Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
Mei - 2016
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Spesialis Asesmen, Kajian, dan Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju Sulawesi Barat 91511, Indonesia Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
KATA PENGANTAR
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Mamuju, Mei 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Asep Budi Brata Deputi Direktur
VISI
BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
VISI
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank
Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
MISI
BANK INDONESIA
1.Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2.Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3.Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI
STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan
pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI 1 TABEL 3 GRAFIK 4 BOKS 6 Ringkasan Eksekutif 7Tabel Indikator Ekonomi 11
Grafik Indikator 13
1. Perkembangan Ekonomi 15
1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum 16
1.2 Sisi Pengeluaran 18
1.3 Sisi Lapangan Usaha 23
2. Inflasi 30
2.1 Inflasi Secara Umum 31
2.2 Inflasi Bulanan 32
2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran 34
2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan 35
2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas 36
2.6 Disagregasi Inflasi 39
3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran 47
3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat 48
3.2 Perkembangan Jaringan Kantor 50
3.3 Dana Pihak Ketiga (DPK) 51
3.4 Realisasi Penyaluran Kredit 52
3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 54
4. Keuangan Daerah 59
4.1 Struktur Anggaran 60
4.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat 60
4.2.2 Belanja Pemerintah 62
4.2.3 Rasio antara Pendapatan dan Belanja 64
5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 66
5.1 Ketenagakerjaan 67
5.2 Pengangguran 70
5.3 Nilai Tukar Petani 70
5.4 Tingkat Kemiskinan 72
6. Prospek Perekonomian 75
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76
6.2 Prospek Inflasi 78
TABEL
Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha 24
Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan 34
Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan 38
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi 38
Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 39
Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 39
Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan 39
Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 39
Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan BBM 43
Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan BBM 43
Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat 51
Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 62
Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat 64
Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) 67 Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama 68
Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 69 Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang
Ditamatkan 70
Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor 72
GRAFIK
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 17
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 17 Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha 17
Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat 20
Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi 20
Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi 21
Grafik 7. Investasi Bangunan 22
Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen 22
Grafik 9. Perkembangan Harga CPO 23
Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian 25
Grafik 11. Nilai Tukar Petani 25
Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil 27
Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi 28
Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 37
Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 40
Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 40
Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi 43
Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan Komponen Penerimaan 50
Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen Penerimaan 50
Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52 Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52
Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan 53
Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha 53
Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 54
Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi 54
Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja 54
Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat Triwulan I 2016 60 Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi barat 61 Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 61
Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 73
Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76
Grafik 33. Perkembangan Harga CPO 78
BOKS
1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi? 42
2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian Inflasi Menjelang
Ramadhan Dan Idul Fitri 2016 44
Ringkasan Eksekutif
Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Sulbar di triwulan I 2016 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnyaPerekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat
dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Perekonomian
Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy) dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan pemerintahan. Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Sementara sektor lainnya mengalami peningkatan.
Inflasi
Selama triwulan I 2016, Sulawesi Barat mengalami deflasi (mtm) tiga bulan berturut-turut yang didukung deflasi pada komponen administered price dan volatile food
Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki
musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata
mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy). Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada komponen administeredprice dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan
administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,27% (yoy) dan -1,67% (yoy).
Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Aset mengalami peningkatan, DPK tumbuh melambat, dan kinerja kredit modal kerja yang menggembirakan
Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan
pertumbuhan positif. Secara tahunan, aset perbankan
Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2015. Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I 2015. Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy). Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat.
Perputaran transaksi kliring mengalami penurunan pada
triwulan laporan. Transaksi kliring yang sebelumnya di
Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 384%, memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan yang tajam sebesar 322% dengan jumlah sebesar 64% saja di awal bulan triwulan berjalan.
Keuangan Daerah
Realisasi anggaran pemerintah daerah tergolong rendah
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah
menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Realisasi
pendapatan daerah sampai dengan triwulan I 2016 hanya mencapai 15,87% sedangkan realisasi belanja daerah hanya mencapai 5,46%. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Sementara itu, Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Rendahnya penyerapan anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum terealisasinya hasil tender untuk pelaksanaan pembangunan, di samping itu pula diperkirakan terdapat rencana relokasi anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung
untuk pemilihan Gubernur yang akan dilakukan pada bulan Februari 2017.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran Sulawesi Barat periode Februari 2016 mengalami peningkatan
Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif meningkat.
Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per Februari 2015 menunjukkan peningkatan sebesar 2,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat masih didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber utama perekonomian daerah.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan dari 106,16 pada triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016, pertumbuhan NTP pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,77% (yoy). Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan kesejahteraan petani yang semakin baik.
Prospek Perekonomian
Perekonomian akan membaik di tahun 2016 dengan tingkat inflasi yang terkendali
Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%-9%. Peningkatan ekonomi diperkirakan bersumber dari pertanian dan industri dimana musim panen yang masih akan terjadi dan kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan ekonomi Tiongkok. Secara umum, perekonomian Sulawesi barat akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015. Hal ini disebabkan industri yang ada di Sulawesi Barat akan mendapat sentimen positif paska perbaikan harga CPO dan biaya operasional yang relatif lebih rendah akibat rendahnya harga BBM.
Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga BBM
akan bergerak dalam level sesuai target nasional 4%±1%. Harga BBM menjadi penggerak utama inflasi di Sulawesi Barat yang banyak mengandalkan transportasi darat dalam mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen.
Tabel Indikator Ekonomi
PDRB & Inflasi 2 0 1 6 I II III IV I II III IV I MAK RO - Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 - Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 - Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 - Papua 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 122.10 125.51 125.86 - Papua Barat 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33 122.41 - Maluku 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 121.46 122.98 123.07 - Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 - Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 119.81 120.34 121.96 - Sulawesi Barat 1 0 8 .9 2 1 1 0 .2 8 1 1 2 .5 4 1 1 6 .8 5 1 1 6 .2 0 1 1 8 .6 5 1 1 9 .8 4 1 2 2 .7 8 1 2 2 .2 3 - Maluku Utara 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 127.64 - Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14 8.06 8.36 4.48 5.70 - Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 - Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 - Papua 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.06 3.59 3.76 - Papua Barat 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 5.53 - Maluku 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 8.14 6.15 2.21 - Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 - Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 7.25 2.27 4.75 - Sulawesi Barat 6 .2 4 6 .6 5 4 .4 6 7 .8 9 6 .6 8 7 .5 9 6 .4 9 5 .0 7 5 .1 9 - Maluku Utara 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.60 4.52 5.45 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393 2,615 2,533 2,212 2,475 2,779 2,611 2,478 2,535 Pertambangan dan Penggalian 110 119 126 162 123 133 143 159 133 Industri Pengolahan 548 630 728 767 657 733 734 842 725 Pengadaan Listrik, Gas 3 4 4 4 3 4 4 4 4 Pengadaan Air 10 9 10 10 10 10 11 11 11 Konstruksi 430 390 452 578 431 453 508 621 476 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 600 604 628 629 606 647 661 648 640 Transportasi dan Pergudangan 91 94 103 106 98 102 109 114 98 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14 15 15 16 14 15 16 17 16 Informasi dan Komunikasi 242 252 269 275 269 272 292 318 314 Jasa Keuangan 116 120 120 123 119 117 135 138 138 Real Estate 169 171 173 174 175 179 182 185 187 Jasa Perusahaan 5 5 5 6 6 6 6 6 6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 453 423 496 624 478 479 591 686 488 Jasa Pendidikan 286 285 323 386 310 311 357 384 345 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 109 112 123 139 121 121 131 139 137 Jasa lainnya 109 111 118 116 114 118 129 127 123 1. Konsumsi 3,831 4,001 4,209 4,700 3,875 4,304 4,515 5,034 3,950 2. Investasi 1,784 1,842 1,790 1,547 1,882 1,882 1,710 1,842 1,972 3. Ekspor 315.34 527.03 608.10 1,082.31 3,528 3,756 957 1,053 454 4. Impor 1.68 2.18 3.54 2.16 3,201 3,516 3 2 2 5,689 5,960 6,225 6,327 6,007 6,480 6,619 6,878 6,376 7 .1 0 % 6 .2 5 % 1 0 .5 4 % 1 0 .9 0 % 6 ,0 2 % 8 .4 0 % 6 .3 3 % 8 .7 2 % 6 .1 4 % Sumber : BPSLaju Inflasi Tahunan (%, yoy)
P DRB P enawaran - Harga K onstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2 0 1 0 & SNA 2 0 0 8
P DRB P ermintaan - Harga K onstan (Rp Miliar)
Total P DRB (Rp Miliar) P ertumbuhan P DRB (%, yoy)
2 0 1 4
Indeks Harga K onsumen
2 0 1 5 INDIK ATO R
Perbankan
2016 I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp Juta) 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403 4,745,263 5,008,231 5,086,078 5,135,451 5,297,774 2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043 3,170,617 3,508,331 4,281,964 3,809,991 3,593,161 Giro 822,227 914,268 981,369 504,877 860,278 972,388 1,176,196 511,422 1,414,755 Tabungan 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909 1,819,076 1,901,972 2,352,920 2,944,344 2,102,546 Deposito 177,941 305,694 317,766 221,257 491,263 633,970 752,848 354,225 352,152 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612 - Modal Kerja 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731 1,388,287 21,906 1,874,511 1,980,873 2,073,405 - Investasi 425,897 373,157 394,005 410,852 432,465 13,597 938,814 1,090,076 820,302 - Konsumsi 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469 2,401,556 156,062 3,424,622 3,459,877 3,314,025 142.17% 135.67% 133.43% 146.78% 133.17% 124.84% 145.67% 171.41% 172.76% 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612 - Pertanian 228,883 224,084 241,339 254,470 250,665 271,298 616,838 664,550 486,853 - Pertambangan 1,975 1,912 2,775 2,387 3,082 3,039 3,683 4,217 3,987 - Industri pengolahan 37,125 43,340 43,714 46,850 48,899 52,963 151,956 158,215 84,756 - Listrik, Gas, dan Air 863 2,919 3,104 1,511 1,183 1,603 2,328 5,106 1,995 - Konstruksi 47,810 41,366 44,163 41,843 34,662 29,460 108,005 118,857 117,763 - Perdagangan 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922 1,322,619 1,397,211 1,695,633 1,859,941 1,925,920 - Pengangkutan 7,533 9,014 9,624 10,979 10,110 11,104 27,586 32,144 32,156 - Jasa Dunia Usaha 55,480 58,238 43,237 42,353 41,597 42,508 60,521 67,305 66,637 - Jasa Sosial Masyarakat 124,886 83,892 106,536 107,268 107,936 116,487 146,507 160,474 173,520 - Lain-lain 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 3,424,622 3,460,018 3,314,025 4.68% 4.59% 4.43% 3.43% 3.88% 3.12% 2.17% 1.61% 1.52% Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
INDIKATOR
BANK UMUM
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta)
LDR
2015
NPL Total gross - Lokasi Bank (%) Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
Grafik Indikator
Rasio Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi Tingkat Pengangguran
1. Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mencapai 6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,72% (yoy).
Perlambatan pada triwulan ini disebabkan rendahnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah. Selain itu, pergeseran musim tanam menyebabkan produksi pertanian belum optimal di triwulan I 2016. Meskipun secara umum melambat, perkembangan di beberapa sektor cukup menggembirakan seperti industri pengolahan dan konstruksi yang tumbuh masing-masing 10,37% (yoy) dan 10,47% (yoy).
Bab 01
1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum
Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat dibandingkan dengan triwulan
IV 2015. Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy)
dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Pelemahan di awal tahun 2016 mirip dengan apa yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun 2015 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mencapai 5,59% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, meskipun berfluktuasi namun pertumbuhannya masih lebih tinggi. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,76% (yoy). Sementara rasio PDRB Sulawesi Barat terhadap ekonomi nasional pada triwulan I 2016 mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,27%.
Perlambatan perekonomian Sulawesi Barat terutama diakibatkan rendahnya konsumsi
pemerintah. Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga
pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Angka tersebut merupakan nilai terendah paling tidak dalam 6 tahun terakhir dimana pada periode sebelumnya konsumsi pemerintah berperan minimal 10% terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Pelemahan pada konsumsi pemerintah ini lebih disebabkan adanya revisi ulang program-program pemerintah pada triwulan I 2016 sehingga beberapa program yang direncanakan tidak direalisasikan. Kondisi yang terjadi pada pemerintahan tidak berimbas kepada komponen pengeluaran lain dalam perekonomian. Konsumsi rumah tangga meningkat 29,4% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,3% (yoy). Selain itu, investasi di Sulawesi Barat juga meningkat 30,6% (yoy) yang disebabkan peningkatan investasi di untuk pembangunan.
Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Peningkatan signifikan pada neraca perdagangan tersebut disebabkan peningkatan ekspor barang antar daerah dan penurunan yang cukup dalam untuk impor antar daerah. Penurunan impor antar daerah mencapai 17,75% (yoy). Harga komoditas CPO yang rendah menyebabkan penurunan ekspor luar negeri dari Sulawesi Barat.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan
pemerintahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,01% (yoy). Meskipun secara triwulanan, sektor ini mampu tumbuh 2,31% (qtq). Sumber lainnya yang mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat yaitu lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang hanya tumbuh 2,12% (yoy).
Struktur perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan pangsa sebesar 41,9%. Sektor lain yang menopang perekonomian Sulawesi Barat yaitu perdagangan besar dan eceran (10,7%), industri pengolahan (9,9%), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (7,7%), dan konstruksi (7,6%). Lapangan usaha penopang perekonomian Sulawesi Barat perlahan-lahan mulai bergeser dari pertanian, kehutanan, dan perikanan meskipun belum signifikan. Masyarakat sudah mulai berupaya meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan beralih ke lapangan usaha dengan nilai tambah lebih baik seperti perdagangan besar dan eceran dan jasa. Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Meskipun perlambatan hanya terjadi di 3 lapangan usaha tersebut, mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan karena perlambatan terjadi pada lapangan usaha dengan pangsa ekonomi yang paling besar.
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha
1.2 Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Sulawesi Barat terjadi akibat lemahnya
konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang memiliki
pangsa hingga sebesar 55,3% di triwulan I 2016 dan menjadi motor utama penggerak perekonomian Sulawesi Barat, tumbuh sebesar 5,24% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar 16,04% (yoy). Sementara investasi (PMTDRB) tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 9,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,61% (yoy). Neraca perdagangan Sulawesi Barat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor menyebabkan surplus neraca perdagangan meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran
sumber: BPS
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran
sumber: BPS
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Agregat konsumsi pada triwulan I 2016 tumbuh 1,94% (yoy), melemah dibandingkan 7,12% (yoy) pada triwulan lalu. Perlambatan konsumsi lebih disebabkan penurunan pada konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi 16,04% (yoy). Perlambatan juga sedikit terjadi pada
2016 I II III IV Total I Konsumsi RT 10,895 11,443 12,067 12,657 3,228 3,254 3,401 3,420 13,303 3,397 Konsumsi LNPRT 152 159 171 194 46 47 49 50 192 48 Konsumsi Pemerintah 3,406 3,555 3,667 3,890 600 1,003 1,065 1,565 4,233 504 PMTDRB 5,224 5,600 6,254 6,727 1,683 1,751 1,845 1,943 7,223 1,846 Perubahan Inventori 419 400 239 263 199 131 -136 -101 92 126 Total Ekspor 11,067 12,400 12,055 12,358 2,811 3,366 3,503 3,594 13,275 3,408 Total Impor 12,134 12,770 12,226 11,889 2,561 3,072 3,109 3,592 12,335 2,955 PDRB 19,028 20,787 22,227 24,200 6,007 6,480 6,619 6,878 25,983 6,376 2011 2012 2013 2014 2015 Uraian 2016 I II III IV Total I Konsumsi RT 4.22 5.03 5.45 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 5.24 Konsumsi LNPRT 8.86 5.05 7.36 13.80 -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67 Konsumsi Pemerintah 6.69 4.36 3.15 6.09 -15.45 18.29 14.96 11.29 8.81 -16.04 PMTDRB 14.83 7.20 11.68 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.65 Perubahan Inventori 70.05 -4.66 -40.11 9.88 -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -36.33 Total Ekspor 16.92 12.05 -2.78 2.51 0.05 10.34 8.43 10.04 7.42 21.26 Total Impor 11.71 5.24 -4.26 -2.75 -6.40 4.70 3.43 11.82 3.75 15.38 PDRB 10.73 9.25 6.93 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14 2013 2014 2015 2011 2012 Uraian
konsumsi rumah tangga yang meningkat 5,24% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Hanya konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang mengalami perbaikan yang berhasil tumbuh 4,67% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,57% (yoy).
Penurunan kinerja konsumsi pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat. Meskipun secara tren konsumsi pemerintah memang melambat pada awal
tahun dibandingkan akhir tahun sebelumnya, namun, penurunan kinerja pada tahun 2016 lebih dalam dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan adanya relokasi anggaran pemerintah daerah di tahun 2016 sehingga program-program yang direncanakan berjalan pada triwulan I 2016, tidak dapat direalisasikan sebagaimana semestinya. Relokasi anggaran tersebut terkait adanya pemilihan umum kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017. Pemilihan umum kepala daerah tersebut diperkirakan akan menyerap anggaran yang lebih besar dari yang sudah dianggarkan sehingga perlu penyesuaian anggaran untuk tahun 2016.
Konsumsi rumah tangga sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aktivitas
masyarakat cenderung menurun setelah pergantian tahun dan menahan konsumsinya untuk kembali ditingkatkan pada saat memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,24% (yoy) hanya sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Tidak terlalu dalamnya penurunan konsumsi disebabkan penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun sehingga masyarakat memiliki daya beli yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Terlihat dari konsumsi makanan dan minuman yang tumbuh 5,67% (yoy), hanya melambat sedikit dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,76% (yoy). Harga makanan yang biasanya cukup tinggi akibat biaya distribusi yang cukup besar, tidak terlihat pada periode laporan sehingga masyarakat mampu meningkatkan konsumsinya.
Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penjualan mobil yang mengalami
penurunan. Efek penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 masih terasa bagi
pendapatan masyarakat pada awal tahun 2016. Beberapa kalangan masyarakat yang mengandalkan sumber perekonomian dari kelapa sawit seperti petani kelapa sawit maupun buruh pabrik, turut terpengaruh terhadap pelemahan harga CPO dunia pada tahun 20151. Penjualan mobil pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 16,3% (yoy).
1 Hasil liaison ke perusahaan penjualan mobil
Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat
sumber: Liaison
Ekspansi kredit konsumsi mengalami pelemahan. Data pelaporan Bank Umum
menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan I 2016, penyaluran kredit konsumtif oleh perbankan hanya tumbuh sebesar 2,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan 9,28% pada triwulan sebelumnya. Kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI Rate belum memberikan dampak terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat.
Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi
sumber: LBU
1.2.2 Investasi
Pertumbuhan investasi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. PMTB yang
mencerminkan investasi di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 9,65% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,61% (yoy). Sementara perubahan inventori masih mengalami kontraksi sebesar -36,33% (yoy), membaik dibandingkan koreksi pertumbuhan pada triwulan IV 2015 yang sebesar -53,20% (yoy). Meskipun aktivitas pemerintah
sedikit menurun pada periode laporan, kinerja investasi terdorong kegiatan swasta yang banyak meningkatkan infrastruktur untuk menopang kinerja korporasi. Dari contact liaison diperoleh bahwa upaya meningkatkan keuntungan dilakukan dengan melakukan penambahan mesin-mesin untuk meningkatkan kapasitas produksi2. Hal ini dilakukan dengan melihat rendahnya harga bahan bakar minyak dan turunnya suku bunga BI Rate sehingga korporasi berupaya memanfaatkan kondisi yang ada. Peningkatan kinerja investasi ini tidak sejalan dengan pertumbuhan realisasi kredit investasi yang mengalami penurunan sebesar 2,49% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya kredit investasi mampu tumbuh 33,16% (yoy).
Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi
sumber: LBU
Peningkatan investasi mengarah kepada investasi bangunan. Investasi ditengarai lebih
banyak dilakukan pihak swasta dengan melakukan banyak investasi di bidang bangunan. Terlihat dari peningkatan investasi bangunan yang mencapai 11,35% (yoy), atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,74% (yoy). Hal tersebut diperkuat dengan peningkatan realisasi pengadaan semen yang mencapai 25,0% (yoy). Peningkatan aktivitas pembangunan ini sebagai bentuk modal bagi pihak swasta dalam mendukung usahanya di tengah aktivitas perekonomian Sulawesi Barat yang semakin meningkat. Dengan semakin baiknya infrastruktur yang mendukung dalam berusaha, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah.
Grafik 7. Investasi Bangunan Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen
sumber: BPS, diolah sumber: ASI
1.2.3 Ekspor dan Impor
Kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai paling tinggi dalam beberapa periode terakhir dengan nilai sebesar Rp453 miliar. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari periode sebelumnya yang hanya mencapai Rp2 miliar. Peningkatan sebesar 81,49% (yoy) ini ditopang tumbuhnya ekspor sebesar 21,26% (yoy). Membaiknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO) yang terjadi pada awal tahun membuat ekspor ke luar negeri dari Sulawesi Barat meningkat signifikan mencapai 34,37% (yoy). Peningkatan harga komoditas ini kembali menggairahkan industri kelapa sawit di Sulawesi Barat yang sempat mengalami penurunan pada tahun lalu akibat rendahnya harga CPO. Selain peningkatan ekspor ke luar negeri, kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat juga didukung rendahnya impor barang dari luar daerah. Tercatat impor dari luar daerah mencapai Rp2,9 triliun atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp3,6 triliun. Salah satu penyebab rendahnya impor antar daerah ini adalah pengolahan beras yang sudah banyak dilakukan di Sulawesi Barat tanpa tergantung pengolahan beras di daerah lain. Hal ini menyebabkan sebagian besar beras yang ada di Sulawesi Barat merupakan produksi daerah sendiri.
Harga komoditas CPO mulai meningkat. Seiiring dengan perbaikan ekonomi global terutama
mulai meningkatknya permintaan dari Tiongkok, menyebabkan harga-harga komoditas dunia meningkat termasuk harga CPO. Hal ini mendukung industri di Sulawesi Barat yang banyak mengekspor CPO, untuk menopang perekonomian Sulawesi Barat ke arah yang lebih baik. Salah satu contact liaison sangat berharap harga CPO terus meningkat karena korporasi berencana meningkatkan kapasitas produksinya.
1.3 Sisi Lapangan Usaha
Pelamahan terjadi pada sektor pertanian dan pemerintahan. Lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 12,01% (yoy). Dengan pangsa yang paling besar membuat lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Selain itu, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib tumbuh sebesar 2,12% (yoy). Sektor lain secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan meningkat 10,37% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 9,82% (yoy). Begitu pula lapangan usaha konstruksi dan perdagangan besar dan eceran yang masing-masing tumbuh 10,47% (yoy) dan 5,71% (yoy). Sektor-sektor tersebutlah yang menopang perekonomial Sulawesi Barat saat ini meskipun dominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih dirasa sangat besar dengan pangsa mencapai 41,9% pada triwulan I 2016.
Grafik 9. Perkembangan Harga CPO
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha
sumber: BPS
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pembangunan infrastruktur dan perluasan lahan tidak mampu mendorong peningkatan
sektor pertanian. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 2,31%
secara triwulanan (qtq). Angka tersebut lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi 5,11% (qtq). Pembangunan infrastruktur memang menjadi program utama pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat memiliki lahan yang subur dan potensi besar untuk beberapa komoditas sumber daya alam seperti padi, jagung, kelapa sawit, dan kakao. Hal tersebut membuat sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang terus dikembangkan secara inovasi dan teknologi. Pembangunan irigasi dan penggunaan bibit berkualitas terutama untuk komoditas padi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Selain itu, perluasan lahan yang sudah dimulai sejak tahun lalu masih terus dilakukan. Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu meningkatkan produksi pertanian pada triwulan I 2016. Musim kemarau panjang atau biasa disebut El Nino yang terjadi pada tahun 2015 turut mempengaruhi produksi pertanian di awal 2016. Meskipun curah hujan cukup baik untuk mendukung produksi, El Nino menyebabkan terjadi pergeseran musim panen. Selain itu, curah hujan yang tinggi beberapa kali mengganggu produksi perikanan dikarenakan nelayan sulit melaut karena infrastruktur masih terbatas.
2016 I II III IV Total I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.40 7.32 5.72 5.93 3.40 6.27 3.08 12.01 6.04 2.44
Pertambangan dan Penggalian 12.13 11.77 10.60 8.04 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45
Industri Pengolahan 14.90 6.79 7.09 35.92 19.76 16.40 0.77 9.82 10.95 10.37
Pengadaan Listrik dan Gas 12.85 17.28 13.28 10.55 -0.65 1.26 1.65 13.62 4.05 25.11
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 26.97 12.40 12.77 6.46 1.04 9.22 10.15 8.82 7.32 12.07
Konstruksi 9.96 7.74 10.10 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.08 7.71 8.14 7.10 0.91 7.17 5.29 3.01 4.10 5.71
Transportasi dan Pergudangan 8.10 5.39 6.37 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 0.57
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15.84 7.48 7.62 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 9.33
Informasi dan Komunikasi 9.09 9.89 11.11 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 16.82
Jasa Keuangan dan Asuransi 20.75 15.53 5.82 3.77 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 16.72
Real Estate 5.03 2.79 4.38 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52
Jasa Perusahaan 14.76 6.86 7.16 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 19.05 20.37 7.14 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 2.12
Jasa Pendidikan 18.01 16.77 6.94 4.02 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.68 16.59 5.63 6.05 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 13.31
Jasa lainnya 5.12 9.27 6.72 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 7.49
PDRB 10.73 9.25 6.94 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14 2015
Pertumbuhan di sektor pertanian berdampak peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini ditandai dengan perrtumbuhan NTP yang meningkat sejak pertengahan tahun 2015. Pada triwulan I 2016, NTP tumbuh 3,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 2,77% (yoy). Pertumbuhan NTP paling tinggi terjadi pada nilai tukar yang diterima oleh petani tanaman pangan dan hortikultura dengan pertumbuhan NTP masing-masing mencapai 2,02% (yoy) dan 2,83% (yoy). Sementara itu, kredit di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 14,89% (yoy).
Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 11. Nilai Tukar Petani
sumber: LBU sumber: BPS
Selain petani tanaman pangan, peningkatan kesejahteraan juga dinikmati para nelayan.
Kebijakan mengenai larangan transshipment yang dikeluarkan oleh pemerintah masih memberikan dampak terhadap kesejahteraan nelayan. Kebijakan memang perlu diterapkan untuk memberikan ruang yang lebih bagi nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Nilai tukar nelayan perikanan meningkat 1,26% (yoy) sehingga indeksnya menjadi 100,58. Peningkatan tersebut didorong tingkat pertumbuhan penerimaan nelayan lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan. Indeks yang diterima nelayan tumbuh 3,37% (yoy) sedangkan indeks yang dibayar tumbuh 2,084% (yoy).
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan pada triwulan I
2016. Sektor perdagangan besar dan eceran mengalami pertumbuhan sebesar 5,71% (yoy),
lebih baik dibandingkan pada triwulan sebelumnya 3,01% (yoy). Aktivitas perdagangan pada awal tahun 2016 mengalami peningkatan akibat turunnya harga bahan bakar minyak (baik subsidi dan non subsidi) dan tarif dasar listrik. Sumber barang jadi yang banyak berasal dari daerah lain membuat biaya operasional semakin murah. Masyarakat Sulawesi Barat dapat
memenuhi kebutuhan yang selama ini dianggap mahal karena biaya transportasi. Selain itu, perdagangan sudah mulai menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memperoleh penghasilan. Masyarakat Sulawesi Barat selama ini lebih banyak mendapat penghasilan dari sektor pertanian. Namun, masyarakat mulai melirik sektor yang memiliki nilai tambah lebih baik dimana salah satunya melalui perdagangan. Beberapa toko-toko modern juga telah dibangun di Sulawesi Barat yang semakin meningkatkan perdagangan eceran yang dengan mudah dapat menjangkau masyarakat.
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Industri pengolahan tumbuh seiiring peningkatan harga komoditas. Harga komoditas
mulai mengalami peningkatan sejak awal tahun 2016 ditengarai akibat mulai membaiknya perekonomian AS dan Tiongkok sebagai penggerak perekonomian dunia. Sulawesi Barat yang memiliki banyak potensi kelapa sawit, sangat dipengaruhi harga komoditas CPO. Secara tahunan, industri pengolahan Sulawesi Barat meningkat 10,37%. Peningkatan ditopang harga CPO sebagai olahan kelapa sawit telah meningkat. Selain itu, berdasarkan hasil liaison, produksi kelapa sawit secara umum tidak mengalami kendala. Apalagi didukung bibit baru yang dikembangkan membuat produktivitas semakin meningkat. Contact liaison menyebutkan bahwa kapasitas produksi sejak awal tahun sudah dapat beroperasi maksimal untuk mendukung produksi yang lebih tinggi.
Sementara dari industri pengolahan beras, aktivitas industri semakin meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan produksi padi semakin banyak yang
diolah di Sulawesi Barat sendiri tanpa harus dikirim ke daerah lain. Produksi padi meningkat meskipun belum optimal akibat pergeseran musim panen sehingga akan terjadi produksi yang lebih lagi pada triwulan berikutnya3. Contact liaision telah menambah mesin penggiling untuk mendukung tingginya produksi padi. sehingga produksi beras dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Industri mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi berimbas
pada industri mikro dan kecil yang ada di Sulawesi Barat. Produksi industri mikro dan kecil hanya tumbuh 0,97% (qtq). IMK makanan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dan hanya tumbuh 1,72% (yoy). Meskipun secara umum IMK mengalami penurunan, IMK tekstil mampu tumbuh lebih baik dibandingkan sektor lainnya dengan tumbuh 10,13% (qtq). Tumbuhnya industri lain dengan skala yang lebih besar dapat menjadi penyebab perlambatan IMK.
Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil
sumber: BPS
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial
Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami
perlambatan yang cukup dalam pada periode laporan. Sektor ini hanya tumbuh 2,12% (yoy)
dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 10,05. Meskipun aktivitas pemerintahan biasanya cukup lambat pada awal tahun, aktivitas di tahun 2016 lebih turun dibandingkan 2015 yang mampu tumbuh 5,59% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan realisasi program pemerintah yang belum dapat dijalankan pada periode ini. Pemerintah daerah sedang melakukan penyusunan ulang program pada tahun 2016 sehingga beberapa program tidak dapat dijalankan pada triwulan I 2016. Hal ini ditengarai adanya pemilihan kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017 sehingga perlu pengalokasian anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Lapangan usaha konstruksi tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Lapangan usaha konsturksi yang tumbuh 10,47% (yoy) pada periode laporan lebih banyak disebabkan pembangunan dari sektor swasta. Pembangunan di sektor swasta meliputi pertokoan, perumahan baru maupun hotel non bintang. Dari sisi pemerintah, masih terhambatnya realisasi anggaran pemerintah daerah membuat pembangunan infrastruktur relatif minim. Fokus pemerintah daerah pada triwulan awal di 2016 lebih kepada perbaikan infrastruktur seperti jalan utama yang banyak mengalami kerusakan akibat curah hujan yang
cukup tinggi. Kondisi alam cukup mempengaruhi kondisi infrastruktur di Sulawesi Barat karena wilayah yang cukup rawan mendapat angin kencang dan daerah perbukitan rawan longsor ketika hujan berlangsung.
Meskipun realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah rendah, namun konstruksi justru mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan konstruksi dikonfirmasi dengan terjaganya pertumbuhan realisasi pengadaan semen pada triwulan I 2016, sebesar 25,03% (yoy) lebih tinggi pertumbuhan pada triwulan lalu. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi kredit pada sektor konstruksi menunjukan penguatan, pada triwulan I 2016 pertumbuhannya sebesar 25,08% (yoy) sementara pada triwulan lalu meningkat sebesar 17,16% (yoy). Kebutuhan swasta yang cukup tinggi terhadap bangunan untuk mendukung usaha, membuat permodalan pada sektor ini meningkat.
Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi
sumber: LBU
Pada tahun 2016 beberapa proyek akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor
konstruksi. Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan yaitu penyelesaian
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, pembangunan jalan arteri bandara Tampa Padang – Kantor Gubernur dan pengembangan terminal bandara Tampa Padang. Selain itu, terdapat pelebaran jalan menuju pelabuhan Belang-belang dan perbaikan irigasi. Proyek-proyek tersebut diharapkan menjadikan kondisi infrastruktur Sulawesi Barat lebih baik lagi sehingga mendorong peningkatan investasi lebih cepat.
2. Inflasi
Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy). Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masingmasing sebesar 4,27% (yoy) dan -1,67% (yoy).
Bab 02
2.1
Inflasi Secara Umum
Penurunan harga BBM dan musim panen mendorong kota Mamuju mengalami deflasi.
Perkembangan inflasi secara bulanan di kota Mamuju pada triwulan I 2016 menunjukkan tendensi menurun dan mencapai deflasi, rata-rata 0,15% (mtm). Tingkat deflasi tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi di triwulan I selama 5 (lima) tahun terakhir, sebesar 0,33% (mtm). Namun jika dibandingkan dengan ratarata inflasi pada triwulan I 2015 yang sebesar -0,18% (mtm), deflasi pada triwulan I 2016 sedikit lebih kecil.
Kecenderungan menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I 2016 merupakan dampak dari penurunan harga BBM di bulan Januari 2016, dana pada saat bersamaan terjadi musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap. Peningkatan produksi kedua jenis komoditas tersebut menggiring tingkat inflasi mencapai level negatif (deflasi).
Pada triwulan I 2016, kota Mamuju mencatat deflasi sebesar 0,45% (ytd) atau 5,19% (yoy).
Secara kumulatif, sampai dengan triwulan I 2016, tingkat inflasi kota Mamuju tercatat sebesar -0,45% (ytd) dan secara tahunan sebesar 5,19% (yoy). Pada periode yang sama, inflasi nasional tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan inflasi di kawasan Indonesia Timur (KTI) sebesar 5,50% (yoy). Meskipun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nasional dan KTI, namun inflasi kota Mamuju (yoy) di triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Pada akhir triwulan I 2016, Sulawesi Barat menduduki peringkat 6 terbesar dari 13 provinsi di KTI.
Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada komponen administeredprice dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Namun demikian tekanan harga yang bersumber dari sayuran, tanaman hortikultura dan belum meratanya panen padi, merupakan potensial risiko yang harus diwaspadai. Hal ini tercermin dari tekanan inflasi komponen volatile food sebesar 11,03% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 dan merupakan yang terbesar diantara dua komponen lainnya. Meskipun demikian, pergerakan inflasi pada triwulan I 2016 masih terjaga dan sejalan dengan arah target inflasi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 3,9% +1%.
Laju inflasi bulanan lebih rendah dibanding KTI dan nasional. Secara bulanan, laju inflasi
pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada regional Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan nasional (lihat grafik 2). Realisasi inflasi di Sulawesi Barat yang bahkan mencapai level negatif mengindikasikan dampak penurunan BBM yang bersamaan dengan pelaksanaan musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap memberikan pengaruh berarti terhadap perkembangan inflasi. Namun demikian tidak dapat dikesampingkan peran dari Tim TPID dalam pengendalian inflasi dengan meningkatkan koordinasi dan memetakan tekanan inflasi secara lebih seksama. Hal ini terlihat pada inflasi Mamuju di bulan Maret 2016, dimana dampak penurunan harga BBM mulai berkurang, dan adanya pergeseran musim panen, namun tekanan inflasi dapat dimitigasi.
2.2 Inflasi Bulanan
Deflasi pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh dampak penurunan BBM, dengan
kecenderungan melemah pada akhir triwulan. Dampak penurunan harga BBM yang berlaku
sejak 5 januari 2016 memberikan dampak berarti pergerakan inflasi di triwulan I 2016. Menurunnya permintaan pasca pergantian tahun, diikuti dengan musim panen padi dan
Grafik 13. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju
Grafik 14. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju
peningkatan produksi ikan menyebabkan inflasi Mamuju berada di level negatif (deflasi). Rata-rata deflasi pada triwulan I 2016 sebesar 0,15% (mtm)
Deflasi Januari diwarnai oleh penurunan permintaan pasca Tahun Baru, penurunan
harga BBM dan peninkatan produksi ikan. Permintaan yang kembali normal pasca
pergantian tahun dan pada saat bersamaan Pemerintah menetapkan kebijakan penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016 telah memberikan pengaruh berarti terhadap realisasi inflasi januari 2016 sebesar -0,06% (mtm) atau 4,87% (yoy). Diantara 4 provinsi yang mencatat deflasi di KTI, Sulawesi Barat mencatat deflasi yang terendah. Inflasi pada Januari 2016 merupakan kali pertama mengalami deflasi dalam 5 tshun terakhir, dimana rata-rata inflasi januari dalam periode tersebut sebesar 0,39% (mtm) dan tahun lalu tercatat 0,14% (mtm).
Kelompok komoditas yang memberikan andil berarti terhadap deflasi Januari adalah penurunan administered price (harga BBM) dan peningkatan produksi ikan segar, seperti bandeng, cakalang dan ikan layang. Sementara itu, musim panen padi yang jadwalnya sedikit bergeser menyebabkan keterbatasan pasokan dan inflasi beras masih dominan, yaitu sebesar 0,14% (mtm).
Penurunan harga bawang, produksi ikan tangkap dan penurunan tarif listrik menjadi
pendorong utama deflasi Februari 2016. Deflasi Februari tercatat sebesar 0,37% (mtm),
sementara itu wilayah KTI mengalami inflasi rata-rata sebesar 0,19% (MTM). Sulawesi Barat sebagai provinsi kelima dari 9 provinsi yang mengalami deflasi di KTI. Rata-rata inflasi Sulawesi Barat selama 5 tahun terakhir sebesar 0,17% (mtm), namun demikian pada Februari 2015 Sulawesi Barat mengalami deflasi sebesar 1,13% (mtm) yang merupakan deflasi terdalam pada 5 tahun terakhir, bahkan jika dibandingkan dengan deflasi Februari 2016 yang sebesar 0,37% (mtm).
Panen bawang merah, peningkatan produksi ikan tangkap (ikan laut) dan penurunan tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Meskipun demikian, pelaksanaan panen padi yang tertunda menyebabkan inflasi beras masih tinggi, dengan sumbangan sebesar 0,20%.
Musim panen padi, produksi ikan segar yang masih melimpah serta penurunan tarif
transportasi udara menjadi stimulus dalam deflasi Maret 2016. Sulawesi Barat diwakili oleh
Mamuju pada bulan Maret 2016 mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), sementara rata-rata inflasi di KTI sebesar 0,04% (mtm). Sulawesi Barat tercatat sebagai provinsi yang mengalami deflasi terendah dari 5 provinsi lain di KTI yang mengalami deflasi. Deflasi pada Maret lebih rendah dibandingkan rata-rata Maret selama 5 tahun terakhir (0,21%, mtm) dengan deflasi
terdalam pada Maret 2015 sebesar 1,13% (mtm) yang diakibatkan oleh koreksi harga BBM oleh pemerintah pada Maret tahun lalu.
Deflasi pada bulan Maret didukung oleh berlanjutnya musim panen padi, hal ini
mendorong inflasi beras mencapai titik terendah pada triwulan I 2016, sebesar 0,04% (mtm)
dan smbangannya sedikit sekali terhadap fluktuasi inflasi. Di samping itu, penurunan tarif listrik dan angkutan udara serta menurunnya harga beberapa jenis ikan seperti bandeng dan cakalang memberikan kontribusi berarti terhadap inflasi Maret sebesar -0,02% (mtm). Menurut komponen pembentuknya, sumber utama pendorong deflasi adalah komoditas yang tercakup didalam volatile food yang memberikan andil inlasi sebesar -0,09%, sebaliknya komponen core mencatat inflasi dengan sumbangan sebesar 0,08% (mtm). Potensial risk terhadap tekanan inflasi di bulan Maret adalah kondisi cuaca yang ekstrem dengan intensitas hujan yang cukup tinggi, kondisi ini akan berdampak kurang baik terhadap operasional perikanan tangkap dan kestablian komponen hortikultura, sehingga berpotensi mendorong menguatnya tekanan inflasi.
Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan
2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran
Produksi berasal Sulawesi Barat mampu memenuhi kebutuhan domestik. Memasuki
triwulan I 2016, sektor pertanian Sulawesi Barat merasakan dampak dari El Nino. Musim panen raya padi yang biasanya terjadi pada bulan Maret, di triwulan I 2016 mengalami pergeseran, terutama pada beberapa wilayah, dengan tenggat waktu sekitar 2 bulan. Namun hal ini dirasakan cukup memberikan dampak positif terhadap ketahanan pangan, dengan lebih
Bensin -0,12 Bawang Merah -0,17 Telur Ayam Ras -0,07
Bandeng/Bolu -0,12 Cakalang/Sisik -0,11 Bandeng/Bolu -0,07
Katamba -0,06 Layang/Benggol -0,10 Tarip Listrik -0,05
Layang/Benggol -0,05 Tarip Listrik -0,10 Cakalang/Sisik -0,04
Cabai Rawit -0,05 Telur Ayam Ras -0,05 Angkutan Udara -0,03
Daging Ayam Ras -0,05 Wortel -0,03 Layang/Benggol -0,01
Bawang Merah 0,13 Cabai Rawit 0,08 Bawang Merah 0,03
Beras 0,14 Beras 0,20 Cabai Merah 0,04
Februari (-0,37%)
terjaganya peningkatan pasokan padi, demikian pula dengan fluktuasi harganya yang cenderung lebih stabil.
Harga beras relatif stabil dan penjualan beras hingga ke luar Sulawesi Barat. Berdasarkan
hasil liaison, terungkap bahwa pemenuhan pasokan beras ke Bulog tidak mengalami gangguan meskipun terjadi pergeseran musim panen padi. Pada tahun 2016, target pengadaan beras Bulog wilayah Sulawesi Barat sebanyak 21 ribu ton beras, dan pada triwulan I 2016 pemenuhannya kurang lebih 8.000 ton beras. Bahkan petani menjual berasnya hingga ke wilayah sekitar Sulawesi Barat, seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan4. Harga beras di wilayah Sulawesi Barat cukup stabil, diindikasikan dengan harga beras di Kabupaten Polewali Mandar sekitar Rp 8.000 per kilogram untuk jenis premium, sedangkan beras medium, berkisar 7.200 per kilogram. Sementara untuk wilayah Mamuju, harga beras premium sekitar Rp12.700/kg dan beras medium kurang lebih Rp10.900/kg5.
Supply ikan segar meningkat di tengah kondisi cuaca yang ekstrem. Perkembangan
produksi ikan terindikasi pada fluktuasi harga ikan, terutama ikan segar. Pada triwulan I 2016, inflasi ikan segar berada pada level negatif (deflasi) dengan kecenderungan menurun pada akhir periode. Pada bulan Januari 2016 ikan segar mengalami deflasi sebesar 4,10% (mtm), deflasi tersebut sedikit lebih dalam di bulan Februari 2016 menjadi 4,17%, namun pada bulan Maret deflasi ikan segar turun menjadi 2,03% (mtm). Beberapa jenis ikan yang mempengaruhi fluktuasi harga ikan segar adalah ikan cakalang, ikan kembung dan ikan layang.
Salah satu hal lain yang mempengaruhi rendahnya inflasi dari sisi penawaran adalah penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada tanggal 5 januari 2016, dimana harga premium turun sebesar Rp250/ liter, harga solar turun sebesar Rp1.250/liter. Dampak dari penurunan harga BBM ini adalah turunnya biaya transportasi, dimana permintaan terhadap barang yang berasal dari luar wilayah Sulawesi Barat, sehingga memberikan efek positif terhadap penurunan biaya operasional.
2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan
Optimisme konsumen untuk menambah konsumsinya mengalami peningkatan. Pada
triwulan I 2016, optimisme konsumen ddalam melakukan konsumsi menunjukkan peningkatan. Hal ini diindikasikan dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)6 dari 110,2 di bulan
4 Hasil Liaison kepada pengusaha beras dan informasi dari berbagai sumber. 5 Hasil SPH s.d minggu V Maret 2016
Februari menjadi 118,7 pada Maret 2016. Peningkatan optimisme ini sejalan dengan kecenderungan penurunan harga dan terjadinya deflasi pada triwulan I 2016. Cerminan peningkatan konsumsi terlihat pada indeks konsumsi barang tahan lama yang mengalami peningkatan sebesar 9 poin, dari 95 di bulan Februari menjadi 104 pada bulan Maret 2016.
Selain karena kecenderungan melemahnya tekanan inflasi dan pada sisi lain terdapat persepsi peningkatan konsumsi, optimisme akan meningkatnya penghasilan konsumen, diindikasikan dari kenaikan indeks sebesar 19 poin menjadi 116,0 pada bulan Maret 2016, menjadi salah satu alasan utama yang melatarbelakangi optimisme konsumsi dalam aktivitas konsumsinya di bulan maret 2016.
2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas
Kelompok Bahan Makanan memberikan andil terbesar terhadap perkembangan deflasi
pada triwulan I 2016. Rata-rata inflasi bulanan pada kelompok bahan makanan di triwulan I
2016 sebesar -0,73% (mtm). Rata-rata deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan deflasi kelompok bahan makanan di triwulan I 2015 sebesar 0,16%. Sementara secara tahunan, rata-rata inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 10,20% (yoy) meningkat dibandingkan 8,38% (yoy) pada triwulan I 2015.
Secara umum, sebagian besar kelompok komoditas mengalami pelemahan tekanan, terbesar pada kelompok bahan makanan dan pada triwulan I 2016 mengalami deflasi yang terbesar (rata-rata 0,73%, mtm), diikuti dengan kelompok transportasi (-0,30%, mtm). Sementara itu kelompok komoditas lainnya meskipun masih mengalami inflasi, namun cenderung menurun dibandingkan triwulan I 2015.
Grafik 13. Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 13. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju
Secara bulanan, deflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh musim panen padi yang berimbas terhadap produksi beras, dimana penignkatan produksi tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya produksi ikan segar. Meskipun tidak mengalami deflasi, namun berkurangnya tekanan inflasi pada komoditi beras memberikan andil cukup besar terhadap lemahnya tekanan inflasi, rata-rata sebesar 1,95% (mtm) lebih rendah dibandingkan 2,64% (mtm) pada triwulan I 2016.
Serupa dengan inflasi beras, inflasi subkelompok ikan segar pun menunjukkan penurunan dari rerata 0,62% (mtm) pada triwlan I 2015 menjadi -3,43% (mtm) pada triwulan I 2016. Deflasi tersebut tak lepas dari peningkatan produksi ikan tangkap, disinyalir karena pengaruh La Nina yang membuat air laut menjadi hangat dan menumbuhkembangkan plankton, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ikan tangkap pada triwulan I 2016.
Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya
sumber: BPS
Rerata deflasi 0,73% (mtm) di kelompok bahan makanan memberikan pengaruh
dominan terhadap deflasi IHK di kota Mamuju. Kelompok bahan makanan merupakan salah
satu kelompk komoditas selain transportasi, yang secara konsisten mengalami deflasi selama triwulan I 2016, dengan deflasi terbesar pada bulan Februari 2016 sebesar 1, 74% (mtm).
Deflasi pada sub kelompok daging & hasil-hasilnya, ikan segar dan sayur-sayur mencatat
deflasi cukup besar selama triwulan I 2016. Normalnya permintaan pasca pergantian tahun,
diikuti dengan meningkatnya produksi ikan dan sayuran, telah memberikan dampak berarti terhadap deflasi di kelompok bahan makanan. Ketiga kelompok tesebut masing-masing mencatat rerata deflasi bulanan sebesar 2,20%, 3,43% dan 2,40%.
Subkelompok hortikultura masih mencatat inflasi pada level moderat. Musim hujan yang
memberikan dampak negatif terhadap arus distribusi barang. Resistensi ini mendorong komoditas hortikultura yang tergabung didalam subkelompok bumbu-bumbuan mencatat rata-rata inflasi sebesar 0,99% (mtm)
Inflasi di kelompok makanan jadi rata-rata
sebesar 0,19% (mtm), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2015 yang sebesar 0,46% (mtm). Hal ini dipengaruh oleh melemahnya tekanan inflasi yang terjadi pada subkelompok makanan jadi, dari 0,41% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,02% (mtm) di triwulan I 2016. sementara tembakau dan minuman beralkohol, meskipun tekanan inflasinya melemah dari 0,90% (mtm) menjadi 0,59% (mtm) di triwulan I 2016, namun inflasi tersebut masih merupakan yang terbesar pada kelompk makanan jadi.
Tekanan inflasi pada semua jenis sandang melemah, dan mendorong pelemanah inflasi
pada kelompok sandang rata-rata sebesar 0,24% (mtm), sementara pada triwulan I 2015
tercatat sebesar -0,03% (mtm). Menguatnya inflasi pada subkelompok biaya tempat tinggal dari -0,19% (mtm) menjadi 0,18% (mtm) menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan rata-rata inflasi. Meningkatnya harga bahan bangunan, terutama yang berbahan baku kayu, seperti papan, kusen dan daun pintu, telah mendorong meningkatnya inflasi kelompok perumahan di triwulan laporan.
Melemahnya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menguat, rata-rata sebesar 0,24% (mtm). Semua jenis sandang yang terdiri dari sandang
laki-laki, wanita dan anak-anak mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2015 sehingga inflasi kelompok sandang pun melemah dari rata-rata 0,99% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,24% (mtm) pada triwulan I 2016.
Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Tw I 2015 Tw I 2016
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.46 0.19
Makanan Jadi 0.41 0.02 Minuman yang Tidak Beralkohol (0.00) 0.09 Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.90 0.59