• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURIKULUM DAN PENGAJARAN DI SD DAN PAUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KURIKULUM DAN PENGAJARAN DI SD DAN PAUD"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KURIKULUM DAN PENGAJARAN DI SD DAN PAUD

Roberto W. Marpaung1

Universitas Pendidikan Indonesia

robertomarpaung@student.upi.edu

Abstrak

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan permasalahan dan isu yang muncul tentang kurikulum pendidikan dasar yaitu di Sekolah Dasar dan Pendidikan Anak Usia Dini. Selain menggali permasalahan dan isu yang mucul, artikel ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran solutif untuk permasalahan ataupun isu-isu yang timbul di dunia pendidikan Indonesia. Metode penulisan yang digunakan adalah studi pustaka yaitu dengan menggali teori dan informasi yang berhubungan dengan kurikulum dan pengajaran pada pendidikan dasar yaitu pada penyelenggaraan Sekolah Dasar dan Pendidikan Anak Usia Dini. Setelah melakukan studi pustaka, ditemukan bahwa Kurikulum Sekolah Dasar dan Pendidikan Anak Usia Dini masih perlu untuk diperbaiki dengan mempertimbangkan empat landasan kurikulum yang berlaku yaitu Kurikulum 2013. Pelaksanaan instruksional pada pendidikan dasar juga masih perlu mendapatkan evaluasi dan perbaikan dengan menyesuaikan dengan keadaan peserta didik di setiap daerah bukan sentralistik.

Kata Kuci: kurikulum, pengajaran, Sekolah Dasar, Pendidikan Anak Usia Dini.

Pendahuluan

Kemajuan suatu bangsa bergantung pada kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu pilar penting di Indonesia. Kualitas pendidikan yang buruk berimplikasi kepada kemajuan yang lambat. Potret pendidikan Indonesia hingga saat ini masih menggambarkan daya saing yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia ataupun di Asia. Pendidikan itu awalnya diterima secara informal dan non formal [ CITATION Nan111 \ p 57 \l 1033 ]. Sebelum mengenal sekolah atau pendidikan formal, peserta didik dipastikan sudah mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah harus membenahi pendidikan demi kemajuan bangsa baikitu pendidikan formal ataupun pendidikan informal.

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Mulai dari penetapan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional hingga PERMENDIKBUD yang terus diperbaharui. Hal-hal tersebut dilakukan guna meningkatkan daya saing pendidikan nasional di kancah internasional. Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan [ CITATION Nan111 \p 1 \l 1033 ]. Membenahi pendidikan berarti membenahi tenaga pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana dan hal-hal krusial lainnya. Namun, di tengah semua usaha dan upaya pemerintah, terdapat beberapa hal yang terabaikan yaitu monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan itu sendiri.

Monitoring dan evaluasi sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Beberapa masalah telah timbul diakibatkan oleh kurangnya monitoring dan evaluasi. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga pendidik ataupun tenaga kependidikan. Tidak sedikit lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sebagai program kerja semata tanpa mempertimbangkan esensi dari Diklat itu sendiri. Contoh lain dari lemahnya monitoring dan evaluasi adalah pelaksanaan ujian

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan tentang kurikulum paud

(2)

nasional. Sebagian besar ujian nasional dilaksanakan hanya sebagai formalitas. Berbagai cara dilakukan oleh

Pendidikan dan Kurikulum merupakan dua komponen yang tidak terpisahkan dalam suatu sistem pendidikan. Pendidikan maupun kurikulum masing-masing memiliki tujuan, isi, proses dan evaluasi. Pendidikan memiliki komponen yang saling berkaitan yaitu pengajaran dan kurikulum. Pada hakekatnya, pengajaran atau instruksional merupakan bagian dari kurikulum. Pengajaran merupakan turunan dari salah satu komponen kurikulum yaitu komponen proses. Penulis mengharapkan pembaca mendapatkan manfaat setelah membaca artikel ini. penulis juga mengharapkan tulisan ini sebagai suatu autokritik dan saran kepada pemerintah terutama instansi terkait bidang pendidikan.

