• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama(Komunikasi Kelompok pada Dusun Thekelan Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2018) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama(Komunikasi Kelompok pada Dusun Thekelan Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2018) - Test Repository"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)

OLEH :

Muhamad Adib Baihaqi NIM. 11714007

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH

(2)

PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)

OLEH :

Muhamad Adib Baihaqi NIM. 11714007

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)

(Al Insyirah: 5-6)

Tidak Penting apa pun agama atau sukumu...

Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang

Orang tidak akan pernah tanya agamamu

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT dan segenap ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orang tua penulis, pasangan mesra Bapak Makhasin serta Ibu Mutamimah atas segala pengorbanan, kasih sayang serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, kasih sayang, serta kesehatan bagi beliau berdua.

2. Kakak-kakak dan adek bani Makhasin yang telah memberikan dukungan, dorongan semangat, motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I selaku pembimbing skripsi sekaligus sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya skripi ini.

4. Khoiriyatun Kholidiyah yang selalu memberikan semangat, motivasi, dukungan, pengertiannya, mendampingi baik suka maupun duka sehingga skripsi ini selesai.

5. Mukhlis, Hendi, dan Dedi yang telah bersedia memberikan motivasi, semangat serta hiburan saat penulis sedang berusaha menyelesaikan skripsi, sampai selesainya skripsi ini.

(9)

7. Masyarakat dusun Thekelan yang memberi kesempatan dan keterbukaan dalam mendukung terselesaikannya skripsi ini.

8. Teman-teman Pecandu Karya (Yogi, Alifia, Ashadil, Dika, Nasrullah, Pujiono, Rozikin, dan Ute’) yang selalu menemani dan membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman KPI angkatan 2014 yang telah memberikan masukan serta motivasi dalam meneyelesaikan skripsi ini.

10.Mas Ageng Widodo yang siap meluangkan waktunya demi memberikan semangat, dorongan, dan motivasi kepada penulis.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

judul “PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN

ANTAR UMAT BERAGAMA (Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018)”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan baik yang bersifat moril maupun materil dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Isalam IAIN Salatiga.

4. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi.

(11)

7. Kepada teman-teman Fakultas Dakwah Khususnya angakatan 2014 jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

8. Kepada semua pihak yang telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bahasa maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis meminta maaf apabila dalam penulisan laporan ini banyak kesalahan dan kekeliruan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Salatiga, 20 September 2018 Penulis

Muhamad Adib Baihaqi

(12)

ABSTRAK

Baihaqi, M. Adib. 2018. Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama (Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018). Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Yahya, S.Ag., M.H.I

Kata Kunci: Peran, Tokoh Agama, Kerukunan, dan Komunikasi.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi kelompok yang diterapkan oleh tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama antara pemeluk agama Budha, Islam, Kristen, dan Katholik yang ada di dusun Thekelan. 2) Mengetahui faktor pendukung maupun penghambat dalam penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama di Thekelan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif dengan tujuan menggambarkan fenomena kerukunan umat beragama antara masyarakat Budha, Islam, Kristen, dan Katholik secara sistematis dari suatu fakta secara aktual dan cermat. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, pengumpulan datanya meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil data dianalisis menggunakan model analisis dengan teori Activity Interaction Sentiment dari Homans, kemudian di tarik kesimpulan

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LOGO INSTITUT ... ii

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ...ix

ABSTRAK ...xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Penegasan Judul ... 8

F. Kerangka Berfikir ... 11

G. Tinjauan Pustaka ... 14

H. Sistematika Penelitian ... 16

BAB II: LANDASAN TEORI A. Peran Tokoh Agama ... 18

(14)

C. Kerukunan Umat Beragama ... 45

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Lokasi Penelitian ... 53

C. Sumber Data ... 53

D. Teknik Pengumpulan Data ... 54

E. Pendekatan Penelitian Kualitatif ... 55

F. Teknik Analisis Data ... 55

G. Keabsahan Data ... 57

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dusun Thekelan ... 59

B. Hasil Penelitian ... 67

1. Pandangan tokoh agama dusun Thekelan tentang makna agama ... 67

2. Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan ... 73

3. Bentuk kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan ... 77

C. Pembahasan ... 93

(15)

2. Faktor pendukung komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan

antar umat beragama di dusun Thekelan...98 3. Faktor penghambat komunikasi kelompok yang

dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan ... 103 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 106 C. Penuutup ... 106 DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Curriculum Vitae

2. Surat Keterangan Penelitian 3. Lembar Konsultasi

4. Pedoman Observasi Lapangan 5. Pedoman Wawancara

6. Data Informan 7. Hasil Wawancara 8. Foto Hasil Penelitian

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakat. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan (Cangera, 2014, 1).

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih, komunikasi adalah suatu transaksi dan proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangera, 2014, 21-22).

(18)

secara individu, kelompok, atau pun masyarakat luas, memaksa manusia untuk saling berinteraksi dengan cara berkomunikasi (Bungin, 2006, 67).

Komunikasi merupakan suatu transaksi untuk meningkatkan kerja dan mengoptimalkan keinginan dalam masyarakat maupun dalam instansi, komunikasi dalam penerapannya terdapat berbagai macam bentuk dan strategi salah satunya yaitu komunikasi kelompok yang dilakukan dalam menjalin hubungan antar masyarakat (publik) (Curtis, dkk, 2006, 13). Kegiatan komunikasi kelompok ini sangat melekat sekali dengan keseharian masyarakat, yang mana masyarakat itu dapat diartikan sebagai kelompok-kelompok orang yang menempati sebuah wilayah (teritorial) tertentu, yang hidup secara relatif lama, saling berkomunikasi, memiliki simbol-simbol dan aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggota masyarakat dan memiliki sistem stratifikasi sadar sebagai bagian dari anggota masyarakat tersebut (Bungin, 2006, 163).

(19)

yang plural, karena pluralitas merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini, Allah menciptakan alam ini di atas keberagaman.

Pluralitas pada hakikatnya merupakan realitas kehidupan itu sendiri, yang tidak bisa dihindari dan ditolak. Karena pluralitas merupakan sunatullah, maka eksistensi atau keberadaannya harus diakui oleh setiap manusia. Namun pengakuan ini dalam tataran realitas belum sepenuhnya seiring dengan pengakuan secara teoritik dan kendala-kendala masih sering dijumpai di lapangan. Seiring dengan perkembangan zaman, pluralitas yang bermakna heterogen (keberagaman) telah bergeser makna menjadi Equality (kesamaan). Dan makna ini tidak dapat diterima jika yang disamakan adalah agama. Maka kesadaran yang tulus terhadap pluralitas sangat penting untuk dipahami oleh setiap beragama. Sehingga kesadaran terhadap pluralitas ini telah menjadi bagian yang erat dalam kehidupan pemeluk agama untuk menciptakan kehidupan yang damai (Naim, 2014, 9).

(20)

umat beragama terhadap ajaran agama lain, di samping ajaran agama sendiri. Keadaan demikian dapat mengakibatkan umat beragama yang bersangkutan mempunyai pandangan keagamaan yang sempit dan cenderung bersikap eksklusif, akibatnya mudah menyalahkan agama lain. Oleh sebab itu peran agama sebagai unsur perekat dipandang sangat perlu disamping untuk mengingatkan kembali bahwa memang damai inilah pesan esensial dari agama-agama(Muhaimin, 2004, 6).

Di tengah-tengah masyarakat dengan kemajemukan agama, upaya menciptakan kerukunan sangatlah penting dalam mengatasi fenomena konflik yang dilatarbelakangi agama dan budaya. Hal itu selaras dengan desa yang penulis jumpai yaitu dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang. dusun Thekelan adalah sebuah desa terakhir di kawasan gunung Merbabu, desa ini terkenal sebagai pos pendakian bagi pendaki di gunung Merbabu. Masyarakat di dusun Thekelan hidup dalam sebuah perbedaan. Yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat Thekelan adalah perbedaan agama pada yang terdiri dari empat agama yang saling berdampingan yaitu agama Islam, Budha, Kristen, dan Katolik.

(21)

tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan konflik seperti konflik yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh masalah agama, namun kehidupan mereka justru sangat harmonis, bisa hidup secara berdampingan dan sangat menjunjung tinggi toleransi dalam beragama.

Bagi mereka agama adalah masalah kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang bukan menjadikan alasan agama sebagai latar belakang terjadinya konflik untuk saling menyalahkan ajaran yang dianut oleh masing-masing individu. Sehingga masyarakat di Thekelan bukan hanya mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan sebagai masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut.

(22)

Untuk menciptakan kerukunan dalam bermasyarakat, hal utama yang paling mereka tekankan adalah bermusyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bersama, sehingga toleransi yang berarti suatu kualitas kesabaran terhadap pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan, tingkah laku, adat istiadat yang berbeda dari apa yang dimiliki dianggap menjadi masalah yang terpenting.

Dengan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan

penelitian mengenai “Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan

Antar Umat Beragama (Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018)".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat penerapan prinsip-prinsip

(23)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitan di sini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama. 2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan

prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya pengembangan keilmuan, khususnya dalam bidang komunikasi. b. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi para peneliti lain yang ingin

melakukan penelitian sejenis. 2. Manfaat praktis

a. Bagi desa

1) Sebagai penambah partisipasi tokoh agama dalam menjaga kerukunan masyarakat atau umat yang berbeda agama dan saling memberi dukungan peran serta masyarakat terhadap tokoh agama. 2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi tokoh agama dalam

menjaga kerukunan umat berbeda agama.

(24)

b. Bagi pihak lain

Diharapkan dapat berguna bagi upaya menjadikan masyarakat hidup dengan rukun, damai dan adil, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam hidup bersama di tengah pluralitas agama.

E. Penegasan Judul

Untuk memudahkan pembaca dan menghindari kekeliruan dalam memahami pembahasan judul penelitian ini, penulis menjelaskan beberapa istilah agar pemahaman dan pembahasannya dapat terarah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

1. Peran

(25)

lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik, dengan bersifat pasif seseorang telah telah memberi sumbangan kepada terjadinya kemajuan dalam kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-peran yang kontradiktif (Bungin, 2006, 273-274).

Peran yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah suatu perilaku dan konsep yang penting tentang apa yang dapat dilakukan oleh tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di dalam masyarakatan.

2. Tokoh agama

Tokoh agama adalah sekelompok orang yang diakui oleh umatnya sebagai pemimpin formal keagamaan, hal ini disebabkan antara lain, karena: keilmuan, jabatan, keturunan dan lain sebagainya (Zainuddin, 2010, 13).

3. Kerukunan umat beragama

Kerukunan berasal dari kata “rukun”, secara bahasa memiliki

(26)

4. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan oleh sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi punya peran berbeda (Mulyana, 2016, 82). Komunikasi ini dilakukan oleh kelompok kecil yang bersifat tatap-muka, sehingga umpan balik antara komunikator dan komunikan dapat diidentifikasi dan ditanggapi langsung oleh peserta lainnya.

Berdasarkan penegasan istilah-istilah yang sudah dipaparkan di atas

maka yang dimaksud dengan judul “Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga

(27)

F. Kerangka Berpikir

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam bentuk suku, ras, budaya maupun agama, sehingga keberagaman tersebut sebagai salah satu pluralitas yang tidak hanya dihadapkan pada pluralitas budaya melainkan pula berupa bentuk pluralitas agama. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Mereka ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi individu dalam melakukan komunikasi manakala berinteraksi dengan individu lain dalam mengusung budaya dan keyakinan beragama yang dianutnya.

(28)

Dari beberapa alasan tersebut, penulis mencoba membuktikan kebenaran dari teori yang telah dipelajari di bangku perkuliahan dengan mendeskripsikan temuan-temuan yang penulis peroleh di lapangan berupa interaksi dan proses komunikasi yang berlangsung di masyarakat Thekelan dengan kondisi masyarakat yang beragam agama namun mereka berusaha saling menjaga perdamaian dan kerukunan antar anggota masyarakat.

Teori komunikasi yang penulis jadikan acuan dalam melakukan penelitian ini adalah teori Activity-Interaction-Sentimen atau disebut sebagai

(29)

Kerukunan merupakan hal yang penting di tengah-tengah suatu perbedaan, karena perbedaan yang ada tidak menjadikan hambatan untuk hidup rukun antar umat beragama. Kerukunan harus bersifat dinamis, artinya saling memiliki semangat untuk mengembangkan sikap kerukunan, karena semua agama mengajarkan kedamaian terhadap agama lain agar kehidupan di dunia ini tentram, damai, dan harmonis.

Kerukunan antar umat berbeda agama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu contoh daerah yabf berupaya merajut perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Peran komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat Thekelan baik antara tokoh agama maupun antar warga setiap harinya secara tatap muka ternyata memberikan nilai lebih dalam tercapainya kerukunan di masyarakat yang memiliki kemajemukan agama. Dengan seringnya komunikasi dan interaksi menjadikan setiap warga mampu saling memahami dan memberikan perhatian kepada sesama, hal ini yang menjadikan kerukunan tetap terjaga di dusun Thekelan.

Penelitian ini menggunakan teori Activity-Interaction-Sentimen atau disebut sebagai teori AIS dari Homans yang menjelaskan tentang perilaku-perilaku komunikasi anggota kelompok berkaitan dengan aktivitas apa saja yang terjadi di dalam kelompoknya, interaksi dalam berkomunikasi yang terjadi bagaimana dan perasaan apa yang timbul di diri anggota kelompok yang dimaksud. Tiga aspek tersebut yang menunjukkan bagaimana pengaruh sosial dari proses mereka berkelompok.

(30)

G. Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya beberapa penelitian yang penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka adalah skripsi yang bertema umum mengangkat tentang “kerukunan antar umat berbeda agama dalam masyarakat plural”. Hanya saja yang membuat berbeda dalam penelitian ini adalah terletak pada faktor obyeknya, yang mana obyek penelitian yang dijadikan sasaran secara garis besarnya yaitu penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang.

Terkait dengan penelitian mengenai kerukunan antar umat berbeda agama dalam masyarakat plural, hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian penulis adalah penelitian Umi Maftukhah yang berjudul Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Masyarakat Plural tentang kerukunan antar umat Islam, Kristen Protestan, Katolik dan Budha di masyarakat plural Dusun Losari, Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.

(31)

menghargai satu sama antar umat berbeda agama, saling menunjukkan sikap mengayomi di antara pemeluk agama-agama yang berbeda. Dua prinsip ini menetapkan masing-masing pihak mendapatkan tempat yang diakui dengan mengetahui bagaimana ia harus bersikap untuk membuka relasi terhadap pihak lain agar mencapai keselarasan yang bersifat sempurna.

Penelitian Angga Syaripudin Yusuf yang berjudul Kerukunan Umat Beragama Antar Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan di Kelurahan Cigugur,

Kecamatan Cigugur, Kuningan-Jawa Barat. Hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa kerukunan umat beragama dapat tercipta dengan menerapkan prinsip-prinsip saling menghargai antar umat beragama serta gotong royang yang telah menjadi budaya masyarakat desa Cigugur, yang mana hal tersebut adalah implementasi dari pola hubungan sosial keagamaan dan pola hubungan sosial kemasyarakatan yang dipegang sebagai prinsip dalam terciptanya kerukunan di desa Cigugur.

Penelitian yang berjudul “Pola Komunikasi Tokoh Lintas Agama

dalam Menjaga Kerukunan Umat Berbeda Agama Di Kota Bandung” yang

(32)

Dari beberapa penelitian yang dideskripsikan di atas, memang cukup banyak tulisan ilmiah yang hampir senada dengan tema menjaga kerukunan umat beragama di masyarakat plural sehingga bisa saling melengkapi satu sama lain, namun yang menjadikan perbedaan dalam penelitian ini adalah penulis lebih menekankan kegiatan komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang sebagai akibat relasi sosial dalam masyarakat dengan tujuan menciptakan masyarakat yang rukun dan aman, sehingga masyarakat dapat menerima dan menunjukkan sikap yang positif terhadap kebijakan bersama dalam menciptakan masyarakat yang saling menghargai dan saling menunjukkan harmoni kerukunan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan didalam pembahasan, penulis mencoba menyusun dengan sistematis. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang menerangkan tentang bentuk dan penelitian, dimulai dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, kerangka berpikir, tinjauan pustaka dan sistematika penelitian.

Bab II Landasan Teori yang menjelas tentang definisi komunikasi kelompok, peran tokoh agama dan kerukunan umat berbeda agama.

(33)

pengumpulan data, pendekatan penelitian kualitatif, teknik analisis data dan keabsahan data.

Bab IV Hasil Penelitian, bab ini memuat gambaran umum penelitian, pemaparan data, dan analisis data.

(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

I. Peran Tokoh Agama a. Peran

Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan seseorang, maka seseorang menjalankan suatu peranan. Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang, dimana status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka diharapkan status dapat menjalankan suatu fungsi di dalam masyarakat (Soekanto, 2002: 268).

(35)

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat, sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan yang berasal dari kata peran mencakup tiga hal, Yaitu: a. Peranan meliput norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosia masyarakat (Soekanto, 2002: 268-269).

b. Tokoh

(36)

dalam meningkatkan kualitas masyarakat yang damai dan penuh persaudaraan dan saling menghargai.

Status sebagai tokoh di dalam masyarakat biasanya tidak lahir dari proses demokrasi tetapi lahir dari individunya yang baik dan juga memiliki kemampuan lebih, tokoh ini juga dalam membantu masyarakat tidak mengharapkan balas jasa lebih akan tetapi penuh sukarela. Karena hal tersebut, status tokoh di dalam masyarakat biasanya atas dasar dukungan dan kebutuhan masyarakat yang menganggap seseorang tersebut mampu memberikan solusi-solusi di dalam permasalahan kemasyarakatan dengan merubah perilaku dan psikis masyarakat ke pada arah yang lebih baik, sehingga masyarakat mengangkat dia sebagai pemimpin di dalam masyarakat. Ciri-ciri pemimpin informal (tokoh) tersebut adalah:

a. Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimasi sebagai pemimpin. b. Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan

mengakuinya sebagai pemimpin. Status tokoh kepemimpinannya berlangsung selama kelompok yang bersangkutan masih maumengakui dan menerima pribadinya.

c. Dia tidak mendapatkan dukungan atau backing dari suatu organisasi formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.

(37)

e. Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai promosi, dan tidak memiliki atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu.

f. Apabila melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum, hanya saja respek orang terhadap dirinya jadi berkurang, pribadinya tidak diakui, atau dia ditinggalkan oleh massanya (Kartono, 1998: 9).

c. Agama

Agama dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Jadi “agama”

berarti “tidak kacau”, dengan pengertian terhadap ketentraman dalam

berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan tentang hal-hal keilahian dan kekudusan yang mendasari kelakuan “tidak kacau”. Atau sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya. Dalam bahasa Inggris disebut religion atau religi, yang berasal dari bahasa Latin religio atau relegere yang berarti “mengumpulkan” atau “membaca”. Dalam bahasa Arab, istilah agama disebut “dīn”, berarti

“ajaran tentang ketaatan absolut (kepada Tuhan, Allah)”, pemahaman ini

benar-benar sesuai dengan konsep “Islam”, yang berarti “ketundukan penuh (kepada Tuhan)” (Ishomuddin, 2002: 30).

(38)

dan hubungan dengan sesama manusia dan dengan alam yang mengitarinya. Oleh sebab itu, agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengatur untuk terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan alam yang mengitarinya (Subqi, 2016: 168).

Definisi mengenai agama dalam dunia akademik adalah masalah pelik. Penuh perdebatan yang serius. Cara seorang ahli mendefinisikan agama akan berisi tentang penjelasan orang itu tentang peranan agama dalam masyarakat. Definisi itu juga mencerminkan penafsiran seorang ahli tentang isu-isu yang berkaitan dengan agama.

Para ahli agama sulit menyepakati apa yang menjadi unsur esensial agama. Namun hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur penting, yaitu (1) pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia, (2) keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan gaib, (3) sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib, seperti sikap takut, hormat, cinta, penuh harap, pasrah, dan lain-lain, (4) tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti sembahyang, doa, puasa, suka menolong, tidak korupsi, dan lain-lain. Sebagai buah dari tiga unsur pertama merupakan jiwa agama, sedangkan unsur yang keempat merupakan bentuk lahiriyah (Ishomuddin, 2002: 31).

(39)

menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Sementara Emanuel Kant, menyatakan bahwa agama adalah perasaan berkewajiban melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Herbert Spencer dalam Principles of Sociology, berpendapat bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan tidak terbatas atau kekuasaan yang tidak dapat digambarkan batas waktu atau tempatnya. E. B. Tylor menyebutkan bahwa agama adalah keyakinan tentang adanya makhluk spiritual.

Emile Burnouf berpendapat bahwa agama adalah ibadah, dan ibadah adalah amaliah campuran. Agama merupakan amaliah akal manusia yang mengakui adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, juga amaliah hati manusia yang bertawajjuh untuk memohon rahmat dari kekuatan tersebut. James Redfield mengatakan bahwa agama adalah pengaruh manusia agar tingkah lakunya sesuai dengan perasaan tentang adanya hubungan antara jiwanya dengan jiwa tersembunyi, yang diakui kekuasaannya atas dirinya dan atas sekalian alam, dan dia rela merasakan hubungan seperti itu (Mubaraq, 2010: 6).

(40)

animisme, yakni mempercayai bahwa tiap-tiap benda dapat ditempati oleh roh-roh, terutama roh-roh manusia, yang dapat menolong atau mengganggu manusia; dan berpaham politeisme, yakni mempercayai atau menyembah banyak Dewa yang mereka anggap mempunyai kekuatan lebih besar dari roh-roh; atau berpaham henoteisme, yakni mempercayai dan menyembah satu Dewa atau satu Tuhan, tapi tidak mengingkari adanya para Dewa atau Tuhan-tuhan lain yang menjadi saingan bagi Dewa atau Tuhan yang mereka sembah.

Masyarakat maju atau modern yang beragama, pada umumnya cenderung pada paham monoteisme, yakni meyakini hanya ada satu Tuhan, yang menciptakan segenap alam; tidak ada Tuhan selain Dia. Umat Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha Mahayana mengaku bahwa agama masing-masing adalah agama monoteisme (Ishomuddin, 2002: 31).

d. Tokoh agama

Tokoh agama diartikan sebagai “orang yang dijadikan figur

(41)

Dalam tingkat ilmu yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, ilmu keagamaan bagi masyarakat merupakan ilmu tertinggi, karena dianggap mampu memberikan pembinaan dalam membangun kerukunan, harmoni sosial dan kebersamaan masyarakat, sehingga tokoh agama sebagai orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan agama yang lebih dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya secara tidak langsung memegang peran penting di dalam lapisan sosial kemasyarakatan.

Dalam kaitannya dengan masyarakat yang memiliki berbagai macam agama, tokoh agama mempunyai peran sentral dalam menciptakan kondisi damai dan rukun antar umat yang berbeda agama. Mereka adalah tokoh nonformal yang kharismatik dan sangat disegani. Apa yang diajarkan oleh tokoh agama akan mudah diterima dan diyakini oleh umatnya (Basuki & Isbandi, 2008: 14). Dengan kata lain tokoh agama adalah orang-orang terkemuka dan terpandang serta sebagai pemimpin nonformal di kalangan masyarakat. Peranan dan pengaruh tokoh agama sangat besar. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh tokoh agama dalam lingkungan masyarakat dapat memberikan petunjuk dan pedoman kehidupan yang menyejukkan hati untuk mempertinggi moral, mempertebal mental, keuletan dan dorongan untuk menghayati serta mengamalkan ajaran agama.

(42)

karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul dalam bidang agama maupun bidang sosial kemasyarakatan, dia mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.

Peran tokoh agama merupakan suatu bentuk apa saja yang diperbuat tokoh agama bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepada dirinya. Peran ini menunjuk pada kontribusi tokoh agama dalam memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat berupa berbagai solusi pemecahan dalam masalah kehidupan kemasyarakatan maupun permasalahan agama yang ada di dalam masyarakat. Dari peran tersebut, tokoh agama mendapatkan tempat tersendiri sebagai pemimpin di masyarakat yang didapatkannya karena memiliki kemampuan lebih dalam masalah agama dan kemasyarakatan.

J. Komunikasi Kelompok 1. Komunikasi

Istilah Komunikasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu communication yang berasal dari kata Latin communicatus, dan bersumber

dari kata communis yang memiliki makna “berbagi”, “sama” atau “menjadi milik bersama” yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk

(43)

penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan baik secara verbal dan nonverbal (Ruliana, 2016: 2).

Definisi lain tentang komunikasi seperti yang dikemukakan Moor (1993: 78) adalah penyampaian pengertian antar individu. Dikatakan semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang yang lain. Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi perilaku di mana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seorang penerima dengan berupaya mempengaruhi perilaku penerima tersebut (Rohim, 2016: 9).

Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam karyanya, “Communication Research in the United States”, menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Schramm, bidang

(44)

komunikan. Surat kabar, radio, dan televisi misalnya merupakan media yang paling efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Akan tetapi para ahli komunikasi mengakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam penyebaran pesan-pesan yang bersifat informatif (Hakis, 2015: 102).

Komunikasi juga dipahami sebagai suatu bentuk komunikasi interaksi, yaitu komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Dalam konteks ini, komunikasi melibatkan komunikator yang menyampaikan pesan, baik verbal maupun nonverbal kepada komunikan yang langsung memberikan respon berupa verbal maupun nonverbal secara aktif, dinamis, dan timbal balik. Pemahaman ini sesuai dengan pendapat Anderson (1959) yang mengatakan “komunikasi

adalah suatu proses di mana kita dapat memahami dan dipahami oleh orang lain”. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. Selanjutnya adalah komunikasi sebagai transaksi, seperti pendapat Pearson dan Nelson, yaitu komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Dalam hal ini, komunikasi tidak membedakan pengirim dan penerima pesan dan tidak lagi berorientasi kepada sumber karena komunikasi ini melibatkan banyak individu dan tampak bahwa bersifat dinamis (Rohim, 2016: 11).

(45)

melibatkan manusia dalam berinteraksi. Artinya komunikasi selalu melibatkan komunikator sebagai pengirim pesan dan komunikan sebagai penerima pesan, dan keduanya memainkan peran penting dalam proses komunikasi sebagai proses timbal balik dalam penyampaian pesan.

Komunikasi sebagai instrumen interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, namun secara klasik fungsi komunikasi ditujukan untuk: a. Memberi informasi, yaitu memberikan informasi kepada orang lain

tentang suatu peristiwa, masalah, pendapat, pikiran, segala tingkah lakumorang lain dan apa yang disampaikan orang lain.

b. Menghibur, dalam fungsi ini komunikasi juga berfungsi untuk menghibur orang lain dan menyenangkan hati orang lain.

c. Mendidik. Yakni sebagai sarana pendidikan, karena melalui komunikasi, manusia dalam suatu lingkungan masyarakat dapat menyampaikan segala bentuk pengetahuan, ide, maupun gagasan kepada orang lain, sehingga orang lain dapat menerima segala bentuk informasi yang kita berikan.

d. Mempengaruhi. Komunikasi juga bisa berfungsi sebagai sarana untuk saling mempengaruhi segala bentuk sikap dan perilaku orang lain agar mengikuti apa yang diharapkan (Cangera, 2014: 42).

(46)

a. Sumber

Sumber ialah pihak yang menyampaikan atau mengirim pesan kepada penerima. Sumber sering disebut dengan banyak nama atau istilah, antara lain; komunikator, pengirim, atau dalam bahasa Inggris disebut source, sender, dan encoder.

b. Pesan

Pesan ialah pernyataan yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pernyataan bisa dalam bentuk verbal (bahasa tertulis atau lisan) maupun nonverbal (isyarat) yang bisa dimengerti oleh penerima.

c. Media

Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima, bisa berupa media massa yang mencakup surat kabar, radio, film, televisi, dan internet. Bisa juga berupa saluran misalnya kelompok pengajian, kelompok pendengar dan pemirsa, organisasi masyarakat, rumah ibadah, pesta rakyat, panggung seni, serta media alternatif lainnya misalnya poster, brosur, buku, sepanduk, dan semacamnya.

d. Penerima

(47)

adopter, komunikan. Dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan nama receiver, audience, dan decoder.

e. Pengaruh atau efek

Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. Pengaruh biasa disebut dengan nama akibat atau dampak.

f. Umpan balik

Umpan balik ialah tanggapan yang diberikan oleh penerima sebagai akibat penerimaan pesan dari sumber.

g. Lingkungan

Lingkungan ialah situasi yang mempengaruhi jalannya komunikasi (Cangera, 2014: 37-38).

Proses komunikasi yang dilakukan komunikator bersama-sama komunikan kadang terdapat gangguan, gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua unsur-unsur yang membangunnya, termasuk faktor lingkungan di mana komunikasi itu terjadi.

(48)

membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima (Cangera, 2014: 40).

Di dalam proses komunikasi terdapat beberapa konteks-konteks yang terjadi, ada lima indikator yang paling umum untuk mengklasifikasikan konteksnya atau tingkatannya berdasarkan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi intra pribadi, yaitu komunikasi dengan diri sendiri; contohnya berfikir. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain secara langsung, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri, mempersepsikan dan memastikan makna pesan orang lain, hanya saja caranya sering tidak kita sadari.

b. Komunikasi antar personal, yaitu komunikasi antara orang-orang yang berjumlah bisa lebih dari dua orang secara tatap muka dengan informasi atau pesan bersifat pribadi, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonvernal.

c. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

(49)

e. Komunikasi organisasi, yaitu terjadi dalam suatu organisasi bersifat formal maupun informal dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar dari pada komunikasi kelompok.

f. Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan menggunakan media massa, baik media cetak maupun media elektronik (Ruliana, 2016: 12).

Namun dalam penelitian ini penulis hanya akan menjabarkan mengenai komunikasi kelompok saja dikarenakan penulis lebih terfokus pada komunikasi kelompok sebagai proses komunikasi pada objek yang akan diteliti.

2. Kelompok

Di sini akan dijelaskan mengenai klasifikasi dalam komunikasi kelompok. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam penelitian ini penulis hanya menyampaikan tiga klasifikasi kelompok, yakni kelompok primer dan sekunder; kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan; dan kelompok deskriptif dan kelompok prespektif.

a. Kelompok primer dan sekunder

(50)

Jalaludin Rakhmad membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, yaitu sebagai berikut:

1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan luas. Dalam, artinya menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang hanya ditampakkan dalam suasana privat). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dalam cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder, komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

2) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan komunikasi kelompok sekunder nonpersonal.

3) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan dari pada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menekankan sebaliknya.

4) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder cenderung instrumental.

5) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder cenderung formal (Laksana, 2015: 104). b. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan

(51)

group) adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard)

untuk menilai diri sendiri atau membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan memiliki tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Contoh ketiga fungsi tersebut adalah sebagai berikut. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki (fungsi normatif). Islam merupakan kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukka apa yang harus saya capai (fungsi perspektif) (Ngalimun, 2017: 76).

c. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibagi menjadi tiga: 1) Kelompok tugas; kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,

misalnya merancang kampanye politik.

2) Kelompok pertemuan; kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya.

(52)

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan anggota kelompok. Caraga dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: (1) diskusi meja bundar, (2) simposium (serangkaian pidato pendek yang menyajikan beberapa aspek dari sebuah topik yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial dalam format diskusi yang telah dirancang), (3) diskusi panel (format khusus yang anggota-anggota kelompoknya dapat berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui mediator yang membahas suatu masalah atau topik), (4) forum (tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka, misalkan forum ceramah, forum debat, dan dialog), (5) kolokium (diskusi yang memberikan kepada khalayak untuk bebas melontarkan pertanyaan kepada orang atau beberapa orang ahli yang diatur oleh seorang moderator), dan (6) prosedur parlementer (diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang besar pada periode waktu tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat) (Fajar, 2009: 69).

3. Komunikasi kelompok

(53)

dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya dan bisa pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota kelompok pemecah masalah.

Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan pula komunikasi antar pribadi (komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pertanyaan menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi ini, jumlah pelaku yang terlibat bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi) (Rohim, 2016: 99). Komunikasi kelompok cenderung spontan dan belum adanya bagian atau tugas dari masing-masing anggota yang berstruktur dengan jelas. Jadi dalam komunikasi kelompok, setiap orang bisa memegang peranan apa saja.

Menurut pandangan lain, Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, manjaga diri, pemecah masalah, di mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat (Ruliana, 2016: 111).

(54)

dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok dengan konsekuensi-konsekuensi masalah yang harus diperhitungkan.

Terminologi tatap muka (face to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya (Bungin, 2006: 271). Sehingga Batasan ini tidak berlaku untuk kumpulan individu dalam bentuk kerumunan orang, seperti kerumunan orang yang sedang melihat aksi-aksi panggung atau kerumunan orang yang sedang menonton pertandingan sepak bola.

(55)

agar setiap saat dapat berhubungan dengan Anwar, maka Anwar diizinkan oleh orang tuanya tidak setiap minggu pulang ke rumahnya, dengan alasan setiap hari bisa berhubungan dengan Anwar. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkaitan erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok.

(56)

pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membentuk individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuan (Bungin, 2006: 272).

Menurut A. Maslow dalam jurnal Ririn Puspita Tutiasri, pengertian kelompok agar lebih jelas, diawali dengan proses pertumbuhan kelompok itu sendiri. Individu sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yakni adanya:

a. Kebutuhan fisik, b. Kebutuhan rasa aman, c. Kebutuhan kasih saying, d. Kebutuhan prestasi, dan

e. Kebutuhan untuk melaksanakan sendiri.

Dengan kebutuhan tersebut sehingga komunikasi kelompok berarti menyamakan makna dalam satu kelompok. Komunikasi kelompok menyamakan satu makna secara bersama, saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok secara bersama (Tutiasri, 2016: 84).

(57)

kelompok apabila ia menganggap kelompok tidak memberi kontribusi bagi tujuan pribadi. Kelompok juga memberikan identitas terhadap individu, melalui identitas ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung sebagai bagian penting dalam sebuah kelompok sebagai salah satu anggota yang sedang melakukan proses komunikasi kelompok.

Di sini akan dijelaskan mengenai komunikasi kelompok yakni komunikasi kelompok besar maupun komunikasi kelompok kecil: a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication)

Komunikasi kelompok kecil dapat dicontohkan sebagai komunikasi antara seorang manager dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapat kesempatan bagi seseorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan kata lain, dalam komunikasi kelompok kecil ini si pemimpin dapat melakukan komunikasi antar personal dengan salah seorang peserta kelompok. Keuntungan berkomunikasi kelompok kecil ini ialah terdapat kontak pribadi, umpan balik bersifat langsung, dan suasana lingkungan komunikasi dapat diketahui. Sedangkan kerugian dari komunikasi kelompok kecil adalah kondisi fisik dan mental komunikan tidak dipahami secara individual.

b. Komunikasi kelompok besar (large group communication)

(58)

komunikasi kelompok besar, kecil sekali kemungkinan bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan lantaran kelompok komunikasinya yang berjumlah banyak (Ruliana, 2016: 112).

3. Karakteristik komunikasi kelompok

Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan yang lainnya. Sendjaja mengatakan, norma oleh para sosiologi disebut juga dengan “hukum”

(law) ataupun “aturan” (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural, dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan (Bungin, 2006: 273).

(59)

kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (Soekanto, 2002: 242). Peran dibagi menjadi tiga, yaitu peran aktif, peran partisipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktifis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran partisipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberi sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik (Bungin, 2006: 273).

Dari peran setiap individu-individu kelompok sebagai pemegang komunikasi yang dibahas di atas, setiap individu yang terlibat dalam kelompok, masing-masing berkomunikasi sesui denga peran dan kedudukannya dalam kelompok, karena mereka mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai salah satu bagian dari kelompok. Pesan dan informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan semua anggota kelompok.

Adapun karakteristik komunikasi kelompok diantaranya adalah: a. Komuikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.

(60)

c. Arus balik di dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

d. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi inter personal.

e. Komunikasi kelompok akam menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Fajar, 2009: 66).

4. Fungsi komunikasi kelompok

Keberadaan adanya kelompok dalam suatu masyarakat ditandai dengan adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan, fungsi ini dimanfaatkan demi kepentingan kelompok, masyarakat, dan para anggota kelompok maupun masyarakat itu sendiri. Fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, serta fungsi terapi (Sandjaja, 2002: 38).

(61)

b. Fungsi pendidikan yaitu bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan.

c. Fungsi persuasi yaitu seseorang anggota kelompok berupaya mempersuasi anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

d. Fungsi problem solving yaitu pemecahan masalah berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan berhubungan dengan pemeliharaan antara dua atau lebih solusi. Sehingga pemecahan masalah menghasilkan bahan untuk pembuatan keputusan.

e. Fungsi terapi, obyek dari fungsi terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Dalam fungsi terapi setiap individu harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, akan tetapi tujuan utama adalah membantu dirinya sendiri dalam menyesuaikan kelompoknya (Bungin, 2006: 274-275).

K. Kerukunan Umat Beragama

(62)

diantaranya adalah baik dan damai; tidak bertengkar; bersatu hati; bersepakat; ragam. Sedangkan kata kerukunan berarti hidup rukun; kesepakatan.

Kata rukun mengisyaratkan adanya kondisi yang damai yang mana menjadi harapan semua orang, karena dengan hidup damai segalanya akan berjalan dengan baik. Manusia normal tentu tidak ada yang menginginkan tercapainya kekacauan atau kerusuhan. Kondisi rukun membuka peluang yang lebar agar tujuan hidup tercapai, cita-cita dapat terwujud, dan kebahagiaan dalam kehidupan dapat dirasakan. Oleh karena itu, kondisi rukun harus terus diupayakan tanpa henti (Naim, 2014: 123).

Pada bagian ini, mengenai istilah kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun atau upaya dalam menjaga kondisi yang aman dan damai; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tentram. Adapun langkah-langkah untuk mencapai seperti itu memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan saling menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan antar umat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antar umat beragama (Nazmudin, 2017: 24).

(63)

sifatnya semu. Tidak ada di dunia ini fakta sosial yang sama persis, apalagi berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Semua masyarakat memiliki karakteristik sendiri yang khas dan berbeda satu sama lainnya. Justru pada kondisi yang semacam inilah sikap memahami dan menghargai perbedaan menjadi landasan penting bagi terciptanya kerukunan (Naim, 2014: 124).

Kata kerukunan dari kata rukun berasal dari Bahasa Arab, yaitu “ruknun” (rukun) jamaknya “arkan” yang berarti asas atau dasar; misalnya rukun Islam, asas Islam adau dasar agama Islam. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, arti rukun adalah sebagai berikut:

Rukun (n;nomina): (a) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya. (b) Asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik,

tidak menyimpang dari rukkunnya; rukun Islam: tiang utama dalam ajaran Islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam. Rukun (a;ajectiva) berarti: (a) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga; (b) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun

sekali. Merukunkan berarti: (a) perihal hidup rukun; (b) rasa rukun;

(64)

baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang berbeda-beda.

Kerukunan merupakan bagian dari kebutuhan individu atau kelompok dalam menata kehidupan bermasyarakat, yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun (Rasimin, 2016: 112). Secara resmi konsep kerukunan hidup beragama mencakup tiga kerukunan, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat yang berbeda-beda agama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah (Sairin, 2011: 57). Sehinga konsep rukun adalah suatu kondisi dimana perbedaan bukan menjadi alasan sebagai pemicu konflik, namun sebagai upaya dalam menciptakan kondisi yang damai dan harmonis.

(65)

Kerukunan tersebut bertujuan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antar warga yang berlainan agama. Urgensi kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan yang membutuhkan kesatuan sikap guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan. Sedangkan kesatuan perbuatan dan tidakan menanamkan rasa tanggung jawab bersama umat beragama, sehingga masyarakat menyadari bahwa negara adalah milik bersama (Munawar, 2003: 5). Maka dalam rangka kerukunan, setiap penganut agama sudah tentu harus memahami agamanya dan menyadari pula keragaman dan perbedaan dalam beragama.

Dengan demikian, rukun adalah kondisi ketika perbedaan tidak dijadikan sebagai sarana untuk memaksa pihak lain, perbedaan sesungguhnya merupakan hal natural, tidak mungkin ada kondisi yang sama. Kondisi rukun terjadi ketika perbedaan dijadikan sebagai modal untuk membangun kebersamaan. Perbedaan tidak untuk dipertentangkan, tetapi dijadikan sebagai bahan untuk saling menghormati dan menghargai sekaligus memperkaya kehidupan bersama dalam menghasilkan kerja sama untuk menjawab tantangan zaman yang berlangsung sejalan dengan pertumbuhan masyarakat yang sedang membangun perdamaian.

Untuk melihat signifikansi pencarian titik temu agama-agama dalam suatu kondisi damai dan rukun, ada beberapa syarat-syarat umum bagi suksesnya kerukunan antar umat berbeda agama, yaitu:

1. Tegaknya persatuan dan kesatuan.

(66)

3. Tanpa rasa curiga di antara masyarakat yang pluralistik. 4. Kebersamaan dalam menegakkan moral.

5. Penyebaran agama yang bernuansa humanis dan harmonis.

6. Kerja keras setiap penganut agama untuk meningkatkan kualitasnya (Munawar, 2003: 72).

Menjaga kerukunan agama itu adalah sebagai tugas wajib setiap agama untuk menjaga kerukunan agama masing-masing yang di anut oleh setiap manusia. Kerukunan tersebut menjadikan setiap golongan umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan untuk saling memahami dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama-agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk kerja sama dalam masyarakat dan bernegara.

(67)

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya cukup disebut PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, atau PBM saja) (Yahya, 2016: 83).

(68)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang bersifat deskriptif kualiatif. Penelitian kualitatif yaitu; kajian berbagai studi dan kumpulan berbagai jenis materi empiris, seperti studi kasus, kisah hidup, pengalaman personal, pengakuan introspektif, wawancara, artifak, berbagai teks dan produksi kultural, pengamatan, sejarah, interaksional, dan berbagai teks visual (Santana, 2007, 5). Pengambilan data melalui deskriptif kualitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan (menggambarkan) suatu populasi tertentu yang sedang diamati dan fokus penelitiannya adalah perilaku yang sedang terjadi (Ruslan, 2010, 255). Sehingga objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategori tertentu (Bungin, 2006, 306).

(69)

Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah berusaha mendeskripsikan dan menganalisis hasil data yang diperoleh secara mendalam dari subjek permasalahan tentang kegiatan komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat dalam menjaga kerukunan umat berbeda beragama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian, penulis memilih lokasi di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah, dalam hal ini dikarenakan beberapa alasan. Pertama, mengetahui di dusun Thekelan memiliki masyarakat plural yang terdiri dari empat agama, yaitu Islam, Budha, Kristen dan Katolik. Kedua, terdapat tempat ibadah yang letaknya berdekatan, yaitu masjid, gereja, dan vihara. Ketiga, kegiatan di dusun Thekelan dilakukan secara gotong royong tanpa membedakan agama. Sehingga dari beberapa alasan tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah.

