commit to user
HUBUNGAN ANTARA JARAK KEHAMILAN
DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
DI RSUD Dr. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Puspa Damayanti
G.0009174
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
commit to user
iv
ABSTRAK
Puspa Damayanti, G0009174, 2012.
Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan
Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang:
Wanita hamil menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah gizi terutama anemia defisiensi besi dan penanggulangan masalah anemia
defisiensi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil.
Sedangkan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun mempunyai risiko lebih besar
terhadap kejadian anemia defisiensi besi.
Subjek dan Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan
case-control.
Sebanyak 60 subjek penelitian yang dipilih dengan
purposive sampling
dan
fixed disease sampling
adalah pasien ibu hamil yang
memeriksakan diri di Poli Kandungan RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data
dilakukan dengan wawancara langsung dan rekam medik pasien. Data hasil penelitian
dianalisis menggunakan model regresi logistik ganda dan diolah dengan
Statistical
Product and Service Solution
(SPSS) 20.00
for Windows
.
Hasil :
Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengontrol variabel perancu yaitu
usia kehamilan, wanita hamil dengan jarak kehamilan
≥ 24 bulan di RSUD Dr.
Moewardi memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi 0,8 kali lebih
besar daripada usia kehamilan < 24 bulan (OR = 0,8 ;
Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p =
0,778). Analisis ini telah mengontrol usia kehamilan sebagai faktor perancu, tetapi
belum mengontrol asupan gizi.
Simpulan :
Terdapat hubungan negatif, lemah, dan secara statistik tidak signifikan
antara jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Puspa Damayanti, G0009174, 2012.
The Association between Pregnancy Spacing
and Iron Deficiency Anemia at RSUD Dr. Moewardi. Mini thesis. Faculty of
Medicine, Sebelas Maret University Surakarta.
Background:
Pregnant women to be one of those most vulnerable to malnutrition,
especially iron deficiency anemia and iron deficiency anemia coping is currently
focused on the tablet of iron (Fe) in pregnant women. While pregnancy distance of
less than 2 years old are at greatest risk for iron deficiency anemia.
Methods:
This analytic study was observational using case-control approach. A
sample of 60 study subjects was selected by purposive sampling and fixed disease
sampling from outpatients who visited Obstetric Clinics, RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. The data was collected by interview and some datas taken from the
medical records. The data was analyzed using multiple logistic regression model on
SPSS 20.00 for windows.
Conclusion:
There is a weak and negative association, and not statistically significant
between the gestational age with iron deficiency anemia..
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puja dan puji penulis haturkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan antara Jarak Kehamilan
dengan Anemia Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian tugas karya akhir
ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat
ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. H. Rustam Sunaryo, dr., Sp.OG. selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
3. Prof Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 4. Dr. Hj., Sri Sulistyowati, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan
banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dra. Fitriyah selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ari Probandari,dr., MPH, Ph.D. dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.
7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Sugiyarto dan Ibunda Asih Rahayu, kakak dan adik saya, Terbit Argo Prasetya dan Pahala Iqro Firmansyah tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support
dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.
8. Teman seperjuangan skripsi sekaligus sahabat-sahabat saya yang terbaik, Ratih Puspa Wardani dan Muflihah Isnawati yang setia memberikan saya semangat, bantuan dan mendampingi berjuang bersama saya dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman terdekat, Pratita Komalasari, Sayekti Asih, Triska Adi Kusumadewi, teman-teman kelompok 13 dan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.
10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, September 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ...
vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ...
x
DAFTAR GAMBAR ...
xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Perumusan Masalah ...
3
C. Tujuan Penelitian ...
3
D. Manfaat Penelitian ...
3
BAB II. LANDASAN TEORI ...
4
A. Tinjauan Pustaka ... ...
4
1. Anemia Defisiensi Besi ... ...
4
a. Definisi... ...
4
b. Gejala ... ... …
8
c. Pemeriksaan ... ...
9
2. Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan ...
14
a. Konsentrasi Hemoglobin pada Kehamilan ...
14
b. Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil ...
15
commit to user
viii
d. Patofisiologi ...
17
e. Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil ...
18
f. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan ...
18
3. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi ...
20
B. Kerangka Pemikiran ...
21
C. Hipotesis ...
22
BAB III. METODE PENELITIAN ...
23
A. Jenis Penelitian ...
23
B. Lokasi Penelitian ...
23
C. Subjek Penelitian ...
23
D. Jumlah Sampel ...
24
E. Teknik Sampling ...
24
F. Identifikasi Variabel Penelitian ...
24
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...
25
H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ...
26
I.
Teknik Analisis Data ...
27
J. Rancangan Penelitian ……… ...
28
BAB IV. HASIL PENELITIAN...
29
A.
Karakteristik Sampel Penelitian ...
29
1. Karakteristik Data Berdasarkan Data Kontinyu … ... ..
29
2. Karakteristik Data Berdasarkan Data Kategorikal ...
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
1. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi ….. ..
30
2. Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi ...
32
C.
Analisis Regresi Logistik Ganda ...
33
BABV. PEMBAHASAN ...
35
BABVI. PENUTUP ...
39
A. Simpulan ...
39
B. Saran ...
39
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Karakteristik Sampel Data Kontinyu ...
26
Tabel 4.2
Distribusi Sampel Berdasarkan status ANC ...
26
Tabel 4.3
Distribusi Sampel Berdasarkan Status Anemia Defisiensi Besi ...
27
Tabel 4.4
Analisis Bivariat tentang Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia
Defisiensi Besi ... 27
Tabel 4.5
Analisis Bivariat tentang Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia
Defisiensi Besi ...
29
Tabel 4.6
Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan Jarak Kehamilan
dengan Anemia Defisiensi Besi dengan Mengontrol Usia Kehamilan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran... 19
Gambar 3.1
Rancangan Penelitian ... .25
Gambar 4.1
Rata - Rata Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi... 28
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2.
Surat Pengantar Penelitian dari Bagian Diklat RSUD Dr. Moewardi
Lampiran 3.
Format Penelitian Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia
Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling sering
terjadi di dunia. Perkiraan prevalensi anemia secara global sekitar 51%.
Kejadian anemia defisiensi besi lebih cenderung di negara-negara yang
sedang berkembang dibanding dengan negara yang sudah maju (Arisman,
2007).
Menurut data dari World Health Organization
(WHO) tahun 2008,
prevalensi anemia pada ibu hamil pada tahun 1993-2005 di seluruh dunia
mencapai 41,8%. Prevalensi di Afrika 57,1%, di Amerika 24%, di Asia
Tenggara 48,2%, di Eropa 25,1% dan di Timur Tengah 44,2%.
Di Indonesia anemia defisiensi besi masih menjadi salah satu
masalah gizi yang utama selain masalah kurang kalori protein, defisiensi
vitamin A dan gondok endemik (Arisman, 2007).
Anemia defisiensi besi
pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal (di bawah 11 gr% pada trimester satu dan
tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua)
(Cunningham, 2007).
Menurut data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001,
prevalensi anemia ibu hamil sebesar 40,1% dan pada tahun 2007 turun
commit to user
anemia defisiensi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
(Kemenkes RI, 2010).
Di Indonesia sebagian besar anemia disebabkan karena kekurangan
zat besi (Fe) hingga disebut anemia defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010).
Wanita hamil menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah gizi terutama anemia defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010).
Pada
ibu hamil, anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan
kesakitan ibu, sedangkan bagi bayinya dapat meningkatkan risiko kesakitan
dan kematian bayi, serta bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
(Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia (FKM UI), 2007).
Penanggulangan masalah anemia defisiensi besi saat ini terfokus
pada pemberian tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil (Kemenkes RI, 2010).
Ibu hamil mendapat tablet zat besi 90 tablet selama kehamilannya tetapi ibu
hamil yang mengkonsumsi tablet besi baru mencapai 60% (Depkes RI,
2007). Selain pemberian tablet zat besi penanggulangan anemia defisiensi
besi juga dapat dilakukan dengan mengatur jarak kehamilan.
Jarak
kehamilan yang terlalu dekat dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia,
hal ini dikarenakan kondisi ibu belum pulih dan kebutuhan zat gizi belum
optimal, sesudah memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.
Seorang ibu memerlukan waktu lebih dari 2 tahun antara kelahiran agar
pulih secara fisiologik dari suatu kehamilan/persalinan dan mempersiapkan
diri untuk kehamilan berikutnya. Makin dekat jarak kelahiran makin besar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
3
akibat komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti antara lain
anemia berat, partus prematurus dan kematian perinatal yang meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bantimurung tahun
2004 diperoleh bahwa responden paling banyak menderita anemia pada
jarak kehamilan kurang dari 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak
kehamilan kurang dari 2 tahun mempunyai risiko lebih besar terhadap
kejadian anemia (Amiruddin, 2004).
B.
Perumusan Masalah
Apakah jarak kehamilan mempengaruhi kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil?
C.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh hubungan jarak kehamilan dengan kejadian
anemia defisiensi besi pada ibu hamil
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh jarak kehamilan dengan kejadian anemia defisiensi besi pada
ibu hamil.
2.
Manfaat praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat untuk mengatur jarak kehamilan sebagai upaya mengurangi
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Anemia Defisiensi Besi
a.
Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh
(depleted iron store)
sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang (Bakta, 2007).
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh
kurangnya mineral Fe (besi) sebagai bahan yang diperlukan untuk
pematangan eritrosit (FK UI, 2007).
Di Indonesia sebagian besar anemia ini
disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga disebut anemia
defisiensi besi (Kemenkes RI, 2010).
Anemia defisiensi besi menjadi masalah gizi utama bagi semua kelompok
umur dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok ibu hamil (Supariasa,
2002).
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan
makanan sumber zat besi, meningkatnya kebutuhan zat besi saat hamil dan
menyusui (perubahan fisiologis), dan kehilangan banyak darah. Anemia yang
disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat ketika cadangan zat besi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1)
Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi
heme
dan besi
non-heme
. Besi
heme
terdapat dalam daging dan ikan,
tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi
non-heme
berasal
dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi
dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi
dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di
duodenum (Bakta, 2009).
2)
Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum
dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses
yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
heme
dipertahankan dalam
keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada
brush border
dari
sel absorptif (terletak pada puncak vili usus, disebut sebagai
apical cell
),
besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase dimediasi
oleh protein
duodenal cytochrome b-like
(DCYTB). Transpor melalui
membran difasilitasi oleh
Divalent Metal Transporter
(DMT 1). Setelah
besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin,
sebagian diloloskan melalui
basolateral transporter
ke dalam kapiler
commit to user
6
ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin
). Kemudian besi bentuk feri
diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus (Bakta, 2009).
Sementara besi
non-heme
di lumen usus akan berikatan dengan
apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan
masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi
non-heme
akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus (Bakta,
2009).
Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau
diloloskan ke basolateral diatur oleh
“set point”
yang sudah diatur saat
enterosit berada pada dasar kripta. Kemudian pada saat pematangan,
enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif.
Adapun mekanisme regulasi
set-point
dari absorbsi besi ada tiga yaitu,
regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik (Bakta,
2009).
3)
Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus,
memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin
menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal
dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan
berikatan dengan reseptor transferin (
transferin receptor = Tfr
) yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan
yang dilapisi oleh klatrin (
clathrin-coated pit
). Cekungan ini mengalami
invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton
menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan
transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan
bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin
mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan
kembali (Bakta, 2009).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam
bentuk feritin dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama
dengan protoporfirin untuk pembentukan
heme
. Protoporfirin adalah
suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan
metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam
commit to user
8
hamil adalah anemia defisiensi besi. WHO dalam Abel melaporkan
bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar
35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia
kehamilan. Perbedaan nilai batas di atas dihubungkan dengan kejadian
hemodilusi (Cunningham, 2007).
b.
Gejala
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena terjadinya anoksia organ
target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan, mekanisme kompensasi oleh darah ke jaringan
.
Kombinasi kedua
penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sebagai sindrom
anemia (Handayani, 2008).
1)
Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang
dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku (Bakta, 2009)
2)
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
9
a)
Koilonychia
, yaitu kuku sendok (
spoon nail
), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b)
Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
c)
Stomatitis angularis (
cheilosis
), yaitu adanya peradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
(Bakta, 2009)
.
c.
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1)
Pemeriksaan Laboratorium
a)
Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan
suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah
anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb
sachli
,
yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I
dan III (Bakta, 2009).
commit to user
10
Menurut Bakta (2009) penentuan indeks eritrosit secara tidak
langsung dengan
flowcytometri
atau menggunakan rumus:
(1)
Mean Corpusculer Volume
(MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan
menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada
saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia
penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi
hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 80-100
fl, mikrositik < 80 fl dan makrositik > 100 fl.
(2)
Mean Corpuscle Haemoglobin
(MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel
darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
(3)
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration
(MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai
normal 30 - 35% dan hipokrom < 31%.
c)
Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
11
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan
flowcytometry
hapusan darah dapat dilihat pada
kolom
morfology flag
(Bakta, 2009).
d)
Luas Distribusi Sel Darah Merah (
Red Distribution Wide
= RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi
paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. Nilai normal 15 % (Bakta,
2009).
e)
Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai
haematofluorometer
yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan
besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang
luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
commit to user
12
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun
donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis,
dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain,
dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik (Bakta, 2009).
g)
Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur
bersama-sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan
akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan (Bakta, 2009).
h)
Transferrin Saturation
(Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi
ke sumsum tulang (Bakta, 2009).
Penurunan jenuh transferin di bawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan
eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan.
Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai
dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi
serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi
yang bisa diikat secara khusus oleh plasma (Bakta, 2009).
i)
Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif
untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas
dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin <
12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti
kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai
diagnostik untuk kekurangan zat besi (Bakta, 2009).
Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita
dari pria, yang menunjukkan cadangan besi lebih rendah pada wanita.
Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau
naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah
sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria
yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian
mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh
secara dramatis di bawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan
pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi (Bakta, 2009).
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat
commit to user
14
(IRMA),
Radioimmunoassay
(RIA), atau
Essay immunoabsorben
(Elisa) (Bakta, 2009).
2)
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan
besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan
histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin
dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi
adalah tidak ada besi retikuler (Bakta, 2009).
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai
dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu
teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan
besi dalam populasi umum (Bakta, 2009).
2.
Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
a.
Konsentrasi Hemoglobin pada kehamilan
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan
wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi
proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume
plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Hemodilusi berfungsi agar
suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin
dari efek negatif penurunan
venous return
saat posisi terlentang (
supine
),
dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses
melahirkan (Cunningham, 2007).
b.
Kebutuhan Zat besi pada Ibu Hamil
Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan
enzim, namun zat gizi ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari
makanan. Sumber utama zat besi adalah pangan hewani terutama yang
berwarna merah, yaitu hati dan daging, sedangkan sumber lain adalah
sayuran berwarna hijau. Pangan hewani relatif lebih tinggi absorpsinya yaitu
20-30% dibandingkan dengan pangan nabati hanya 1-7%. Hal tersebut
karena zat besi dalam nabati yaitu
ferri
ketika akan diabsorpsi harus
direduksi dahulu menjadi bentuk
ferro
(FKM UI, 2007).
Banyaknya absorpsi zat besi tergantung pada jumlah kandungan
besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan penghambat
atau pemacu absorpsi dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh,
dan kecepatan eritropoesis (Bakta, 2009).
Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan
ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan janin untuk bertumbuh
commit to user
16
selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit,
yaitu 0,8 mg sehari, yang kemudian meningkat tajam selama trimester II dan
III yaitu 6,3 mg sehari (Arisman, 2007).
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat mutlak dibutuhkan oleh
ibu hamil agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin yang dikandungnya dan persiapan fisik ibu untuk
menghadapi persalinan dengan aman (Sulityawati, 2009).
Selama proses kehamilan, janin sangat membutuhkan zat-zat
penting yang hanya dapat dipenuhi dari ibu. Bidan harus memberikan
informasi ini kepada ibu karena terkadang pasien kurang memperhatikan
kualitas makanan yang dikonsumsinya (Sulistyawati, 2009).
c.
Peningkatan kebutuhan zat besi saat kehamilan
Kebutuhan zat besi meningkat selama kehamilan untuk memenuhi
kebutuhan zat besi akibat peningkatan volume darah, menyediakan zat besi
bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah pada saat
persalinan. Peningkatan absorpsi zat besi selama trimester II kehamilan
membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan
hubungan antara suplementasi zat besi salama kehamilan dan peningkatan
konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir
bayi (FKM UI, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sedikit, yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama
kehamilan trimester II dan III, yaitu 6,8 mg sehari (Arisman, 2007).
d.
Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan
kebutuhan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan pada darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak
dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan
tetapi
bertambahnya
sel-sel
darah
kurang
dibandingkan
dengan
bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan
tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19% (Prawirohardjo, 2007).
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama
pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat
dalam masa hamil sebagai akibat hidremia
cardiac output
meningkat. Kerja
jantung menjadi lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, ketika
commit to user
18
e.
