PENELITIAN MANDIRI
FAKULTAS PSIKOLOGI
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN
INTENSI
TURNOVER
PADA KARYAWAN BANK JATIM
“ STUDI KASUS
KANTOR CABANG MALANG
”
Oleh
Alfedro Putut Prahoro, S.Psi.,M.Si
F
FA
AK
KU
UL
LT
TA
AS
S
P
PS
SI
IK
KO
OL
LO
OG
GI
I
L
LE
EM
MB
BA
AG
GA
A
P
PE
EN
NE
EL
LI
IT
TI
IA
AN
N
D
DA
AN
N
P
PE
EN
NG
GA
AB
BD
DI
IA
AN
N
M
MA
A
SY
S
YA
A
RA
R
AK
KA
AT
T
U
UN
NI
IV
VE
ER
RS
SI
IT
TA
AS
S
W
WI
IS
SN
NU
UW
WA
AR
RD
DH
HA
AN
NA
A
MA
M
AL
LA
AN
NG
G
DAFTAR ISI ... 1
LEMBAR PENGESAHAN ... 2
ABSTRAK ... 3
PENDAHULUAN ... 4
DASAR TEORI ... 7
METODE PENELITIAN ... 22
HASIL PENELITIAN ... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
:
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI EFEKTIF
DENGAN INTENSI
TURNOVERPADA KARYAWAN
BANK JATIM
“ STUDI KASUS
KANTOR CABANG MALANG
”
SKIM
: Penelitian Mandiri Fakultas
Ketua
Nama : Alfedro Putut P.,S.Psi, M.Si
NIDN : 0722047702
Unit
: Fakultas Psikologi
Alamat : Jl Danau Sentani 99 Malang
Telp/HP: 0341-723720
Anggota 1
Nama : -
NIDN : -
Unit : -
Anggota 2
Nama : -
NIDN : -
Unit : -
Malang, 9 November 2010
Mengetahui
Ketua Peneliti
Dekan Fakultas Psikologi
Drs.Psi. H. Amir Hasan Ramli, M.Si
Alfedro Putut P, S.Psi., M.Si
Ketua LPPM
ABSTRAK
Kurang terpenuhinya kebutuhan karyawan dapat mengarahkan karyawan melakukan turnover. Turnover merupakan penarikan diri atau keluarnya seorang karyawan dari perusahaan dimana karyawan akan berhenti secara permanen dari pekerjaannya. Turnover menjadi masalah yang cukup mengganggu dan harus mendapatkan perhatian yang cukup besar dari perusahaan, karena turnover dianggap merugikan bagi organisasi kerja atau perusahaan dan juga karena biaya yang dikeluarkan akibat turnover sangat mahal. Perusahaan dalam usaha untuk mempertahankan dan memuaskan karyawan seringkali melakukan pendekatan ekonomis semata, berupa gaji tinggi, bonus, atau insentif ekonomis lainnya, namun dalam kenyataannya karyawan tersebut masih tetap meninggalkan perusahaan, karena ada faktor lain yang membuat karyawan merasa nyaman bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan harus menyadari bahwa karyawan merupakan manusia yang juga memiliki kebutuhan yang sifatnya non-materiil, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial ini hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang efektif antar karyawan, maupun antara pihak menajemen dengan karyawan. Komunikasi efektif merupakan komunikasi dua arah yang mengandung aspek-aspek saling berbalas, terbuka, interaktif dan seimbang di antara dua orang atau lebih peserta komunikasi. Komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan sosial yang makin baik dan tindakan pada peserta komunikasi. Komunikasi yang efektif merupakan salah satu aspek yang menentukan terjalinnya hubungan sosial yang baik antar individu. Hubungan sosial yang menyenangkan mengarah pada terciptanya kondisi psikologis kerja yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal ini dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan nyaman dan dengan gaji yang layak, karyawan merasa betah bekerja dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara komunikasi efektif dengan intensi turnover pada karyawan Bank Jatim Kantor Cabang. Sampel yang diambil sebanyak 33 orang, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penskalaan model summated rating ya g telah di odifikasi de ga e ghila gka piliha jawa a E tah . Untuk menghitung validitas skala komunikasi efektif dan skala intensi turnover digunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN. Untuk skala komunikasi efektif dari 40 aitem yang ada didapat 31 aitem yang sahih dan 9 aitem yang gugur, dimana aitem yang sahih memiliki nilai rbt berkisar antara 0,295-0,847. Untuk skala intensi turnover dari 46 aitem yang ada didapat 44 aitem yang sahih dan 2 aitem yang gugur, dimana aitem yang sahih memiliki nilai rbt berkisar antara 0,325-0,940. Metode yang digunakan peneliti untuk menghitung reliabilitas adalah teknik Hoyt dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, dari perhitungan reliabilitas skala komunikasi efektif diperoleh nilai rtt berkisar antara 0,755-0,874; p = 0,000, sehingga dalam penelitian ini skala komunikasi efektif dapat dinyatakan andal atau reliabel. Untuk skala intensi turnover diperoleh nilai rtt berkisar antara 0,929-0,947; p = 0,000, sehingga dalam penelitian ini skala intensi turnover dapat dinyatakan andal atau reliabel. Uji analisis data dengan menggunakan korelasi product moment dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, menghasilkan rxy = -0,414; p = 0,016; p<0,05, hal ini berarti semakin efektif komunikasi yang dilakukan maka semakin rendah intensi turnover pada karyawan Bank Jatim Kantor Cabang Malang dan hipotesis yang
er u yi ada hu u ga egatif a tara ko u ikasi efektif dengan intensi turnover pada karyawan Bank
Jati Ka tor Ca a g Mala g diteri a de ga taraf keper ayaa 95%.. Adapun sumbangan efektif komunikasi efektif terhadap intensi turnover sebesar 17,1%.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Survei Global Strategic Rewards pada tahun 2007/2008 juga menemukan tingkat turnover alias masuk-keluar karyawan untuk posisi-posisi penting (level manajerial dan di atasnya) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia di industri perbankan antara 6,3 persen - 7,5 persen. Sementara, pada industri umumnya hanya berkisar antara 0,1 persen - 0,74 persen, sedangkan anggaran kenaikan gaji yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah dua kali lipat perusahaan di Asia Pasifik.
Majalah Marketing pada tahun 2008, mengacu pada hasil survei Global Strategic Rewards, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi masalah dalam mempertahankan karyawan yang berprestasi tinggi (top performing employees), karyawan dengan keahlian khusus (critical skilled employees), dan karyawan
berpotensi tinggi (high potential employees)
(http://www.marketing.co.id/WebSite/DisplayOpinion.aspx?id=11).
Hasil Survei Global Strategic Rewards pada tahun 2007/2008 tersebut menarik untuk diperhatikan, karena walaupun dengan tingkat kenaikan gaji yang jumlahnya dua kali lipat daripada perusahaan di Asia Pasifik, tingkat turnover karyawan terutama karyawan pada posisi-posisi penting pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perbankan di Indonesia lebih tinggi daripada tingkat turnover karyawan di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lain. Fakta bahwa dengan insentif ekonomis yang menggiurkan, karyawan tetap melakukan turnover, mengindikasikan adanya faktor lain yang berhubungan dengan turnover karyawan selain faktor ekonomis.
Bank Jatim sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perbankan patut memperhatikan fenomena ini, karena walaupun karyawan telah diberikan gaji yang memadai dengan tingkat kenaikan gaji yang cukup besar, turnover karyawan tetap saja bisa terjadi. Keluarnya karyawan dari perusahaan tentu saja akan merugikan perusahaan, baik dari segi waktu, biaya, maupun pelaksanaan tugas-tugas atau program kerja, yang akhirnya akan menghambat pencapaian target kerja yang telah ditetapkan.
Perusahaan dengan manajemen yang baik seharusnya menyadari bahwa hakikat karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan yang ingin dipenuhi. Manusia memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, sampai kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya seperti kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Hakikat manusia yang berperilaku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya merupakan hal yang tidak terhindarkan. Mau tidak mau perusahaan harus bisa memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kurangnya perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan karyawan akan memberikan dampak yang buruk bagi perusahaan itu sendiri, baik dalam jangka panjang, maupun jangka pendek.
maksimal bagi perusahaan tempatnya bekerja. Tuntutan perusahaan terhadap karyawannya inilah yang terkadang membuat perusahaan kurang memperhatikan kebutuhan dan keinginan karyawan, sehingga karyawan merasa tidak nyaman.
Ketidaknyamanan dalam bekerja yang terjadi dapat menimbulkan hal-hal yang berakibat buruk bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan. Antara lain yang terjadi adalah tingginya tingkat turnover di perusahaan tesebut.
Menurut Shapero, Davis & Newstrom, dalam Triana (2003), turnover menjadi masalah yang cukup mengganggu dan harus mendapatkan perhatian yang cukup besar dari perusahaan, karena turnover dianggap merugikan bagi organisasi kerja atau perusahaan dan juga karena biaya yang dikeluarkan akibat turnover sangat mahal.
WellPoint Inc., salah satu perusahaan asuransi kesehatan terbesar di Amerika Serikat, sebelum tahun 1998, menderita kerugian 60 juta dolar per tahun akibat
tingginya tingkat turnover (
http://www.ebizzasia.com/0423-2006/enterprise,0432,02.html).
Kompas Cyber Media (2007) merilis hasil survei Global Strategic Rewards 2007/2008 yang dilakukan Watson Wyatt yang menemukan bahwa turnover karyawan ini sudah menjadi masalah perusahaan-perusahaan di Indonesia, karena yang sering terjadi adalah karyawan berprestasi tinggilah yang gampang berpindah perusahaan. Hal ini memberikan dampak yang buruk pada perusahaan karena karyawan berprestasi tinggi bukanlah hal yang mudah didapat.
Perilaku turnover karyawan seringkali berarti hilangnya orang-orang yang keluarnya tidak diinginkan perusahaan. Sebuah studi yang meliputi 900 karyawan yang mengajukan permohonan berhenti dari pekerjaannya, mendapatkan bahwa 92 persen karyawan memiliki kinerja yang memuaskan atau lebih baik dari atasannya (Robbinson, 2001).
Tingginya tingkat turnover dalam perusahaan jelas sangat merugikan, terutama jika karyawan yang meninggalkan perusahaan adalah orang yang cukup potensial untuk dipertahankan dalam perusahaan.
Kehilangan karyawan dengan karakteristik di atas merupakan kerugian besar bagi perusahaan, karena lebih sering menimbulkan masalah daripada memberi manfaat bagi perusahaan, dan tidak mudah mencari pengganti yang memiliki kompetensi atau keahlian yang sama atau lebih baik.
Perusahaan yang baik tahu bagaimana cara menghargai karyawan dan memperlakukan karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan dan selalu mempunyai hasrat untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Dengan catatan bahwa karyawan tersebut benar-benar memiliki kontribusi yang nyata bagi perusahaan.
Banyak perusahaan yang menganggap bahwa cara yang tepat untuk menarik, memuaskan, dan mempertahankan karyawan adalah memberikan gaji yang tinggi, bonus yang memadai, hak memiliki saham dan berbagai insentif lainnya. Namun kenyataannya, walaupun karyawan tersebut pada mulanya sudah melalui tahap rekruitmen yang teliti dan telah diberi kompensasi yang memadai masih juga meninggalkan perusahaan, karena masih merasa tidak nyaman dalam bekerja.
Ketidaknyamanan dalam bekerja bukan hanya disebabkan oleh sifat dari pekerjaan, tapi lebih banyak disebabkan oleh situasi lingkungan pekerjaan dan konteks sosialnya (Kartono, 2002).
Sejalan dengan hal di atas, menurut Bertha (2009), perusahaan harus memahami bahwa hubungan antara sesama karyawan di sebuah organisasi lebih berfokus pada aspek–aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial. Hubungan industrial lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Akan tetapi, di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat hubungan industrial juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi di kalangan karyawan maupun antara karyawan dengan pihak manajemen.
Perlu diingat bahwa organisasi adalah sekelompok masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan komunikasi adalah perekat yang memungkinkan kelompok masyarakat tersebut secara bersama-sama melakukan fungsinya dengan baik (Purwanto, 2006).
Menurut Rakhmat (2004), komunikasi adalah peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lainnya. Sebagai akibatnya, proses komunikasi akan mempengaruhi kondisi psikologis orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.
Proses komunikasi buruk, seperti penggunaan bahasa yang agresif atau intonasi suara yang tidak sesuai dengan isi pesan yang disampaikan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan persepsi terhadap maksud dari isi pesan dan dapat menimbulkan persepsi yang negatif pada peserta komunikasi, seperti perasaan tidak dihargai, bahkan direndahkan. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada karyawan dan bila terjadi terus menerus dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan menjadi buruk pula.dan dapat membuat karyawan memutuskan untuk meninggalkan perusahaan.
Komunikasi merupakan faktor penting bagi perusahaan, karena tanpa adanya komunikasi yang efektif, kegiatan perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. Melalui komunikasi, diharapkan dapat membawa hasil pertukaran informasi yang baik dan saling pengertian di antara orang–orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut (Bertha, 2009).
Menurut Bertha (2009), jika perusahaan memiliki dan melakukan komitmen untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan karyawan maka sejumlah keuntungan–keuntungan penting dapat dicapai. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan.
Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, dalam Rakhmat (2004), paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan sosial yang makin baik dan tindakan.
Menurut Rakhmat (2004), komunikasi yang efektif adalah bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Lebih lanjut Rakhmat menjelaskan, bahwa terjadinya komunikasi yang buruk membuat seseorang merasa tidak nyaman dan ingin segera mengakhiri proses komunikasi. Respon menghindari atau mengacuhkan hal-hal yang tidak menyenangkan, termasuk proses komunikasi yang buruk merupakan hal yang wajar terjadi, namun bukanlah hal yang diharapkan terjadi dalam sebuah perusahaan, di mana setiap karyawannya harus mampu melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.
Komunikasi yang efektif merupakan salah satu aspek yang menentukan terjalinnya hubungan sosial yang baik antar individu (Soekanto, 2000). Hubungan sosial yang menyenangkan mengarah pada terciptanya kondisi psikologis kerja yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal ini dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan nyaman dan dengan gaji yang layak, karyawan merasa betah bekerja dalam perusahaan tersebut.
Kartono (2002), menegaskan bahwa sekalipun perusahaan memberikan upah yang sangat tinggi, kondisi kerja yang baik, dan pensiun yang cukup, fasilitas materiil ini tidak akan mencukupi, karena karyawan akan bersedia terus bekerja di perusahaan itu apabila kebutuhan mereka sebagai manusia seutuhnya bisa terpenuhi, terutama kebutuhan sosialnya, seperti fenomena turnover yang diungkap dalam survei Global Strategic Rewards 2007/2008 oleh Watson Wyatt yang menunjukkan persentase turnover pada industri perbankan di Indonesia jauh lebih besar daripada industri-industri lain, sedangkan anggaran kenaikan gaji yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah dua kali lipat perusahaan di Asia Pasifik.
DASAR TEORI
A. Sejarah Bank Jatim
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, yang dikenal dengan sebutan Bank JATIM, didirikan pada tanggal 17 Agustus 1961 di Surabaya. Landasan hukum pendirian adalah Akte Notaris Anwar Mahajudin Nomor 91 tanggal 17 Agustus 1961 dan dilengkapi dengan landasan operasional Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor BUM.9-4-5 tanggal 15 Agustus 1961.
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, pada tahun 1967 dilakukan penyempurnaan melalui Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 2 Tahun 1976 yang menyangkut Status Bank Pembangunan Daerah dari bentuk Perseroan Terbatas (PT) menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Secara operasional dan seiring dengan perkembangannya, maka pada tahun 1990 Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur meningkatkan statusnya dari Bank Umum menjadi Bank Umum Devisa, hal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 23/28/KEP/DIR tanggal 2 Agustus 1990.
Untuk memperkuat permodalan, maka pada tahun 1994 dilakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tanggal 28 Desember 1992 menjadi Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 26 Tahun 1994 tanggal 29 Desember 1994 yaitu merubah Struktur Permodalan/Kepemilikan dengan diijinkannya Modal Saham dari Pihak Ketiga sebagai salah satu unsur kepemilikan dengan komposisi maksimal 30%.
Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan mengimbangi tuntutan perbankan saat itu, maka sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham Tahun Buku 1997 telah disetujui perubahan bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah, maka pada tanggal 20 Maret 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur telah mensahkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.
Sesuai dengan Akte Notaris R. Sonny Hidayat Yulistyo, S.H. Nomor 1
tanggal 1 Mei 1999 yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor C2-8227.HT.01.01.Th tanggal 5 Mei 1999 dan telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 25 Mei 1999 Nomor
42 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 3008, selanjutnya secara
resmi menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.
B. Intensi Turnover
1. Pengertian Turnover
Secara umum turnover adalah kesediaan karyawan untuk meninggalkan suatu organisasi kerja dan berpindah kerja ke organisasi kerja lainnya.
Morhead dan Griffin (1998) mendefinisikan turnover sebagai penghentian secara permanen seseorang dari pekerjaannya di suatu organisasi kerja.
Sedangkan menurut Glueck, Sherman dan Bohlander, dalam Triana (2003), turnover adalah pergerakan pekerja masuk dan keluar pada suatu organisasi kerja.
Nankervis, Compton, dan McCarthy (1999) berpendapat bahwa turnover merupakan pergerakan karyawan dalam organisasi atau perusahaan yaitu perpindahan dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lainnya dalam perusahaan melalui transfer, promosi atau relokasi.
Menurut Cascio (1998) turnover adalah berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa turnover adalah penarikan diri atau keluarnya seorang karyawan dari perusahaan dimana karyawan akan berhenti secara permanen dari pekerjaannya. Menurut Mobley, dkk., (2000) turnover sebagai salah satu bentuk penarikan diri karyawan merupakan hak individu dalam menentukan pilihannya.
Gambar 1. Proses keputusan turnover
pada karyawan (Mobley, dkk., 2000)
Karyawan
berdasarkan
pengalamannya
atas
kepuasan
atau
ketidakpuasannya yang dirasakannya selama bekerja pada suatu perusahaan akan
mengevaluasi pekerjaan yang dilakukannya. Masalah-masalah yang berhubungan
dengan perilaku kerja seperti kemangkiran kerja dan perilaku pasif terhadap
pekerjaannya akan muncul, apabila karyawan tersebut merasakan ketidakpuasan
dalam bekerja. Permasalahan ini akan berlanjut dengan munculnya pemikiran
untuk berhenti dari jabatannya dalam perusahaan.
Karyawan kemudian akan mengevaluasi harapan-harapan yang ingin
dicapainya, melihat kesempatan kerja yang ada di luar perusahaannya sekarang
dan memperhitungkan keuntungan dan kerugian yang akan dialaminya bila
berhenti dari pekerjaannya yang sekarang.
Keinginan untuk mencari alternatif atau kesempatan kerja di luar
perusahaannya yang sekarang dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak langsung
berhubungan dengan pekerjaannya, seperti hubungan suami istri atau pengaruh
dari lingkungan sosialnya.
Karyawan akan mengevaluasi alternatif-alternatif yang ditemukannya
tersebut untuk digunakan sebagai bahan perbandingan dengan pekerjaan yang
sekarang dilakukannya. Banyaknya alternatif yang ditemukan akan menstimulasi
karyawan dalam menentukan alternatif pekerjaan mana yang akan diambilnya.
Hal tersebut akan berlanjut pada tahap dimana karyawan itu akan
memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang dilakukannya sekarang atau tetap
bekerja di perusahaannya sekarang. Pada tahap ini dalam diri karyawan sudah ada
dorongan untuk berperilaku. Perilaku yang muncul kemudian dapat berupa
berhenti dari pekerjaannya sekarang dan berpindah ke pekerjaan di perusahaan
lain atau tetap bekerja di perusahaannya sekarang dengan menerima segala resiko
telah yang dialami sebelumnya.
2. Macam-macam Turnover
Menurut Robbins (1998) turnover dibedakan menjadi dua tipe yaitu voluntary turnover dan involuntary turnover. Voluntary turnover merupakan pengunduran diri atas keinginan karyawan sendiri, sedangkan involuntary turnover merupakan pemberhentian hubungan kerja karyawan oleh perusahaan. Walker (1998) memberikan istilah voluntary termination atau turnover yang terjadi atas prakarsa karyawan sendiri dan involuntary termination atau turnover yang terjadi atas kehendak organisasi kerja.
Menurut Wood (1998) turnover dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu fungsional dan disfungsional. Turnover fungsional dimaksud apabila keluarnya karyawan (secara sukarela) merupakan keuntungan bagi perusahaan. Misalnya karyawan yang keluar adalah karyawan yang tidak produktif atau tidak potensial atau perusahaan sedang dalam keadaan kesulitan ekonomi sehingga harus melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai salah satu langkah penghematan biaya. Merupakan keuntungan pula bila turnover digunakan sebagai kesempatan promosi ataupun mutasi bagi karyawan yang lain dalam perusahaan yang sama. Turnover dikatakan disfungsional apabila dengan keluarnya karyawan tersebut justru menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, terutama bila yang keluar adalah karyawan yang produktif dan berprestasi.
Jackofsky dan Peters, dalam Triana (2003), membedakan turnover menjadi 2 (dua), yaitu : job turnover dan company turnover. Job turnover apabila karyawan meninggalkan jabatannya saat ini, baik yang keluar dari perusahaan ataupun yang tidak, misalnya berganti jabatan. Mereka yang meninggalkan atau keluar dari perusahaan dimasukkan dalam golongan company turnover.
3. Penyebab terjadinya Turnover
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
turnover. Menurut
Mobley (2000), ada 3 (tiga) variabel utama yang menyebabkan terjadinya
turnoverpada organisasi kerja, yaitu :
1.
Variabel Ekonomi
Keadaan ekonomi dapat disusun dalam suatu daftar indeks dengan berbagai
cara yang mencakup tingkat pengangguran, laju lowongan kerja, produksi
nasional bruto, neraca perdagangan dan laju inflasi.
2.
Variabel Organisasi
Laju
turnoverlebih sering terjadi pada kelompok kerja pada tingkat yang lebih
tinggi. Selain itu faktor rutinisasi tugas, kurangnya pertimbangan dari
penyelia, banyaknya sentralisasi, kurangnya keterpaduan dan kurangnya
komunikasi sangat berpengaruh dan berkaitan erat terhadap pengunduran diri
karyawan.