Kajian Teori

Sebelum membicarakan pengembangan kurikulum, terlebih dahulu kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan kurikulum. Setiap orang, kelompok masyarakat, atau bahkan ahli pendidikan dapat mempunyai penafsiran yang berbeda tentang pengertian kurikulum [ CITATION Oem132 \p 3 \l 1033 ]. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Secara tradisional, kurikulum dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Di sisi lain, menurut pandangan baru, Romine dalam [ CITATION Oem132 \p 4 \l 1033 ] menjelaskan bahwa “curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not.” Menurut [ CITATION Rob76 \p 6 \ l 1033 ], kata kurikulum berasal dari akar Kata Latin yaitu “race course”. Selengkapnya, dia mengatakan “the word curriculum comes from a Latin root meaning “racecourse,” and traditionally, the school’s curriculum has represented something like that figuratively speaking, of course-to most people. Menurut [ CITATION Mur93 \p 1 \l 1033 ] kurikulum merupakan seperangkat jawaban dari pertanyaan; what to teach?; how to teach?; when to teach?; dan what is the impact of the teaching?. Dalam hal ini, Print setuju bahwa kurikulum memiliki seperangkat komponen yang terdiri dari; tujuan, isi, proses dan evaluasi.

Selanjutnya, [ CITATION Nan112 \p 4 \l 1033 ] mengatakan “menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa.” Selanjutnya Caswell dan Campbell dalam [ CITATION Nan112 \ p 4 \l 1033 ] menambahkan bahwa kurikulum …to be composed of all experiences children have under the guidance of teachers.” Pendapat tersebut lebih ditegaskan lagi oleh Doll dalam [ CITATION Nan112 \p 4 \l 1033 ] …the commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices direction of the school… Defenisi Doll di atas tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas, pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dcapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran, [ CITATION Nan112 \p 4-5 \l 1033 ].

(3)

ke lingkungan masyarakat. Pendidikan merupakan proses untuk memanusiakan manusia. Dengan kata lain, manusia yang siap terjun ke masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia–manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Kurikulum adalah suatu proses yang kompleks lebih lanjut ia mengatakan kurikulum “curriculum is a product of its time … curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history” [ CITATION Pet136 \p 39-41 \l 1033 ]. Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu program, bidang studi dan mata pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, sehingga kurikulum dapat dikatakan sebagai syarat mutlak dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kurikulum sebagai suatu sistem keseluruhan memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain yakni: tujuan, materi, metode, organisasi dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam upaya mengembangkan sistem pembelajaran. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberi pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu, Kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.

(4)

Ada enam fungsi kurikulum menurut Alexander Inglis dalam [ CITATION Oem132 \p 13 \l 1033 ] yaitu; fungsi penyesuaian (the adjustive of adaptive function), fungsi pengintegrasian (the integrating function), fungsi diferensiasi (the differentiating function), fungsi persiapan (the propaedeuitic function), fungsi pemilihan (the selective function) dan fungsi diagnostic (the diagnostic function). Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa dalam literatur lain, Alexander Inglis mengemukakan 6 fungsi kurikulum yaitu fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. Dengan demikian, kurikulum selayaknya harus bisa berperan dalam menciptakan penyesuaian, persatuan/integrasi, differensiasi, memberikan persiapan, pemilihan dan diagnosa. Kurikulum harus mampu menjadi suatu pedoman dan acuan dalam pelaksanaan pendidikan yang bertujuan untuk menggapai semua kebutuhan dan cita-cita masyarakat.

Suatu kurikulum yang baik harus dirancang di atas landasan-landasan yang kokoh. Menurut (Zais, 1976, p. 16) ada empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning theory. Zais menjelaskan keempat landasan kurikulum yang terdiri dari; landasan filafat, landasan sosial budaya, landasan individu, dan landasan teori. Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar. Dengan demikian, dalam mengembangkan kurikulum diperlukan azas-azas yang kuat agar tujuan kurikulum tercapai sesuai dengan kebutuhan. Hidayat mengutarakan azas-azas tersebut yang terdiri dari azas religious, azas filsofis, azas psikologis, azas sosiologis, azas organisatoris dan azas ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mengembangkan kurikulum diperlukan landasan atau azas yang kuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat [ CITATION Sho151 \p 33 \l 1033 ].

(5)

Dalam Overcoming Resistance to Change Model, keberhasilan dan kegagalan suatu perubahan dalam suatu organisasi ditentukan oleh kemampuan pemimpin untuk mendorong staffnya menghadapi suatu perubahan. Untuk menghadapi suatu perubahan maka seorang pemimpin harus bisa membuat staffnya atau anggotanya tahan terhadap perubahan atau tantangan. Salah satu strategi untuk menjadi kebal dengan perubahan adalah dengan memberikan kesempatan kepada para administrator dan guru kekuatan yang sama. Jadi, dalam model implementasi ORC guru dan administrator mempunyai peluang dan kesempatan yang sama dalam menghadapi perubahan ataupun tantangan. Ketua pengembang kurikulum yang menggunakan model implementasi ORC mengidentifikasi dan peka terhadap staffnya. Pemimpin harus mengerti bahwa individu harus dirubah sebelum merubah sebuah organisasi dimana individu itu berada. Berdasarkan penelitian dalam inovasi kurikulum, Gene Hall dan Susan Loucks dalam [ CITATION All092 \p 260 \l 1033 ] membagi implementasi ORC menjadi empat tahap yaitu. Tahap pertama, yaitu tahap keperihatinan atau kecemasan terkait atau unrelated concerns. Pada tahap ini, guru belum melihat hubungan antara diri mereka dengan perubahan yang datang dan oleh sebab itu, mereka tidak mampu membendung perubahan tersebut. Kemudian, tahap kedua, tahap sadar diri atau personal concerns. Pada tahap ini individu memberikan reaksi terhadap temuan baru yang berhubungan dengan situasi dirinya. Selanjutnya, pada tahap ketiga, tahap sadar akan tugas terkait atau task-related concerns. Kesadaran tersebut berhubungan dengan pemanfaatan temuan baru di dalam kelas secara nyata. Selanjutnya adalah tahap kesadaran akan akibat terkait atau impact-related concerns. Pada tahap ini guru sadar bagaimana inovasi bisa mempengaruhi siswa, teman kerja, dan kelompok atau komunitas. Dalam menggunakan model implementasi ORC, pendidik harus peka terhadap pribadi orang, tugas-tugas terkait, dan kesadaran akan dampak terkait. Jika tidak, orang akan menolak inovasi yang datang atau diperkenalkan.

Organizational-development Model digagas pertama kali pada tahun 1970 an. Richard Schmuck dan Matthew Miles mengatakan bahwa banyak pendekatan terhadap perbaikan pendidikan gagal karna para pemimpin berasumsi bahwa adopsi merupakan proses yang rasional dan terlalu bergantung pada penemuan bidang teknis. Sehingga dengan masalah-masalah yang muncul tersebut, Schmuck and Miles mengusulkan model OD atau organizational-development model. Model OD merupakan upaya jangk panjang untuk memperbaiki pemecahan masalah suatu organisasi dan memperbaharui proses, khususnya melalui diagnosa dan manajemen secara colaboratif. Penekanan Model OD adalah pada budaya kerja dalam organisasi dan kerja sebagai tim.

Concerns-Based Adoption Model or CBA masih berhubungan dengn Model OD. Namun, orang orang yang menggunakan pendekatan CBA meyakini bahwa semua perubahan berawal dari semua individu. Tidak seperti Model Pengembangan Organisasional atau OD, Model pendekatan CBA hanya menguatkan adopsi implementasi kurikulum tidak pada pengembangan dan rancangan kurikulum. Jadi, dapat dikatakan bahwa sebelumnya pendidik dan guru sudah memilih dan menciptakan kurikulum sebelumnya. Langkah-langkah perhatian (guru) berkaitan dengan penerapan inovasi adalah; a) Kesadaran inovasi, b) Kesadaran informasi mengukur, c) Perhatian untuk diri, d) Berhubungan dengan untuk mengajar dan e) Berhubungan dengan untuk para siswa.

(6)

sebagai upaya jangka panjang yang memerlukan keterlibatan dan kerjasama manusianya dan departemennya.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa model implementasi kurikulum yang diakukan oleh Ornstein dan Hunkins fokus pada manajemen yaitu interaksi antar manusia dalam organisasi itu yang diatur oleh sebuah sistem yang membatasi setiap individu dalam bertindak. Selanjutnya Mars dalam [ CITATION Rus09 \p 22 \l 1033 ] berpendapat “terdapat lima elemen yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu: dukungan dari kepala sekolah, dukungan dari rekan sejawat guru, dukungan dari siswa, dukungan dari orang tua, dan dukungan dari dalam diri guru unsur yang utama”. Sedangkan [ CITATION MGF91 \p 67 \l 1033 ] mengemukakan faktor-faktor yang menjadi kunci dalam proses implementasi berdasarkan karakteristik lokal (local characteristies) yaitu; a) School district ( lingkungan sekolah ), berkaitan dengan kondisi sekolah, fasilitas dan sarana pendukung yang memadai, b) Community (masyarakat), dukungan masyarakat sekitar, kerjasama dengan dunia usaha dan industri, c) Principal (kepala sekolah), berkaitan dengan manajemen dan kepemimpina kepala sekolah. d) Teacher (guru), adanya respon, dukungan, partisipasi guru dalam pelaksanaan kurikulum, e) External factors (faktor eksternal), dukungan dari pemerintah (administrator pendidikan), swasta. Dengan adanya dua model tersebut, pengembang kurikulum dan pelaksana pendidikan akan mengalami hambatan, baik itu secara umum ataupun secara khusus. Untuk itu, seperti yang dikatakan Oliva (2013) dalam salah satu aksiomanya bahwa kurikulum itu inevitable. Dengan kata lain, kurikulum harus siap berubah sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat ataupun lingkungan. Kurikulum rekonstruksi sosial merupakan kurikulum yang paling tepat untuk diimplementasikan di Indonesia saat ini. “Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Dalam model kurikulum ini, pendidikan dianggap bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi kerja sama. Kerjasama atau interaksi tidak hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini, siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik” [ CITATION Nan111 \p 91 \l 1033 ]. Brameld [ CITATION Nan111 \p 92 \l 1033 ] menegaskan bahwa “dalam Kurikulum Rekonstruksi Sosial, siswa didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya.” Dengan mempertimbangkan Negara Kesatuan Indonesia yang memiliki banyak masalah-masalah sosial, pendidikan harus mampu membentuk siswa yang bisa bekerja sama dan bergotong royong dalam menyelesaikan masalah-masalah krusial yang timbul di tengah-tengah masyarakat.

(7)

oleh suatu kumpulan masyarakat (Negara) dan menjadi acuan dalam pencapaian pendidikan yang direncanakan. Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur,yang kemudian dinamakan kompetensi. Lebih jauh lagi, [ CITATION Nan111 \p 129 \l 1033 ] berpendapat yang sama bahwa “tujuan belajar lebih dari sekedar untuk mendapatkan kepuasan atau menguasai pengetahuan. Belajar menyiapkan peserta didik untuk menghadapi masa yang akan datang.” Sukmadinata menganggap bahwa yang paling penting adalah peserta didik mampu untuk menghadapi masa yang akan datang dengan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang akan dihadapi. [ CITATION Nan111 \p 129 \l 1033 ] ada dua macam belajar untuk menghadapi masa yang akan datang. Pertama, applikasi belajar dalam tugas-tugas khusus, atau pekerjaan-pekerjaan khusus. Hal ini merupakan transfer belajar dalam berbagai bentuk keterampilan. Kedua, transfer belajar dalam bentuk prinsip-prinsip dan sikap-sikap yaitu tipe belajar yang bukan merupakan belajar keterampilan tapi belajar ide-ide yang bersifat umum, yang dapat digunakan untuk mengenal dan memecahkan berbagai masalah kehidupan. Sukmadinata berpendapat bahwa jenis transfer yang kedua merupakan inti proses pendidikan, merupakan proses perluasan dan pendalaman yang terus menerus dari ide-ide umum.

Mata pelajaran bukanlah menjadi tujuan utama proses pembelajaran dilaksanakan. Namun, mata pelejaran seharusnya menjadi suatu medium untuk meningkatkan keperibadian siswa termasuk dalam hal sikap belajar. [ CITATION Nan111 \p 59 \l 1033 ] mengatakan “tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan generasi muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya tuntutan individual dan sosial dari orang dewasa kepada generasi muda. Tuntutan individual merupakan harapan orang dewasa agar generasi muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya.”

(8)

Muatan pembelajaran dalam struktur kurikulum untuk pendidikan dasar berisi muatan umum. Muatan umum yang dimaksud adalah muatan nasional untuk satuan pendidikan, dan muatan lokal untuk satuan pendidikan sesuai dengan potensi dan keunikan lokal. Muatan pembelajaran ini yang kemudian dijabarkan dalam mata pelajaran. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran dan beban belajar. Beban belajar memuat jumlah jam belajar yang dialokasikan untuk pembelajaran suatu tema, gabungan tema, dan mata pelajaran. Beban belajar juga memuat keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, semester, dan satu tahun pelajaran. Beban belajar meliputi kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri. Menanggapi hal tersebut, [ CITATION Nan09 \p 129 \l 1033 ] mengatakan bahwa hal pokok dalam proses pendidikan dalam kaitannya dengan konten kurikulum mencakup; 1) Struktur bahan menjadi pusat kegiatan belajar dan bagaimana memberikan pengertian kepada siswa tentang struktur yang mendasar terhadap tiap mata pelajaran, 2) Menekankan pada berpikir intuitif, yaitu berpikir teknik intelektual. 3) Kesiapan dalam belajar (readiness), memperhatikan tahapan struktur belajar yang dilakukan dari materi yang paling mudah (simple) kepada materi yang paling sulit (complex).