Dampak Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil
Seorang wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat
besi sedikit atau tidak mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam
tubuhnya walaupun tidak menderita anemia. Jika setelah lahir bayi tersebut
tidak mendapatkan asupan zat besi yang mencukupi, bayi akan berisiko
menderita anemia defisiensi besi (FKM UI, 2007).
Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat
menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus
lama, perdarahan
postpartum
(Sadikin, 2001).
Selain itu, anemia pada ibu
hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan ibu menjadi rendah terhadap
infeksi dan kurang mampu mentolerir perdarahan saat melahirkan
(Aritonang, 2010).
Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan
kematian janin dan peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah
(Demaeyer, 2010).
f.
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan
metode pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
19
darah dan sumsum tulang. Nasution dalam Riswan (2003) mengutip kriteria
WHO untuk memudahkan dan keseragaman diagnosis anemia defisiensi
besi.
Tabel 1.
Diagnosis anemia defisiensi besi
Pemeriksaan
Anemia
pemeriksaan laboratorium tidak normal, meliputi (
U.S. Centers for Disease
Control and Prevention
, 2011):
1)
Eritrosit Protoporfirin.
2)
Jenuh Transferin.
commit to user
20
Anemia defisiensi besi disebut bila ditemukan adanya defisiensi
besi disertai dengan penurunan kadar haemoglobin darah (anemia).
3.
Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defiensi Besi
Sejumlah sumber mengatakan bahwa jarak ideal kehamilan sekurang –
kurangnya 2 tahun. Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan
prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak
kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak
(Yulianto, 2004).
Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai
waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke
kondisi sebelumnya. Kematian maternal menjadi risiko tinggi jika terlalu
rapat jarak kelahiran. Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dan anemia
berisiko tinggi terhadap kematian meternal karena seorang ibu setelah
melahirkan memerlukan 2 – 3 tahun untuk dapat memulihkan kondisi
tubuhnya dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya (Yulianto,
2004).
Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
21
menerima janin kembali tanpa harus menghasilkan cadangan zat besi. Setelah
masa nifas (masa setelah melahirkan), yang rata – rata berdurasi 40 hari dan
juga secara fisiologis kondisi alat reproduksi wanita sudah pulih dapat
memungkinkan terjadinya kehamilan. Tiga bulan setelah melahirkan, wanita
sudah bisa hamil lagi tapi risiko anemia defisiensi besi menjadi tinggi karena
cadangan zat besi yang belum pulih sempurna. Jadi perencanaan kehamilan
sangat diperlukan untuk ibu maupun anak (Yulianto, 2004).
B.
Kerangka Pemikiran
commit to user
22
C.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara jarak kehamilan < 24 bulan dan kejadian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan kasus
kontrol. Penelitian ini bersifat observasional karena peneliti hanya
mengamati (mengukur) variabel yang diteliti, tidak dengan sengaja
memberi perlakuan (intervensi). Penelitian ini merupakan analitik,
karena bertujuan mengamati hubungan variabel atau pengaruh sebuah
atau sejumlah variabel terhadap variabel lainnya.
B.
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai obyek penelitian adalah Poli Ibu
Hamil RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
C.
Subjek Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil multigravida yang datang
ke Poli Ibu Hamil RSUD Dr. Moewardi tahun 2012.
1.
Kriteria inklusi pada sampel adalah :
Semua ibu hamil multigravida.
2. Kriteria eksklusi pada sampel adalah:
a.
Ibu hamil dengan kelainan darah (selain anemia).
commit to user
D.
Jumlah sampel
Menurut Murti (2010), jumlah sampel ditentukan dari variabel
independen x (15-20 observasi). Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel
independen sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 3 x (15-20) =
45 - 60 orang
E.
Teknik sampling
Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode
fixed- disease
sampling
.
Fixed-disease sampling
(Murti, 2006) merupakan prosedur
pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek, sedang status paparan
subjek bervariasi mengikuti status pengambilan subjek yang sudah
fixed
.
Pada pengambilan sampel ini, kelompok kasus dan kelompok kontrol
berasal dari satu populasi sumber, sehingga peneliti dapat melakukan
perbandingan yang valid antara kedua kelompok studi.
F.
Identifikasi variabel penelitian
1.
Variabel Bebas
Jarak kehamilan < 24 bulan, > 24 bulan..
2.
Variabel Terikat
Anemia defisiensi besi
3.
Variabel Perancu
a.
Terkendali
: Kunjungan ANC dan usia kehamilan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
25
G.
Definisi operasional variabel penelitian
1.
Variabel bebas
a.
Jarak kehamilan < 24 bulan adalah jarak antara kehamilan yang
sekarang dengan persalinan yang tepat di atasnya dengan jarak < 24
bulan.
b.
Jarak kehamilan > 24 bulan adalah jarak antara kehamilan yang
sekarang dengan persalinan yang tepat di atasnya dengan jarak > 24
bulan.
Jarak kehamilan dihitung dari tanggal persalinan pada kehamilan yang
tepat di atasnya hingga hari pertama menstruasi terakhir pada
kehamilan sekarang.
Cara ukur : Wawancara
Skala pengukuran : kategorikal
2.
Variabel terikat
Anemia defisiensi besi adalah kondisi ibu hamil yang pada
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar Hb < 11 g/dl, MCH <
27 pg, MCV < 80 fl, dan MCHC <31 gr/dl.
Cara ukur
: Rekam medik
commit to user
3.
Variabel perancu yang dikendalikan dalam analisis
a.
Kunjungan ANC
ANC adalah pemeriksaan untuk memeriksa keadaan ibu
dan janin secara berkala diikuti koreksi terhadap penyimpangan
yang ditemukan. Setiap kunjungan ANC ibu hamil diberikan tablet
besi.
Cara ukur
: Wawancara
Skala pengukuran
: Kategorikal
b.
Usia kehamilan
Usia kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin
berada dalam rahim. Usia kehamilan dibedakan menjadi trimester I,
trimester II, dan trimester III. Trimester I kehamilan adalah usia
kehamilan sampai 12 minggu kehamilan. Trimester II kehamilan
adalah usia kehamilan antara 12 minggu sampai 24 minggu
kehamilan. Trimester III kehamilan adalah usia kehamilan di atas
24 minggu sampai 40 minggu kehamilan.
Cara ukur
: Wawancara
Skala pengukuran
: Kategorikal
H.
Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
1.
Data mengenai anemia defisiensi besi diambil dari data rekam medik
responden.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3.
Responden mengisi kuesioner penelitian yang berjudul hubungan antara
jarak kehamilan dengan anemia defisiensi pada ibu hamil.
I.
Teknik Analisis Data
Karakteristik sampel data kontinyu dideskipsikan dalam n, Mean,
SD, Min, dan Maks. Karakteristik sampel data kategorikal dalam n dan
persen.
Hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia
defisiensi besi dengan mengontrol kunjungan ANC dan usia kehamilan
sebagai faktor perancu, dianalisis dengan model regresi logistik ganda.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Murti, 2010) :
p
ln 1 – p = a+b
1x
1+b
2x
2dimana :
P
: probabilitas untuk anemia defisiensi besi.
1-p
: probabilitas untuk tidak anemia defisiensi besi.
a
: konstanta.
b
1, b
2: konstanta regresi variabel bebas x
1, x
2, x
3x
1: jarak kehamilan (0 : > 24 bulan; 1 : < 24 bulan)
x
2: kunjungan ANC (0: K4; 1: K1/K2/K3)
x
3 :usia kehamilan (0: > 12 minggu; 1: < 12 minggu)
Hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia
defisiensi besi pada ibu hamil ditunjukkan oleh
Odds Ratio
(OR) =
commit to user
J.
Rancangan Penelitian
terangan :
UK : usia kehamilan
JK : jarak kehamilan
T
: teratur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai hubungan antara jarak kehamilan dengan anemia
defisiensi besi telah dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Poli Kandungan RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian berjumlah 60 sampel yang terdiri dari
40 pasien bukan penderita anemia defisiensi besi dan 20 pasien penderita anemia
defisiensi besi. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik.
A.
Karakteristik Sampel Penelitian
1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinyu
Tabel 4.1
Karakteristik sampel data kontinyu
Variabel
n Mean SD
Min Maks
Jarak kehamilan
60 56,03
42,68369
8
204
Usia kehamilan 60 27,65
11,90759
4
41
Tabel 4.1 menunjukkan, rata-rata jarak kehamilan pasien pada
penelitian yaitu 56 bulan. Sedangkan rata-rata usia kehamilan pasien yang
didapatkan adalah 27 minggu.
2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal
Tabel 4.2
Distribusi sampel berdasarkan status ANC
T
a
bel 4.2 menunjukkan selama penelitian di Poli Kandungan RSUD Dr.
Moewardi, status ANC pasien 100% teratur.
No
Status ANC
Frekuensi(n)
%
1
Tidak teratur
0
0
2
Teratur
60
100
commit to user
Tabel 4.3
Distribusi sampel berdasarkan status anemia defisiensi besi
T
abel
4.3 menunjukkan bahwa jumlah sampel pasien bukan anemia defisiensi besi
lebih banyak daripada sampel pasien anemia defisiensi besi.
B.
Analisis Bivariat
Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
dengan variabel bebas (jarak kehamilan) terhadap variabel terikat (anemia
defisiensi besi) serta arah hubungannya. Analisis juga dilakukan terhadap
faktor perancu, yaitu usia kehamilan. Adanya faktor perancu berpengaruh
terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan
analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan
Chi-Square Test
dengan
Confidence Interval
(CI) = 95%.
1.
Hubungan Jarak Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi
Tabel 4.4
Analisis bivariat tentang hubungan jarak kehamilan dengan
anemia defisiensi besi
anemia defisiensi besi
Frekuensi(n)
%
1
Bukan anemia defisiensi besi
40
66,7
2
Anemia defisiensi besi
20
33,3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 4.1
Rata - rata jarak kehamilan dengan anemia defisiensi
besi.
Dari Tabel 4.4 dan Gambar 4.1 didapatkan ibu hamil dengan jarak
kehamilan < 24 bulan yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 3
orang (37,5%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5
orang (62,5%). Pada ibu hamil dengan jarak kehamilan
≥
24 bulan
didapatkan penderita anemia defisiensi besi sebanyak 17 orang (32,7%) dan
yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 35 orang (67,3%).
Analisis bivariat terhadap hubungan antara jarak kehamilan dengan risiko
mengalami anemia defisiensi besi menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan (p = 0,788). Pasien dengan jarak kehamilan
≥
24 bulan memiliki
risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi dengan frekuensi 0,8 kali
lebih rendah daripada jarak kehamilan < 24 bulan (OR = 0,8 ;
Cl 95% 0,17
s.d. 3,80; p = 0,778), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel
commit to user
2.
Hubungan Usia Kehamilan dengan Anemia Defisiensi Besi
Tabel 4.5
Analisis bivariat tentang hubungan usia kehamilan dengan
anemia defisiensi besi
anemia defisiensi besi
Variabel Ya Tidak Total
OR p
n(%) n(%) n(%)
Usia kehamilan:
< 12 minggu
1 (16,7)
5 (83,3) 6 (100)
≥ 12 minggu
19 (35,2) 35 (64,8)
54 (100) 2,71 0,361
Gambar 4.2
Rata - rata usia kehamilan dengan anemia defisiensi besi.
Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.2 didapatkan ibu hamil dengan usia
kehamilan < 12 minggu yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 1
orang (16,7%) dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5
orang (83,3%). Pada ibu hamil dengan usia kehamilan
≥ 12 minggu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 35 orang
(64,8%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara usia kehamilan
dengan risiko mengalami anemia defisiensi besi menunjukan hubungan
yang tidak signifikan (p = 0,361). Pasien dengan usia kehamilan
≥ 12
minggu memiliki risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi dengan
frekuensi 2,71 kali lebih besar daripada usia kehamilan < 12 minggu (OR
= 2,71
;
Cl 95% 0,30 s.d. 24,95; p = 0,361), tetapi hasil ini belum
mengontrol pengaruh dari variabel perancu.
C.
Analisis Regresi Logistik Ganda
Setelah melakukan analisis bivariat terhadap variabel jarak kehamilan
dengan anemia defisiensi besi dan variabel perancu yaitu usia kehamilan
didapatkan jarak dan usia kehamilan tidak signifikan berpengaruh terhadap
risiko terkena anemia defisiensi besi. Analisis regresi logistik ganda
dilakukan dengan memperhitungkan variabel usia kehamilan sehingga
didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel perancu
yang dapat mempengaruhi hubungan jarak kehamilan dengan anemia
commit to user
Tabel 4.6
Hasil analisis regresi logistik ganda tentang hubungan jarak
kehamilan dengan anemia defisiensi besi dengan mengontrol usia
kehamilan pasien.
