Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dari Mata Kuliah Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
Adelina Utina PAI 3
Dosen Pengampuh: Drs. Moh. Idris, S. Ag, M. Ag
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) Manado
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... 1
BAB I PENDAHULUAN... 2
A. Latar Belakang... 2
B. Rumusan Masalah... 3
BAB II PEMBAHASAN... 4
a. Pengertian Otonomi (Desentralisasi) Pendidikan b. Tujuan dan Manfaat Otonomi Pendidikan c. Peningkatan Mutu Pendidikan dalam Otonomi Sekolah BAB III PENUTUP... 16
Kesimpulan... 16
Daftar Pustaka... 17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Era reformasi di Indonesia yang dicetuskan sejak 13 tahun yang lalu terus berjalan
dengan tetap berbenah pada arah perbaikan dan peningkatan mutu dan hasil, tanpa
kecuali dibidang pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan dari sentralistik
menjadi desentralisasi merupakan produk nyata dari pelaksanaan reformasi
pendidikan. Lahirnya Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 sebagai
penyempurna dan pengganti UU No 2 Tahun 1989 memperkuat pelaksanaan
desentralisasi pendidikan, yang semula top down menjadi bottom up, dengan harapan peningkatan mutu pendidikan.
Implikasi desentralisasi pendidikan ini adalah adanya pelimpahan wewenang
dalam penyelenggaraan pendidikan dari pusat ke daerah. Tanggung jawab, tugas, dan
wewenang pemerintah pusat atau provinsi sebagian dilimpahkan ke pemerintah
kabupaten/kota. Daerah yang menginginkan kemajuan, sangat antusias dan serius
dalam merespon kehadiran otonomi pendidikan. Kabupaten-kota tidak menyia-nyiakan
kesempatan dan kepercayaan besar yang fundamental untuk memajukan pendidikan di
daerahnya, sebagai tolak ukur penting dalam penyelenggaraan otonomi
daerah. Melalui otonomi daerah bidang pendidikan yang berhasil dilakukan dengan
baik, daerah dalam jangka panjang memiliki ketersediaan Sumber Daya Manusia
(SDM) bermutu untuk kepentingan kesinanmbungan pembangunan di daerah.
Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi
dilangsungkannya otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU
Nomor:22 tahun 1999 dan UU Nomor:32 tahun 2004, daerah memiliki kewenangan
luas dan mendalam untuk mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah
sampai pendidikan menengah. Semua pihak tanpa kecuali, utamanya pemerintah dan
masyarakat di daerah harus mendukung, melaksanakan, dan pendidikan yang
berotonomi harus disukseskan.
Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk
terselenggaranya pendidikan berkualitas. Otonomi pendidikan juga diyakini dapat
menghadapi tantangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi
pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi
pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat, memupuk
kemandirian, mempercepat pelayanan, dan potensi sumberdaya lokal di daerah dapat
didayagunakan secara optimal untuk suatu kemajuan pendidikan Dalam menghadapi
tantangan dunia pendidikan, otonomi luas pendidikan menjadi jawaban dalam rangka
meminimalisir -atau menghilangkan- tantangan dunia pendidikan yang dihadapi serta
sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Untuk memahami substansi
peran otonomi pendidikan dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan dan
peningkatan mutu pendidikan, maka selanjutnya akan dibahas mengenai konsep
tentang otonomi pendidikan, tantangan dunia pendidikan dan mutu pendidikan sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Otonomi Pendidikan?
2. Apa Tujuan Dan Manfaat Otonomi Pendidikan?
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Otonomi (Desentralisasi) Pendidikan
Otonomi (desentralisasi) pendidikan adalah proses pendelegasian atau pelimpahan
kekuasaan (wewenang) dari pimpinan atau atasan ke tingkat bawahan dalam
organisasi1. Melalui desentralisasi, segala keputusan yang dibuat dalam tubuh
organisasi didelegasikan kepada tingkatan di bawahannya. Otonomi pendidikan berarti
suatu pemberian kewenangan, mandat, kepercayaan yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah; dan atau dari
pemerintah daerah kepada satuan pendidikan, baik dari sisi dana, personalia, sarana
dan prasarana serta manajemen dan kurikulum pendidikan.
B. Perlunya Otonomi Pendidikan
Ada sejumlah faktor yang menjadi pendorong pelaksanaan otonomi pendidikan.
Menurut Musaheri (2005) faktor tersebut antara lain: Pertama, tuntutan orang tua,
kelompok masyarakat, para legislator, bisnis dan perhimpunan buruh, untuk turut serta,
berpartisipasi aktif, mengontrol dan melakukan penilaian kualitas proses dan output
pendidikan.
Kedua, struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dan ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk
1
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya
merespon secara efektif kebutuhan dan tuntutan pendidikan bermutu sesuai
karakteristik dan harapan masyarakat yang beraneka ragam.
Ketiga, terjadinya tuntutan reformasi dalam bidang pendidikan dan kurangnya persaingan antardaerah dalam memajukan pendidikan serta tuntutan masyarakat untuk
mandiri sesuai dengan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan memajukan
bidang pendidikan.
Keempat, adanya ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat atas pendanaan, kurikulum, fasilitas, sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pendidikan; yang
menjadikan kurangnya kreativitas dari daerah, sekolah, dan personalia penyelenggara
pendidikan serta akibatnya kemandirian dalam pengelolan pendidikan sulit
diwujudkan.
C. Tujuan dan Manfaat Otonomi Pendidikan
Otonomi pendidikan dapat meningkatkan efisiensi manajemen dan kepuasan kerja
tenaga pendidikan serta menciptakan suatu sistem pendidikan dengan
kebijakan-kebijakan yang konkret; sumber daya pendidikan dapat didayagunakan
secara optimal; dapat menggali potensi lokal secara lebih efektif, dapat mengelola
sistem pendidikan yang sejalan dengan kebudayaan setempat, serta partisipasi
masyarakat dalam pendidikan meningkat; akuntabilitas pendidikan juga meningkat;
dan pada gilirannya mutu pendidikan dapat terjamin.
Dengan otonomi pendidikan, maka efek positif yang muncul adalah terjadinya
perbaikan pendidikan di tingkat lokal, efisiensi administrasi, efisiensi keuangan, dan
berkualitas serta sebagai instrumen vital dalam menghadapi tantangan dunia
pendidikan.2
D. Prinsip-Prinsip Otonomi Pendidikan
Otonomi (desentralisasi) pendidikan memiliki prinsip-prinsip penyelenggaraan
otonomi sebagai berikut: Pertama, pola dan pelaksanaan manajemen yang diterapkan
dalam otonomi pendidikan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, supervisi dan
monitoring serta evaluasinya harus demokratis.
Kedua, pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama; peran serta masyarakat harus menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan pendidikan; sehingga
masyarakat diberi keleluasaan berpartisipasi, terlibat dan melibatkan diri secara aktif,
difasilitasi, diberi ruang aktualisasi dan akhirnya diberi kepercayaan dan
pengharhgaaan atas partisipasinya3.
Ketiga, pelayanan harus lebih cepat, efisien dan efektif demi kepentingan peserta didik dan rakyat banyak; serta keanekaragaman aspirasi serta nilai dan norma lokal
harus dihargai dalam kerangka dan untuk penguatan sistem pendidikan nasional.
E. Membangun Otonomi Pendidikan Yang Efektif
Pendidikan yang berotonomi dapat cerah bergantung pada sistem yang mendasari;
penyelenggaraannya akuntabel; pemimpin pendidikan yang dapat membangun sistem
2
M. Nurdin Matry, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era
Otonomi Daerah, (Makasar: Aksara Madani, 2008) h. 7
3
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya
otonomi pendidikan secara berkelanjutan dengan manajemen modern; terbangunnya
partisipasi masyarakat secara luas dan berjalannya rivitalisasi sekolah sebagai
tumpuan utama otonomi pendidikan.
Sistem pendidikan di otonomi daerah dapat terbangun kokoh, bila dilandasi aturan
main yang mantap dan jelas sebagai pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
berotonomi. Tanpa aturan main yang mantap dan jelas (komprehensip, aspiratif,
demokratis, dan daya antisipasi ke depan), memberi peluang terjadinya otoritarisme
baru, inkonsistensi kebijakan, dan kontraproduktif pengelolaan yang justru merusak
sendi-sendi desentralisasi pendidikan.
Peraturan pendidikan, khususnya Perda merupakan keputusan politik. Upaya
desentratisasi pendidikan seringkali sukses atau gagal lebih disebabkan oleh alasan
politis dari pada alasan teknis4. Keputusan politis pendidikan dapat berdampak positif,
bila dibangun di atas konsensus luas, dengan dukungan penuh dari berbagai pelaku
yang terlibat (Stakeholder), dan memperhatikan berbagai kelompok kepentingan yang
terkena pengaruh sebagai akibat otonomi pendidikan melalui wadah Dewan
Pendidikan.
Akuntabilitas merupakan kunci utama penyelenggaraan otonomi pendidikan.
Dalam hal ini ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas.
Pertama, adanya transparansi para penyelenggara pendidikan dalam menetapkan kebijakan publik dengan menerima masukan dan mengikutsertakan institusi terkait.
Kedua, adanya standarisasi kinerja pendidikan yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya dan adanya partisipasi untuk saling menciptakan
suasana kondusif dalam memberikan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang
mudah disertai biaya murah, dan pelayanan yang cepat Dalam upaya menumbuhkan
4
M. Nurdin Matry, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era
konsensus ke arah terwujudnya otonomi pendidikan yang efektif, dibutuhkan
langkah-langkah antara lain: Pertama, mengenali semua pihak terkait dengan
kepentingan-kepentingan mereka. Sebuah analisis yang hati-hati perlu dibuat untuk
semua individu dan kelompok yang mempunyai kepentingan dalam pendidikan dan
apa yang masing-masing bisa diperoleh atau bahkan kehilangan karena desentralisasi.
Kedua memasukkan kepentingan-kepentingan yang mendasar ke dalam suatu model dengan mengorganisasi diskusi publik. Desentralisasi harus dirancang dengan
mempertimbangkan kekhawatiran-kekhawatiran utama dari berbagai pihak yang
berkepentingan dan perlu dilakukan diskusi-diskusi publik agar diperoleh
pemahaman mendalam tentang model otonomi pendidikan yang akan dibuat.
Ketiga, mengklarifikasi tujuan-tujuan desentralisasi dan menganalisis
perintang-perintang desentralisasi. Semua ancaman penting yang menghantui seluruh
upaya desentralisasi diklarifikasi dan dirumuskan ke dalam tujuan desentralisasi serta
dibutuhkan analisis memadai terhadap masalah yang mungkin timbul setelah
dilakukan otonomi pendidikan.
Keempat, menghargai peran dari berbagai pelaku dan menyediakan pelatihan yang memadai disertai sistem pemantauan. Berbagai peran dari masing-masing yang terlibat
diberi kesempatan yang seluas-luasnya dan diberi penghargaan secara demokratis serta
disediakan serangkaian pelatihan yang memadai agar memiliki kecakapan dalam
melakukan otonomi pendidikan ditindaklanjuti dengan mengembangkan sistem
pemantauan.
F. Tantangan Dunia Pendidikan
Di era pasca reformasi hingga saat ini, pendidikan nasional setidaknya
menghadapi lima tantangan besar yang sangat kompleks. Tantangan-tantangan itu
pendidikan, serta dunia pendidikan harus dapat menyikapi tantangan itu secara efektif.
Adapun tantangan-tantangan yang dihadapi dunia pendidikan tersebut, menurut Sidi
(2003) yaitu:
Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah (added value). Meningkatkan nilai tambah dalam rangka membangun produktivitas, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan
pembangunan berkelanjutan di tengah tuntutan kebutuhan yang tak terbatas.
Kedua, tantangan untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat
agraris ke masyarakat modern menuju masyarakat industri yang menguasai teknologi
dan informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan sumber daya
manusia (SDM).5
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, dengan jalan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya yang bermutu
dan mampu bersaing sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(iptek).6
Keempat, tantangan terhadap munculnya kolonialisme baru di bidang iptek dan ekonomi menggantikan kolonialisme politik. Dengan demikian, kolonialisme kini
tidak lagi berbentuk fisik, melainkan dalam bentuk informasi. Berkembangnya
teknologi informasi dalam bentuk komputer dan internet, sehingga bangsa kita menjadi
sangat tergantung kepada bangsa Barat dalam hal teknologi dan informasi.
5
Sam M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 4
Inilah bentuk kolonialisme baru yang menjadi semacam viritual enemy yang telah masuk ke seluruh pelosok dunia ini. Semua tantangan itu menuntut SDM Indonesia,
khususnya generasi muda terpelajar agar meningkatkan serta memperluas
pengetahuan, wawasan keunggulan (baik komparatif maupun kompetitif), keahlian
yang profesional, serta keterampilan kualitasnya.7
Kelima, tantangan berkaitan dengan bertambah rusaknya jaman, dekadensi moral yang terus meningkat; dan terpaan secara dahsyad budaya global serta dunia
pendidikan dituntut menyiapkan sumber daya manusia yang bukan hanya memiliki
ahlakul karimah, melainkan pula mampu dan tanggap membentengi diri dan
mengarahkan pihak lain terhadap berbagai perilaku yang merusak tatanan agama,
budaya dan etika bangsa.
