• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Performansi Protokol Routing Epidemic dan Maxprop Berdasarkan Mobilitas Node pada Delay Tolerant Network

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Performansi Protokol Routing Epidemic dan Maxprop Berdasarkan Mobilitas Node pada Delay Tolerant Network"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Perbandingan Performansi Protokol

Routing

Epidemic

dan

Maxprop

Berdasarkan Mobilitas

Node

pada

Delay Tolerant Network

Andi Yudiko Leonardo Solin1, Rakhmadhany Primananda2, Achmad Basuki3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1solinyudiko@gmail.com, 2rakhmadhany@ub.ac.id, 3abazh@ub.ac.id

Abstrak

Arsitektur DTN menyediakan solusi bagi jaringan yang sering terputus-putus. Node yang bergerak mengakibatkan banyaknya waktu tunggu yang diperlukan oleh paket data untuk menerima informasi dari sumber ke tujuan melalui banyak node. Pergerakan node yang terjadi akan menghasilkan mobilitas node seperti pola pergerakan yang terpola dan pergerakan random. Dalam mengirimkan pesan DTN menerapkan beberapa protokol routing yang digunakan pada suatu lokasi dan situasi yang berbeda.

Protokol DTN dalam penelitian ini adalah routingEpidemic dan Maxprop dengan melakukan simulasi jaringan DTN pada The ONE Simulator untuk membandingkan kinerja protokol DTN berdasarkan mobilitas node dengan penambahan node dan ukuran pesan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal DeliveryProbabilityroutingMaxprop memiliki kecenderungan kinerja lebih baik daripada routing Epidemic dengan nilai Delivery Probability tertinggi pada pergerakan terpola 89% berbanding 88% pada

Epidemic. Pada pergerakan random nilai Delivery Probability terbaik yang dihasilkan yaitu 41% berbanding 35% pada routing Epidemic. Nilai Overhead Ratio terbaik routing Maxprop pada pergerakan terpola 6,1379 dibandingkan pada Epidemic 7,9173. Pada pergerakan random nilai

Overhead Ratio terbaik 4,0769 berbanding 3,7143 pada routing Epidemic. Nilai Average Latency

terbaik routingMaxprop pada pergerakan terpola 513,1642s berbanding 574,1728s pada Epidemic. Pada pergerakan randomrouting Epidemic dan Maxprop memiliki nilai Latency Average yang sama yaitu 1389,3500s.

Kata kunci: Delay Tolerant Network (DTN), Delivery Probability, Epidemic, Latency Average,

Maxprop, Mobilitas Node, Overhead Ratio, The ONE Simulator.

Abstract

The DTN architecture provides a solution for communication with long delay and intermittent connectivity. The moving node results in the large number of waiting time required by data packets to receive information from source to destination through many nodes. The movement of nodes that occur will produce such a patterned pattern movement and random movement. In sending messages DTN apply some routing protocols used in a different location and situation. DTN protocol in this research is routing Epidemic and Maxprop by doing DTN network simulation on The ONE Simulator to compare the performance of DTN protocol based on node mobility with the addition of node and message size. The results show that in the case of Delivery Probability routing Maxprop has better performance tendency than Epidemic routing with the highest Delivery Probability value on patterned movement 89% compared to 88% in Epidemic. On the random movement the best value of Delivery Probability produced is 41% compared to 35% in routing Epidemic. The Best value of Overhead Ratio routing Maxprop on patterned movement is 6,1379 compared to 7,9173 in Epidemic. On random movement the best of Overhead Ratio value is 4,0769 versus 3,7143 on Epidemic routing. The best Average Latency of routing Maxprop on patterned movement is 513,1642s compared to 574,1728s in Epidemic. In the random movement, routing Epidemic and Maxprop have the same Latency Average value is 1389.3500s.

Keywords: Delay Tolerant Network (DTN), Delivery Probability, Epidemic, Latency Average, Maxprop, Mobility Node, Overhead Ratio, The ONE Simulator

1. PENDAHULUAN

Delay Tolerant Network (DTN) menyediakan komunikasi dalam lingkungan dengan koneksi

(2)

dibangun dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada pada daerah tersebut seperti transportasi bahkan manusia sebagai kurir untuk mengirim pesan atau mengirim data (Warthman, 2003). Pada Delay Tolerant Network (DTN) terdapat beberapa protokol routing yang dapat digunakan yaitu Epidemic, Direct Delivery, Prophet, First Contact, Spray and Wait dan

Maxprop (Keranen, et al., 2009). Pada penelitian ini protokol routing yang digunakan adalah protokol routing Epidemic dan protokol routing Maxprop. Kedua protokol routing ini memiliki kesamaan karakteristik yaitu protokol routing

yang menyalin pesan ke semua node yang ditemuinya (multy-copy) agar delivery probability dan latency menjadi lebih optimal.

Penerapan Delay Tolerant Network (DTN) sebelumnya telah dilakukan oleh Giwang Sugiyanto (Sugiyanto, 2015). Penelitian tersebut membandingkan kinerja protokol routing Prophet dan Maxprop dengan menyimulasikan kedua protokol routing menggunakan The ONE Simulator. Skenario pada penelitian tersebut hanya jumlah pesan yang dikirim baik request

dan respon. Penelitian tersebut memanfaatkan angkutan umum sebagai node bergerak dan sekolah-sekolah di Magetan sebagai node statis. Penelitian berikutnya membahas Delay Tolerant Network adalah Siska Permatasari (Permatasari, 2017). Ia meneliti perbandingan kinerja protokol

routing Spray and Wait, Epidemic dan Prophet

dengan menggunakan aplikasi The ONE Simulator. Penelitian tersebut menggunakan peta Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air dengan memanfaatkan kapal sebagai node

bergerak. Pengujian yang dilakukan hanya membandingkan kinerja protokol routing

dengan ukuran pesan yang berbeda.

Dalam menyampaikan pesan, protokol

routing adalah kunci keberhasilan arsitektur jaringan opportunistic. Protokol routing Maxprop yang mengatur pesan dalam buffer

yang menjadi prioritas utama dalam pengiriman dengan perhitungan sebagai probabilitas pertemuan node tersebut (J. Burgess, 2006). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vrunda garmit dan Hardik patel, protokol

Maxprop dan Prophet memiliki kinerja yang tidak jauh berbeda. Penelitian ini proses simulasinya menggunakan The ONE Simulator dalam menghasilkan kinerja protokol routing

DTN. Skenario simulasi yang digunakan hanya

Simulation Time, Interface Bluetooth dan

Mobility Random Waypoint. Simulasi pada penelitian tersebut hanya menjelaskan tipe

pergerakan node yang bergerak secara bebas tanpa menggunakan peta simulasi (Gamit dan Patel, 2014).

Protokol Epidemic merupakan routing yang memiliki konsep flooding (replikasi) pada jaringan mobile yang terkadang terhubung dan terkadang juga tidak. Setiap node menyimpan daftar semua pesan yang dibawa. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amin Vahdat dan David Becker, yang berjudul epidemic routing for partially-connected ad hoc network”.

Dalam penelitiannya, ia mengusulkan algoritma

routing Epidemic yang berbasis replikasi. Pesan yang dikirimkan ke seluruh node dalam jaringan secara random seperti wabah Epidemic. Hal ini dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan pengiriman pesan sampai ke tujuan (Vahdat et al., 2000).

Pada Delay Tolerant Network (DTN) dalam mengirimkan pesan, node yang bergerak harus saling bertemu dengan salah satu node atau dengan node yang lainnya. Pergerakan node

yang terjadi tentunya akan menghasilkan pola pergerakan pada node. Beberapa contoh pola pergerakan seperti pola yang bergerak secara terjadwal dan pola pergerakan yang bergerak secara random atau random. Pola pergerakan yang terpola, node bergerak mengikuti jalur dengan kecepatan dan wait-time yang telah ditentukan sehingga node dapat sampai ke tujuan dengan waktu tertentu (Husni, 2011). Sedangkan pola pergerakan random, node bergerak secara

random untuk bertemu dengan node yang lainnya. Pola pergerakan random atau random

digunakan pada situasi daerah yang terkena bencana alam di mana node bergerak secara

random untuk bertemu dengan node yang lain (Campilo, et al., 2013). Pola pergerakan tersebut dapat diimplementasikan pada karakteristik dari situasi masing-masing daerah.

Pada Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Giwang dan Siska hanya fokus membandingkan protokol routing pada satu

kasus saja. Pada penelitian “Perbandingan

Performansi Protokol Routing Epidemic dan

Maxprop Berdasarkan Mobilitas Node pada

Delay Tolerant Network (DTN)” ini peneliti

(3)

dengan menggunakan The ONE Simulator. Simulasi tersebut dilakukan agar mendapatkan hasil dari pengujian kinerja protokol routing Epidemic dan protokol routing Maxprop

terhadap beberapa skenario daerah pengujian. Hasil yang didapatkan pada routing Epidemic

akan dibandingkan dengan hasil routing Maxprop sehingga dapat disimpulkan kinerja yang lebih optimal dari kedua protokol routing

tersebut.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Delay Tolerant Network (DTN)

Delay Tolerant Network (DTN) merupakan arsitektur jaringan untuk menyediakan solusi bagi jaringan yang sering terputus – putus. Hal tersebut dikarenakan mobilitas node yang senantiasa bergerak sehingga mengakibatkan

delay yang lama atau banyaknya waktu tunggu yang diperlukan oleh paket data untuk menerima sejumlah informasi dari sumber ke tujuan dengan melalui banyak node (Fall, 2003).

Delay Tolerant Network (DTN) memiliki protokol utama yaitu lapisan bundle. Lapisan

bundle digunakan sebagai penyimpanan dan juga untuk meneruskan sebagian atau seluruh pesan yang ada pada bundle di setiap node. (Peltola, 2008). Gambar 1 akan menunjukkan perbedaan letak antara lapisan Internet dengan lapisan Delay Tolerant Network (DTN).

Gambar 1. Lapisan Internet dan Lapisan DTN

Delay Tolerant Network menggunakan metode Store, Carry and Forward dalam melakukan pengiriman pesan ke node tujuannya (Warthman, 2003). Metode Store and Forward

yaitu paket data yang melewati node-node

perantara akan disimpan di node terlebih dahulu sebelum diteruskan (store) ke node lain. Hal dilakukan jika node berikut tidak dapat dijangkau (mati) atau ada kendala yang lain. Kemudian node akan membawa paket sesuai dengan pergerakannya, pada saat node bertemu dengan node lain maka pesan akan diteruskan Ilustrasi konsep storeand forward terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Metode Store and Forward

2.2. Routing Epidemic

Protokol routing Epidemic diterbitkan oleh Vahdat, et al., (2000), yang di rancang sebagai algoritma flooding-based forwading. Tujuan utama routing Epidemic adalah untuk memaksimalkan tingkat pengiriman pesan dan meminimalkan pesan latency (Namita dkk, 2014). Cara kerja routing Epidemic adalah sebagai berikut, setiap kali node pengirim bertemu dengan node lainya maka pertama kali yang dilakukan adalah bertukar summaryvector, untuk mengidentifikasi pesan apakah node yang baru ditemui sudah mempunyai pesan yang dibawa node pengirim atau tidak, jika tidak maka node pengirim akan meneruskan salinan pesan yang dibawa. Pesan akan terus disalin dari satu node ke node lain sampai TTL berakhir. Pesan akan disimpan dalam buffernode. Dengan demikian, pesan tersebut menyebar ke seluruh jaringan hingga sampai ke node tujuan.

2.3. Routing Maxprop

Menurut penelitian Burgess J., Protokol

MaxProp menggunakan beberapa mekanisme meningkatkan tingkat pengiriman dan mengurangi latency dalam pengiriman paket data. Maxprop adalah algoritma yang berbasis pada penjadwalan dan prioritas antara paket yang akan ditransmisikan lebih dulu ke node

tetangganya atau di-drop (dibuang) seperti pada Gambar 3 (Burgess, et al., 2006).

Gambar 3. Strategi Routing Maxprop

Inti dari protokol MaxProp adalah daftar peringkat paket disimpan peer berdasarkan cost yang ditugaskan untuk setiap tujuan. Cost adalah perkiraan kemungkinan pengiriman (delivery likelihood). Protokol routing Maxprop

memprioritaskan paket-paket baru yang telah diterima dan mencegah agar paket tidak diterima dua kali. Protokol routing Maxprop

mengirimkan Acknowledgement ke setiap node

untuk memberitahu setiap node agar node

(4)

Acknowledgement dikirimkan agar seluruh salinan paket yang ada di setiap node dihapus setelah paket sampai di tujuan. Maxprop juga memprioritas pengiriman paket dengan menghitung jumlah hop dan delivery likelihood

berdasarkan pertemuan yang terjadi sebelumnya

2.4. Random Waypoint

Model pergerakan Random Waypoint

merupakan pergerakan node yang bergerak secara random atau sesuai dengan area yang telah ditentukan. Pada saat sampai tujuan, node

akan berhenti selama waktu yang ditentukan (pause time) untuk jangka waktu tertentu, ketika waktu jeda berakhir node akan berjalan kembali. Model pergerakan Random Waypoint adalah model pergerakan yang tidak memiliki jalur.

2.5 Shortest Path Map Based Movement

Shortest Path Map Based Movement

(SPMBM) adalah pergerakan node dengan menghitung jalur terpendek menggunakan jalur peta yang telah dibuat dan sudah memiliki probabilitas yang sama untuk menuju tujuan berikutnya (Permatasari, 2017). Pada saat node

sampai di tujuan, node akan berhenti sejenak untuk menentukan tujuan berikutnya. SPMBM merupakan model yang lebih realistis, di mana

node memilih titik random pada peta dan kemudian mengikuti rute terpendek ke titik tersebut dari lokasi mereka saat itu. Titik tersebut dapat dipilih secara random atau daftar dari Point of Interest (POI). POI ini dapat dipilih untuk mencocokkan tujuan real-world yang popular seperti tempat-tempat wisata, pertokoan atau restoran. Biasanya semua tempat di map tersebut memiliki probabilitas atau Point Of Interest (POI) yang sama untuk dipilih sebagai tujuan berikutnya. Dalam model ini node

bergerak berikut yang telah ditentukan rute dan jalur terpendek (Keranen, 2009).

3. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian metodologi akan menjelaskan tentang alur dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, dengan beberapa tahapan yang terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

3.1. Studi Literatur

Studi literatur menjelaskan teori-teori yang terkait dalam penelitian ini, teori tersebut dapat diperoleh dari makalah ilmiah, jurnal, buku dan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan penulisan yang akan dilakukan oleh peneliti. Studi literatur yang akan dijelaskan pada penelitian ini meliputi protokol routing Delay Tolerant Network (DTN)

Epidemic, Maxprop dan The ONE Simulator.

3.2. Perancangan Simulasi

Pada bagian ini menjelaskan Gambaran umum bagaimana perancangan simulasi yang dilakukan pada penelitian ini. Peta yang digunakan adalah peta jalur pulau Sempu dengan skenario pergerakan node mengikuti jalur pada peta. Node yang bergerak adalah pergerakan manusia yang bergerak secara random yang berjumlah 25, 50, 75 dengan kecepatan node

sebesar 0,8 m/s – 1,5 m/s sesuai dengan kecepatan pergerakan manusia saat berjalan. Ukuran pesan yang dikirim setiap node berbeda-beda yaitu, 1 MB, 2 MB dan 5 MB. Mobilitas

node yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Random Waypoint, Shortest Path Map Based Movement.

3.3. Pengujian

(5)

disimpulkan yang pada akhirnya akan menjawab rumusan masalah. Berikut skenario simulasi yang dilakukan:

1.

Skenario

Pertama,

melakukan

simulasi jaringan dengan penambahan

jumlah

node

pada mobilitas

node

Random Waypoint

dan

Shortest Path

Map Based Movement.

2.

Skenario kedua, melakukan simulasi

jaringan dengan penambahan ukuran

pesan pada mobilitas

node

Random

Waypoint

dan

Shortest Path Map

Based Movement

.

Penelitian ini fokus terhadap kinerja dari protokol routing Epidemic dan routing Maxprop. Sehingga dapat ditentukan protokol

routing mana yang memiliki kinerja yang paling baik.

3.4. Pengumpulan dan Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan pada saat pengujian simulasi telah selesai dilakukan. Hasil tersebut dapat dianalisis pada saat data dimasukkan ke dalam Tabel data dan diubah ke dalam bentuk grafik. Data yang diambil dari pengujian ini adalah nilai Delivery Probability,

Overhead Ratio, dan Latency Average pada setiap routing.

3.5. Analisis

Pada bagian ini menjelaskan mengenai perbandingan kinerja dari setiap protokol

routing yang telah disimulasikan sebelumnya dan mendapatkan hasil yang terbaik dari kinerja setiap protokol.

3.6. Kesimpulan

Hasil yang didapatkan dari pengujian simulasi yang telah dilakukan akan diambil kesimpulan terhadap kinerja protokol routing Epidemic dan routingMaxprop.

4. PERANCANGAN SIMULASI

4.1. Parameter Simulasi

Penelitian ini fokus terhadap kinerja dari protokol routing Epidemic dan routing Maxprop. Sehingga dapat ditentukan protokol

routing mana yang memiliki kinerja yang paling baik. Pada Tabel 1menunjukkan parameter yang digunakan dengan nilai yang sama untuk setiap simulasi yang berbeda.