3.
Variabel Individu
a)
Variabel demografik individu meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin,
pendidikan dan status perkawinan.
b)
Variabel pribadi meliputi kepribadian, minat, bakat dan kemampuan.
c)
Variabel terpadu meliputi kepuasan kerja, aspirasi dan harapan atas karir,
keikatan pada organisasi, tekanan jiwa, harapan-harapan pada pekerjaan
lain dan maksud keperilakuan.
Watkins, dkk., dalam Triana (2003), menyatakan bahwa ada 3 (tiga) hal
yang menyebabkan terjadinya
turnover, yaitu :
1.
Penyebab pribadi (
Personal causes)
Terbagi atas 2 (dua), yaitu :
a)
Kondisi fisiologis, misalnya sakit dan kematian.
b)
Kondisi psikologis, misalnya keinginan untuk berkelana, watak yang
buruk, ikatan keluarga, dan hasrat untuk peningkatan standar
kehidupannya.
2.
Penyebab yang berhubungan dengan industri (
Industrial causes)
Terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu:
a)
Hal-hal yang menyebabkan kurangnya prosedur personalia, misalnya
kekurangan metode pada proses rekrutmen, seleksi dan penempatan;
kurangnya insentif finansial dan non-finansial; kondisi pekerjaan yang
kurang menguntungkan; produksi yang tidak dapat diatur; manajemen
yang bersifat otokrasi; dan kurangnya fasilitas-fasilitas training atau
pelatihan.
b)
Kondisi umum dunia bisnis, termasuk perubahan yang terjadi pada
banyaknya permintaan pelanggan, skala upah umum yang tidak sama dan
perputaran bisnis.
3.
Kondisi sosial (
Social condition causes)
Terbagi atas faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan fasilitas
transportasi, buruknya komunikasi, buruknya kondisi perumahan, dan
kurangnya penyediaan fasilitas rekreasi.
1.
Faktor individual, meliputi kebutuhan yang dimiliki, nilai yang dianut, sifat
kepribadian.
2.
Faktor di luar individu yang berhubungan dengan pekerjaan, meliputi :
a)
Pekerjaan itu sendiri, termasuk tugas-tugas yang diberikan, variasi dalam
pekerjaan, kesempatan untuk belajar dan banyaknya pekerjaan.
b)
Mutu pengawasan dan pengawas, termasuk di dalamnya hubungan antara
atasan dan bawahan, pengawasan kerja dan kualitas kerja.
c)
Rekan sekerja meliputi hubungan antar karyawan.
d)
Promosi berkaitan erat dengan masalah kenaikan pangkat atau jabatan,
kesempatan untuk maju dan pengembangan karir.
e)
Gaji yang diterima, meliputi besarnya gaji, kesesuaian gaji dengan
pekerjaan.
f)
Kondisi kerja, meliputi jam kerja, waktu istirahat, lingkungan kerja,
keamanan dan peralatan kerja.
g)
Perusahaan dan manajemen, berhubungan dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, perhatian perusahaan kepada kepentingan
karyawannya dan sistem penggajian.
h)
Keuntungan bekerja di perusahaan, seperti pensiun, jaminan kesehatan,
cuti, THR dan tunjangan sosial lainnya.
i)
Pengakuan, seperti pujian atas pekerjaan yang telah dilakukan,
penghargaan terhadap prestasi karyawan dan juga kritikan yang
membangun.
4. Pengertian Intensi
Menurut Drever (1998) intensi adalah usaha yang disadari untuk mencapai
tujuan atau sasaran yang didefinisikan secara jelas. Menurut Ancok (1997), intensi
merupakan niat individu untuk melakukan suatu perilaku yang berkaitan erat
dengan pengetahuannya tentang suatu hal, sikap terhadap hal tersebut dan dengan
perilaku itu sendiri sebagai wujud nyata dari niatnya.
Intensi dalam hal ini dipengaruhi oleh dua konsepsi utama yaitu pengaruh
individu atau sikap terhadap tampak atau tidaknya perilaku dan persepsi
perorangan terhadap pengaruh sosial atau tekanan normatif untuk tampak tidaknya
suatu perilaku yang mengacu pada norma subjektif. Prestholdt, Lane, dan
Mathews (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa intensi keperilakuan yang
dimiliki seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan perilaku tertentu
merupakan determinan awal dari perilaku sebenarnya. Oleh sebab itu muncul
asumsi bahwa perilaku seseorang dapat diprediksi dari intensinya.
Menurut Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi (2007), intensi merupakan
variabel terdekat dengan perilaku nyata yang akan dilakukan seseorang.
dipandang sebagai komponen konasi dari sikap yang menunjukkan keinginan
individu untuk bertingkah laku (
behavioral intention) dan bertindak ketika
berhadapan langsung dengan obyek. Ketiga ubahan ini akan membentuk tingkah
laku atau tindakan nyata. Secara skematis hubungan tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.
g di
Gambar 2. Kerangka konseptual untuk meramalkan suatu intensi atau perilaku
tertentu (Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi, 2003)
Keterangan :
a.
: pengaruh
b.
: umpan balik
Keyakinan akan akibat perilaku A adalah komponen yang berisikan aspek
pengetahuan tentang A yaitu akibat positif dan akibat negatif yang didapat bila
subyek melakukan perilaku A. Makin banyak segi positif yang diperoleh subyek
tentang akibat perilaku tersebut, maka makin positif sikap subyek terhadap
perilaku tersebut.
Keyakinan normatif akan akibat perilaku A adalah komponen pengetahuan
tentang A yang merupakan pandangan atau pendapat orang orang lain yang
berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Individu dapat menerima atau
menolak pengaruh-pengaruh terhadap pengaruh yang diterima oleh individu akan
membentuk norma subyektif individu akan perilaku A. Jadi, norma subyektif
tersebut berisikan keputusan yang dibuat individu setelah mempertimbangkan
pandangan-pandangan orang yang mempengaruhi dirinya.
Intensi seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap orang
tersebut terhadap perilaku itu dan norma subyektif tentang perilaku itu, sedangkan
norma subyektif muncul berdasarkan keyakinan normatif subyektif akan akibat
perilaku dan keyakinan normatif akibat perilaku tersebut terbentuk dari umpan
balik yang diberikan perilaku itu sendiri.
Keyakinan akan akibat perilaku X
Norma subyektif tentang perilaku X
Keyakinan normatif akan akibat perilaku X
Sikap terhadap perilaku X
Perilaku
X
Asumsinya, semakin
favorablesikap seseorang terhadap obyek, maka
semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku yang positif terhadap obyek
tersebut dan semakin rendah intensinya untuk berperilaku negatif, sehingga jika
intensi merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan
individu, maka intensi
turnoverakan menjadi prediktor terbaik terhadap perilaku
turnoverkaryawan.
Hal di atas jika dikaitkan dengan
turnover,maka keyakinan akan akibat
perilaku
turnoveradalah komponen yang berisikan aspek pengetahuan tentang
turnoveryaitu akibat positif dan akibat negatif yang didapat bila seorang
karyawan melakukan perilaku
turnover. Makin banyak segi positif yang
diperoleh karyawan tersebut tentang akibat melakukan
turnover, maka makin
positif sikap karyawan terhadap perilaku tersebut. Keyakinan normatif akan akibat
perilaku
turnoveradalah komponen pengetahuan tentang
turnoveryang
merupakan pandangan atau pendapat orang orang lain yang berpengaruh terhadap
kehidupan karyawan tersebut. Individu dapat menerima atau menolak
pengaruh-pengaruh terhadap pengaruh-pengaruh yang diterima oleh individu akan membentuk norma
subyektif individu akan perilaku
turnover. Jadi, norma subyektif tersebut
berisikan keputusan yang dibuat individu setelah mempertimbangkan
pandangan-pandangan orang yang mempengaruhi dirinya.
Mobley, dkk. (2000), menerangkan bahwa dalam tinjauan dan analisis
proses
turnover, ada dua macam intensi yang perlu diperhatikan, yaitu
intention to searchdan
intention to quit. Intensi untuk mencari alternatif kerja di tempat lain
dan perilaku mencari itu sendiri akan mendahului intensi untuk mengundurkan
diri dan
turnover.Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah komponen konatif dari karyawan yang menjadi prediktor terhadap perilaku turnover.
5. Aspek-aspek Intensi Turnover
Menurut Mobley (2000), intensi turnover terdiri dari 3 aspek, yaitu :
a.
Berpikir untuk keluar atau mengundurkan diri (
thinking of quitting).
Karyawan memiliki beberapa pikiran untuk berhenti dari pekerjaannya
pada perusahaan dan menarik diri dari perusahaan. Hal lain yang akan
dilakukan karyawan seperti membanding-bandingkan apa yang diperoleh di
perusahaan ini dengan apa yang diperoleh oleh teman di perusahaan yang
lain.
b.
Intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain (
intention to search).
Karyawan melakukan usaha-usaha seperti melihat-lihat lowongan
pekerjaan melalui berbagai media informasi yang tersedia ataupun
menanyakan informasi lowongan pekerjaan di luar perusahaan tempatnya
bekerja.
c.
Intensi untuk keluar atau mengundurkan diri (
intention to quit).
mengundurkan diri dan mulai dapat memastikan bahwa dirinya akan berhenti dari perusahaan.
6. Pengukuran Intensi Turnover
Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi (2007), menyatakan bahwa pengukuran intensi dapat secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan pengukuran intensi secara langsung dilakukan melalui pertanyaan yang diajukan langsung kepada individu apakah ia akan melakukan suatu perilaku tertentu atau tidak, bertitik tolak dari penilaian tunggal yaitu: ya-tidak atau mau-tidak mau. Sebaliknya, pengukuran intensi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan skala yang bertitik tolak pada model pilihan jawaban dari sangat sesuai sampai sangat tidak sesuai terhadap perilaku tertentu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan pengukuran intensi turnover tidak langsung, yaitu dengan menggunakan skala yang bertitik tolak pada model pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju terhadap perilaku turnover.
C. Komunikasi Efektif
1. Pengertian Komunikasi Efektif
Hovland, Janis dan Kelly, dalam Rakhmat (2004), mendefinisikan komunikasi
se agai the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience) ya g dapat diterjemahkan sebagai suatu proses dimana seorang individu yang beperan sebagai komunikator (pemberi pesan) mengirimkan stimuli yang biasanya berupa lambang-lambang verbal untuk mengubah perilaku individu lain (penerima pesan).
Dance, dalam Rakhmat (2004), mengartikan komunikasi sebagai usaha menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal, ketika lambang-lambang verbal tersebut berfungsi sebagai stimuli.
Raymond S. Ross, dalam Rakhmat (2004), e defi isika ko u ikasi se agai a transactional process involving cognitive sorting, selecting and sharing of symbols in such a way to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source ya g dapat diterje ahka se agai proses transaksional yang meliputi pemisahan, pemilihan dan pengungkapan secara kognitif simbol-simbol sedemikian rupa untuk membantu orang lain menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri atau untuk memberikan respon-respon yang sesuai dengan yang dimaksudkan oleh sumbernya.
Cooley, dalam Kurniawan (2006), mendefinisikan komunikasi sebagai mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antara manusia, melalui simbol-simbol pesan yang merupakan representasi ide-ide pengalaman, perasaan dan emosi.
Menurut Davis, komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. ( http://kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/3d-KOMUNIKASI(revJan'03).doc).
Komunikasi dapat disimpulkan sebagai proses penyampaian pesan dari individu satu kepada individu lain melalui media tertentu untuk tujuan tertentu dengan mengharapkan umpan balik.
Menurut Johnson & Johnson, dalam Kurniawan (2006), komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah yang saling berbalas (reciprocity), terbuka dan interaktif dalam kepentingan komunikasi.
James, dalam Kurniawan (2006), menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah proses komunikasi dua arah yang seimbang di antara peserta komunikasi.
Two-way communication as a balance process trought communication both of sender and receiver .
Komunikasi efektif dalam penelitian ini adalah komunikasi dua arah yang mengandung aspek-aspek saling berbalas, terbuka, interaktif dan seimbang di antara dua orang atau lebih peserta komunikasi.
2. Pola Komunikasi dalam Perusahaan
Menurut Purwanto (2006), komunikasi yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan pada dasarnya merupakan komunikasi antarpribadi atau lebih dikenal dengan komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi berlangsung antara seseorang dengan orang lain dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Goldhaber, dalam Kurniawan (2006), mendefinisikan bahwa komunikasi dalam perusahaan sebagai proses saling bertukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung antara satu dengan yang lainnya untuk mengatasi lingkungan yang ada dalam perusahaan.
Menurut Redding, ada tiga alasan pentingnya komunikasi dalam perusahaan dilakukan, yaitu untuk pelaksanaan tugas-tugas, untuk pemeliharaan hubungan kerja dan untuk kemanusiaan.
Pendekatan yang dipakai antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam menjalankan komunikasi dapat bervariasi. Pada perusahaan yang berskala kecil yang memiliki beberapa karyawan, komunikasi dapat dilakukan secara langsung dengan tatap muka di antara karyawan. Lain halnya dengan perusahaan besar yang memiliki ratusan, bahkan ribuan karyawan, proses komunikasi tidak dapat selalu dilakukan secara langsung dengan tatap muka (Purwanto, 2006).
a. Saluran komunikasi formal
Saluran komunikasi formal berkaitan dengan proses penyampaian informasi dari atasan ke bawahannya, maupun dari bawahan ke atasannya yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas-tugas dan menjaga hubungan kerja tetap berlangsung dengan baik. Pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal, sebagai berikut :
1. Komunikasi ke bawah
Komunikasi ke bawah merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan informasi dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat hirarki yang lebih rendah sesuai dengan posisi individu dalam struktur perusahaan.
Menurut Katz dan Kahn, dalam Purwanto (2006), komunikasi ke bawah mempunyai lima tujuan, yaitu memberikan instruksi kerja tertentu, memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilakukan, memberikan informasi tentang prosedur dan praktek organisasional, memberikan umpan balik pelaksanaan kerja pada karyawan dan menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu perusahaan menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
2. Komunikasi ke atas
Komunikasi ke atas merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan informasi dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat hirarki yang lebih tinggi sesuai dengan posisi individu dalam struktur perusahaan. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup 1) kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan tugas, pencapaian yang telah dicapai dan masalah lain yang serupa; 2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab; 3) berbagai gagasan dan saran-saran perbaikan; 4) perasaan yang berkaitan dengan perusahaan, pekerjaan itu sendiri dan masalah lain yang serupa.
Komunikasi ke atas penting untuk memberikan pihak manajemen umpan balik yang diperlukan mengenai semangat kerja dan kemungkinan munculnya ketidakpuasan. Komunikasi ini juga membuat bawahan mempunyai rasa memiliki dan merasa dirinya merupakan bagian dari perusahaan.
3. Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal atau sering disebut dengan istilah komunikasi lateral adalah komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sederajat/sejajar dalam struktur perusahaan. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki posisi sejajar. Komunikasi horizontal bersifat koordinatif di antara mereka yang memiliki posisi sejajar, baik dalam satu bagian atau departemen maupun di antara beberapa departemen yang berbeda.
4. Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat bagian yang berbeda dalam perusahaan. Contohnya, komunikasi formal antara manajer produksi dengan karyawan bagian akuntansi. Keuntungan bentuk komunikasi diagonal adalah penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat daripada bentuk komunikasi konvensional dan memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu menyelesaikan masalah dalam perusahaan.
b.Saluran komunikasi informal
Saluran komunikasi informal memfasilitasi individu-individu yang berada dalam suatu perusahaan untuk melakukan komunikasi secara fleksibel, tanpa terlalu memperhatikan jenjang hirarki, jabatan, dan pangkat. Hal-hal yang diperbincangkan tidak hanya hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan, seperti lelucon yang baru didengar, keluarga, olahraga, musik, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja yang ada dalam perusahaannya.
3. Aspek-aspek Komunikasi Efektif
Menurut Johnson & Johnson, dalam Kurniawan (2006), komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah yang saling berbalas (reciprocity), terbuka dan interaktif dalam kepentingan komunikasi, sedangkan James, dalam Kurniawan (2006), menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah proses komunikasi dua arah yang seimbang di antara peserta komunikasi. Keempat aspek komunikasi efektif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Saling berbalas (reciprocity)
Komunikasi yang saling berbalas memiliki pengertian bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling berbalas dalam menerima atau mengirim stimulus komunikasi.
2. Terbuka
Komunikasi yang terbuka memiliki pengertian bahwa peserta komunikasi mempunyai kemauan untuk menyampaikan klarifikasi atas materi pesan yang disampaikan atau diterima dengan transparan sehingga dalam komunikasi tersebut menjadi terbuka bagi masing-masing pihak atas pesan-pesan komunikasi.
3. Interaktif
Komunikasi yang interaktif memiliki pengertian, membuat suasana komunikasi yang mampu menciptakan pola hubungan komunikasi yang menyenangkan di antara peserta komunikasi.
4. Seimbang
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Efektif
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi efektif, yaitu filtering, censoring dan exaggeration (Gaines, dalam Kurniawan, 2006).
a. Filtering
Filtering adalah penyampaian kandungan atau isi pesan secara selektif. Ada beberapa bagian dari isi pesan yang seharusnya disampaikan, justru tidak disampaikan. Pada komunikasi ke bawah, filtering ini sering digunakan oleh para manajer dan pengawas yang mereka pikir tidak penting untuk menyampaikan isi pesan tersebut pada bawahannya. Pada komunikasi ke atas, pemotongan pesan ini terjadi apabila ada bagian-bagian dari pesan tersebut yang mereka pikir tidak disukai oleh atasannya. Pada komunikasi horizontal, pemotongan pesan dilakukan karena isi pesan tersebut dinilai tidak bermanfaat bagi rekannya.
b.Censoring
Censoring adalah memilih pesan untuk disampaikan kepada orang lain untuk maksud tertentu. Censoring bertujuan untuk mengurangi kelalaian dalam mengirimkan pesan pada penerima. Pada saat filtering lalai dalam berbagai aspek dari isi pesan, dalam censoring pilihan yang dibuat oleh filtering tidak dikirimkan. Censoring terjadi apabila pengirim mengerti dan sangat percaya bahwa kata-kata yang dikirimkan tidak dimengerti atau dianggap penting oleh penerima. Censoring ini sering terjadi dalam hubungan komunikasi dari atas ke bawah dalam satu perusahaan besar (Davis, dalam Kurniawan, 2006).
c. Exaggeration
Exaggeration adalah penyimpangan komunikasi dimana komunikasi itu dibuat menjadi rumit, banyak prasangka atau meminimalisasi bagian dalam pesan. Orang-orang melakukan exaggeration dalam komunikasi guna menghindari akibat yang ditimbulkan oleh pesan tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perusakan komunikasi kebanyakan berasal dari alur komunikasi ke atas, dimana mereka menganggap bahwa pesan-pesan tersebut tidak diinginkan dan dikhawatirkan dapat terjadi akibat-akibat yang tidak menguntungkan (Gaines, dalam Kurniawan, 2006).
D.
Hubungan Komunikasi Efektif dengan Intensi
TurnoverAda begitu banyak alasan mengapa seseorang memilih untuk berpindah
kerja. Beberapa meninggalkan perusahaan karena ingin menghindari atau bahkan
melarikan diri dari pengaruh buruk yang ditimbulkan dalam lingkungan kerja dan
yang lainnya karena ada kesempatan kerja yang lebih menarik (McElroy, Morrow
dan Rude, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Mowday, dkk (1998)
menunjukkan bahwa tingkat
turnoverdipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang.
Mereka menemukan bahwa semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya
akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan
turnover.
manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji,
promosi, dan hubungan interpersonal.
Jika perusahaan tidak hati-hati dan tidak teliti dalam menempatkan
kebutuhan-kebutuhan karyawan, maka yang terjadi adalah karyawan akan menjadi
sangat frustasi dan ini dapat dinilai dengan kinerja yang sangat rendah, kepuasan
kerja yang rendah, dan juga adanya keinginan untuk melakukan
turnover(Steers
dan Porter, 1997).
Wexley dan Yukl (1997) menyatakan bahwa semakin banyak aspek-aspek
atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai dengan diri karyawan, maka semakin
tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan
discrepancy theoryyang menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan antara
apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai-nilai) dengan apa yang
menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
Perusahaan harus berupaya menciptakan suatu kondisi tertentu dimana
kondisi ini akan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi karyawan sehingga
karyawan dapat meraih kepuasan kerja dan sekaligus dapat memenuhi
kebutuhannya.
Salah satu cara yang harus dikembangkan oleh perusahaan agar karyawan
merasa betah untuk tinggal dalam lingkup perusahaan tersebut adalah berusaha
memenuhi kebutuhan materiil dan kebutuhan sosialnya.
Kartono (2002) yang menegaskan bahwa sekalipun perusahaan
memberikan upah yang sangat tinggi, kondisi kerja yang baik, dan pensiun yang
cukup, fasilitas materiil ini tdak akan mencukupi, karena karyawan akan bersedia
terus bekerja di perusahaan itu apabila kebutuhan mereka sebagai manusia
seutuhnya bisa terpenuhi, termasuk kebutuhan sosialnya.
Perusahaan harus memahami bahwa hubungan antara sesama karyawan di
sebuah organisasi lebih berfokus pada aspek
–
aspek manusiawi, sehingga hal
tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial. Hubungan industrial
lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas
kerja. Akan tetapi, di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat
hubungan industrial juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi di
kalangan karyawan maupun antara karyawan dengan pihak manajemen (Bertha,
2009).
Komunikasi yang efektif paling tidak akan menimbulkan 5 hal pada
peserta komunikasinya, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap,
hubungan yang makin baik, dan tindakan (Tubbs dan Moss, dalam Rakhmat,
2004). Artinya apabila suatu komunikasi membawa dampak yang menyenangkan
dan menciptakan hubungan yang baik antar karyawan maka kebutuhan sosial para
karyawan pun dapat terpenuhi.
METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan Bank Jatim Kantor Cabang Malang yang berjumlah ±90 orang .
B. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 33 orang yang diambil dengan menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel anggota populasi yang dilakukan berdasarkan tujuan atau karakteristik tertentu, yaitu tingkat pendidikan minimal SMA, telah bekerja selama minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun. Alasan pemilihan subyek ini didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka telah mengenal bentuk tugas kerjanya dan telah mengenal pula kondisi lingkungan kerjanya.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat : Intensi Turnover
Intensi Turnover adalah prediktor terhadap perilaku individu untuk keluar dari organisasi atau perusahaan tempatnya bekerja. Intensi turnover berwujud skor total subyek pada skala intensi turnover. Semakin tinggi skor total subyek, semakin tinggi intensi turnover subyek pada perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah skor total subyek, semakin rendah intensi turnover subyek pada perusahaan.
1.1 Penyusunan Skala Intensi Turnover
Adapun penyusunan skala Intensi Turnover menggunakan metode summated rating (rating yang dijumlahkan) atau lebih populer dengan nama penskalaan model
Likert ya g telah di odifikasi de ga e ghila gka piliha jawa a E tah , kare a jawa a E tah e gi dikasika sikap ragu-ragu atau tidak dapat menentukan sikap, sehingga hanya ada 4 (empat) alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Azwar, 2007).
Setiap pernyataan subyek akan diberikan skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban pada tabel 1.
Tabel 1
Penilaian skala intensi turnover
Jawaban Skor
Favourable Unfavourable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
Penyusunan
blue printskala intensi
turnoverberdasarkan aspek-aspek
intensi
turnoverdari Mobley (2000), yaitu :
a.
Berpikir untuk keluar atau mengundurkan diri (
thinking of quiting).
Karyawan memiliki beberapa pikiran untuk berhenti dari pekerjaannya pada
perusahaan dan menarik diri dari perusahaan. Hal lain yang akan dilakukan
karyawan seperti membanding-bandingkan apa yang diperoleh di perusahaan
ini dengan apa yang diperoleh oleh teman di perusahaan yang lain.
b.
Intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain (
intention to search).
Karyawan melakukan usaha-usaha seperti melihat-lihat lowongan pekerjaan
melalui berbagai media informasi yang tersedia ataupun menanyakan
informasi lowongan pekerjaan diluar perusahaan tempatnya bekerja.
c.
Intensi untuk keluar atau mengundurkan diri (
intention to quit).
Karyawan mulai menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang menunjukkan keinginannya untuk keluar dari perusahaan. Misalnya memiliki niat untuk mengundurkan diri dan mulai dapat memastikan bahwa dirinya akan berhenti dari perusahaan.
Sebaran aitem skala Intensi Turnover dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Sebaran Aitem Skala Intensi
TurnoverNo.
Aspek
Nomor Aitem
Jumlah
1.2 Validitas Butir Skala Intensi Turnover
Validitas butir merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengukur apa yang diukur. Berdasarkan cara estimasinya yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi setiap tes, tipe validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstrak), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah content validity (validitas isi) karena dapat menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini yang hendak diukur oleh tes itu. Pengertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukurannya (Azwar, 2007).
23), dimana aitem yang sahih memiliki nilai rbt yang berkisar antara 0,325 sampai 0,940.
Hasil perhitungan validitas skala intensi turnover ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3
Hasil Validitas Butir Skala Intensi Turnover
No. Aitem rxy rbt p Status
1. 0,727 0,670 0,000 Sahih
2. 0,308 0,192 0,142 Gugur
3. 0,696 0,630 0,000 Sahih
4. 0,730 0,692 0,000 Sahih
5. 0,876 0,849 0,000 Sahih
6. 0,863 0,843 0,000 Sahih
7. 0,518 0,448 0,004 Sahih
8. 0,694 0,644 0,000 Sahih
9. 0,636 0,570 0,000 Sahih
10. 0,831 0,785 0,000 Sahih
11. 0,870 0,847 0,000 Sahih
12. 0,812 0,783 0,000 Sahih
13. 0,827 0,803 0,000 Sahih
14. 0,718 0,663 0,000 Sahih
15. 0,715 0,664 0,000 Sahih
16. 0,903 0,881 0,000 Sahih
17. 0,749 0,705 0,000 Sahih
18. 0,744 0,708 0,000 Sahih
19. 0,822 0,785 0,000 Sahih
20. 0,806 0,769 0,000 Sahih
21. 0,877 0,853 0,000 Sahih
22. 0,608 0,537 0,001 Sahih
23. 0,227 0,096 0,300 Gugur
24. 0,653 0,600 0,000 Sahih
25. 0,676 0,612 0,000 Sahih
26. 0,872 0,848 0,000 Sahih
27. 0,566 0,493 0,002 Sahih
28. 0,775 0,727 0,000 Sahih
29. 0,921 0,905 0,000 Sahih
30. 0,864 0,839 0,000 Sahih
32. 0,481 0,399 0,010 Sahih
33. 0,667 0,625 0,000 Sahih
No. Aitem rxy rbt p Status
34. 0,830 0,807 0,000 Sahih
35. 0,904 0,887 0,000 Sahih
36. 0,869 0,843 0,000 Sahih
37. 0,744 0,706 0,000 Sahih
38. 0,601 0,531 0,001 Sahih
39. 0,717 0,662 0,000 Sahih
40. 0,559 0,494 0,002 Sahih
41. 0,950 0,940 0,000 Sahih
42. 0,751 0,724 0,000 Sahih
43. 0,392 0,325 0,031 Sahih
44. 0,788 0,743 0,000 Sahih
45. 0,762 0,711 0,000 Sahih
46. 0,781 0,743 0,000 Sahih
1.3 Reliabilitas Butir Skala Intensi Turnover
Reliabilitas merupakan keandalan alat ukur, dimana alat ukur tersebut
menunjukkan hasil pengukuran yang relatif konstan walaupun diberikan pada
waktu dan tempat berbeda. Pada umumnya untuk mengukur reliabilitas digunakan
tiga teknik penguji reliabilitas, yaitu: a. Teknik ulangan, b. Teknik bentuk paralel
atau sejajar dan c. Teknik pendekatan konsistensi internal (Azwar, 2007).
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pendekatan
konsistensi internal. Prosedur pendekatannya hanya memerlukan satu kali
pengenaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagai subyek (
single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan
efisiensi yang tinggi. Dengan hanya satu kali pengenaan tes akan diperoleh satu
distribusi skor tes dari kelompok subyek yang bersangkutan.
Tabel 4
Hasil Reliabilitas Butir Skala Intensi Turnover
No Aspek-Aspek rtt p Status
1. Thinking of quiting 0,947 0,000 Andal
2. Intention to search 0,929 0,000 Andal
3. Intention to quit 0,946 0,000 Andal
Hasil perhitungan reliabilitas 3 aspek skala intensi turnover dinyatakan sangat signifikan dengan nilai p = 0,000 dan nilai rtt berkisar antara 0,929-0,947. Dengan
demikian dalam penelitian ini skala intensi turnover dapat dinyatakan andal atau reliabel.
2. Variabel Bebas : Komunikasi Efektif
Komunikasi Efektif adalah komunikasi dua arah yang saling berbalas, terbuka, interaktif dan terjadi keseimbangan dinamis peserta komunikasi. Tingkat keefektifan komunikasi ditunjukkan oleh skor total yang diperoleh dari skala komunikasi efektif. Semakin tinggi skor total subyek maka semakin tinggi tingkat keefektifan komunikasi yang terjadi di antara karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor total subyek maka semakin tidak efektif komunikasi yang terjadi di antara karyawan.
2.1 Penyusunan Skala Komunikasi Efektif
Adapun penyusunan skala Komunikasi Efektif menggunakan metode summated rating (rating yang dijumlahkan) atau lebih populer dengan nama penskalaan model
Likert ya g telah di odifikasi de ga e ghila gka piliha jawa a E tah , kare a jawa a E tah e gi dikasika sikap ragu-ragu atau tidak dapat menentukan sikap, sehingga hanya ada 4 (empat) alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) (Azwar, 2007).
Setiap pernyataan subyek akan diberikan skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban pada tabel 5.
Tabel 5
Penilaian Skala Komunikasi Efektif
Jawaban Skor
Favourable Unfavourable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
Penyusunan blue print skala komunikasi efektif berdasarkan aspek-aspek komunikasi efektif dari Johnson & Johnson dan James, yaitu :
a. Saling berbalas (reciprocity)
Komunikasi yang saling berbalas memiliki pengertian bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling berbalas dalam menerima atau mengirim stimulus komunikasi.
b. Terbuka
Komunikasi yang terbuka memiliki pengertian bahwa peserta komunikasi mempunyai kemauan untuk menyampaikan klarifikasi atas materi pesan yang disampaikan atau diterima dengan transparan sehingga dalam komunikasi tersebut menjadi terbuka bagi masing-masing pihak atas pesan-pesan komunikasi.
c. Interaktif
Komunikasi yang interaktif memiliki pengertian, membuat suasana komunikasi yang mampu menciptakan pola hubungan komunikasi yang menyenangkan di antara peserta komunikasi.
d. Seimbang
Komunikasi efektif memungkinkan peserta komunikasi saling memiliki kedudukan yang seimbang dalam berkomunikasi, dalam pengolahan materi pesan, serta dalam jalur komunikasi yang berlangsung. Proses komunikasi sendiri menjadi proses yang dinamis tanpa adanya dominasi dan subordinasi yang timpang.
Sebaran aitem skala Komunikasi Efektif dapat dilihat dari Tabel 6.
Tabel 6
Sebaran Aitem Skala Komunikasi Efektif
No. Aspek
No aitem
Total Favourable Unfavourable
1 Saling berbalas 1, 9, 17, 25, 33 5, 13, 21, 29, 37 10
2 Terbuka 2, 10, 18, 26, 34 6, 14, 22, 30, 38 10
3 Interaktif 3, 11, 19, 27, 35 7, 15, 23, 31, 39 10
4 Seimbang 4, 12, 20, 28, 36 8, 16, 24, 32, 40 10
Total 20 20 40
2.2 Validitas Butir Skala Komunikasi Efektif
saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukurannya (Azwar, 2007).
Penghitungan validitas skalakomunikasi efektif dilakukan dengan menggunakan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000), Program Analisis Kesahihan Butir edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, UGM Yogyakarta versi IBM/ IN; Hak Cipta ©2005, dilindungi undang-undang. Setelah dilakukan uji validitas, diketahui bahwa dari 40 aitem komunikasi efektif, 31 aitem dinyatakan sahih, dan 9 aitem dinyatakan gugur (1, 4, 9, 21, 27, 28, 30, 31, 33), dimana aitem yang sahih memiliki nilai rbt yang berkisar
antara 0,295 sampai 0,847. Hasil perhitungan validitas skala komunikasi efektif ditunjukkan pada tabel 7.
Tabel 7
Hasil Validitas Butir Skala Komunikasi Efektif
No. Aitem rxy rbt p Status
1. 0,352 0,128 0,259 Gugur
2. 0,686 0,582 0,000 Sahih
3. 0,591 0,453 0,004 Sahih
4. 0,402 0,251 0,078 Gugur
5. 0,623 0,468 0,003 Sahih
6. 0,594 0,480 0,002 Sahih
7. 0,521 0,361 0,018 Sahih
8. 0,779 0,677 0,000 Sahih
9. 0,172 -0,046 0,397 Gugur
10. 0,706 0,615 0,000 Sahih
11. 0,676 0,514 0,001 Sahih
12. 0,708 0,622 0,000 Sahih
13. 0,754 0,593 0,000 Sahih
14. 0,834 0,778 0,000 Sahih
15. 0,770 0,658 0,000 Sahih
16. 0,671 0,599 0,000 Sahih
17. 0,558 0,328 0,030 Sahih
18. 0,688 0,592 0,000 Sahih
19. 0,824 0,767 0,000 Sahih
20. 0,434 0,295 0,046 Sahih
21. 0,463 0,251 0,077 Gugur
22. 0,725 0,635 0,000 Sahih
No. Aitem rxy rbt p Status
24. 0,710 0,619 0,000 Sahih
25. 0,666 0,522 0,001 Sahih
26. 0,729 0,634 0,000 Sahih
27. 0,361 0,214 0,115 Gugur
28. 0,390 0,243 0,085 Gugur
29. 0,764 0,653 0,000 Sahih
30. -0,088 -0,273 0,060 Gugur
31. 0,411 0,249 0,079 Gugur
32. 0,848 0,764 0,000 Sahih
33. 0,072 -0,157 0,306 Gugur
34. 0,658 0,582 0,000 Sahih
35. 0,751 0,675 0,000 Sahih
36. 0,649 0,545 0,001 Sahih
37. 0,707 0,493 0,002 Sahih
38. 0,743 0,640 0,000 Sahih
39. 0,769 0,690 0,000 Sahih
40. 0,902 0,847 0,000 Sahih
2.3 Reliabilitas Butir Skala Komunikasi Efektif
Reliabilitas merupakan keandalan alat ukur, dimana alat ukur tersebut
menunjukkan hasil pengukuran yang relatif konstan walaupun diberikan pada
waktu dan tempat berbeda. Pada umumnya untuk mengukur reliabilitas digunakan
tiga teknik penguji reliabilitas, yaitu: a. Teknik ulangan, b. Teknik bentuk paralel
atau sejajar dan c. Teknik pendekatan konsistensi internal (Azwar, 2007).
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pendekatan
konsistensi internal. Prosedur pendekatannya hanya memerlukan satu kali
pengenaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagai subyek (
single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan
efisiensi yang tinggi. Dengan hanya satu kali pengenaan tes akan diperoleh satu
distribusi skor tes dari kelompok subyek yang bersangkutan.
Tabel 8
Hasil Reliabilitas Butir Skala Komunikasi Efektif
No Aspek-Aspek rtt p Status
1. Saling berbalas 0,755 0,000 Andal
2. Terbuka 0,874 0,000 Andal
3. Interaktif 0,846 0,000 Andal
4. Seimbang 0,864 0,000 Andal
Hasil perhitungan reliabilitas 4 aspek dalam skala komunikasi efektif dinyatakan sangat signifikan dengan nilai p = 0,000 dan nilai rtt berkisar antara 0,755-0,874. Dengan
demikian dalam penelitian ini skala komunikasi efektif dapat dinyatakan andal atau reliabel.
D. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, digunakan Analisis Korelasi Product Moment dari Pearson dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) dari Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta versi IBM/IN.
Tabel 9
Tabel komputasi
X Y
x1 y1
x2 y2
xn yn
Keterangan:
X : komunikasi efektif.
Y : intensi turnover.
x1, x2, ..., xn : total skor komunikasi efektif subyek 1, 2, ..., subyek ke-n.
Adapun pedoman pengujian hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
jika rhitung > rtabel 1% erarti sa gat sig ifika , → hipotesis alter atif ya g
digunakan diterima karena ada hubungan yang sangat signifikan antara variabel X dan variabel Y.
jika rtabel 5% < rhitung < rtabel 1% erarti sig ifika → hipotesis alter atif ya g
diajukan diterima karena ada hubungan antara variabel X dan variabel Y.
jika rhitung < rtabel 5% berarti tidak signifika → hipotesis alter atif ya g diajuka