G. Pola Pikir Menjawab Tantangan Masa Depan
Pola berpikir masa lalu (milenium
kedua)
Pola berpikir masa kini (milenium ketiga)
Pembelajaran penting hanya dapat
dilakukan melalui fasilitas pembelajaran
formal
Orang dapat mempelajari sesuatu dari
banyak sumber
Setiap orang harus mempelajari satu isi
materi yang sama
Setiap orang memahami proses
pembelajaran dan keterampilan dasar
pembelajaran
Proses pembelajaran dikendalikan oleh
guru. Apa yang diajarkan, bilamana
harus diajarkan, dan bagaimana harus
Pendidikan dan pembelajaran merupakan
aktivitas interaktif. Keberhasilannya
7
diajarkan, semuanya ditentukan oleh
seorang professional
ditentukan oleh seberapa jauh pembelajar
dapat bekerjasama sebagai tim.
Pendidikan formal mempersiapkan
orang untuk hidup
Pendidikan formal merupakan dasar bagi
pembelajaran sepanjang hayat.
Sebutan “pendidikan” dan “sekolah”
hampir selalu dalam pengertian yang
sama
“Sekolah” hanya salah satu tahapan dalam
perjalanan pendidikan
Sekali seseorang meninggalkan
pendidikan formal, maka ia memasuki
“dunia nyata”.
Makin lebih banyak memperoleh
kualifikasi formal, maka makin banyak
kesuksesan akan diraih.
Pendidikan dasar dibiayai oleh
pemerintah
Pendidikan formal menyediakan satu
rentangan interaksi antara pembelajar
dengan dunia bisnis, perdagangan, dan
politik.Makin lebih banyak memiliki
kemampuan dan daya adaptasi makin banyak
meraih kesuksesan. Pendidikan dasar
dibiayai bersama oleh pemerintah dan sektor
swasta
H. Peningkatan Mutu Pendidikan dalam Otonomi Sekolah
Dengan era globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah peranan pendidikan
semakin dipentingkan dan mutu pendidikan merupakan prioritas paling menentukan
guna mempersiapkan diri dalam penyediaan sumber daya manusia yang mampu
menyesuaikan dengan tuntutan globalisasi dan pemenuhan kebutuhan lokal.8
8
Perbaikan mutu pendidikan itu pada prinsipnya terjadi di dalam sekolah sebagai
institusi vital pendidikan. Oleh karena itu, usaha peningkatan mutu pendidikan harus
terkait erat dengan usaha pemberdayaan sekolah, guru dan masyarakat dalam
mendukung pendidikan persekolahan.
Peningkatan mutu pendidikan tidak bisa dilakukan hanya dengan memperbaiki
kurikulum, menambah buku pelajaran, dan menyediakan laboratorium di sekolah.
Mutu pendidikan itu merupakan persoalan mikro pendidikan yang terkait dengan
persoalan kemampuan guru, kesiapan sekolah dalam mendukung proses belajar dengan
menyediakan fasilitas yang diperlukan, dan partisipasi masyarakat pendukung
pendi-dikan yang ada di wilayahnya disertai penataan manajemen 9
Menurut Indra Djati Sidi, mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, pembenahan kurikulum pendidikan yang
dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal (minimum basic skill
), menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan
mandiri serta menerapkan secara berkesinambungan kurikulum berbasis kompetensi.
Kedua, peningkatan kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan dan pelatihan, melalui
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), dan lembaga diklat profesional.
Ketiga, penetapan standar kelengkapan dan kualitas sarana prasarana pendidikan yang menjadi persyaratan bagi setiap lembaga pendidikan dasar dan menengah,
9
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional (Jakarta : PSAP Muhammadiyah, 2006),
lembaga pendidikan tinggi, sehingga dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar
secara optimal.
Keempat, pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah sebagai upaya pemberian otonomi pedagogis kepada guru dan kepala sekolah dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sehingga mereka dapat melakukan yang
terbaik, meningkatkan prestasi siswa, dan kinerja sekolah serta dapat bertanggung
jawab pada orang tua dan masyarakat tentang kualitas pembelajaran dan hasil yang
dicapai.10
Kelima, penciptaan iklim dan suasana kompetitif dan koperatif antarsekolah dalam memajukan dan meningkatkan kualitas siswa dan sekolah sesuai dengan standar
minimal yang ditetapkan. Melalui ikhtiar ini, setiap sekolah akan terpacu untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan pembelajaran.
Keenam, penerapan telematika dalam pendidikan, pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten/kota; pengembangan sekolah berkeunggulan lokal di
setiap kabupaten/kota; perluasan pendidikan berkecakapan hidup; akselerasi jumlah
prodi kejuruan, vokasi dan profesi; serta peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah
dan HAKI.