CI 95%
Variabel
OR
Nilai p
Independen
Batas Batas
Bawah Atas
Jarak kehamilan
≥ 24 bulan
0,79 0,26 2,37 0,763
Usia kehamilan
≥ 12 minggu 2,74 0,30
25,30
0,373
N observasi = 60
Nagelkerke R² = 2,3%
-2 log likehood = 75,36
Tabel 4.6 menunjukkan hasil analisis regresi logistik ganda bahwa terdapat
hubungan negatif, lemah, dan secara statistik tidak signifikan antara jarak
kehamilan dengan anemia defisiensi besi. Wanita hamil jarak
≥
24 bulan memiliki
risiko untuk mengalami anemia defisiensi besi 0,8 kali lebih rendah daripada < 24
bulan (OR = 0,8 ;
Cl 95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778). Analisis ini telah mengontrol
pengaruh faktor perancu usia kehamilan.
Nagelkerke R² 2,3% mengandung arti kedua variabel independen dalam
model regresi logistik yaitu jarak kehamilan dan usia kehamilan, secara bersama
hanya mampu menjelaskan terjadinya anemia defisiensi besi sebesar 2,3%.
Variabel yang juga berpengaruh terhadap anemia defisiensi besi yaitu asupan gizi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian yang berjudul “Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Anemia
Defisiensi Besi di RSUD Dr. Moewardi” dilakukan pada bulan Mei 2012 di
RSUD Dr. Moewardi dan setelah diseleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi
didapatkan 60 subjek penelitian yang terdiri dari 40 pasien bukan penderita
anemia defisiensi besi dan 20 pasien penderita anemia defisiensi besi.
Distribusi sampel penelitian berdasarkan jarak kehamilan pada tabel 4.1
didapatkan pasien yang menjadi sampel rata-rata jarak kehamilan 56 bulan dengan
jarak kehamilan terpendek yaitu 8 bulan dan jarak kehamilan terlama yaitu 204
bulan. Sampel rata-rata usia kehamilan 27 minggu dengan usia kehamilan
terendah yaitu 4 minggu dan usia kehamilan tertinggi yaitu 41 minggu.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan 60 orang (100%) menunjukkan bahwa
sampel penelitian melakukan
Ante Natal Care
(ANC) secara teratur yaitu minimal
satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan minimal dua kali pada
trimester III sehingga ANC tidak bisa dianalisis sebagai faktor perancu dalam
analisis bivariat maupun regresi logistik ganda. Angka ini menunjukkan bahwa
tingkat kesadaran pasien untuk memeriksakan kehamilan sudah tinggi (Depkes,
2003).
Pada tabel 4.3, persentase pasien dalam penelitian ini yang menderita anemia
defisiensi besi lebih sedikit dibandingan dengan pasien yang bukan penderita
commit to user
menjadi subjek penelitian tidak menderita anemia defisiensi besi sedangkan
33,3% pasien menderita anemia defisiensi besi. Hal ini menunjukkan bahwa
sudah tinggingnya pengetahuan pasien mengenai pengaruh anemia defisiensi besi
terhadap kehamilannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa penderita
anemia defisiensi besi di Indonesia sekitar 30% (McLean, 2009).
Tabel 4.4 dan gambar 4.1 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
antara hubungan jarak kehamilan dengan anemia defisiensi besi (OR = 0,8 ;
Cl
95% 0,17 s.d. 3,80; p = 0,778), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari
variabel perancu. Pasien dengan jarak kehamilan
≥
24 bulan memiliki risiko untuk
mengalami anemia defisiensi besi dengan frekuensi sering, 0,8 kali lebih rendah
daripada usia kehamilan < 24 bulan.
Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.2 didapatkan ibu hamil dengan usia kehamilan
< 12 minggu yang menderita anemia defisiensi besi sebanyak 1 orang (16,7%)
dan yang tidak menderita anemia defisiensi besi sebanyak 5 orang (83,3%).
Analisis bivariat terhadap hubungan antara usia kehamilan dengan anemia
defisiensi besi menunjukan hubungan yang tidak signifikan (OR = 2,71
;
Cl 95%
0,30 s.d. 24,95; p = 0,361).
Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang
didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel perancu, yaitu usia kehamilan
dengan analisis regresi logistik ganda. Tabel 4.6 merupakan hasil analisis regresi
yang menunjukkan hubungan lemah dan tidak signifikan antara hubungan jarak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
37