Pengajaran atau sering disebut dengan instruction terdiri dari beberapa konsep desain. Berikut dipaparkan konsep pengajaran menurut tiga sumber yang berbeda. Menurut [ CITATION Rob92 \p 4 \l 1033 ], instruction is a human undertaking whose purpose is to help people learn. Dia menambahkan bahwa instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated. Instructional design centers on individual learning, has immediate and long-term range phase, is systematic, and uses a systems approach about knowledge and human learning. Dalam hal ini, mereka menakankan instruksion sebagai langkah untuk membantu orang lain belajar. Selanjutnya, menurut [ CITATION Wil97 \p 6 \l 1033 ], the field of instructional design is associated with analyzing human performance problems systematically, identifying the root causes of those problems, considering various solutions to address the root causes, and implementing the solutions in ways designed to minimize the unintended consequences of corrective action. Bidang instructional adalah tentang analisa kemampuan manusia secara sistematis. Kemudian [ CITATION Geo06 \p 3 \l 1033 ], menambahkan “instructional design in generalities is a science, an art, a way to create training. These are all fine concepts, and perhaps good definitions, but instructional design is really a set of rules—or procedures, you could say—for creating training that does what it is supposed to do”. Piskurich mengatakan bahwa desain instruksional adalah secara umum adalah suatu ilmu pengetahuan, yang berhubungan dengan cara-cara melaksanakan pelatihan. Lebih jauh lagi, [ CITATION Rob091 \p 8 \l 1033 ] menjelaskan bahwa “Instructional design is an iterative process of planning performance objectives, selecting instructional strategies, choosing media and selecting or creating materials, and evaluation”. Beberapa sumber yang membahas tentang istilah “instruction” dan “teaching” yaitu [ CITATION Rob92 \p 3 \l 1033 ] dikatakan bahwa teaching adalah bagian dari instruction.

(9)

knowledge and human learning. Branch ingin menjelaskan bahwa pembelajaran itu sendiri bisa diatur dan disusun oleh pembelajar atau peserta didik itu sendiri.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Terdapat beberapa kendala dalam implementasi Kurikulum 2013. Kendala dalam implementasi kurikulum 2013 terletak pada koordinasi, komunikasi dan supervisi antar pihak. Kondisi saat ini masih dirasakan terjadinya tumpang tindh antar kementerian maupun aantara pusat dan daerah serta kurang terintegrasinya penetapan prioritas serta target kinerja pendidikan di pusat dan di daerah. Untuk menyikapi hal ini, [ CITATION Oem132 \p 188 \l 1033 ] mengatakan bahwa perlu dilakukan koordinasi antar kementrian dengan mengacu antara lain pada kebijakan-kebijakan seperti; peningkatan koordinasi antara Kemendikbud dengan lembaga terkait untuk menyinergikan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi kurikulum, peningkatan koordinasi antara KEMENDIKBUD dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, LPMP, serta satuan pendidikan untuk menyinergikan perencanaan, pengendalian dan evaluasi kurikulum.

Dengan demikian perlu ditekankan bahwa kurangnya koordinasi, komunikasi dan supervisi menghambat implementasi Kurikulum 2013. Sebaliknya jika koordinasi, komunikasi dan supervisi berjalan lancar, akan menentukan keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013. Maka masalah koordinasi, komunikasi dan supervisi perlu diperhatikan berbagai pihak agar dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi keberhasilan implementasi Kurikulum 2013. Dalam menaggapi Kurikulum 2013, [ CITATION HEM16 \p 227 \l 1033 ] menyampaikan bahwa Kurikulum 2013 seharusnya bisa dijadikan sebagai tonggak perbaikan berkesinambungan dalam pendidikan; perbaikan-perbaikanselanjutnya dapat dilakukan oleh guru dan kepala sekolah sehingga tidak harus ganti orang ganti kurikulum. Beliau menrekomendasikan bahwa pergantian menteri tidak harus diikuti dengan perubahan kurikulum. Perbaikan atau perubahan seharusnya tidak perlu secara makro malainkan cuku di tingkat satuan pendidikan atau sekolah saja.

Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam rangka otonomi dihadapkan dengan beberapa masalah. Menurut [ CITATION NSS12 \p 201 \l 1033 ], kendala dalam implementasi kurikulum dalam rangka otonomi adalah; (1) tidak adanya keseragaman, oleh karena itu untuk daerah dan situasi yang memerlukan keseragaman dan persatuan dan kesatuan nasional, kurikulum ini sulit diterapkan (2) tidak adanya standard penilaian yang sama, sehingga sukar untuk memperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu sekolah/distrik dengan sekolah/distrik lain, (3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahäh siswa ke sekolah/distrik lain, (4) sukar untuk melakukan pengelotaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua sekolah/distrik memiliki kesiapan untuk menyusun dan rnengembangkan kurikulum sendiri. Kendala tersebut dapat diatasi dengan lebih melibatkan guru. Guru dilibatkan bukan dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/caturwulan atau satuan pelajaran, tetapi juga untuk menyusun kurikulum menyeluruh di sekolahnya. Jika sejak awal guru dilibatkan dalam penyusunan kurikulum, mereka akan memahami benar substansi kutikulum dan cara implementasinya secara tepat.

(10)

mengamati siswa dan menilai aspek-aspek yang dituntuut dalam kurikulum 2013. Kendala selanjutnya adalah d) sosialisasi tentang kurikulum 2013 masih minim. Hal ini digambarkan oleh banyaknya kepala sekolah dan guru-guru yang belum mengetahui sepenuhnya rancangan induk Kurikulum 2013 tersebut, e) susahnya merubah mindset para guru yang masih tradisional yaitu masih memegang kuat sistem bank dimana guru mengarahkan semua kegiatan siswa di ruangan kelas, f) Guru mendapatkan pelatihan yang kurang sehingga belum mampu menerapkan pendekatan saintifik dalam kegiatan belajar mengajar, g) Seperti yang dirilis oleh PISA bahwa dari lima langkah pendekatan saintifik, yakni mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring, yang sering terlewatkan adalah menalar, h) belum semua guru mampu membuat siswa aktif dan menjadikan proses pembelajaran terpusat kepada siswa, h) pelatihan guru yang masih sangat minim, i) kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebelum dievaluasi kesesuaian antara ide, desain, dokumen hingga dampak kurikulum, j) kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga menganggu substansi keilmuan dan menimbulkan kebingungan dan beban administratif berlebihan bagi para guru, dan k) berganti-gantinya regulasi kementerian akibat revisi yang berulang.

Evaluasi merupakan cara untuk mengetahui suatu implemntasi kurikulum berhasi atau tidak. Seperti yang ditekankan oleh [ CITATION Joh85 \p 329 \l 1033 ] bahwa evaluasi kurikulum perlu dilakukan untuk méndapatkan informasi yang digunakan untuk perbaikan-perbaikan di sekolah. Dengan demikian, evaluasi memiliki peran untuk menentukan apakah suatu kurikulum perlu diteruskan atau tidak. Selanjutnya, [ CITATION NSS12 \p 180 \l 1033 ] menyatakan bahwa evaluasi kurikulum minimal berkenaan dengan tiga hal, yakni: (1) moral judgment, (2) penentuan keputusan, (3) konsensus nilai. Untuk memahami evalusi dalam dunia pendidikan kita harus memahami perbedaan antara produk evaluasi dan proses evaluasi. Lebih lanjut lagi [ CITATION Mur93 \l 1033 ] memaparkan bahwa produk evaluasi berfokus pada penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menguasi berbagai kemampuan. Contoh dari produk evaluasi adalah rapor yang dikeluarkan oleh sekolah untuk siswa. Sedangkan proses evaluasi adalah rangkaian kegiatan dalam menilai berbagai aspek diluar siswa. Dengan kata lain Proses Evaluasi adalah kegiatan penilaian semua kegiatan pembelajran dengan melibatkan banyak aspek seperti situasi pembelajaran dalam kelas, intraksi siswa dengan guru, metode pembelajaran, kurikulum sekolah, program untuk siswa berbakat, dan sebagainya.

Menurut [ CITATION Sai09 \p 42-43 \l 1033 ] ada empat tujuan dari evaluasi kurikulum yaitu; menyediakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum sebagai masukan untuk pengambilan keputusan, menentukan tingkat keberhasiln dan kegagalan suatu kurikulum serta factor-faktor yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu, mengembangkan berbagai alternative pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya nperbaikan kurikulum, dan memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaan kurikulum. Kemudian, [ CITATION Nan09 \p 173 \l 1033 ] berpendapat bahwa evaluasi kurikulum adalah proses yang luas dan upaya terus-menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan. Pada tingkat informal, evaluasi berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang dugaan perubahan yang telah dicapai oleh suatu program, sedangkan pada tingkat formal, evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan data dan pencatatan data. Pada tingkat yang lebih formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.

(11)

fasilitas dan sumber lainnya. Berangkat dari pendapat Doll (1976) yang menyebutkan bahwa evaluasi kurikulum harus memiliki syarat-syarat: (1) acknowledge presence of valuesand valuing, memiliki nilai dan penilaian; (2) orientation to goals, punya tujuan dan sasaran yang jelas; (3) comprehensiveness, menyeluruh; (4) continuity, terus menerus; (5) diagnostic worth, berfungsi diagnostic; (6) validity and integration, mempunyai validitas dan integritas. Sedangkan evaluasi kurikulum secara sempit (pembelajaran) adalah pengumpulan data hasil belajar siswa dan proses belajarnya. Lebih jauh lagi, [ CITATION Pet136 \p 295 \l 1033 ] evaluasi pembelajaran meliputi pembahasan materi sebelumnya, dalam hal ini penilaian tentang: (1) Pencapaian belajar peserta didik; (2) Kinerja para guru atau instruktur; (3) efektifitas dari suatu pendekatan atau metode. Sedangkan evaluasi kurikulum mencakup evaluasi pembelajaran itu sendiri, dan model pembelajaran merupakan bagian dari model pengembangan kurikulum secara keseluruhan, tujuan dari evaluasi kurikulum akan lebih luas dibandingkan dengan evaluasi pembelajaran.

Metode

Penulisan artikel ini berbasis pada kajian-kajian yang sudah ada. Penulis mengkaji teori dan hasil penelitian dari berbagai sumber. Dengan demikian, dalam menulis artikel ini, digunakan metode pengakjian pustaka atau yang sering disebut dengan Library Research. Hasil penelusuran teori kemudian dirangkai menjadi suatu tulisan yang sistematis dengan cara mereduksi, menganalisis, mengklarifikasi data yang terkumpul dan kemudian menarik kesimpulan. Dari kesimpulan, penulis kemudian memberikan beberapa saran dan rekomendasi untuk peneliti berikutnya dan kepada semua pihak yang terkait dengan tulisan ini.

Hasil dan Diskusi

Kurikulum dan pengajaran seringkali mendapatkan pengertian dan definisi yang berbeda. Pada hakekatnya, pengajaran merupakan bagian dari kurikulum itu sendiri. Kurikulum memiliki empat komponen dasar yaitu tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Pengajaran merupakan bagian dari komponen kurikulum yaitu komponen proses. Kurikulum

Sekolah Dasar dan Pendidikan Anak Usia Dini belum relevan dengan capaian pendidikan abad

(12)

Di sisi lain, jika dilihat dari segi kuantitas sekolah, pemerintah sudah memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah siswa atau peserta didik. Menurut [ CITATION BPS \l 1033 ], pemerintah telah berupaya menambah dan mengembangkan fasilitas sekolah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pendidikan yang bermutu. Pertumbuhan jumlah sekolah TK, SD, SMP dan SM terus meningkat pada periode tahun ajaran 2015/2016 dibandingkan tahun ajaran sebelumnya. Menurut data dari BPS, pada tahun ajaran 2015/2016, jumlah sekolah yang berada dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk jenjang PAUD sebanyak 85.499 sekolah, SD sebanyak 147.536 sekolah, SMP sebanyak 37.023 sekolah, dan SM sebanyak 25.348 sekolah. Secara umum, dari segi kuantitas, potret pendidikan Indonesia sudah memadai. Hal ini dapat digambarkan oleh tabel di bawah ini (dikutip dari Data Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2016 tentang potret pendidikan di Indonesia).

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Sekolah dan Peserta Didik Menurut Jenjang Pendidikan, Tahun Ajaran 2014/2015-2015/2016.

Jenjang Pendidika

n

Sekolah Peserta Didik 2014/201

5 2015/2016 Pertumbuhan (%) 2014/2015 (000) 2015/2016 (000) Pertumbuhan (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PAUD 79.368 85.499 7,72 4 358,2 4 495,4 3,15

SD 147.513 147.536 0,02 26 132,1 25 885,1 -0,95

SMP 36.518 37.023 1,38 9 930,6 10 040,3 1,10

SM 24.934 25.348 1,66 8 443,8 8 647,4 2,41

Sumber: BPS Indonesia tahun 2016.

Kompetensi guru belum memadai Pada tahun ajaran 2015/2016, persentase seluruh guru yang memiliki ijazah S1 atau lebih sebesar 84,86 persen. Artinya, masih terdapat sebanyak 15,14 persen guru yang belum memiliki ijazah S1. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru juga harus menjadi prioritas perbaikan pendidikan. Dalam data [ CITATION BPS \l 1033 ], ketersediaan guru dan kelas sudah mencukupi kebutuhan. Namun, di sisi lain, dikatakan bahwa kualitas guru masih harus ditingkatkan. Jika dilihat dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016, persentase guru yang sudah memiliki ijasah S1 di tahun 2013 sebanyak 85,06 %, tahun 2014 sebanyak 83,22 % dan di tahun 2015 dan 2016 sebanyak 84,86 %. Artinya, masih terdapat sebanyak 15, 14 % guru yang belum memiliki ijazah S1. Berdasarkan data Kemdikbud pada tahun ajaran 2015/2016, masih terdapat guru yang belum memnuhi kualifikasi akademik (under-qualified) terutama pada jenjang pendidikan dasar [ CITATION BPS \p 17 \l 1033 ].

(13)

Kesimpulan dan Saran

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia. Pendidikan secara signifikan dan terus menerus menjadi wadah untuk membekali masa depan yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Pendidikan juga dianggap sebagai suatu investasi masa depan yang sangat baik bagi suatu negara. Dengan demikian, pendidikan harus disusun untuk bisa mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kualitas pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan yang diinginkan walaupun beberapa target yang ditetapkan oleh KEMDIKBUD sudah tercapai. Kurikulum yang ada belum mampu menjawab tantangan dan permasalahan yang ada. Dengan kata lain, kurikulum belum relevan dengan kebutuhan dan tuntutan yang harus dicapai siswa dalam menghadapi abad ke 21. Kompetensi guru juga belum sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Selain itu, sarana dan prasarana pendidikan harus memadai dan merata hingga ke pelosok negeri. Seorang guru berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup murid atau peserta didik. Pengaruh guru tidak akan pernah diketahui kapan berakhir. Pendidikan belum mampu menjawab banyaknya akhlak dan moral remaja yang semakin merosot.

Pemerintah harus mengerahkan lebih banyak tenaga untuk meingkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan tujuan nasional seperti RPJPN. Selain itu, pengembangan kurikulum juga harus didasarkan pada UU nomor 20 tahun 2003. Kurikulum juga harus relevan dengan tuntutan global yaitu dengan tujuan keempat dari SDGs tentang pendidikan. Seorang guru harus mampu menggandeng tangan, membuka pikiran, menyentuh hati, dan membentuk masa depan peserta didiknya. Pendidikan dan pelatihan yang diadakan harus dievaluasi kembali keefektifan dan efisiensinya. Tujuan harus ditentukan dengan berdasarkan empat landasan kurikulum. Selain itu, tujuan pendidikan juga harus disesuaikan dengan RPJMN tahun 2015-2019, UU Nomor 20 tahun 2003, dan SDGs. Menurut SDGs pada tujuan ke 4 yang berbunyi bahwa pemerintah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Daftar Pustaka

BPS Indonesia tahun 2016. Potret Pendidikan di Indonesia . Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Branch, R. M. (2009). Instructional Design: ADDIE Approach . Georgia : Springer .

Fullan, M. G. (1991). The New Meaning of Education Change . New York : Teacher College Published .

Gagne, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of Instructional Design. Orlando, Florida, USA: Harcourt Brace & Company.

(14)

Hamalik, O. (2013). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hasan, S. H. (2009). Evaluasi Kurikulum . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hidayat, S. (2015). Pengembangan Kurikulum Baru . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya .

Miller, J. P., & Seller, W. (1985). Curriculum Perspectives and Practices . London : Longman Inc. .

Mukhidin. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Rizki Press.

Mulyasa, H. E. (2016). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya .

Oliva, P. F., & Gordon, W. R. (2013). Developing the Curriculum . New Jersey, USA: Pearson Education Inc, .

Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P. (2009). Curriculum Foundations, Principles, and Issues. Boston, MA, USA: Pearson Education, Inc. .

Piskurich, G. M. (2006). Rapid Instructional Design; Learning ID Fast and Right. California: John Wiley & Son, Inc. .

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design . Australia: Allen & Unwin.

Rothwell, W. J., & Kazanas, H. C. (1997). Mastering Instructional Design . CA: Open University Press.

Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum . Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sukamadinata, N. S. (2011). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi . Bandung : Refika Editama.

Sukmadinata, N. S. (2009). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S. (2011). PENGEMBANGAN KURIKULUM: Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Rosdakarya .

(15)

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Sekolah dan Peserta Didik Menurut Jenjang Pendidikan,

Referensi

Dokumen terkait

Model cooperative learning tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk

Pengembangan digital scrapbook berbasis photoshop ini merupakan pemanfaat kemajuan teknologi pada zaman sekarang, dengan eksistensi aplikasi dan internet yang ada di laptop

Regresi linier dilakukan dalam tahapan pengujian data panel berbeda dengan tahapan data berbentuk time – series bahkan cross – section. Fenomena ini terjadi

Jelas dilihat di sini bahawa kepimpinan transformasi merupakan kepimpinan yang paling sesuai diamalkan oleh pengetua dalam menangani perubahan yang berlaku di

Gambar 1, menunjukkan bahwa setiap jenis serangga yang didapat dilahan pertanaman padi sawah mengalami kenaikkan pada setiap pengamatan, hal ini menunjukan bahwa hama yang

Hasil kegiatan menunjukkan guru-guru SD UPTD Pendidikan Kecamatan Gayamsari mendapatkan pengetahuan pemahaman konsep penilaian otentik untuk mencapai kompetensi sikap

Adalah perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat bersedia membayar terhadap keberadaan dan nilai penggunaan alternative per- tanian organik buah naga, sehingga saran yang dapat