Ketujuh, perumusan dan peningkatan standardisasi pendidikan. Dalam pendidikan
terdapat dua jenis standar, yaitu standar akademis (academic content standards) dan
standar kompetensi (performance standards). Standar akademis merefleksikan
penge-tahuan dan keterampilan esensial setiap disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh
peserta didik. Sedangkan standar kompetensi ditunjukkan dalam bentuk proses atau
10
hasil kegiatan yang didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai penerapan dari
pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya.
Penyelenggaraan otonomi sekolah sebagai langkah esensial dari otonomi daerah;
dan telah diterapkan suatu terobosan kebijaksanaan untuk otonomi pendidikan yang
disebut manajemen berbasis sekolah (school based management)11. Dengan otonomi
sekolah, dapat lebih dioptimalkan peran sekolah dan menghargai kebutuhan nyata di
setiap sekolah. Pemerintah sekarang telah berkomitmen, bahwa pendidikan berkualitas
hanya akan nyata terwujud, bila otonomi daerah berujung pada otonomi sekolah yang
berbasiskan manajemen (School based management).
Manajemen pendidikan berbasis sekolah tersebut dipandang sebagai sebuah
bentuk pilihan (alternasi) strategis pemerintah dalam upaya melaksanakan
desentralisasi pendidikan. Sekolah menjadi tujuan utama dari setiap keputusan dan
upaya-upaya perbaikan pendidikan. Sehingga demand approach bisa benar-benar
dilaksanakan oleh setiap sekolah dalam hal perbaikan menuju terwujudnya mutu
pendidikan.
Karena itu, membangun mutu lembaga pendidikan meniscayakan pentingnya
partisipasi para staf dan orang tua serta masyarakat luas dalam proses penentuan
jalannya sekolah. Sekolah yang menginginkan untuk maju, setiap keputusan sebagai
awal perbaikan dibuat secara kolektif oleh stakeholders: kepala sekolah, seluruh staf
dan guru, orang tua, tokoh masyarakat, bahkan juga para siswa sendiri melalui suatu
wadah komite sekolah .
Melalui peran serta masyarakat secara luas dan mendalam terhadap sekolah,
penyelenggaraan pendidikan di sekolah akan berjalan sesuai kebutuhan dan
11
kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat, serta masyarakat akan mudah dalam
memberikan suatu dukungan dan bantuan terhadap sekolah. Pada gilirannya, maka
pelaksanaan pendidikan di sekolah berjalan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dari
perspektif demikianlah, konsep community based education (pendidikan berbasis
komunitas/ masyarakat) merupakan konsekuensi dari otonomi pendidikan dan
otonomi sekolah sebagai pilar utama dan strategis dalam ikut memajukan pendidikan.
Seluruh potensi dan berbagai kenyataan yang hidup dan berkembang di masyarakat
diperhatikan, diperhitungkan, dan diperankan semaksimal mungkin melalui konsep
manajemen berbasis masyarakat (community base education) dan pengelolaan basis
sekolah (school base management), yang kini banyak disebut-sebut para pakar dan
praktisi pendidikan, adalah amat tepat.
Di era otonomi pendidikan, partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam
pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang
pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi, karena partisipasi tersebut bisa menjadi
semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah. Karena
itu, Depdiknas telah menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah (school-based
management) sebagai landasan bagi setiap lembaga pendidikan untuk menata manajemennya secara profesional serta mengembangkan kesadaran di kalangan
profesional dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk
terselenggaranya pendidikan berkualitas. Otonomi pendidikan juga diyakini dapat
menghadapi tantangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi
pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi
pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat, memupuk
kemandirian, mempercepat pelayanan, dan potensi sumberdaya lokal di daerah dapat
didayagunakan secara optimal untuk suatu kemajuan pendidikan Dalam menghadapi
tantangan dunia pendidikan, otonomi luas pendidikan menjadi jawaban dalam rangka
meminimalisir -atau menghilangkan- tantangan dunia pendidikan yang dihadapi serta
sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Untuk memahami substansi
peran otonomi pendidikan dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan dan
peningkatan mutu pendidikan, maka selanjutnya akan dibahas mengenai konsep
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya
Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
M, Nurdin Matry, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era
Otonomi Daerah, Makasar: Aksara Madani, 2008
Sam M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
BIODATA
Nama : Adelina utina
Alamat : Bailang lingkungan v
TTL : Manado, 21 Desember 1997
Fakultas : TARBIYAH (Ilmu keguruan)
Prodi : PAI 3
Semester : 5 (LIMA)