BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pernikahan Dini
a. Pengertian
Menurut Dariyo (2003) menikah merupakan hubungan yang bersifat suci/sakral antara pasangan dari seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak atau di anggap telah memiliki umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah di akui secara sah dalam hukum dan secara agama. Menurutnya, kesiapan mental untuk menikah mengandung pengertian kondisi psikologis emosional untuk siap menanggung berbagai resiko yang timbul selama hidup dalam pernikahan, misalnya pembiayaan ekonomi keluarga, memelihara dan mendidik anak-anak, dan membiayai kesehatan keluarga.
Pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21–25 tahun sementara laki-laki 25–28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial. Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur (Mohammad, 2005).
penting. Bila ibu sulit menyesuaikan diri, secara psikologis ibu akan merasakan perasaan mudah tersinggung, jenuh, menyesal, kecewa, menarik diri, menangis, dan kehilangan perhatian terhadap sekeliling
(Ekasari, 2013).
Mewujudkan perkawinan yang bahagia hidup lahir batin, maka diperlukan persiapan yang matang baik persiapan moral maupun materiil. Islam memberikan ancara-ancara dengan kemampuan, yakni kemampuan dalam segala hal baik kemampuan memberi nafkah lahir batin kepada istri dan anaknya maupun kemampuan mengendalikan gejolak emosi yang menguasai dirinya. Pernikahan diusia muda atau dini dimana setiap orang belum matang mental maupun fisik, sering menimbulkan masalah di belakang hari bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan (Muhdholot, 1995).
b. Ciri perkembangan remaja saat menikah
Remaja yang menikah baik itu remaja putra maupun remaja putri akan mengalami masa remaja yang diperpendek, sehingga ciri dan tugas perkembangan mereka juga ikut diperpendek dan masuk pada masa dewasa (Monks, 2001).
1) Remaja yang telah menikah akan mengalami suatu periode peralihan yang cukup signifikan. Peralihan yang terjadi adalah beralih dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari pola dan sikap baru terutama dalam pernikahan.
2) Remaja yang telah menikah akan mengalami periode perubahan, yaitu meliputi perubahan fisik, emosional, perubahan pola dan minat, perubahan nilai-nilai yang berlaku, dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.
3) Remaja yang telah menikah, mereka di haruskan masuk pada masa dewasa, tidak lagi pada ambang masa dewasa. Masa remaja mereka menjadi di perpendek dan mereka harus meninggalkan stereotip belasan tahun dan menjadi dewasa.
c. Dampak pernikahan dini
Perubahan peilaku remaja yang makin dapat menerima
hubungan seksual telah menghasilkan janin dapat mempemgaruhi
psikologis dan fisik (Manuaba, 2008).
1) Dampak Psikologis
Pada usia pernikahan dini yang terjadi di bawah usia 20
tahun dalam keadaan belum matangnya mental seseorang remaja
akan mempengaruhi penerimaan kehamilannya, dimana alat
reproduksi remaja yang belum siap menerima kehamilan, merasa
tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu membawa
diri, terkadang perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari
keluarga, teman atau lingkungan masyarakat (Sarwono, 2006).
Sejatinya, anak beusia di bawah umur belum paham benar
mengenai hubungan seks dan apa tujuannya. Mereka hanya
melakukan apa yang di haruskan pasangan terhadapnya tanpa
memikirkan hal yang melatarbelakanginya melakukan itu.
Demkian anak akan merasakan penyesalan mendalam dalam
hidupnya (Sarwono, 2006).
Akibatnya, remaja sering murung dan tidak bersemangat.
Bahkan remaja akan merasakan minder untuk bergaul dengan
anak-anak seusianya mengingat setatusnya sebagai istri. Hal ini
biasa disebut depesi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan
dini. Dimana terdapat dua jenis depresi kepribadian yaitu pribadi
Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat remaja
menarik diri dari pergaulan. Remaja menjadi pendiam, tidak mau
bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizofrenia atau dalam
bahasa awam yang di kenal orang adalah gila. Sedang depresi berat
pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, remaja terdorong
melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya, seperti
perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Psikologis kedua
bentuk depresi sama-sama berbahaya khususnya dalam kasus
pernikahan dini tersebut (Manuaba, 2008).
Pada sisi lain, pernikahan dini juga berdampak negatif pada
keharmonisan keluarga. Hal ini disebabkan oleh kondisi psikologis
yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional. Pada
usia yang belum matang ini biasanya remaja masih kurang mampu
untuk bersosialisasi dan adaptasi, dikarenakan ego remaja yang
masih tinggi serta belum matangnya sisi kedewasaan untuk
berkeluarga sehingga banyak ditemukannya kasus perceraian yang
merupakan dampak dari mudanya usia untuk menikah (Sarwono,
2006).
2) Dampak Fisik
Fisik atau dalam bahasa Inggris “Body”’ adalah sebuah kata
yang berarti badan/benda dan dapat terlihat oleh mata juga
terdefinisi oleh pikiran. Kata fisik biasanya digunakan untuk suatu
Dampak fisik dalam pernikahan dini memang sangatlah
besar baik dalam melakukan hubungan seksual ataupun dalam
persalinan. Perkawinan dini yang berlanjut menjadi kehamilan
sangat berdampak negatif pada status kesehatan reproduksinya.
Proses kehamilan yang dapat terjadi anemia yang berdampak berat
badan bayi lahir rendah, intra uteri fetal death, premature, abortus
berulang, perdarahan, untuk proses bersalin terkadang belum
matangnya alat reproduksi membuat keadaan panggul masih
sempit dan sebagainya untuk itu perlu pemantauan dan
pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap (Manuaba, 2008).
Selain itu dampak pernikahan dini apabila dilihat dari sisi
fisik dan biologis, juga ditemukan berbagai efek negatif yang bisa
dikatakan berbahaya seperti banyaknya seorang ibu yang
menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, sehingga
menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi akibat
pernikahan dini (Manuaba, 2008).
Secara medis usia bagus untuk hamil yaitu pada usia 21-35
tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik telah menstruasi
dan bisa di buahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan
melahirkan serta memiliki kematangan mental, yakni berpikir dan
dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada saat
kehamilan dan persalinan. Seperti misalnya terlambat memutuskan
persalinan karena minimnya informasi sehingga terlambat
mendapat perawatan yang semestinya (Manuaba, 2008).
Menurut Manuaba (2008), dampak fisik dari pernikahan
diusia muda dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
a) Dampak bagi ibu
(1) Intra uterin fetal death
Intra uterin fetal death atau kematian janin dalam
kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam kandungan. Keadaan ini sering di
jumpai pada kehamilan di bawah 20 minggu dan sesudah
20 minggu, yaitu ditandai kematian janin bila ibu tidak
merasakan gerakan janin, biasanya berakhir dengan
abortus.
(2) Premature
Persalinan prematur adalah suatu proses kelahiran bayi
sebelum usia kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu
dari waktu perkiraan persalinan. Resiko terjadinya
kehamilan premature, antara lain:
(a) Usia ibu saat hamil kurang dari 20 tahun
(b) Wanita dengan gizi yang kurang atau anemia
(3) Perdarahan
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan
karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses
involusi.
(4) Kematian ibu
Kematian ibu saat melahirkan disebabkan oleh perdarahan
dan infeksi.
b) Dampak bagi bayi
(1) Kemungkinan janin lahir belum cukup usia kehamilan atau
kurang dari 37 minggu, pada umur kehamilan tersebut
pertumbuhan janin belum sempurna.
(2) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu, bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Kebanyakan
hal ini dipengaruhi oleh umur ibu saat hamil kurang dari 20
tahun dan ibu kurang gizi (Manuaba, 2008).
2. Kesiapan Psikologis
Kesiapan psikologis adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan sesuatu (Chaplin 2006).
a. Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
b. Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak. c. Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan
seksual.
d. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim. e. Memiliki kelambutan dan kasih sayang kepada orang lain. f. Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
g. Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
h. Bersedia berbagi rencana dengan orang lain. i. Bersedia menerima keterbatasan orang lain. j. Realistik terhadap karakteristik orang lain.
k. Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi.
l. Bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab.
Aspek kesiapan yang dikemukakan oleh Blood (1978) membagi kesiapan menikah menjadi dua bagian yaitu kesiapan pribadi (personal) dan kesiapan situasi (ciscumstantial). Aspek-aspek tersebut adalah :
a. Kesiapan pribadi (personal) 1) Kematangan Emosi
menjadi seorang yang dewasa. Individu yang telah matang secara emosi maka sudah dapat dikatakan dewasa. Orang dewasa adalah orang yang telah mengembangkan kemampuannya untuk membangun dan memelihara hubungan pribadi. Kematangan melibatkan dua kemampuan yaitu kemampuan untuk memberi dan menerima. Kematangan orang dewasa dapat dilihat dalam hal empati (kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain), tanggung jawab, dan stabilitas. Orang dewasa yang memutuskan untuk menikah berarti telah sanggup untuk membangun suatu tanggung jawab dan memasuki suatu komitmen. Komitmen jangka panjang merupakan salah satu bentuk tanggun jawab dalam suatu pernikahan, yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan.
dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis (Hurlock, 1999).
2) Kesiapan Usia
Kesiapan usia sama halnya melihat berapakah usia yang cukup untuk menikah. Pada dasarnya usia dikaitkan dengan kedewasaan atau kematangan, karena proses untuk menjadi individu yang matang atau dewasa membutuhkan waktu sampai individu tersebut menjadi dewasa secara emosi atau pribadi. Individu yang telah dewasa dari segi usia tentunya akan memutuskan untuk menikah. Kematangan individu merupakan faktor keberhasilan dalam perkawinan. Usia bukan satu-satunya penentu untuk keberhasilan atau kegagalan dalam suatu pernikahan (Duvall 1971). 3) Kematangan sosial
Kematangan sosial dapat dilihat dari:
b) Pengalaman hidup sendiri (enough single life), selain seseorang telah cukup melakukan kencan, seseorang juga memerlukan waktu untuk hidup mandiri sementara waktu tanpa harus bergantung kepada orang tua. Seorang individu, khususnya wanita merasa perlu untuk membuktikan pada diri mereka sendiri, orang tua, dan pasangan bahwa mereka mampu untuk mengambil keputusan dan mengatur takdirnya sendiri.
Salah satu tugas perkembanganmas remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).
4) Kesiapan Model Peran
Orang tua yang memiliki figur suami dan istri yang baik dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka. Setiap pasangan perlu mengetahui apa saja peran mereka setelah menikah. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami ataupun istri.
b. Kesiapan Situasi
1) Kesiapan Sumber finansial
Kesiapan finansial tergantung dari nilai-nilai yang dimiliki masing-masing pasangan. Pasangan yang menikah di usia muda yang masih memiliki penghasilan yang rendah, maka sedikit banyak masih memerlukan bantuan materi dari orang tua. Pasangan seperti ini dikatakan belum mampu mandiri sepenuhnya dalam mengurus rumah tangga yang memungkinkan akan menghadapi masalah yang lebih besar nantinya.
2) Kesiapan Sumber Waktu
3. Perkembangan
a. Pengertian
Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan. Disini menyangkut danya proses diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkmbang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memeuhi
fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
(Soetjiningsih, 1998).
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah, sehingga
penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis
(Purwanti, 2000).
Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami
individu atau organisme menujuu ke tingkat kedewasaannya atau
kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah)
maupun psikis (rohaniah) (Mansur, 2011).
Perkembangan adalah suatu proses pematangan majemuk
termasuk perubahan sosial dan emosi. Proses perkembangan
berhubungan dengan aspek nonfisik seperti kecerdasan, tingkah laku
dan lain-lain (Suryana, 1996)
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan fungsi
tubuh dari yang sederhana ke yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Dalam perkembangan terdapat proses pematangan sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang
sehingga masing-masing dapat melakukan fungsinya. Perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu, seperti
perkembangan emosi, intelektual, kemampuan motorik halus, motorik
kasar, bahasa, dan personal sosial sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Adriana, 2011).
b. Ciri-ciri Perkembangan
Menurut Mansur (2011) ciri-ciri perkembangan secara umum yaitu :
1) Terjadi perubahan dalam :
a) Aspek fisik
Perubahan tinggi dan berat badan serta organ-organ tubuh
lainnya.
b) Aspek psikis
Semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya
kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan
2) Terjadi perubahan dalam proporsi :
a) Aspek fisik
Proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase
perkembangannya dan pada usia remaja proporsi tubuh anak
mendekati proporsi tubuh usia dewasa.
b) Aspek psikis
Perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas, dengan
perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya
sendiri lalu perlahan-lahan beralih kepada orang lain
(kelompok teman sebaya).
3) Lenyapnya tanda-tanda yang lama :
a) Tanda-tanda fisik
Lenyapnya kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang
terletak pada bagian dada, kelenjar pineal pada bagian bawah
otak, rambut-rambut halus, dan gigi susu.
b) Tanda-tanda psikis
Lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik
kanak-kanak (seperti merangkak), dan perilaku impulsif
(dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4) Diperolehnya tanda-tanda yang baru :
a) Tanda-tanda fisik
Pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia remaja, baik
pada anak laki-laki), maupun sekunder (perubahan pada
anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita serta
kumis, jakun, suara pada anak pria)
b) Tanda-tanda psikis
Seperti berkembangnya rasa ingin tahu terutama yang
berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan, nilai-nilai
moral, dan keyakinan beragama.
c. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (1998) secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu: 1) Faktor Genetik
genetik ini. Sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-anak sebelum mencapai usia balita.
Disamping itu, banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom Down, sindrom Turner, dan lain-lain.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi: a) Faktor lingkungan pranatal
(1) Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) atau lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya.
Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup dilingkungan miskin maka akan mengalami kurang gizi juga dan mudah terkena infeksi dan selanjutnya akan menghasilkan wanita dewasa yang berat dan tinggi badannya kurang pula. Keadaan ini merupakan lingkaran setan yang akan berulang dari generasi ke generasi selama kemiskinan tersebut tidak ditanggulangi.
(2) Mekanis
(3) Toksin/zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap zat-zat teratogen. Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker,
dan lain sebagainya dapat menyebabkan kelainan bawaan. Demikian pula dengan ibu hamil yang perokok berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi berat badan lahir rendah, lahir mati, cacat, atau retardasi mental.
Keracunan logam berat pada ibu hamil, misalnya karena makan ikan yang terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis, seperti di Jepang yang dikenal dengan penyakit Minamata.
(4) Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin (Insulin-like growth factors/IGFs).
Hormon plasenta (human placental lactogen = hormon chorionic somatromammotropie), disekresi oleh
plasenta di pihak ibu dan tidak dapat masuk ke janin. Kegunaannya mungkin dalam fungsi nutrisi plasenta.
Hormon-hormon tiroid seperti TRH (Thyroid Releasing Hormon), TSH (Thyroid Stimulating Hormo),
T3 dan T4 sudah diproduksi oleh janin sejak minggu ke-12. Pengaturan oleh hipofisis sudah terjadi pada minggu ke-13. Kadar hormon ini makin meningkat sampai minggu ke-24, lalu konstan. Perannya belum jelas, tetapi jika terdapat defisiensi hormon tersebut, dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan susunan saraf pusat yang dapat mengakibatkan retardasi mental.
Insulin mulai diproduksii oleh janin pada minggu ke-11, lalu meningkat sampai bulan ke-6 dan kemudian konstan. Berfungsi untuk pertumbuhan janin melalui pengaturan keseimbangan glukosa darah, sintesis protein janin, dan pengaruhnya pada pembesaran sel sesudah minggu ke-30. Sedangkan fungsi IGFs pada janin belum diketahui dengan jelas.
tahun, defisiensi yodium pada waktu hamil, PKU (phenylketonuria), dan lain-lain.
(5) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janiin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya. Misalnya pada peristiwa di Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Sedangkan efek radiasi pada orang laki-laki, dapat mengakibatkan cacat bawaan pada anaknya.
(6) Infeksi
Infeksi intrauterin yang sring menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak janin.
(7) Stres
(8) Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.
(9) Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.
b) Faktor lingkungan post natal
Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi, dari suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme homeostatik bayi itu sendiri.
Lingkungan post natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan menjadi:
(1) Lingkungan biologis (a) Ras/suku bangsa
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/suku bangsa. Bangsa kulit putih/ras Eropa mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia.
(b) Jenis kelamin
Dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi belum diketahui secara pasti mengapa demikian.
(c) Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak. Sehingga diperlukan perhatian khusus.
(d) Gizi
dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga. Ketahanan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan makanan dan pembagian yang adil makanan dalam keluarga, dimana acapkali kepentingan budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga. Satu aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan (food safety) yang mencakup pembebasan makanan dari berbagai “racun” fisika, kimia dan biologis, yang kian mengancam kesehatan manusia. (e) Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang mencakup aspek-aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
(f) Kepekaan terhadap penyakit
sebelum anak berumur satu tahun sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 3 kali, DPT 3 kali, Hepatitis-B 3 kali, dan campak.
(g) Penyakit kronis
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
(h) Fungsi metabolisme
Khusus pada anak, karena adanya perbedaan yang mendasar dalam proses metabolisme pada berbagai umur, maka kebutuhan akan berbagai nutrien harus didasarkan atas perhitungan yang tepat atau setidak-tidaknya setidak-setidak-tidaknya memadai
(i) Hormon
Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembanga antara lain adalah: “growth hormon”, tiroid, hormon seks, insulin, IGFs
(Insulin-like growth factors), dan hormon yang dihasilkan
(2) Faktor fisik
(a) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah
Musim kemarau yang panjang/adanya bencana alam lainnya, dapat berdampak pada tumbuh kembang anak antara lain sebagai akibat gagalnya panen, sehingga banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula gondok endemik banyak ditemukan pada daerah pegunungan, dimana air tanahnya kurang mengandung yodium. (b) Sanitasi
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.
menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu.
(c) Keadaan rumah: strukttur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian.
Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya, serta tidak penuh sesak akan menjamin kesehatan penghuninya.
(d) Radiasi
Tumbuh kembang anak dapat terganggu akibat adanya radiasi yang tinggi.
(3) Faktor psikososial (a) Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi.
(b) Motivasi belajar
(c) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar
Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi ganjaran, misalnyapujian, ciuman, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya.
Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang wajar kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan. Yang penting hukuman harus diberikan secara obyektif, disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.
(d) Kelompok sebaya
dengan makin meningkatnya kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat dan narkoba.
(e) Stres
Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, terlambat bicara, nafsu makan menurun, dan sebagainya.
(f) Sekolah
Dengan adanya wajib belajar 9 tahun sekarang ini, diharapkan setiap anak mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9 tahun. Sehingga dengan mendapat pendidikan yang baik, maka diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup anak-anak tersebut. Yang masih menjadi masalah sosial saat ini adalah masih banyaknya anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk keluarganya.
(g) Cinta dan kasih sayang
bisa memberikan kasih sayangnya pula kepada sesamanya.
Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara berlebihan yang menjurus kearah memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, sombong dan kurang bisa menerima kenyataan.
(h) Kualitas interaksi anak-orang tua
(4) Faktor keluarga dan adat istiadat (a) Pekerjaan/pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder.
(b) Pendidikan ayah/ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya. (c) Jumlah saudara
tidak terpenuhi. Oleh karena itu Keluarga Berencana tetap diperlukan.
(d) Jenis kelamin dalam keluarga
Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga angka kematian bayi dan malnutrisi masih tinggi pada wanita. Demikian pula dengan pendidikan, masih banyak ditemukan wanita yang buta huruf.
(e) Stabilitas rumah tangga
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis, dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.
(f) Kepribadian ayah/ibu
Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda terhadap tumbuh kembang anak, bila dibandingkan dengan mereka yang kepribadiannya tertutup.
(g) Adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu
Misalnya di Bali karena seringnya upacara agama yang diadakan oleh suatu keluarga, dimana harus disediakan berbagai makanan dan buah-buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi buruk karena makanan maupun buah-buahan tersebut akan dimakan bersama setelah selesai upacara.
Demiikian pula dengan norma-norrma maupun tabu-tabu yang berlaku di masyarakat, berpengaruh pula terhadap tumbuh kembang anak.
(h) Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak-anak sedini, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.
(i) Urbanisasi
Salah satu dampak dar urbanisasi adalah kemiskinan dengan segala permasalahannya.
(j) Kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran, dan lain-lain.
d. Tahap perkembangan sesuai usia
Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap
perkembbangan yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan
manipulasi, pendengaran dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial.
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan (Meadow dan Newell, 2005)
Usia melangkah di sisi perabotan.
b. Merangkak dengan keempat tugkai. c. Berjalan dengan
tangan dituntun. b. Beberapa kata c. Memahami
beberapa perintah sederhana.
a. Bekerjasama saat
a. Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai tanpa
a. Menggunakan banyak kata. b. Menyebutkan
nama beberapa
b. Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga.
a. Membangun
a. Menggunakan sendok.
dengan satu kaki tiap anak tangga. b. Berdiri dengan satu
kaki selama beberapa saat
a. Membangun
menara dengan sembilan kubus b. Meniru gambar
4. Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)
a. Pengertian
Freud dalam Hidayat (2005) anak usia toddler yaitu usia 1-3
tahun yang berada pada fase anal adalah pada pengeluaran tinja, anak
akan menunjukkan keakuannya dan sangat egoistik, mulai mempelajari
struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas yang dilaksanakan anak adalah
latihan kebersihan. Masalah yang dapat diperoleh pada tahap adalah
bersifat obsesif atau ganguan pikiran, pandangan sempit, intrivet dan
dapat bersikap ekstrofet implusif yaitu dorongan membuka diri, tidak
rapi, kurang pengendalian diri.
Erikson dalam Hidayat (2005) anak usia toddler adalah anak
berbeda pada fase mandiri dan malu atau ragu-ragu. Hal ini terlihat
dengan berkembangnya kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk
makan atau berpakaian sendiri. Apabila anak tidak mendukung upaya
anak untuk belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu
atau ragu-ragu akan kemampuannya.
Menurut Wong (1999) toddler merupakan periode waktu antara
usia 12 sampai 36 bulan. Keberhasilan menguasai tugas-tugas
perkembangan pada toddler membutuhkan dasar yang kuat selama
masa pertumbuhan dan memerlukan bimbingan dari orang lain.
Menurut Soetjiningsih (1998) tugas perkembangan pada usia 18
mengontrol buang air besar dan kecil dan menaruh minat kepada apa
yang diajarkan oleh orang-orang yang lebih besar.
Toddler diharapkan pada penguasaan beberapa tugas penting
khususnya meliputi deferensiasi diri dari orang lain, terutama ibunya,
toleransi terhadap perpisahan dengan orang tua, kemampuan untuk
menunda pencapaian kepusan, pengontrolan fungsi tubuh, penguasaan
perilaku yang dapat diterima secara sosial, komunikasi memiliki
makna verbal, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dengan
cara yang tidak terlalu egosentris. Apabila kebutuhan untuk
membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan mereka siap
meninggalkan ketergantungan menjadi memiliki kontrol, mandiri, dan
B. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Modifikasi Blood (1978), Hurlock (1999), dan Duvall (1971)
C. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Kesiapan psikologis ibu yang menikah usia
dini
Perkembangan Anak Usia toddler
(1-3 tahun) Perkembangan Anak :
1. Motorik Kasar 2. Bahasa
3. Sosial
4. Motorik Halus
Kesiapan situasi a. Kesiapan sumber
finansial
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep dan pengertian tersebut di atas, penulis
merumuskan hipotesis penelitian ini dalam bentuk hipotesis statistik (Ho dan
Ha) sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh kesiapan psikologis ibu yang menikah usia dini
terhadap perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun).
Ha : Ada pengaruh kesiapan psikologis ibu yang menikah usia dini terhadap