C. Sumber Data Penelitian

(70)

menjadi sumber informasi adalah tokoh agama dan masyarakat di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang profinsi Jawa Tengah, baik tokoh agama maupun pemimpin masyarakat di dusun Thekelan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan: 1.Wawancara

Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu (Kahn & Cannell 1957) (Sarosa, 2012, 45). Pewawancara disebut intervieuwer sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewee (Bachtiar, 1997, 72). Dalam hal ini Penulis langsung melakukan wawancara dengan responden yang terpilih yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui dan memahami maksud peneliti.

2. Observasi atau studi lapangan

Observasi didefinisikan sebagai pengamatan akan manusia pada habitatnya atau lingkungan asli para partisipan dengan melakukan pengamatan terhadap dimensi situasi sosial yaitu tempat, pelaku, dan aktifitasnya (Sarosa, 2012, 56). Teknik observasi dalam penelitian ini penulis berusaha mengamati kondisi dan situasi sosial, maupun masyarakat beserta kegiatannya di dusun Thekelan.

3. Dokumentasi (Documantary historical)

(71)

dokumen berupa arsif-arsif, dokumen milik lembaga atau pribadi dan dokumen publik seperti data atau informasi yang tercantum di berbagai media masa, kepustakaan, bahan publikasi instan dan pengumuman publik (Ruslan, 2010, 221-222). Dengan teknik dokumentasi ini dapat diperoleh data tentang gambaran umum obyek wilayah penelitian di dusun Thekelan guna memenuhi kelengkapan penulisan skripsi.

E. Pendekatan Penelitian Kualitatif

Pendekatan kualitatif pada penelitian ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat, sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi yang menjadikan makna dari gejala-gejala sosial dan budaya sebagai objek analisis dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategori dalam mendapatkan data. Dalam hal ini penulis berusaha mengetahui hubungan antara umat Islam, Budha, Katolik dan Kristen dalam melakukan kegiatan komunikasi kelompok untuk mencapai tujuan yang sama yaitu menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan.

F. Teknik Analisis Data

(72)

yaitu melalui mepengeditan (editing), pemberian kode (koding), dan pemrosesan data (data processing).

Setelah data terhimpun dan diteliti kembali catatan-catatan tersebut yang disebut dengan editing diolah dalam suatu proses dan analisis. Diantaranya adalah melakukan verifikasi, yaitu pemeriksaan data yang benar atau tidak (kesalahan) dari hasil survei yang dilakukan, dengan cara melalui: 1) penyelidikan dari sumber-sumber kesalahan yang terjadi dalam proses penelitian, 2) menggevaluasi mengenai tingkat akseptabilitas hasil berdasarkan landasan teori dan empiris (berdasarkan pengalaman). Tujuan verifikasi adalah untuk membandingkan hasil penelitian dengan data ekstrem yang mungkin dapat terjadi dalam masalah sama dan juga untuk mengetahui apakah hasil tersebut sesui atau tidak dengan landasan teoritis terhadap masalah yang ditelaah tersebut (Ruslan, 2010, 166).

Dalam menganalisis data hasil temuan di lapangan, penulis menggunakan teori Activity Interaction Sentiment atau disebut teori AIS dari Homans dengan konsep dasar pemikiran sebagai berikut:

1. Semakin banyak seseorang melakukan kegiatan bersama orang lain, maka semakin banyak interaksi dan komunikasi yang dapat menumbuhkan rasa kebersamaan.

(73)

3. Semakin seseorang memahami perasaan orang lain maka akan semakin tinggi frekuensi interaksi dan komunikasi yang dilakukan, berarti juga semakin sering aktivitas dilakukan (Zulkarnain, 2017: 18).

Dari teori tersebut, penulis mencoba membuktikan konsep pemikiran teori dengan membandingkan dengan fakta yang ada secara aktual dan akuran sesuai objek yang diteliti. Adapun objek kajian penulisan ini adalah fenomena sosial tentang komunikasi kelompok tokoh agama dalam relasi sosialnya terhadap masyarakat di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama, sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini bisa terjawab dengan maksimal.

G. Keabsahan Data

Keabsahan merupakan tahap pemeriksaan data serta penentu kesahihan atau validitas hasil penelitian. Dengan demikian data yang valid, absah adalah data yang tidak ada bedanya antara data yang dilaporkan peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 1953, 369).

Dalam hal ini, penulis menggunakan tiga teknik yaitu sebagai berikut:

1. Perpanjangan pengamatan

Gambar

Gambar 1. Wawancara dengan Bapak Supriyo (Kepala Dusun) (Mukhlis, tanggal 15 Agustus 2018, pukul 13.00 WIB)
Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Lamino (Tokoh Agama Khatolik) (Pujik, Tanggal 19 Agustus 2018, pukul 17.00 WIB)
Gambar 5. Wawancara dengan Bapak Satiman (Ketua Umat Islam) (Pujik, Tanggal 19 Agustus 2018, pukul 15.30 WIB)
Gambar 7. Perayaan Hari Besar Idul Fitri (Panut: Tahun 2017)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh memberikan informasi bahwa ekstrak daun Tembakau dan ekstrak daun Zodia pada pengujian terhadap larva Aedes aegypti memberikan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentangPetunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan

Penurunan kadar lemak diakibatkana adanya perendaman yang dapat mengaktifkan enzim , sehingga mampu mengubah lemak pada kacang lawa merah menjadi asam lemak bebas yang

Permasalahan pada penelitian ini adalah kurangnya keinginan peserta didik mengetahui gaya belajarnya, rendahnya nilai ulangan harian peserta didik dalam mata pelajaran

Segala puji dan syukur atas anugerah dan berkat yang dicurahkan Tuhan YME, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan antara Tingkat

Ulama empat mazhab secara prinsip membolehkan pembebanan biaya atas harga perolehan pada jual beli beli mura>bah}ah selama memiliki nilai manfaat atas

Hasil perhitungan konsumsi energi dan % CVL dapat disrmpulkan bahwa aktivitas fisik lari memindahkan cone memberikan pengaruh ter- hadap kebugaran jasmani operator atau seseorang

Alhamdulillah, dengan ridho Allah SWT penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Kegotongroyongan di Masyarakat Perkotaan: Kendala dan Solusinya (Studi