidak menyebar. D. Severity
Penyakit yang diderita pasien tidak mengganggu aktivitas pasien.
E. Time
Gejala yang terjadi pada pasien dirasakan pada 2 minggu yang lalu.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak pernah mengalami sakit yang serius.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya belum pernah sakit, jadi pengobatan/tindakan belum pernah dilakukan kepada anaknya. C. Pernah dirawat/dioperasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya belum pernah dioperasi. D. Lama dirawat
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya belum pernah dirawat dirumah sakit, ini adalah pertama kalinya anaknya masuk rumah sakit.
E. Alergi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak memiliki alergi terhadap apapun.
F. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan karena anaknya masih berumur 1 bulan, anaknya masih mendapatkan imunisasi 2 kali yaitu Hepatitis B dan BCG.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua
Ibu pasien mengatakan bahwa beliau dan ayahnya tidak memiliki penyakit yang serius.
B. Saudara kandung
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien adalah anak pertamanya. C. Penyakit keturunan yang ada
Ibu pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Ibu pasien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Ibu pasien mengatakan bahwa keluarga yang sudah meninggal adalah neneknya pasien.
F. Penyebab meninggal
Ibu pasien mengatakan bahwa penyebab nenek pasien meninggal adalah karena demam tinggi yang mendadak.
VI. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum
Pada saat dikaji kesadaran pasien sadar penuh compos mentis. B. Tanda-Tanda Vital - Suhu tubuh : 37 0C - Tekanan darah : - - Nadi : 106 x/i - Pernafasan : 46 x/i - Skala nyeri : - - TB : 50 cm - BB : 3 kg
C. Pemeriksaan Head To Toe Kepala dan rambut
- Bentuk : Bentuk kepala
pasien oval
- Ubun-ubun : Ubun-ubun lembek,
datar dan belum tertutup
- Kulit kepala : kulit kepala bersih Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran rambut pasien baik dan merata.
- Bau : Rambut pasien
terawat, bersih
- Warna rambut : Hitam
Wajah
- Warna kulit : Kuning langsat - Struktur wajah : Simetris, tidak ada
Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata pasien lengkap dan simetris
- Palpebra : Tidak ada ptosis - Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak
anemis dan sclera tidak icterus
- Pupil : Isokhor
- Cornea dan iris : Transparan dan jernih
- Visus : Tidak dikaji
- Tekanan bola mata : Tidak dikaji Hidung
- Tulang hidung dan posisi septum nasi : Tulang hidung pasien ada dan posisi septum nasi berada ditengah
- Lubang hidung : Lubang hidung simetris dan bersih
- Cuping hidung : Tidak ada cuping hidung
Telinga
- Bentuk telinga : Bentuk telinga normal dan simetris
- Ukuran telinga : Normal
- Lubang telinga : Lubang telinga bersih dan tidak terdapat kotoran
- Ketajaman pendengaran : Pasien mendengar dengan baik.
Mulut dan Faring
- Keadaan bibir : Mukosa bibir
- Keadaan gusi dan gigi : Tidak ada lesi dan gigi pasien belum ada.
- Keadaan lidah : Bersih
- Orofaring : Tidak ada
peradangan. Leher
- Posisi trachea : Medial
- Thyroid : Tidak ada
pembengkakan di daerah thyroid.
- Suara : Jelas
- Kelenjar limfe : Tidak ada
pembengkakan.
- Vena jugularis : Vena tidak
pembengkakan.
- Denyut nadi karotis : Teraba Pemeriksaan integument
- Kebersihan : Kebersihan kulit
pasien terpelihara.
- Kehangatan : Kulit pasien terasa hangat ketika diraba.
- Warna : Kuning langsat
- Turgor : Turgor kulit kembali
cepat.
- Kelembaban : Kulit pasien lembab
- Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan pada kulit pasien.
Pemeriksaan payudara dan ketiak
- Ukuran dan bentuk : Ukuran dan bentuk payudara pasien normal dan simetris.
- Warna payudara dan areola : Warna payudara anak kuning langsat dan warna areola kecoklatan.
- Kondisi payudara dan putting : normal dan putting belum menonjol.
- Aksilla dan clavicula : simetris Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks : Normal
- Pernafasan (frekuensi, irama) : Frekuensi napas pasien 46 x/menit dengan irama teratur.
- Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada Pemeriksaan paru
- Palpasi getaran suara : Getaran suara paru sama kiri dan kanan.
- Perkusi : Resonan
- Auskultasi : Vesikuler
Pemeriksaan jantung
- Inspeksi : Normal
- Palpasi : Tidak ada
pembengkakan.
- Perkusi : Dullnes
- Auskultasi : Suara jantung Lup-dup
Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi (bentuk, benjolan) : Terjadi distensi abdomen.
- Auskultasi : Peristaltik usus
pasien 9 x/menit.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen pasien.
- Perkusi (suara abdomen) : Timpani Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
- Genitalia ( rambut pubis, lubang uretra) : Rambut pubis belum ada dan lubang uretra normal (ada)
- Anus dan perineum : Lubang anus ada dan tidak ada kelainan pada anus.
Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas : Ekstremitas pasien simetris, tidak terdapat edema.
Pemeriksaan neurologi : Tidak dilakukan pengkajian.
VII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Pola Makan Dan Minum
- Frekuensi makan/hari : 8-12 kali/hari - Nafsu /selera makan : Tidak ada
masalah.
- Nyeri ulu hati : Tidak ada masalah.
- Alergi : Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien tidak memiliki alergi.
- Mual dan muntah : Tidak pernah muntah.
- Waktu pemberian makan : 2-3 jam sekali - Jumlah dan jenis makan : ASI
- Masalah makan dan minum : Tidak ada masalah.
B. Perawatan Diri/Personal Hygiene
- Kebersihan tubuh : Kebersihan tubuh pasien terawat dan selalu diperhatikan ibunya. - Kebersihan gigi dan mulut : Kebersihan
- Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku kaki dan tangan pasien terawat.
C. Pola Kegiatan/Aktivitas
- Uraikan aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri,sebahagian, atau total
Pasien masih bayi, jadi untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian masih ibunya yang melakukan.
- Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat dirumah sakit
Pasien belum bisa melakukan aktivitas ibadah karena masih bayi.
D. Pola Eliminasi 1. BAB
- Pola BAB : ± 2 kali/hari
- Karakter feses : Feses cair dan seperti pita.
- Riwayat perdarahan : Tidak ada perdarahan
- BAB terakhir : 17 Juni 2013 - Diare : Tidak ada diare - Penggunaan laksatif : Tidak ada 2. BAK
- Pola BAK : ± 10 kali/hari.
- Karakter Urine : Normal, tidak ada masalah
- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak ada masalah - Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak
ada riwayat penyakit ginjal
- Penggunaan diuretik : Tidak ada
E. Mekanisme Koping : Pasien masih bayi, jadi belum mampu melakukan mekanisme koping.
2. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. S : -Ibu mengatakan bahwa pasien susah untuk mengeluarkan feses. - Pasien BAB 1-2 kali per hari O:
-Tampak distensi abdomen
-Bising usus 9 kali per menit -Lingkar perutnya 37 cm. -Volume BAB sedikit -Pasien terlihat mengedan dengan kuat jika ingin BAB
Tidak adanya sel ganglion Parasimpaik pada dinding
usus
Distensi abdomen
Peristatik usus menurun
Gangguan eliminasi
3. RUMUSAN MASALAH
Masalah Keperawatan
Gangguan Eliminasi Fekal; Konstipasi Diagnosa Keperawatan
Gangguan eliminasi Fekal; konstipasi berhubungan dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pada dinding usus pasien ditandai dengan distensi abdomen, bising usus 9 x/menit, dan lingkar abdomen 37 cm,volume BAB sedikit, pasien terlihat mengedan dengan kuat jika ingin BAB, ibu pasien mengeluh bahwa anaknya susah untuk mengeluarkan feses, dan pasien BAB 1-2 kali perhari.
4. PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL Hari/ Tanggal No. Dx Perencanaan Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Senin/ 17 Juni 2013 I Tujuan : Pasien akan mengalami defekasi yang teratur. Kriteria Hasil : 1. BAB teratur. 3. Distensi abdomen berkurang 4. Lingkar abdomen berkurang 1. Anjurkan pemberian cairan/ASI adekuat. 2. Observasi bising usus 3. Ukur lingkar abdomen. 4. Observasi frekuensi, warna dan karakteristik feses tiap BAB. 5. Konsultasikan dengan dokter tentang : - Pemberian laksatif - Enema - Pengobatan
Membantu feses lebih lunak.
Pengkajian yang demikian diperlukan untuk memastikan fungsi usus dengan benar dan terapi yang diberikan tepat.
Pengukuran lingkar abdomen mendeteksi distensi
Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel/fekal.
5. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Hari/ tanggal
No.
Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi Selasa/
18 Juni 2013
I 1. Menganjurkan pemberian cairan/ASI adekuat.
2. Mengobservasi bising usus.
3. Mengukur lingkar abdomen pasien.
4. Mengobservasi frekuensi, warna, dan konsistensi feses pasien.
S : ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlihat susah mengeluarkan feses O : - Pasien tampak mengedan dengan kuat jika ingin BAB. - Bising usus 9 kali/menit. - Lingkar abdomen pasien 37 cm. - Pasien BAB 1 kali, warna kuning dan konsistensinya lembek. A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan