• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang nasalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Latar Belakang nasalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang nasalah

Pembangunan desa pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan di dalam masyarakat pedesaan yang diarahkan pada terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi seluruh masya- rakat pedesaan dengan partisipasi aktif dan jika mungkin dengan inisiatif masyarakat itu sendiri. Memang seharusnya membangun desa adalah kewajiban masyarakat desa itu sen- diri, karena merekalah yang lebih mengetahui akan kebutuh- an utama yang h a m s dipnuhi terlebih dahulu sesuai dengan sekala prioritas yang mereka buat. Persepsi masyarakat terhadap pembangunan akan semakin meningkat apabila dalam- penyelenggaraan pembangunan tersebut mereka senantiasa dilibatkan.

Pembangunan daerah di Indonesia dalam Repelita VI merupakan kelanjutan pembangunan dalam Repelita-Repelita sebelumnya yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara. Pembangun- an daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di- daerah maupun di desa-desa yang menghadapi beragam masa- lah, potensi, aspirasi, dan beragam persepsi masyarakat di daerah-daerah. Pencapaian tujuan pembangunan masyarakat yakni perubahan perilaku masyarakat pedesaan dari semula berpikir tradisional menjadi berpikir progresif, semula berpikir lokalit menjadi berpikir kosmopolit senantiasa perlu ditingkatkan terutama melalui partisipasi masyarakat pedesaan itu sendiri dan peran aktif berbagai lembaga yang

(2)

ada dipedesaan ataupun dengan bantuan berbagai pihak dari luar yang terkait dalam kegiatan pengaturan, penyuluhan dan pelayanan dalam pembangunan melalui prinsip koordina- si, integrasi dan sinkronisasi pihak-pihak tersebut pada setiap gerak pembangunan yang dilakukan di pedesaan.

Perkembangan desa-desa di Indonesia dewasa ini telah mencapai banyak kemajuan, baik di bidang fisik desa maupun peningkatan sumberdaya manusia (GBHN, 1993). Tingkat kemajuan desa menurut Departemen Dalam Negeri dapat dike- lompokkan kedalam tiga tipologi desa, yaitu tipe (a) desa swadaya (6,10%)

,

desa swakarya (44,50%)

,

dan desa swasem- bada (49,40%). Ini berarti persentase pencapaian desa swasembada masih perlu t e n s ditingkatkan dalam pembangun- an pada tahap berikutnya, terutama dalam PJPT I 1 mendatang dalam menyambut era tinggal landas (Su'ud, 1993).

Pada akhir Pelita V, perkembangan pembangunan pede- saan telah menunjukkan peningkatan, ha1 ini didukung oleh adanya peran kelembagaan di pedesaan yang mengatur dan memberikan pelayanan berbagai inovasi baru kepada masyara- kat pedesaan. Meningkatnya persepsi masyarakat pedesaan terhadap pembangunan terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal di pedesaan terlihat dari semakin me- ningkatnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pem-

.

bangunan di pedesaan itu sendiri. Mardjono dan Soesmanto

(1988) mengidentifikasi adanya 15 jenis kelembagaan yang mendukung program pembangunan yang ditujukan kepedesaan, meliputi kelembagaan di sektor pertanian dan pengairan,

(3)

sektor industri, sektor pertambangan dan energi, sektor perhubungan dan pariwisata, sektor perdagangan dan kopera- si, sektor tenagakerja dan transmigrasi, sektor pembangun- an daerah, desa dan kota, sektor agama, sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terha- dap Tuhan YME, sektor kesehatan, kesejahteraan rakyat, peranan wanita, kependudukan dan KB, sektor perumahan rakyat dan pemukiman, sektor penerangan dan komunikasi so- sial, sektor ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian, sektor pengembangan dunia usaha; sektor sumber daya alam dan sektor lingkungan hidup. Selain itu, peran kelembagaan informal di pedesaan, seperti adanya kelompok tani, kelom- pencapir, kelompok pemakai air ( P 3 A ) , kelompok pengajian dan kelompok lainnya turut mendukung dan memperlancar ke- berhasian pembangunan di pedesaan.

Menurunnya jumlah penduduk miskin dari 70 juta jiwa (60%) pada tahun 1970 menjadi 27,2 juta (15,1%) pada tahun 1990 merupakan indikasi keberhasilan program pembangunan baik sektoral maupun regional yang langsung maupun tidak langsung ditujukan menanggulangi kemiskinan (Bappenas, 1993)

.

Namun demikian, masih di jumpai adanya kesen jangan tingkat kualitas kehidupan masyarakat sebagai akibat pem- bangunan baik antar masyarakat pedesaan itu sendiri maupun

.

antar masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari beberapa ha1 anta- ra lain karena : (1) masih adanya masyarakat dengan kuali- tas hidup dibawah garis kemiskinan, (2) belum meratanya

(4)

pembangunan di pedesaan; di bidang kependudukan : (1) ter- j adinya pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi

,

(2 ) me- ningkatnya pengangguran dan kurang berimbangnya komposisi penduduk dalam beban dan tanggungan (Dependency Ratio); di bidang kesehatan, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan, banyaknya perumahan yang tergolong kumuh dan kurang terse- dianya air bersih terutama untuk masyarakat desa, bahkan kebanyakan diantara mereka kekurangan gizi sehingga mengu- rangi kemampuan bekerja; disektor usaha, masih lambatnya perkembangan pembangunan disektor non-pertanian, seperti usaha industri kecil pede-saan, kerajinan rumah tangga, transportasi dan usaha-usaha lainnya. Menteri Dalam Ne- geri (1989) menyebutkan bahwa hingga saat ini masih dijum- pai adanya: desa-desa yang bermasalah khusus dalam pengem- bangannya, desa-desa yang sedikit sekali memperoleh dampak pembangunan, dan desa-desa dalam kawasan yang relatif ter- belakang dan terpencil, sehingga berdampak terhadap ren- dahnya tingkat kualitas hidup masyarakatnya.

Sajogyo (1980), Singarimbun (1978), Mulyanto dan Evers (1982) mengemukakan bahwa permasalahan utama yang dihadapi masyarakat pedesaan saat ini adalah masalah kemiskinan. Hal ini sebagai akibat : (1) kurangnya modal dan tabungan yang dimiliki, (2) rendahnya tingkat kesehatan dan gizi,

.

(3) terjadinya pengangguran dan (4) rendahnya persepsi mereka dalam pembangunan yang berlangsung di pedesaan. Sebagai penyebab ha1 tersebut adalah terbatasnya kesempa- tan mengikuti pendidikan baik formal maupun non-formal,

(5)

terisolir dan terpencil sehingga berakibat terhadap ren- dahnya persepsi mereka dalam menerima ide-ide baru, kurang tanggap terhadap adanya informasi, kemampuan terbatas da- lam pembangunan, kurang memanfaatkan potensi sumberdaya, dan usaha yang dilakukan kurang berorientasi pasar.

Dilihat dari pekerjaan dan pendidikan penduduk, ternyata sebagian besar penduduk Indonesia berada dan be- kerja di pedesaan (> 70 persen), dengan tingkat pendidikan tergolong rendah (Hasil sensus penduduk tahun 1990 menun-

I

jukkan bahwa angkatan kerja di Indonesia yang hanya ber- pendidikan S D mencapai 67 persen, umumnya mereka tidak tamat SD, bahkan masih ada yang buta huruf). Masih ren- dahnya tingkat pendidikan yang dicapai sebagian besar penduduk pedesaan tersebut menyebabkan persepsi mereka terhadap pembangunan rendah dan kesempatan kerja terbatas. Terbatasnya kesempatan kerja bagi penduduk mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh dan pada gilirannya menimbulkan kemiskinan masyarakat dipedesaan. Peningkatan jumlah angkatan kerja selama periode 1983-1988 mencapai

2 - 8 persen yaitu dari 63,5 juta orang menjadi 72,8 juta

sehingga diperlukan penyediaan lowongan pekerjaan sebanyak 6,l juta jiwa (Proyeksi BPS tahun 1990). Demikian pula produktivitas masyarakat seperti yang diungkapkan Djojoha- dikosumo (1987) tergolong sangat rendah. Apabila produk- tivitas pekerja dihitung dalam satuan waktu bekerja 35 jam perminggu maka hanya 45 persen orang Indonesia yang beker- ja tergolong produktif. Padahal di Korea Selatan, Singa-

(6)

pura dan Taiwan sebagai negara Industri baru, para peker- janya bekerja mencapai 52 jam per minggu.

Berbagai usaha pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan guna meningkatkan pengetahuan dan persepsi mereka terhadap pembangunan telah dilakukan oleh berbagai pihak, namun hasilnya belum mencapai tujuan se- perti yang diharapkan. Ndraha (1984) mengemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan yang ditujukan ke pedesaan masih dirasakan kurang terpadu baik dalam perencanaan, pelaksa- n a a n d a n pengendaliannya, sehingga dilapangan sering terjadi tumpang tindih dalam kegiatannya. Penyelenggaraan penyuluhan di pedesaan, saat ini terbatas dilakukan oleh pihak-pihak tertentu saja seperti : (1) penyuluhan perta- nian, (2) penyuluhan koperasi, (3) penyuluhan kesehatan dan (4) penyuluhan Keluarga Berencana yang lebih menguta- makan kepentingan program masing-masing, sehingga secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya sa- ling tumpang tindih dalam penyampaian pesan-pesan pemba- ngunan maupun dalam pelaksanaannya. Peranan penyuluhan dalam pembangunan yakni mengubah perilaku masyarakat dan meningkatkan kemandirian mereka dengan maksud agar mereka memiliki persepsi yang tinggi terhadap pembangunan sehing- ga mereka tidak saja dijadikan sebagai obyek pembangunan,

*

tetapi diharapkan juga mereka sebagai subyek dalam penye- lenggaraan pembangunan (Slamet, 1990).

(7)

Dalam ha1 kelembagaan di pedesaan, masih dihadapi berbagai kendala baik kelembagaan formal maupun kelembaga- an informal yang belum berfungsi sebagai pengatur dan pem- beri pelayanan kepada masyarakat seperti yang diharapkan. Lembaga pemerintah desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 masih dirasakan belum berfungsi secara optimal, dalam ha1 ini kemampuan aparat dalam menjalankan perannya sebagai pengatur dan pelayan masih perlu ditingkatkan. Persepsi masyarakat terhadap adanya Lembaga Ketahanan Ma- syarakat Desa (LKMD) sebagai wadah penyampaian aspirasi

masyarakat desa dirasakan masih rendah, ha1 tersebut tam- pak dari kegiatannya yang masih mengutamakan penerapan aturan dari atas desa sehingga terkesan sebagai alat per- panjangan tangan pemerintah. Selain itu, wadah Koperasi Unit Desa yang dibentuk guna mendukung perekonomian pede- saan khususnya sebagai sokoguru perekonomian rakyat di- pedesaan belum dimanfaatkan optimal. Pelayanan kesehatan melalui PUSKESMAS dan POSYANDU serta pelayanan KB kepada masyarakat dan berbagai pelayanan lainnya dirasakan belum efektif dilaksanakan terutama di pedesaan.

Dari gambaran yang dikemukakan di atas memberikan pe- lajaran bahwa terjadinya kesenjangan antar masyarakat dibidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan khususnya di- pedesaan disebabkan karena adanya persepsi yang berbeda- beda tentang pembangunan, selain itu juga kurang terpadu- nya penyelenggara pembangunan dalam menjalankan perannya, baik peran sebagai penyuluh, peran sebagai pengatur, mau-

(8)

pun peran sebagai petugas pelayanan. Kurangnya kesesu- aian antara ide-ide baru (materi penyuluhan) yang diberi- kan kepada masyarakat dengan kebutuhan yang mereka hadapi, belum tepatnya penggunaan metode dan media penyuluhan ser- ta relatif rendahnya kemampuan masyarakat dalam menerima ide-ide baru tersebut sehingga menyebabkan belum efektif hasil-hasil penyuluhan pembangunan yang telah berlangsung selama ini.

Keterkaitan unsur-unsur penyuluhan pembangunan yang didukung dengan pengaturan dan lpelayanan dalam mengubah perilaku masyarakat dirasakan penting terutama dalam me- ningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perubahan sikap masyarakat pedesaan sehingga mereka menjadi lebih tahu,

lebih mampu dan mau meningkatkan kesejahteraan hidupnya kearah yang lebih baik daripada sebelumnya. Lebih lanjut dalam penelitian ini ingin menganalisis persepsi masyara- kat pedesaan tersebut tentang unsur-unsur pembangunan yang ada, terutama unsur penyuluhan yang didukung dengan unsur pengaturan dan pelayanan, serta menganalisis hubungan unsur-unsur pembangunan tersebut terhadap keragaan perila- ku masyarakat pedesaan.

Masalah Penelitian

.

Melihat latar belakang permasalahan di atas, maka se- cara umum diajukan pertanyaan penelitian I1apakah penyuluh- an pembangunan yang ditujukan kepedesaan selama ini telah berlangsung secara efektif."? Pertanyaan tersebut dirinci sebagai berikut:

(9)

(1) Apakah penyuluhan pembangunan telah menjangkau masya- rakat diberbagai tingkat kemajuan desa pada berbagai tipologi daerah ?

(2) Apakah penyelenggaraan penyuluhan pembangunan telah dapat meningkatkan keragaan perilaku masyarakat di pedesaan ?

(3) Kalau belum, faktor-faktor apa saja yang menjadi pe- nyebabnya ?

mjuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin meng- analisis persepsi masyarakat tentang penyuluhan pembangun-

an dan keterkaitannya dengan keragaan perilaku masyarakat pedesaan. Secara rinci tujuan penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

(1) Menelaah efektivitas penyelenggaraan penyuluhan pem- bangunan yang did~kung~pengaturan dan pelayanan menu- rut persepsi masyarakat:

(a) Menelaah persepsi masyarakat tentang penyelengga- raan penyuluhan pada berbagai jenis penyuluhan pembangunan yang ditujukan ke pedesaan.

(b) Menelaah persepsi masyarakat tentang pengaturan sebagai pendukung penyu+uhan pembangunan masyara- kat pedesaan.

(c) Menelaah persepsi masyarakat tentang pelayanan se- bagai pendukung penyuluhan pembangunan masyarakat pedesaan.

(10)

(2) Menelaah efektivitas penyuluhan pada berbagai jenis pe- nyuluhan pembangunan masyarakat pedesaan:

(a) Menelaah efektivitas penyuluhan pembangunan perta- nian.

(b) Menelaah efektivitas penyuluhan pembangunan ko- perasi

.

(c) Menelaah efektivitas penyuluhan pembangunan kese- hatan.

(d) Menelaah efektivitas penyuluhan pembangunan KB.

I

(3) Menelaah hubungan persepsi masyarakat tentang penyu- luhan pembangunan dengan keragaan perilaku dan produk- tivitaslkualitas usaha yang dicapai oleh masyarakat pedesaan :

(a) Menelaah hubungan persepsi masyarakat tentang pe- nyuluhan pembangunan dengan keragaan perilaku dan produktivitas/kualitas usaha yang dicapai oleh ma- syarakat pedesaan menurut tipologi desa dan ting- kat kemajuan desa.

(b) Menelaah hubungan persepsi masyarakat tentang pe- nyuluhan pembangunan dengan keragaan perilaku dan produktivitas/kualitas usaha yang dicapai oleh ma- syarakat pedesaan menurut jenis-jenis penyuluhan pembangunan. b

(11)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik teoritisi dan praktisi penyuluh- a n pembangunan maupun bagi disiplin keilmuan lain yang terkait

.

Bagi disiplin keilmuan penyuluhan pembangunan, diha- rapkan hasil tulisan ini dapat membuka jalan bagi pengem- bangan ilmu di bidang pembangunan masyarakat pada umumnya dan ilmu penyuluhan permbangunan masyarakat pedesaan pada khususnya, dengan memperhatikan beragamnya permasalahan yang terdapat di pedesaan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat nienjadi bahan masukan bagi pene- litian-penelitian berikutnya terutama dalam menelaah pen- gembangan ilmu penyuluhan pembangunan masyarakat pedesaan. Bagi praktisi, t e m a n penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai M a n pertimbangan pengambilan kepu- tusan, baik oleh pihak pemerintah, swasta, maupun pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa, Pemohon dalam perihal ini mengajukan Perohonan dengan mendasarkan selisih perolehan suara perolehan 21.516 Suara atau memiliki presentase selisih sebesar 31.91%,

Dalam menjalankan roda organisasi, pemimpim juga harus mampu mempengaruhi orang lain dengan memberikan motivasi dan bimbingan yang bersifat konstruktif untuk

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles & Hubberman, 2009:17). Penyajian data

Dengan pemanfaatan controller SDN, administrator jaringan dapat mengubah sifat dan prilaku jaringan secara riil time dan mendeploy aplikasi baru dan layanan

Pertanyaan ini pastinya akan sering muncul ketika Anda tengah menjalani sesi wawancara Pertanyaan ini pastinya akan sering muncul ketika Anda tengah menjalani sesi wawancara kerja.

Keempat variabel pembentuk peran lembaga kelompok tani yang meliputi KBM, unit produksi, kerjasama dan unit ekonomi memiliki keeratan hubungan yang tergolong

“Well,” said Henry, “do you remember last fall I asked you why we never went into the little yellow house on Surprise Island.. You looked very cross for a minute, and Jessie and I

Lemahnya ukuran yang dimiliki oleh perusahaan mengindikasi adanya keagagalan laporan keuangan yang tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya, dalam