Tabel 1. Parameter Simulasi

Parameter Skenario

Lokasi Penelitian Peta Pulau Sempu Panjang Rute ± 2,2 KM

Protokol Routing Epidemic dan

Maxprop

Jumlah Node 25, 50, 75 Kecepatan Node 0,8 – 1,5 m/s Ukuran buffer 1 GB

Ukuran paket 1 MB, 2 MB, 5 MB Kecepatan

Pengiriman Data

250 kBps

Waktu Simulasi 5400 detik (1,5 jam) Cakupan Area

Node

10 m

Model Mobilitas Random Waypoint, Shortest Path Map Based Movement

4.2. Skenario Simulasi

Pengujian pada penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa parameter umum sesuai dengan parameter tetap pada Tabel 1. Pada Tabel 2 menunjukkan skenario simulasi yang telah dibuat.

Tabel 2. Skenario Simulasi

No. Skenario Penjelasan

1 Skenario 1 Simulasi dengan parameter uji penambahan jumlah node

pada mobilitas node Random Waypoint dan

Shortest Path Map Based Movement.

2 Skenario 2 Simulasi dengan parameter uji ukuran pesan pada mobilitas

node Random Waypoint

dan Shortest Path Map Based Movement.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Delivery Probability

Delivery Probability merupakan tingkat kemungkinan yang menunjukkan berapa banyak jumlah pesan yang berhasil terkirim sampai ke

(6)

5.1.1. Delivery ProbabilityBerdasarkan Mobilitas Shortest Path Map Based Movement

Gambar 5. Grafik DeliveryProbability Skenario Satu

Pada Gambar 5 menyajikan grafik

Delivery Probability dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Setiap protokol

routing baik Epidemic maupun Maxprop

mengalami peningkatan kinerja seiring bertambahnya jumlah node. Kerapatan node

memengaruhi kedua protokol dalam memberikan salinan pesan ke node perantaranya sehingga semakin banyak salinan dalam jaringan menyebabkan nilai Delivery Probability

meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada saat node berjumlah 75 node. Nilai

Delivery Probability tertinggi yang dihasilkan oleh routingMaxprop saat jumlah node 75 yaitu 88%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas

tertinggi yang dihasilkan oleh routingEpidemic

saat 75 node yaitu 80%.

Gambar 6. Grafik DeliveryProbability Skenario Dua

Pada Gambar 6 menyajikan grafik

Delivery Probability dari hasil pengujian skenario dua berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Setiap protokol

routing baik Epidemic maupun Maxprop

mengalami penurunan kinerja seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang

dikirimkan. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada saat mengirimkan pesan berukuran 5 MB. Hal tersebut disebabkan karena ukuran pesan yang dikirimkan terlalu besar sehingga saat pesan dikirimkan hanya beberapa pesan saja yang terkirim. Nilai Delivery Probability

tertinggi yang dihasilkan oleh routingMaxprop

saat ukuran pesan 1 MB yaitu 89%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat ukuran pesan 1 MB yaitu 88%.

5.1.2. DeliveryProbability Berdasarkan Mobilitas RandomWaypoint

Pada Gambar 7 menyajikan grafik

Delivery Probability dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik

Epidemic maupun Maxprop mengalami peningkatan kinerja seiring bertambahnya jumlah node. Semakin banyak jumlah node yang dibutuhkan maka Delivery Probability semakin meningkat pula hal tersebut dikarenakan dengan banyaknya jumlah node maka pesan yang sampai pada tujuan akan semakin banyak. Hal ini terjadi karena kerapatan node mempengaruhi kedua protokol dalam memberikan salinan pesan ke node perantaranya. Nilai DeliveryProbability

pada protokol Epidemic lebih unggul dibandingkan dengan routingMaxprop pada saat jumlah node 25 dan 50. Hal tersebut terjadi karena Epidemic akan memberikan salinan pesan kepada node perantaranya asalkan node

perantaranya belum memiliki salinan pesan yang dibawa node pengirim. Sedangkan Maxprop

memiliki strategi pengiriman dengan mempertimbangkan Deliverylikelihood.

(7)

Gambar 8. Grafik DeliveryProbability Skenario Dua

Pada Gambar 8 menyajikan grafik Delivery Probability dari hasil pengujian skenario dua berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik Epidemic maupun

Maxprop mengalami penurunan kinerja seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada saat mengirimkan pesan berukuran 5 MB. Hal tersebut disebabkan karena ukuran pesan yang dikirimkan terlalu besar sehingga saat pesan dikirimkan hanya beberapa pesan saja yang terkirim. Nilai Delivery Probability

tertinggi yang dihasilkan oleh routingMaxprop

saat ukuran pesan 1 MB yaitu 41%. Sedangkan nilai Delivery Probabilitas tertinggi yang dihasilkan oleh routing Epidemic saat ukuran pesan 1 MB yaitu 35%.

5.2. Overhead Ratio

Overhead Ratio merupakan banyaknya

redundant paket yang disampaikan untuk mengirim satu paket (Mehto, et al., 2014).

Overhead Ratio adalah jumlah seluruh pesan yang merupakan salinan dari pesan yang asli dibandingkan dengan jumlah pesan asli yang dibuat.

5.2.1. OverheadRatio BerdasarkanMobilitas

Shortest Path Map Based Movement

Gambar 9. Grafik OverheadRatio Skenario Satu

Pada Gambar 9 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Setiap protokol routing baik

Epidemic maupun Maxprop mengalami penurunan kinerja seiring bertambahnya jumlah

node. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada saat node berjumlah 75 node. Nilai

Overhead Ratio tertinggi yang dihasilkan oleh

routing Epidemic saat jumlah node 75 yaitu 53,3605. Sedangkan nilai Overhead Ratio

tertinggi yang dihasilkan oleh routingMaxprop

saat 75 node yaitu 40,0870. Hal ini terjadi karena skema routing Epidemic, node menyebarkan salinan pesan dengan cepat ke dalam jaringan yang menyebabkan terjadinya kebanjiran data (copy pesan). Banyaknya salinan pesan pada jaringan tidak dapat memastikan banyaknya pesan yang sampai tujuan dalam satu waktu tertentu.

Gambar 10. Grafik OverheadRatio Skenario Dua

Pada Gambar 10 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario dua berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Setiap protokol routing baik

routingEpidemic maupun routingMaxprop nilai

Overhead Ratio semakin menurun dikarenakan semakin banyak pesan yang dapat dibawa untuk disampaikan ke destination dan semakin kecil juga sebuah pesan di copy. Nilai Overhead Ratio

pada protokol routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routing Maxrprop. Hal ini disebabkan karena protokol routing Epidemic

yang menduplikasi pesan ke setiap node yang belum memiliki salinan pesan dan node berada di sekitar node yang akan di replikasi. Sehingga jumlah pesan yang disampaikan ke setiap node

(8)

5.2.2.

OverheadRatio BerdasarkanMobilitas

Random Waypoint

Gambar 11. Grafik OverheadRatio Skenario Satu

Pada Gambar 11 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik Epidemic maupun

Maxprop mengalami peningkatan nilai

Overhead Ratio. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada saat node berjumlah 75

node. Hal tersebut terjadi karena penambahan jumlah node mengakibatkan banyaknya jumlah pesan yang relay hal tersebut berdampak pada besarnya resource yang dibutuhkan semakin besar, semakin meningkat nilai Overhead Ratio

maka protokol routing tersebut kurang optimal dalam replikasi data.

Gambar 12. Grafik OverheadRatio Skenario Dua

Pada Gambar 12 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian skenario dua berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik routing Epidemic

maupun routingMaxprop nilai Overhead Ratio

semakin menurun dikarenakan semakin banyak pesan yang dapat dibawa untuk disampaikan ke

destination dan semakin kecil juga sebuah pesan di copy. Nilai Overhead Ratio pada protokol

routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routing Maxrprop. Hal ini disebabkan karena protokol routing Epidemic yang menduplikasi pesan ke setiap node yang belum

memiliki salinan pesan dan node berada di sekitar node yang akan di replikasi. Sehingga jumlah pesan yang disampaikan ke setiap node

sangat banyak. Jumlah pesan yang disampaikan ke node dan jumlah pesan yang sampai ke tujuan sangat besar, menyebabkan nilai Overhead Ratio routing Epidemic lebih tinggi dibandingkan dengan routingMaxprop

.

5.3. Latency Average

Latency Average adalah waktu yang dibutuhkan oleh pesan untuk disampaikan dari sumber sampai ke tujuan. (Mehto, et al, 2014).

5.3.1. Latency Average Berdasarkan Mobilitas

Shortest Path Map Based Movement

Gambar 13. Grafik Latency Average Skenario Satu

Pada Gambar 13 menyajikan grafik Latency Average dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Protokol routingMaxprop memiliki nilai Latency Average lebih rendah dibandingkan dengan routing Epidemic. Nilai

Latency Average terendah yang dihasilkan oleh

routing Maxprop saat node berjumlah 75 yaitu sebesar 608,0627s sedangkan nilai terendah yang dihasilkan routing Epidemic saat node

(9)

Gambar 14. Grafik LatencyAverage Skenario Dua

Pada Gambar 14 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian dua berdasarkan mobilitas Shortest Path Map Based Movement. Setiap protokol routing baik routing Epidemic maupun routingMaxprop mengalami kenaikan nilai Latency Average seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Hal ini disebabkan karena jumlah ukuran pesan yang dikirimkan semakin besar sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan pesan ke node lainnya. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai Latency Average adalah lamanya pesan tersimpan di buffer sebuah node, pada saat node

akan mentransmisikan pesan ke node tujuan hanya beberapa pesan saja yang terkirim dan sisanya menunggu untuk dikirim pada kesempatan berikutnya atau oleh node lain yang mempunyai replika data tersebut.

5.3.2. Latency Average Berdasarkan Mobilitas Random Waypoint

Gambar 15. Grafik LatencyAverage Skenario Satu

Pada gambar 15 menyajikan grafik Latency Average dari hasil pengujian skenario satu berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa bertambahnya jumlah node nilai Latency Average semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena bertambahnya jumlah node yang digunakan maka pesan akan cepat sampai ke tujuan dan akan mengurangi

nilai Latency Average. Semakin kecil nilai

LatencyAverage maka pesan akan cepat sampai ke tujuan dan protokol routing semakin optimal. Protokol routing Epidemic memiliki nilai

Latency Average lebih rendah dibandingkan dengan routing Maxprop. Dalam kasus Latency Average dengan pergerakan Random Waypoint

protokol Epidemic lebih unggul dibandingkan dengan routingMaxprop karena pola pergerakan

Random Waypoint mengasumsikan bahwa semua node memiliki probabilitas yang sama dalam pengiriman pesan.

Gambar 16. Grafik LatencyAverage Skenario Dua

Pada gambar 16 menyajikan grafik

Overhead Ratio dari hasil pengujian dua berdasarkan mobilitas Random Waypoint. Setiap protokol routing baik routingEpidemic maupun

routing Maxprop mengalami kenaikan nilai

Latency Average seiring bertambahnya jumlah ukuran pesan yang dikirimkan. Namun pada saat ukuran pesan bertambah menjadi 5 MB, nilai

Latency Average menurun. Hal ini disebabkan karena jumlah ukuran pesan yang dikirimkan semakin besar sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan pesan ke

node lainnya. Menurunnya nilai Latency Average disebabkan karena perbandingan jumlah pesan yang di-relay dengan jumlah pesan yang disampaikan ke tujuan semakin menurun. Hal lain yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai Latency Average adalah lamanya pesan tersimpan di buffer sebuah node, pada saat node

akan mentransmisikan pesan ke node tujuan hanya beberapa pesan saja yang terkirim dan sisanya menunggu untuk dikirim pada kesempatan berikutnya atau oleh node lain yang mempunyai replika data tersebut.

6. KESIMPULAN

(10)

dalam simulasi jaringan Delay Tolerant Network yaitu:

a. Nilai Delivery Probability pada skenario 1 hingga skenario 2 dengan mobilitas

Shortest Path Map Based Movement,

routing Maxprop menghasilkan nilai

delivery yang lebih tinggi dibandingkan dengan routingEpidemic. Nilai Delivery Probability terbaik yang dihasilkan

routing Maxprop yaitu 89% sementara

routing Epidemic menghasilkan nilai sebesar 88%. Pada mobilitas Random Waypoint, routing Maxprop memiliki nilai Delivery lebih tinggi dibandingkan

routing Epidemic. Nilai Delivery Probability terbaik yang dihasilkan

routingMaxprop yaitu 41% berbanding 35% pada routing Epidemic.

b. Nilai Overhead Ratio pada skenario 1 hingga skenario 2 dengan mobilitas

Shortest Path Map Based Movement,

routing Maxprop menghasilkan nilai

Overhead Ratio yang lebih rendah dibandingkan dengan routingEpidemic. Nilai Overhead Ratio terbaik yang dihasilkan routingMaxprop yaitu 6,1379 sementara routing Epidemic

menghasilkan nilai sebesar 7,9173. Pada mobilitas Random Waypoint, routing Maxprop memiliki nilai Overhead Ratio

lebih tinggi dibandingkan routing Epidemic. Nilai Overhead Ratio terbaik yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 4,0769 berbanding 3,7143 pada routing Epidemic.

c.

Nilai Latency Average pada skenario 1 hingga skenario 2 dengan mobilitas

Shortest Path Map Based Movement,

routing Maxprop menghasilkan nilai

Latency Average yang lebih rendah dibandingkan dengan routingEpidemic. Nilai Latency Average terbaik yang dihasilkan routing Maxprop yaitu 513,1642s sementara routing Epidemic

menghasilkan nilai sebesar 574,1728s. Pada mobilitas Random Waypoint,

routingMaxprop memiliki nilai Latency Average yang sama dengan routing Epidemic. Nilai Latency Average terbaik yang dihasilkan routing Maxprop dan

routing Epidemic yaitu 1389,3500. Burgess, J., Gallagher, B., Jensen, D., Levine,B.

N. 2006. MaxProp: Routing for Vehicle BasedDisruption Tolerant Networks. In Proceedings of IEEE Infocom on April. Fall, Kevin. 2003. A Delay Tolerant Network

Architecture For Challenged Internets,

SIGCOMM ’03, New York, NY, USA:

ACM 2003, p. 27-34.

Gamit, Vrunda, and Hardik Patel. 2014.

Evaluation of DTN Routing Protokols. Internatiional Journal of Engineering Science & Reesearch Technology.

Muhammad Niswar, M. A. 2012. Evaluasi Kinerja Protokol Routing Pada Delay Tolerant Network.

Mehto, A., dan M. Chawala. 2014. Modified Different Neighbor History Spray and Wait using PROPHET in Delay Tolerant Network. International Jurnal of Computer Applications. 86 (18) : 30 – 35.

Namita, Mehta dan Mehul Shah. 2014. Performance of Efficient Routing Protokol in Delay Tolerant Network: A Comparative Survey. Student Department od Communication Engg. G. H. Patel Collage of Engineering & Technology Gujrat, india.

Permatasari, S., Eko Sakti P, dan R. Primananda. 2017. Analisis Kinerja Protokol Routing

Prophet, Epidemic, Dan Spray and Wait Menggunakan Opportunistic Network Environment Simulator. Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur.

Putri, S., Leanna Vidya Y., dan D. Perdana. 2016. Analisis Performansi Protokol

Routing DTN Maxprop dan Spray and Wait Pada Vehicular Ad Hoc Network (VANET).

Sugianto, G., A. Suharsomo dan A. Basuki. 2015. Analisis Protokol Maxprop Dan Prophet Pada Simulasi Jaringan DTN (Delay Tolerant Network). Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur.

Vahdat, A., & Becker, D. 2000. Epidemic Routing for Partially-Connected Ad Hoc Network.

Gambar

Gambar 2. Metode Store and Forward
Tabel 1. Parameter Simulasi
Gambar 5. Grafik Delivery Probability Skenario
Gambar 8. Grafik Delivery Probability Skenario Dua
+3

Referensi

Dokumen terkait

Prevalence of underweight and severe underweight among Indonesian children aged <5 years, 2007- 2018 (RISKESDAS). Underweight

Aplikasi biometrics telapak tangan ini mampu melakukan verifikasi dan identifikasi data biometrics menggunakan histogram dalam menentukan siapa yang berhak mengakses

1) VoIP layak dilewatkan dan berhasil dilewatkan pada MANET. Dapat dilihat dari rata- rata nilai delay, jitter, dan packet loss yang berada pada rentang nilai yang

ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi seseorang akibat tekanan pada

MUHAMMADIYAH AL-KAUTSAR. Progam Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Juni, 2017. Penelitian ini

1) Hasil belajar siswa pada siklus II ini mengalami peningkatan. 2) Pada siklus II ini, guru telah berhasil menerapkan model pembelajaran Direct Instruction untuk materi menulis

Tradisi ziarah kubur tidak hanya dilakukan oleh anak kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia sebagai tanda bakti atau ciri anak sholeh, atau orang tua kepada

Bertolak dari pencanangan program Co-operative Academic Education oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada konferensi internasional “The First Indonesian National