BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Persaingan yang semakin tajam sebagai dampak globalisasi dan
perkembangan ilmu dan teknologi (IPTEK) mengharuskan suatu organisasi
melakukan usaha peningkatan mutu dan menciptakan keunggulan kompetitif yang
bisa menjamin kelangsungan hidup sumber daya manusia dan perkembangan
organisasi.
Globalisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dan memberikan
dampak terhadap semua aspek kehidupan, termasuk dalam lingkungan organisasi.
Dengan adanya perubahan pada lingkungan organisasi, maka hal tersebut akan
memberikan dampak kepada sumber daya manusia suatu organisasi (Kendall, et
al, 2000). Dampak tersebut harus menjadi perhatian suatu organisasi karena
sumber daya manusia merupakan aset yang penting bagi suatu organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi (Nawawi, 2006).
Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang industri membawa
dampak pada masyarakat secara umum, termasuk pada pegawai yang terlibat
dalam organisasi. Akibatnya, pegawai memiliki tuntutan yang lebih tinggi untuk
lebih meningkatkan kinerjanya. Ketika individu yang tidak dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan tersebut, maka akan mudah mengalami stres (Ie,
2004).
kerja, termasuk pegawai negeri sipil (PNS). Pegawai Negeri Sipil (PNS)
merupakan salah satu sumber daya manusia sebagai pelaksana sistem
pemerintahan di Indonesia. Pegawai Negeri Sipil pada dasarnya adalah sebagai
tulang punggung pemerintah. Pegawai Negeri Sipil (PNS) berperan sebagai
penghubung antara negara dengan rakyat (Musanef, 1986). Oleh karena itu
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Pada lingkungan kerja, seringkali dijumpai individu atau kelompok
individu yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) baik secara langsung
maupun tidak langsung, tidak menunjukkan ciri-ciri yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Political and
Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, dimana kinerja Pegawai Negeri
Sipil yang berada di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah
India (asiarisk.com, 2013).
Hasil survey yang menunjukkan bahwa PNS Indonesia memiliki kualitas
buruk bisa jadi disebabkan oleh adanya benturan-benturan, ketegangan, tekanan
atau penyesuaian dirinya yang kurang harmonis dengan lingkungan yang pada
akhirnya menimbulkan stres. Sejalan dengan pendapat Sarafino (1994) yang
mengatakan bahwa stres terjadi ketika individu berhubungan dengan lingkungan
dan merasakan ketidaksesuaian antara tuntutan sosial dengan sumber daya
biologis, fisiologis, dan sosial yang dimilikinya.
Fenomena yang banyak dijumpai saat ini adalah banyaknya PNS yang
sering terlihat seperti tidak masuk kerja, datang terlambat, pekerjaan yang tidak
diselesaikan dengan baik, dan pelanggaran lainnya (Harianterbit.com, 2013).
Adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS tersebut bisa jadi
disebabkan adanya stres kerja yang dialami pegawai. Karena menurut Behr dan
Newman (dalam Rice, 1992), ketika seseorang mengalami stres kerja maka
seseorang akan menunjukkan gejala perilaku seperti menunda pekerjaan,
menghindari pekerjaan, peningkatan absensi, dan sebagainya.
Salah satu instansi pemerintah yaitu Kanwil Kementrian Agama
(Kemenag) Medan pada prinsipnya berpijak pada prinsip mewujudkan masyarakat
Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin
(kemenag.go.id, 2013). Maka dengan demikian Kanwil Kementrian Agama
(Kemenag) sangat memperhatikan bagaimana perkembangan lingkungan
organisasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pegawai di Kanwil
Kementrian Agama (Kemenag) Medan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar
stres yang terjadi di Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Medan adalah adanya
beban tugas yang harus dilakukan oleh masing-masing individu. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya tugas-tugas pokok organisasi, salah satunya apabila sudah
memasuki akhir tahun dalam penyusunan laporan pertanggung jawaban kegiatan
keuangan, pendataan pernikahan masyarakat, pelaksanaan haji setiap tahun,
penyusunan kurikulum pendidikan, dan sebagainya.
Pada dasarnya stres mempunyai dampak positif dan juga dampak negatif.
karyawan. Tingkat stres yang rendah sampai sedang dapat mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja karyawan, karena dapat meningkatkan daya dorong atau
semangat, serta menambah motivasi diri sehingga dapat meningkatkan kinerja
(Gibson et al, 1996).
Tingkat stres yang tinggi dan berkepanjangan dapat berdampak negatif,
merusak, dan secara potensial berbahaya. Pada tingkat ini, stres akan mengganggu
pelaksanaan pekerjaan, karyawan kehilangan kemampuan untuk
mengendalikannya, sehingga tidak mampu untuk mengambil keputusan‐keputusan
dan perilakunya menjadi tidak teratur, dampak selanjutnya adalah menurunnya
kinerja karyawan tersebut (Gibson, 1996). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dalam kadar tertentu stres juga diperlukan bagi seseorang untuk bisa
meningkatkan kualitas pekerjaanya.
Pada saat kinerja karyawan mengalami penurunan, maka pencapaian
tujuan organisasi juga akan terganggu. Sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Steers (1985) bahwa tanpa kinerja yang baik disemua tingkatan
organisasi, maka pencapaian tujuan dan keberhasilan organisasi menjadi sesuatu
yang sangat sulit bahkan mustahil.
Lazarus & Folkman (dalam Rhoades& Eisenberger, 2002) mengemukakan
bahwa stres mengacu pada ketidakmampuan individu dalam mengatasi tuntutan
dari lingkungan. Stres dapat juga didefinisikan sebagai suatu keadaan tertekan,
baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999).
Gibson mengungkapkan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan
psikologis, yang merupakan konsekuensi setiap tindakan dari luar (lingkungan),
situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologi atau fisik berlebihan
kepada seseorang (Gibson, et.al, 1996).
Menurut Robbins (2003), sumber stres dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu
faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu. Segala hal yang berasal
dari lingkungan dan organisasi bisa menjadi pemicu stres yang dialami oleh
seseorang. Pendapat tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Luthans
(1998) yang mengatakan bahwa pemicu stres bisa berasal dari interaksi seseorang
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang tidak nyaman.
Menurut pendapat Ivancevich dan Donnely (dalam Luthans, 1998), stres
kerja dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah dan
kebijaksanaan organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan
kerja, tanggung jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang
kurang baik antar kelompok kerja dan konflik peran (Luthans, 1998).
Ketika seseorang merasakan ketidaksesuaian dan ketidaknyamanan
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, maka seseorang rentan mengalami
stres (Luthans, 1998) Salah satu faktor organisasi yang bisa memicu stres adalah
budaya organisasi. Dikatakan bahwa untuk mencapai suatu organisasi yang
efektif, maka efektivitas organisasi tidak dapat dipisahkan dengan faktor
lingkungan yang membentuk organisasi tersebut (O’Connor, 1995).Sehingga
Menurut Robbins (2006), budaya organisasi merupakan suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan
organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Selanjutnya Schein (1992)
menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar yang
dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses
penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah
yang timbul dari dalam organisasi, antarunit-unit organisasi yang berkaitan
dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil belajar bersama dari para anggota
organisasi agar dapat tetap bertahan.
Budaya organisasi ialah salah satu unsur penting dalam sebuah organisasi
(Schein, 1992). Budaya organisasi menunjukkan suatu nilai-nilai, kepercayaan
dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu sistem manajemen organisasi (Denison,
1990). Fungsi budaya organisasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan internal maupun eksternal organisasi. Dikatakan bahwa budaya organisasi
yang kuat dapat membantu melancarkan aktivitas organisasi dalam pencapaian
tujuannya (Robbins, 2006).
Budaya yang kuat merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi. Budaya
organisasi mengandung nilai-nilai yang harus dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan
bersama oleh semua individu/kelompok yang terlibat didalamnya. Budaya
organisasi yang berfungsi secara baik mampu untuk mengatasi permasalahan
adaptasi eksternal dan internal (Dharma, 2004). Oleh Karena itu, untuk mengatasi
dikembangkan dalam organisasi dapat dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota organisasi (Mangkunegara, 2005).
Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang unik yang dapat
membedakan organisasinya dengan organisasi lain (Robbins, 2006). Kanwil
Kementrian Agama (Kemenag) Medan juga memiliki budaya organisasi.
Berdasarkan wawancara dengan pegawai Kanwil Kementrian Agama (Kemenag)
Medan maka dapat digambarkan aspek budaya organisasi yang ada di dalam
Kemenag, yaitu aspek involvement (keterlibatan) dimana para pegawai diberikan
kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dalam pengambilan keputusan dalam
organisasi. kemudian aspek consistency (kekonsistenan) dimana organisasi selalu
memegang teguh terhadap nilai-nilai dan peraturan organisasi.
Aspek adaptability (adaptabilitas) yaitu organisasi selalu memperhatikan
segala perubahan lingkungan, dan organisasi selalu berusaha memperbaiki segala
kekurangan untuk bisa memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat.
Selanjutnya aspek mission (misi) yaitu adanya misi yang jelas dalam organisasi,
yaitu salah satunya untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, kerukunan
umat beragama, pendidikan keagamaan, kualitas penyelenggaraan haji, dan
mengelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa (kemenag.go.id, 2013).
Menurut Denison (1990) untuk mencapai suatu organisasi yang efektif
dibutuhkan nilai-nilai involvement (keterlibatan), consistency (kekonsitenan),
adaptability (adaptabilitas), dan mission (misi). Budaya organisasi yang efektif
dapat membantu beradaptasi dalam memecahkan masalah internal maupun
Kanwil kementrian Agama Medan, ketika nilai-nilai yang ada di dalam organisasi
tersebut dirasakan tidak sesuai dengan individu, maka individu bisa mengalami
stres. Oleh karena itu, dengan adanya budaya organisasi yang efektif, maka
individu bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan terhindar dari stres
(Gibson, et al, 1996)
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mariani (2007)
mengatakan bahwa budaya perusahaan mempunyai hubungan nyata dan negatif
dengan stres kerja. Jadi dapat dikatakan dengan semakin kuatnya budaya
perusahaan maka akan menurunkan tingkat stres kerja yang ada. Penelitian yang
dilakukan oleh Saputra (2010) juga mengatakan bahwa terdapat pengaruh budaya
organisasi terhadap stres kerja sehingga hal tersebut hendaklah menjadi perhatian
suatu organisasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap stres kerja pegawai.
Hal tersebut dikarenakan salah satu faktor penyebab stres adalah interaksi antara
individu dengan lingkungan, dan juga individu dengan organisasi. Dalam hal ini
budaya organisasi sebagai salah satu faktor organisasi dijadikan pedoman bagi
karyawan dalam berperilaku di dalam organisasi.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut
mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pada Pegawai Negeri
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian,
yaitu: ”Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai
negeri sipil di Kanwil Kementrian Agama Medan?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi
terhadap stres kerja pegawai negeri serta melihat gambaran tingkat budaya
organisasi dan tingkat stres kerja pegawai negeri sipil di Kanwil Kementrian
Agama Medan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam
memberikan informasi di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, yaitu
mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap stres kerja pegawai negeri sipil di
Kanwil Kementrian Agama Medan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya sumber kepustakaan penelitian mengenai psikologi industri dan
organisasi, sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
pada organisasi, untuk mengetahui tingkat stres kerja pegawai dan mengetahui
seberapa kuat budaya organisasi di Kanwil Kementrian Agama Medan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan
masalah dalam penelitian ini, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat
penelitian baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis dan
sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini
Bab II : Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori
yang berkaitan dengan variable yang diteliti, hubungan antar variabel
dan hipotesa.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini berisikan uraian mengenai metode penelitian yang akan
digunakan oleh peneliti, yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional, populasi dan sampel, instrument yang akan digunakan,
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian
dan pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah