Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pertahanan RI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (Strata–1)
Program Studi Teknik Industri
Disusun Oleh : NAMA : KULSUM NOMOR POKOK : 207.415.035
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI (S-1)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pertahanan RI
Dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Kulsum
NRP : 207.415.035
Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal : 1 Juni 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Pembimbing
( Dr. Ir. Halim Mahfud, M.Sc )
Jakarta, 2011
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Industri
Ketua Program Studi
Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pertahanan RI
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : KulsumNRP : 207.415.035
Telah dipertahankan dihadapan komisi penguji jurusan Teknik Industri pada tanggal 1 Juni 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Persetujuan komisi penguji
No. Jabatan Nama Tanda Tangan
1. Ketua Ir. Sugeng Prayitno ………
2. Anggota DR . Ir. Reda Rizal, MSi ………
3. Anggota Catur Kurniawan, SPd, MT ………
Jakarta, 2011
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Industri Ketua Program Studi
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Kulsum
NRP : 207.415.035
Jurusan : Teknik Industri UPN Veteran Jakarta
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan RI.
Dengan ini menyatakan bahwa tulisan dalam Skripsi saya ini adalah benar hasil karya sendiri dan bukanlah hasil plagiasi. Apabila ternyata diketemukan
unsur plagiasi saya siap untuk diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku di UPN Veteran Jakarta.
Jakarta, 2011
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia serta berkat-Nya sehingga penulis berhasil menyusun skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan ” ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana Strata-1 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Penulis sungguh-sungguh menyadari bahwa banyak pihak yang telah turut serta dalam penyelesaian skripsi ini. Sebab tanpa bantuan banyak pihak, penulis tidak akan dapat berbuat banyak dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini sudah selayaknya penulisnya mengungkapkan terima kasih kami yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Sulistiono, M.Sc selaku Dekan Fakultas Teknik UPN “Veteran” Jakarta.
2. Ibu Ir. Lilik Zulaihah, Msi selaku Wadek Fakultas Teknik UPN “Veteran” Jakarta
ii 4. Bapak Ir. Sugeng Prayitno selaku Ketua Program Studi yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan serta saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Para Dosen Pengajar Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta yang telah memberikan dorongan moril dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
6. Suami tercinta, Ir. Makmuri Nur’amin beserta 4 buah hati tercinta Fahmi Izharudin Aulia Rahman, Aisha Izzatuddiena, Rantisi Aufa Hibatullah dan Syahmi Syihabuddin Mubbarak, yang telah memberi dorongan moril dan doa serta pengertian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik UPN “Veteran” Jakarta yang telah memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Staf Sekretariat Fakultas Teknik UPN “Veteran” Jakarta yang telah membantu selama perkuliahan berlangsung sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
9. Pimpinan beserta Staf Balitbang Kemhan yang telah berbaik hati membantu penulis selama dalam proses perkuliahan sampai pembuatan skripsi ini selesai.
iii Dalam kesadaran akan keterbatasan ini pula, penulis merasa skripsi ini belum sempurna, karena penulispun terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun. Meskipun demikian penulis berharap bahwa skripsi ini dapat pula berguna untuk pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Jakarta, 2011 Penulis,
iv DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ……….. iv
DAFTAR GAMBAR ……… vi
DAFTAR TABEL ……… vii
DAFTAR LAMPIRAN ……… viii
ABSTRAK ………. ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Identifikasi Masalah ………. 4
1.3. Ruang Lingkup Masalah ……….. 4
1.4. Perumusan Masalah ………. 4
1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………. 5
1.6. Sistematika Penulisan ……….. 5
BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia ………. 7
2.2. Motivasi Kerja ………. 15
2.3. Kinerja ………. 25
2.4. Kerangka Pemikiran ……… 40
2.5. Rumusan Hipotesis ………. 41
2.6. Penyusunan Kuisioner... 42
v
2.8. Validitas ... 45
2.9. Reliabilitas ... 47
2.10. Korelasi ... 49
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian ……….. 51
3.2. Studi Pendahuluan ……… 53
3.3. Pengumpulan Data ……… 54
3.4. Pengolahan Data ………... 55
3.5. Analisis Data ………. 56
3.6. Kesimpulan ……… 58
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data ……… 59
4.2. Daftar Distribusi frekwensi ………. 59
4.3. Pengolahan Data ……… 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………. 87
5.2. Saran ……… 87
vi DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1.2. Proses Manajemen SDM ……… 10
2.3.2. Kedudukan Kinerja Dalam Sistem Perilaku Organisasi ………… 28
2.4. Skema Kerangka Pemikiran ……….. 41
4.4.3.1. Grafik Normalitas Data... 72
vii DAFTAR TABEL
Halaman
4.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
4.2. Responden Berdasarkan Usia Pegawai ... 60
4.3. Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 61
4.4. Responden Berdasarkan Golongan Kepangkatan ... 61
4.5. Responden berdasarkan Masa Kerja ... 62
4.6. Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja Individu ... 65
4.7. Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja Organisasi ... 67
4.8. Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Pegawai ... 69
4.10 Korelasi Rank Spearman’s Variabel Motivasi kerja Terhadap Variabel Kinerja Pegawai ... 71
4.11. Korelasi Determinasi Variabel Motivasi kerja Terhadap Variabel Kinerja Pegawai ... 82
4.12. t hitung dan Signifikansi Variabel Motivasi kerja Kerja (X) Terhadap Variabel Kinerja Pegawai ... 85
viii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner Penelitian ... 87
2. Sejarah Balitbang ... 88
3. Skor Jawaban Responden Variabel X ... 81
4. Skor Jawaban Responden Variabel Y ... 83
5. HAsil Pengolahan SPSS ……….. 84
ix
ABSTRAK
Kulsum, NRP : 207.415.035, Analisis Pengaruh Motivsasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan. Reformasi birokrasi pemerintah (public) menuntut terselenggaranya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pengembangan kualitas aparatur pemerintah harus menjadi prioritas untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanannya bagi masyarakat dengan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Lembaga pemerintahan dengan kualitas pegawai negeri sebagai aparatur negara yang profesional, efektif, efisien dan modern menjadi suatu keharusan untuk menjawab tantangan masa depan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dihadapkan dengan semakin beratnya tantangan dan kompleksitas permasalahan bidang pertahanan yang harus diriset.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel motivsasi kerja terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan, Penelitian ini menggunakan metoda uji hipotesa dan data dianalisa dengan menggunakan analisis statistika korelasi dan regresi. Pemilihan sampel dilakukan secara acak proporsional dari populasi PNS Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan. Data variabel bebas dan terikat diperoleh melalui angket yang diisi langsung oleh responden (n = 67) dengan memberikan skor pada setiap jawaban responden sesuai dengan skala Likert.
Hasil analisis data dan pengujian hipotesa membuktikan bahwa variabel motivasi kerja individu dan motivasi kerja organisasi sebagai variabel bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja PNS.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Globalisasi telah memberikan pengaruh yang kuat terhadap Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan menjadikan persaingan
dalam segala lini kehidupan menjadi semakin berat, khusunya dalam kualitas Sumber Daya manusia (SDM). Tantangan tersebut harus dihadapi
dengan melakukan perubahan paradigma dan perbaikan manajemen pada setiap organisasi, dimana dengan menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai prioritas. Fokus pembinaan manajemen terkait dengan
pembinaan SDM.
Fokus pembinaan MSDM tersebut di atas hanya dapat diwujudkan
dengan memberikan modal/bekal bagi pegawai untuk meningkatkan kemampuannya sehingga dapat diharapkan dimasa depan akan menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi. Banyak faktor yang turut
mempengaruhi tingkat produktivitas kerja pegawai dan organisasi, baik dikarenakan faktor internal maupun eksternal, tetapi tetap saja SDM harus
menjadi titik sentral pembinaan manajemen.
Kementerian Pertahanan (Kemhan) adalah institusi pemerintah yang diberi kewenangan dalam menentukan kebijakan bidang pertahanan
negara. Kementerian ini merupakan institusi yang unik, karena diawaki oleh personil militer dan PNS dengan aturan pembinaan personil yang
2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan (Balitbang Kemhan) adalah unsur pelaksana tugas teknis Kemhan, yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Balitbang Kemhan dipimpin oleh Kepala badan sesuai Peraturan Menteri Pertahanan Nomor : PER/16/M/IX/2010 tanggal 27 September 2010 adalah
melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang pertahanan negara. Keberhasilan suatu organisasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya
dapat dilihat dari kualitas kinerja organisasi tersebut. Kinerja organisasi tersebut ditentukan beberapa faktor antara lain kinerja (performance) dari pegawainya. Kinerja pegawai dipengaruhi oleh motivasi kerja.
Menurunnya kinerja pegawai pada akhirnya akan menghambat tercapai peningkatan kinerja organisasi dalam upaya mewujudkan tujuan dan
sasaran organisasi.
Berdasarkan pada pengamatan penulis di tempat penulis berdinas,
realita yang tampak saat ini adalah terdapat kecenderungan penurunan kinerja pegawai, khususnya PNS. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya jumlah tugas-tugas yang diberikan pimpinan kepada pegawai belum dapat diselesaikan tepat waktu, kualitas hasil kerja yang cenderung menurun, para PNS sering meninggalkan kantor (tanpa alasan
yang jelas) pada saat jam kerja. Data yang dapat dipakai untuk menguatkan hasil pengamatan diatas dari Laporan Akuntabilitas Instansi
3 paling sering dijumpai bahwa proses administrasi pergeseran dan/atau mutasi pegawai serta masalah urusan pangkat dan jabatan masih terkesan
lambat dan kurang transparan (artinya belum didasarkan atas kompetensi dan latar belakang pendidikan dan kemampuan pegawai yang bersangkutan). Motivasi kerja PNS baik individu maupun organisasi
menunjukkan kecenderungan penurunan. Hal ini terlihat dari pekerjaan, khususnya penyelesaian kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang)
kurang dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan perencanaan, baik secara individu maupun organisasi. Kecenderungan yang umum terjadi adalah sering kegiatan litbang yang dilakukan terpaksa dikerjakan
”kejar tayang” karena mendekati batasan alokasi yang tersedia, sehingga dapat dimaklumi hasil litbang tersebut secara kualitas jauh dari sempurna.
Motivasi untuk melakukan litbang dengan mengembangkan inisiatif, inovasi dan kreatifitas dari personil maupun kelompok kerja (pokja) relatif masih rendah. Kalaupun pekerjaan/program kerja litbang itu selesai
hanya sebagai sebuah pemenuhan kewajiban administrasi, kurang menyentuh kualitas hasil litbang seperti yang diharapkan. Pegawai yang
memiliki motivasi kerja yang tinggi umumnya lebih berhasil dalam tugas dan perkembangan kariernya dibandingkan pegawai yang kurang motivasi.
Alasan tersebut diatas mendorong dan menginspirasi penulis untuk melakukan penelitian ini dengan memfokuskan pada analisis pengaruh
4 1.2. Identifikasi Masalah
1.2.1 Menurunnya kinerja PNS di lingkungan Balitbang Kemhan.
1.2.2 Banyak PNS memiliki motivasi kerja yang rendah sehingga setiap tugas yang diberikan pimpinan cenderung tidak menghasilkan hasil kerja yang memuaskan.
1.2.3 Motivasi kerja para PNS Balitbang Kemhan masih kurang memenuhi harapan (relatif rendah).
1.2.4 Kebijakan-kebijakan yang tidak konsisten dari pimpinan di Balitbang Kemhan menyebabkan terjadinya kegamangan pegawai dan miskomunikasi dalam pelaksanaan tugas.
1.2.5 Penempatan pegawai yang kurang sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan menyebabkan para pegawai tidak
mampu menunjukkan kinerja dengan baik.
1.3. Ruang Lingkup Masalah.
Penelitian ini dibatasi pada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja PNS di Balitbang Kemhan. Motivasi kerja dilihat dari dua aspek
yaitu motivasi kerja individu dan/atau organisasi.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi permasalahan di
atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut : Seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja PNS
5 1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.5.1. Tujuan Penelitian
1) Identifikasi faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi kinerja.
2) Menentukan hubungan antara motivasi dengan kinerja.
1.5.2. Kegunaan Penelitian
1) Bagi penulis untuk dapat lebih memahami kompleksitas
manajemen SDM dan organisasi sekaligus dapat bermanfaat dalam pengembangan tugas-tugas di tempat penulis bertugas saat ini.
2) Diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi pimpinan dan/atau pejabat personalia dalam upaya pembinaan
organisasi dan pengembangan SDM di Balitbang Kemhan. 3) Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian
dan bahan referensi bagi Sarjana Strata-1 Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, khususnya konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia, sekaligus
sebagai bahan informasi bagi para pembaca, pemerhati bidang Manajemen Sumber Daya Manusia dan sekaligus sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan skripsi ini, maka dibuat suatu
6 BAB I PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini yang dibahas adalah mengenai latar
belakang masalah tujuan penelitian, pembatasan masalah, metode penelitian dan sistematikan penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai dasar penentuan langkah-langakah pemecahan masalah
yang akan dikerjakan dalam bab selanjutnya. BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini membahas mengenai langkah-langkah penelitian
yang akan diterapkan dalam pemecahan masalah yaitu metode penelitian, pengumpulan data, pengolahan data serta teknik
analisa data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisikan tentang pengumpulan data dan pengolahan data. Data
yang dikumpulkan diolah sesuai dengan teori-teori serta teknik analisis data yang digunakan melalui analisis korelasi dan
regresi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini memuat kesimpulan dari hasil analisis data dan
saran. DAFTAR PUSTAKA
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengertian manajemen berasal bahasa Inggris management yang artinya “mengatur atau mengelola”. Sedangkan manajemen sumber daya manusia mempunyai pengertian suatu ilmu yang mengatur atau mengelola
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sebagai bagian dari bidang manajemen memiliki peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi.
Tidak seperti bidang lainnya, manajemen SDM memiliki cakupan permasalahan yang sangat kompleks.
2.1.1. Definisi dan Peran MSDM
Beberapa pendapat para ahli manajemen mengenai pengertian
MSDM antara lain :
Hasibuan (2001, 17) memberikan pengertian manajemen adalah ilmu dan seni mengatur pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainya secara efektif dan efisien unutk mencapai tujuan tertentu.
8 Siagian (2002, 129) memberikan pengertian manajemen sumber
daya manusia adalah Konsep-konsep yang digunakan sebgai titik tolak berpikir dan bertindak dalam merumuskan kebijaksanaan yang menyangkut manusia dalam organisasi, serta praktek-praktek
yang diterapkan, yang menyangkut kehidupan berkarya dalam organisasi.
Nawawi (2003, 52) menyatakan bahwa Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgeting).
Samsudin (2006, 15) Manajemen merupakan bekerja dengan
orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing),
pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan
(controlling).
Flippo seperti yang dikutip oleh Sri Budi Cantika Yuli, (2005, 16)
menyebutkan bahwa manajemen personalia dapat dipahami dari dua kategori fungsi yaitu fungsi manajemen dan fungsi
operasional. Fungsi manajemen mengacu pada pada proses
planning, organizing, directing dan controling. Sedangkan fungsi operasional meliputi kegiatan pengadaan pegawai (recruitment),
9 integrasi (integration), pemeliharaan (maintenance) dan pemutusan hubungan kerja (separation).
Mengingat MSDM merupakan bagian dari manajemen,maka pengertian MSDM dapat disimpulkan sebagai berikut :
“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang cara pengadaaan tenaga kerja, melakukan
pengembangan, memberikan kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemisahan pegawai melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.
Untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi yang diharapkan, maka keberadaan dari SDM dapat dioptimalkan peran dan fungsi
strategisnya. Secara umum peran MSDM dapat dikelompokkan dalam tiga peran utama, yaitu ; 1) peran administrasi, 2) peran operasional dan 3) peran strategis. Masing-masing peran tersebut
memiliki fokus atau konsentrasi, rentang waktu dan jenis kegiatan yang berbeda-beda.
2.1.2. Tugas Pokok MSDM
Beberapa persoalan penting dalam proses MSDM
menyangkut : penarikan tenaga kerja yang berkualitas, mengelola perencanaan, rekrutmen dan seleksi tenaga kerja, mengembangkan tenaga kerja yang berkualitas, mengelola orientasi, pelatihan dan
10 pegawai, mempertahankan tenaga kerja yang berkualitas,
mengelola, penahanan dan pergantian, penilaian kinerja, kompensasi dan benefit dan hubungan tenaga kerja dan manajemen Yuli (2005, 18) seperti yang tergambar pada Gambar 1 dibawah
menyebutkan bahwa beberapa persoalan penting terkait dengan proses MSDM menyangkut :
1) Penarikan tenaga kerja yang berkualitas, mengelola perencanaan, rekrutmen dan seleksi tenaga kerja.
2) Mengembangkan tenaga kerja yang berkualitas, mengelola
orientasi, pelatihan dan pengembangan serta perencanaan dan pengembangan karir pegawai.
3) Mempertahankan tenaga kerja yang berkualitas, pengelola penahanan dan pergantian, penilaian kinerja, kompensasi dan
benefit serta hubungan tenaga kerja dengan manajemen.
Sumber : Yuli, 2005: 19
Gambar 1.Proses Manajemen SDM
Selanjutnya Yuli (2005, 19-22) menjelaskan tahapan proses
11 1) Perencanaan SDM
Perencanaan sumber daya manusia merupakan proses diman manajer menjamin bahwa organisasi memilik jumlah dan jenis tenaga yang tepat di tempat-tempat yang tepat (right man on the right place) dan pada saat yag tepat, yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menolong organisasi
tersebut mencapai sasaran-sasaran secara keseluruhan secara efektif dan efisien. Dalam pengertian praktis, semua manajer harus memastikan bahwa semua pekerjaan dalam area tanggung jawab
mereka selalu diisi dengan orang-orang yang berkemampuan yang dapat melakukannya secara tepat.
2) Perekrutan Pegawai
Penarikan tenaga kerja merupakan suatu proses atau tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja melalui beberapa tahapan yang mencakup identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan tenaga kerja, menentukan kebutuhan
tenaga kerja yang diperlukan, proses seleksi, penempatan dan orientasi tenaga kerja. Penarikan tenaga kerja bertujuan
menyediakan tenaga kerja yang cukup agar manajer dapat memilih karyawan yang memenuhi kualifikasi yang mereka perlukan.
12 Seleksi adalah proses untuk memuaskan apakah calon yang
sudah melamar dapat diterima atau tidak. Dalam kenyataannya, proses seleksi seringkali tidak obyektif sehingga berdampak pada kualitas SDM organisasi. Para manajer SDM menggunakan proses
seleksi untuk mengambil keputusan penerimaan pegawai baru. Tujuan dari proses seleksi adalah untuk memilih pegawai yang
cocok dengan pekerjaan dan organisasi. Pada dasarnya seleksi dilakukan untuk memberikan masukan bagi organisasi dalam rangka mendapatkan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi.
4) Sosialisasi atau Orientasi
Setelah calon pekerja itu diterima sebagai karyawan dalam perusahaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan orientasi yaitu pengenalan pekerja baru pada pekerjaan dan organisasinya.
Langkah ini dirancang untuk mengakrabkan pegawai-pegawai baru dengan pekerjaan mereka, rekan kerja mereka dan aspek-aspek kunci dari organisasi secara keseluruhan.
Lebih lanjut, langkah ini melibatkan upaya memperjelas misi dan kultur organisasi, menjelaskan sasaran pengoperasian dan
harapan pekerjaan, mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur dan mengidentifikasikan personil kunci.
13 Program pelatihan (training) bertujuan untuk memperbaiki penguasaan sebagai keterampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya siap memangku jabatan
tertentu dimasa yang akan datang. Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti peningkatan dalam
keilmuan, wawasan dan kemampuan, sikap serta kepribadian. Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi “gap” antara kecakapan pegawai dengan permintaan jabatan, selain itu juga untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran tugas.
Untuk melaksanakan program latihan dan pengembangan, manajemen hendaknya melakukan analisis tentang kebutuhan, tujuan, sasaran, serta isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar
pelaksanaan program pelatihan tidaklah sia-sia. Agar prinsip belajar menjadi pedoman cara belajar, program hendaknya bersifat partisipatif, relevan dan valid, sehingga memungkinkan terjadinya
transformasi keahlian serta memberikan umpan balik tentang kemajuan peserta pelatihan. Di lain pihak pengembangan SDM
jangka panjang banyak memiliki manfaat, misalnya untuk mengurangi ketergantungan pada penarikan pegawai baru, memberikan kesempatan kepada pegawai lama, mengantisipasi
14 6) Penilaian Prestasi
Untuk melihat apakah karyawan yang dilatih dan dikembangkan itu memperoleh manfaat dari apa yang mereka
lakukan, maka perlu dilakukan evaluasi atau penilaian atas prestasi mereka. Prestasi kerja (job performance) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk
mengetahui apakah karyawan telah bekerja sesuai dengan standar-standar yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila karyawan telah
memenuhi standar yang ditetapkan, maka karyawan itu berarti memiliki prestasi yang baik, demikian juga sebaliknya.
7) Promosi, Transfer dan Demosi
Apabila calon karyawan sudah diterima, diseleksi dan dikembangkan serta melakukan proses penilaian yang obyektif, maka manajer perlu mengamati dan mengikuti pergerakan mereka
dari tugas-tugasnya. Perwujudan dan prinsip orang yang tepat pada jabatan yang tepat, baik dengan jalan promosi, penurunan,
pemindahan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) memberikan manfaat yang besar, baik bagi organisasi maupun karyawan. Karyawan akan merasa senang untuk bekerja karena mereka berada
15 menurun manakala tugas-tugas yang diberikan kepadanya tidak
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
2.2. Motivasi Kerja
2.2.1. Definisi Motivasi Kerja
Seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat
memelihara prestasi dan kepuasan kerja, antara lain dengan memberikan motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Motivasi adalah proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau
melaksanakan sesuatu yang diterapkan. Motivasi atau dorongan
(driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Menurut Liang Gie,
motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan
tertentu. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat
mencapai hasil yang dikehendaki oleh orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
16 kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis
pekerjaan dan tantangan. Motivasi individu untuk bekerja dipengaruhi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya masing-masing (Samsudin, 2006, 281-282).
2.2.2 Teori-teori Motivasi
Teori Motivasi Abraham H. Maslow seperti yang dikutip oleh
Samsudin (2006, 283-284) dan Siagian (2006, 287-289) setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hierarki dari tingkat yang paling mendasar sampai tingkat yang
paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkat yang paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang
lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah, dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat biologis. Pada tingkat yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat sosial
dan pada tingkat yang paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, kebutuhan-kebutuhan
tersebut diterjemahkan sebagai berikut :
1) Kebutuhan fisiologis dasar, seperti makanan, pakaian,
perumahan dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang berguna untuk kelangsungan hidup pekerja.
2) Kebutuhan akan rasa aman, seperti lingkungan kerja yang
17 posisi, status kerja yang jelas dan keamanan alat yang
dipergunakan.
3) Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, seperti interaksi dengan rekan kerja, kebebasan melakukan aktivitas sosial
dan kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.
4) Kebutuhan untuk dihargai, seperti pemberian penghargaan
(reward) dan mengakui hasil karya individu.
5) Kebutuhan aktualisasi diri, seperti kesempatan dan kebebasan
untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu, kebebasan untuk mengembangkan bakat dan talenta yang
dimiliki.
Kemampuan untuk menyatukan aspek-aspek manusia menjadi kesulitan tersendiri dalam suatu organisasi dan seorang pimpinan
harus membuat bawahan agar mempunyai motivasi yang tinggi untuk bekerja demi mencapai tujuan organisasi. Pimpinan dapat memotivasi bawahan dengan berbagai cara, diantaranya menurut
Allen seperti yang dikutip Siagian (2006, 251) adalah :
1) Menginspirasi, yaitu dengan memasukkan semangat ke
dalam diri orang lain untuk berbuat dengan efektif. Orang diinspirasi melalui kepribadian pemimpin, keteladanannya dan pekerjaan yang dilakukannya secara sadar atau tidak
18 2) Mendorong, yaitu merangsang orang untuk melakukan apa
yang harus dilakukan melalui pujian, persetujuan dan bantuan.
3) Mendesak, yaitu membuat orang merasa harus melakukan
apa yang harus dilakukan dengan sesuatu cara yang perlu termasuk paksaan, kekerasan dan ancaman jika perlu.
Diantara berbagai cara memotivasi bawahan tersebut diatas, yang lebih tepat digunakan adalah cara memberikan inspirasi yang merupakan pola kepemimpinan kharismatik. Disamping itu,
pimpinan juga dapat memberikan dorongan kepada bawahan agar mereka semakin termotivasi dalam bekerja.
Sedangkan motivasi pegawai jenis paksaan sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman dan bersifat negatif, karena pegawai pegawai bekerja dengan paksaan tanpa ada motif dari diri sendiri.
Dalam tata pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance), penerapan model motivasi inspirasi mampu maksimal memberikan dampaknya, Dalam hal ini proses internalisasi
nilai-nilai disiplin, ketekunan, ketelitian, semangat perlu mendapat tekanan khusus. Pimpinan hendaknya mampu memberikan
inspirasi melalui keteladanan yang baik, misalnya perilaku serius dalam bekerja, semangat dalam usaha. berperilaku efektif, perilaku yang konsisten, komitmen kerja yang tinggi. Hal ini dapat
19 Memotivasi bawahan yang paling efektif dilakukan adalah dengan
motivasi diri. Pimpinan dapat membuat bawahan mau bekerja karena keinginan dari dalam dirinya sendiri dan bukan karena paksaan. Motivasi jenis ini merupakan motivasi yang paling
efektif dan dapat bertahan lama. Dalam kenyataannya, memotivasi seseorang tidaklah mudah sebab masing-masing
individu mempunyai latar belakang, harapan, keinginan, ambisi yang berbeda-beda. Begitupula dengan pekerjaan yang dilakukan di dalam organiasasi akan berkaitan dengan kondisi pekerja
sebagai individu, yang pada akhirnya suasana batin sebagai individu akan berpengaruh terhadap hasil kerja. Dengan kata lain,
motivasi menjadi faktor penting agar pekerja bersedia melaksanakan pekerjaannya dengan semangat, gairah dan dengan dedikasi tinggi.
Disamping teori Maslow, terdapat beberapa teori motivasi yang cukup terkenal antara lain Teori Clayton Alderfer. Teori ini dikenal dengan akronim “ERG (Exixtence, Relatedness and Growth)”.
Secara konseptual terdapat persamaan antara teori dan model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer, karena
“Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dari teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
20 menurut Maslow. Teori Alderfer juga menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer dalam Siagian (2006, 289-290) disimak lebih lanjut akan terlihat bahwa :
1) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.
2) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
3) Sebaliknya semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih besar.
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi para karyawan adalah Herzberg. Teori
yang dikembangkannya dikenal dengan “Model dua faktor” dari motivasi yaitu faktor motivasional dan faktor higienis (pemeliharaan).
Menurut teori Herzberg, yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya
21 luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional
antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor higienis (pemeliharaan)
mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan kerja seseorang, apakah
yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
Teori Keadilan, Siagian (2006, 291-292) menjelaskan bahwa inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya apabila
seorang karyawan mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yaitu : 1) Seseorang dapat berusaha memperoleh imbalan yang lebih
22 2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam pelaksanaan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang karyawan biasanya menggunakan empat hal sebagai pembandingnya yaitu :
1) Harapannya tentang imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi diri pribadi seperti
pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh karyawan lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai
jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para karyawan.
Pemeliharaan hubungan dengan karyawan dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus
selalu waspada jangan sampai persepsi ketidak-adilan timbul, apalagi meluas di kalangan para karyawan. Apabila sampai terjadi akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi seperti
23 kecelakaan kerja, seringnya karyawan berbuat kesalahan dalam
pelaksanaan kerjanya, pemogokan atau bahkan perpindahan karyawan ke organisasi lain
Teori Harapan, Victor H. Vroom dalam bukunya yang berjudul
“Work and Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini,
motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang didinginkannya. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu maka jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, dan yang bersangkutan
akan berupaya untuk mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara sangat sederhana teori harapan
menyatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya. Sebaliknya, jika harapan untuk memperoleh hal diinginkannya tipis, motivasinyapun untuk berupaya akan menjadi
rendah. Di kalangan para ilmuwan dan praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri, karena penekanan tentang pentingnya bagian
24 yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat
untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para karyawan tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang
diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja.
Menurut John dalam Winardi (2002:2) menjelaskan motivasi untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang perilaku keorganisasian (Organizational Behavior = OB), guna menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal bekerja”.
Dengan demikian analisis mengenai motivasi akan bersinggungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Ditegaskan Atkinson dalam Winardi (2002:4) bahwa analisis motivasi perlu
memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang menimbulkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas seseorang.
Menurut Chung & Megginson dalam Gomes (2001:180)
menjelaskan, motivasi melibatkan (1) faktor-faktor individual dan (2) faktor-faktor organisasional. Faktor-faktor individual meliputi
25 (attitude), dan kemampuan-kemampuan (abilities). Faktor-faktor organisasional meliputi pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).
2.3 Kinerja Pegawai 2.3.1. Definisi
Pengertian kinerja secara umum dapat dikatakan sebagai
besarnya kontribusi atau hasil yang dicapai akan diberikan pegawai terhadap kemajuan dan perkembangan atau sasaran-sasaran
organisasi atau organisasi dimana ia bekerja.
Kinerja dalam organisasi merupakan tanggung jawab utama
seorang pimpinan, dimana pimpinan membantu pegawainya agar berprestasi lebih baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu pegawai apa yang diharapkan manajemen untuk membangun
pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian harus mengenali prestasi serta membuat rencana untuk meningkatkan
kinerja pegawai. Suyadi Prawirosentono (1999, 2) dalam bukunya Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun Organisasi Menjelang Perdagangan Bebas Dunia mengemukakan bahwa
26 oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan perusahaan yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika”.
Dengan demikian dapat ditarik pokok-pokok pemikiran bahwa kinerja adalah keseluruhan unsur dan proses yang terpadu dalam suatu organisasi, yang didalamnya terkandung kekhasan
masing-masing individu, perilaku pegawai dalam organisasi atau pola kerja secara keseluruhan, proses kerja serta hasil kerja atau
tercapainya tujuan tertentu.
Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan erat antara
kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja organisasi
(corporate performance). Dengan kata lain bila kinerja pegawai baik, maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik. Kinerja seseorang akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill)
27 Mengenai gaji dan adanya harapan (expectation) merupakan hal
yang menciptakan motivasi seorang pegawai yang bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang lebih baik. Bila sekelompok pegawai dan atasannya mempunyai kinerja
yang baik, maka akan berdampak pada kinerja pegawai yang lain pula.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang diciptakan pegawai untuk organisasi
berdasarkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab serta motivasi yang
dimiliki. Atau dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja pegawai yang terukur atau perbandingan antara output dengan input.
Sementara menurut Bernadin dan Russel dalam Sianipar (2000, 94)
bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode tertentu. Pendapat diatas mengindikasikan bahwa kinerja merupakan hasil
pengelolaan seluruh sumber daya fisik pada aktivitas kerja seseorang maupun organisasi. Sumber daya fisik terdiri dari
28 kesehatan, disiplin, hubungan kerja, peraturan
perundang-undangan, manajemen, organisasi dan lain-lain.
2.3.2. Kedudukan Kinerja Dalam Sistem Perilaku Organisasi Selanjutnya Nestrom dan Davis dalam Supartini (2007,
31-32) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang jelas antar kinerja (performance), kemampuan (ability) dan motivasi (motivation) Bahwa peran yang dimainkan oleh perilaku organisasi sangatlah penting.
Sumber : Nestrom dan Davis dalam Supartini (2007, 31-32)
Gambar 2. Kedudukan Kinerja Dalam Sistem Perilaku Organisasi
Managements Phillosopy, Value, Vision, Mission, Gosis
Organization Culture
Leadership, Communication Group Dyanamic
Quality of Work Life (QWL)
Motivation
Outcome * Performance
29 Peran tersebut pada dasarnya terdiri dari dua faktor yaitu :
(1) kemampuan, yang merupakan hasil interaksi dari pengetahuan dan keterampilan; dan (2) motivasi, yang merupakan hasil interaksi dari sikap dan keadaan kerja. Interaksi antara kemampuan dan
motivasi merupakan potensi seseorang untuk berbuat dan potensi seseorang yang berintegrasi dengan sumber daya merupakan
kinerja (lihat Gambar 2).
Miller J.M seperti yang dikutip oleh Supartini (2007, 33) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat mendukung
pencapaian kinerja yakni lingkungan kerja (environment) dan karakteristik pegawai (personal characteristics). Unsur-unsur lingkungan kerja adalah kesesuaian peran (role), sumber daya
(resources), bimbingan (guidance) dan pelatihan (training). Sedangkan karakteristik pegawai meliputi kemampuan (ability),
pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).
2.3.3. Dimensi Kinerja.
Merupakan tolak ukur setiap pegawai dalam menentukan kualitas
maupun kuantitas kinerja. Adapun ukuran ukuran-ukuran dimensi kerja menurut Supartini (2007, 35-36) menjelaskan bahwa
ukuran dimensi kerja baik kualitas. kuantitas kerja, waktu dan kerjasama meliputi :
1) Quality of work
30 b) Kebutuhan terhadap instruksi dalam pelaksanaan tugas
c) Kemampuan dalam menemukan dan memecahkan masalah
d) Ketelitian dalam pelaksanaan tugas
e) Efisiensi waktu, tenaga dan biaya dalam pelaksanaan
tugas
f) Ketekunan dan kedisiplinan dalam pelaksanaan tugas
g) Inisiatif
h) Sikap terhadap tugas
i) Kemampuan dalam bekerja sendiri
j) Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas k) Kepemimpinan
m) Kecakapan dalam menggunakan peralatan kerja n) Kemampuan dalam memperbaiki peralatan yang
mengalami kerusakan. 2) Quantity of work
a) Kemampuan menyelesaikan seluruh pekerjaan yang
ditugaskan
b) Kemampuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
melebihi dari apa yang ditugaskan. 3) Time of work
a) Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas
31 c) Ketepatan waktu dalam istirahat dan pulang kantor
2.3.3.3.4tingkat kehadiran dalam pekerjaan 4) Cooperation with other’s work
a) Kemampuan bekerja sama dengan karyawan lain dalam
kelompok kerja
b) Kemampuan bekerja dengan karyawan lain diluar
kelompok kerjanya
c) Kemampuan menjalin komunikasi dengan atasan
d) Kemampuan memberikan bimbingan dan penjelasan pada
karyawan lain.
2.3.4. Aspek-aspek yang Menentukan Kinerja
Aspek-aspek yang menentukan kinerja menurut Mangkunegara (2005:17) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang
dinilai dalam menentukan kinerja mencakup kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapam dan tanggung jawab.
Menurut Husein Umar (1997:266) bahwa aspek-aspek yang menentukan kinerja yaitu : Mutu pekerjaan, Kejujuran Karyawan,
Inisiatif, Kehadiran, Sikap, Kerjasama, Keandalan Pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan aspek kerja. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif
32 1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan
3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
4) Jumah dan jenis pemberian pelayanan dalam pekerjaan, Sedangkan aspek kualitatif meliputi :
1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja
3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan
/kegagalan menggunakan mesin/peralatan dan
4) Kemampuan mengevaluasi (keluahan/keberatan konsumen)
2.3.5. Metode Penilaian Kinerja Pegawai
Metoda penilaian prestasi kerja pada umumnya dikelompokkan
menjadi 2 macam, yakni metoda penilaian yang berorientasikan waktu yang lalu dan metoda penilaian yang berorientasi pada waktu yang akan datang.
1) Metoda penilaian yang berorientasikan waktu lalu
Penilaian prestasi kerja pada umumnya berorientasi pada
masa lalu, artinya penilaian prestasi kerja seorang karyawan itu dinilai berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh karyawan selama ini. Metoda yang berorientasi masa lalu ini mempunyai kelebihan
33 derajat tertentu dapat diukur. Namun demikian metoda ini juga
mempunyai kelemahan, yakni prestasi kerja pada waktu yang lalu tidak dapat diubah. Tetapi dengan mengevaluasi prestasi kerja yang lalu para karyawan memperoleh umpan balik terhadap pekerjaan
mereka. Selanjutnya umpan balik tersebut dapat dimanfaatkan untuk perbaikan-perbaikan prestasi mereka. Menurut Soekidjo
dalam Supartini (2007, 34-35) bahwa teknik - teknik yang digunakan dalam penilaian ini antara lain mencakup :
a) Skala tertentu
Dalam hal ini penilai melakukan penilaian subyektif terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala tertentu
dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Penilai memberikan tanda pada skala yang sudah ada tersebut dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan
karyawan dengan kriteria yang telah ditentukan tersebut berdasarkan justifikasi penilai yang bersangkutan.
b) Checklist
Dalam metoda checklist penilai hanya memilih pernyataan-pernyataan yang sudah tersedia, yang
menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik-karakteristik karyawan (yang dinilai). Cara ini dapat memberi gambaran prestasi kerja yang akurat, apabila
34 disusun secara cermat, dan diuji terlebih dahulu tentang
vadilitas dan reliabilitasnya. Penilaian secara checklist ini juga dapat dikuantifikasikan, apabila pernyataan-pernyataan itu sebelumnya diberi nilai yang
mencerminkan bobotnya. Metoda ini mudah digunakan dan mudah mengadministrasikan, dan sangat ekonomis.
Sedangkan kelemahan metoda ini tidak memungkinkan adanya relatifitas penilaian. Faktor sikap karyawan yang dinilai tidak tercermin. Misalnya : dua orang karyawan
hasil pekerjaannya sama, oleh sebab itu mereka mempunyai nilai yang sama. Padahal proses
penyelesaian pekerjaan tersebut berbeda, yang satu mengerjakan dengan kasar (sikap negatif), sedangkan yang satu mengerjakan dengan sikap yang baik.
c) Metoda peristiwa kritis :
Metoda penilaian ini didasarkan kepada catatan – catatan dari pimpinan atau penilai karyawan yang
bersangkutan. Pimpinan membuat catatan–catatan tentang pekerjaan atau tugas – tugas dari karyawan yang
akan dinilai. Catatan–catatan itu tidak hanya mencakup hal yang negatif tentang pelaksanaan tugas saja, tetapi juga hal-hal positif. Kemudian berdasarkan
35 membuat penilaian terhadap karyawan yang
bersangkutan.
d) Metoda peninjauan lapangan :
Metode penilaian dilakukan dengan cara para penilai atau pimpinan langsung kelapangan untuk menilai
prestasi kerja karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara :
1) Dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan
supervisi. Dalam supervisi, para penilai atau pimpinan dapat melakukan penilaian
terhadap kerja para karyawan.
2) Secara sengaja dan terencana para penilai mendatangi tempat kerja para karyawan
untuk melakukan penilaian prestasi kerja yang bersangkutan.
e) Tes prestasi kerja
Metoda penilaian ini dilakukan dengan mengadakan tes tertulis kepada karyawan yang akan dinilai. Karena apa
36 2) Metoda Penilaian Prestasi Kerja Berorientasi waktu yang
akan datang.
Metoda peniaian prestasi kerja yang berorientasi waktu
yang akan datang memusatkan prestasi kerja karyawan saat ini serta penetapan-penetapan sasaran – sasaran prestasi
kerja di masa yang akan datang. Teknik – teknik yang dapat digunakan antara lain, sebagai berikut :
a) Penilaian diri (self appraisals) Metoda penilaian ini menekankan bahwa penilaian prestasi kerja karyawan dinilai oleh karyawan itu sendiri. Tujuan penilaian ini
adalah untuk pengembangkan diri karyawan dalam rangka pengembangan organisasi.
b) Pendekatan “Management by Objective (MBO)”
Metode penilaian ini ditentukan bersama-sama antara penilai atau pimpinan dengan karyawan yang akan
dinilai. Mereka bersama-sama menentukan tujuan- tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu
37 c) Penilaian Psikologis:
Metoda penilaian dilakukan dengan mengadakan wawancara mendalam, diskusi atau tes-tes psikologis terhadap karyawan yang akan dinilai. Aspek-aspek yang
dinilai antara lain: intelektual, emosi, motivasi, dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan. Dari hasil
ini akan dapat membantu untuk memperkirakan prestasi kerja di waktu yang akan datang. Evaluasi ini relevan untuk keputusan–keputusan penempatan atau perpindahan
tugas di lingkungan organisasi.
d) Teknik pusat penilaian:
Di dalam suatu organisasi yang sudah maju, terdapat suatu pusat penilaian karyawan. Pusat ini
mengembangkan sistem penilaian yang baku yang digunakan untuk menilai para karyawannya. Hasil penilaian pusat ini sangat bermanfaat untuk
mengidentifikasi kemampuan manajemen di waktu– waktu yang akan datang.
3) Unsur-unsur Penilaian Kinerja PNS
UU No, 34 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menjelaskan bahwa beberapa unsur yang
38 Pegawai (DP3) sebagai acuan penilaian prestasi kerja PNS
sebagai berikut :
a) Kesetiaan. Tekat dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
b) Prestasi kerja. Kinerja yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
c) Tanggung jawab. Kesanggupan seorang pegawai
dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
d) Ketaatan. Kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala ketetapan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditetapkan organisasi
ataupun pemerintah baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
e) Kejujuran. Ketulusan hati seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang
39 f) Kerjasama. Kemampuan seorang pegawai untuk
bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya.
g) Prakarsa. Kemampuan seorang pegawai untuk
mengambil keputusan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari menajemen lainnya.
h) Kepemimpinan. Kemampuan seorang pegawai untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan
secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah seberapa besar kontribusi hasil kerja yang
dapat diberikan pegawai (perorangan maupun kelompok) bagi organisasi dalam upaya mewujudkan tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan kapasitas dan tanggung
jawabnya, dimana kinerja sendiri akumulasi dari beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
4) Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
40 yang ditampilkan beberapa produk, jasa ataupun proses
pelaksanaan suatu kegiatan.
Pengukuran kinerja motivasi dilihat dari teori Syamsudin, 2006, sebagaimana pengukuran tersebut dipakai dalam
indikator kuesioner motivasi. Adapun pengukuran tersebut yaitu, atasan (kolega), sarana fisik, kebijaksanaan,
peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.
Sedangkan pengukuran kinerja PNS dilihat dari teori
Berradin dan Russed dalam Sianipan yang dipakai juga dalam indikator kuesioner kinerja PNS, Adapun
pengukuran tersebut yaitu, kesesuaian peran, sumber daya, bimbingan, pelatihan, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan.
2.4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas terkait pembinaan organisasi dan PNS di Balitbang Kemhan. Kinerja PNS
diasumsikan dapat ditingkatkan apabila manajemen pembinaan pegawai dan organisasi dapat dioptimalkan sehingga mampu meningkatkan kinerja
41 Adapun kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini
sebagai berikut ” Pengaruh motivasi kerja (individu dan organisasi) terhadap kinerja PNS di lingkungan Balitbang Kemhan. Dengan motivasi pegawai yang tinggi diharapkan kinerja PNS di lingkungan Balitbang
Kemhan akan meningkat. Para PNS dengan motivasi tinggi pasti memiliki dedikasi kerja yang tinggi sehingga prestasi kerjanya akan lebih
baik. Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam gambar berikut :
2.5. Rumusan Hipotesis
Adapun rumusan hipotesis penelitian ini yaitu :
1) Terdapat pengaruh motivasi kerja individu terhadap kinerja PNS Balitbang Kemhan.
2) Terdapat pengaruh motivasi kerja organisasi terhadap kinerja PNS Balitbang Kemhan.
3) Terdapat pengaruh motivasi kerja individu dan organisasi secara
bersama-sama terhadap kinerja PNS Balitbang Kemhan. Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran
KINERJA PNS MOTIVASI KERJA
INDIVIDU
MOTIVASI KERJA
42 2.6. Penyusunan Kuisioner.
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang bersifat tertutup, dimana responden hanya memilih salah satu
jawaban dari lima jawaban yang telah disediakan. Kuisioner disusun berdasarkan skala likert terdiri dari 5 (lima) skala yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (S TS).
Kuisioner untuk masing-masing variabel (motivasi kerja individu,
motivasi kerja organisasi dan kinerja pegawai) terdiri dari 20 pertanyaan, Kuisioner untuk variabel motivasi kerja individu terdiri dari
dimensi dan indikator kebutuhan (needs), tujuan (goals), kemauan diri sendiri (attitudes) dan kemampuan pribadi (abilities) yang tertuang dalam pertanyaan pada angket sebagai berikut :
Bagian pertama terdiri dari empat pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 1 s.d. 4 berisi tentang keterkaitan motivasi individu dengan kebutuhan. Bagian kedua terdiri dari empat pertanyaan yaitu no. 5-8 berisi tentang
tujuan dan sasaran kerja (goals).
Bagian ketiga terdiri dari delapan pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 9-16
tentang kemauan diri sendiri (attitudes).
43 Sementara untuk kuisioner variabel motivasi kerja organisasi
diukur dari dimensi dan indikator gaji/tunjangan/honor, keamanan kerja, teman sekerja, pengawasan/supervisi, pujian/penghargaan dan tugas yang tergambar dalam pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner sebagai berikut :
Bagian pertama terdiri dari empat pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 1 s.d. 4 berisi tentang gaji, tunjangan dan honorarium.
Bagian kedua terdiri dari empat pertanyaan yaitu no. 5-8 berisi tentang keamanan kerja.
Bagian ketiga terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 9-10
tentang kerjasama dengan rekan sekerja.
Bagian keempat terdiri dari empat pertanyaan yaitu pertanyaan nomor
11-14 tentang pengawasan/supervisi.
Bagian kelima terdiri dari empat pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 15-18 tentang pujian dan penghargaan.
Bagian keenam terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 19-20 tentang tugas/pekerjaan.
Sedangkan kuisioner untuk variabel kinerja PNS yaitu teridiri dari dua dimensi (hasil kerja dan produktivitas) serta delapan indikator yaitu :
Bagian pertama terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 1 dan 2 berisi tentang mutu kerja.
Bagian kedua terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 3 dan 4
44 Bagian ketiga terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 5 dan 6
berisi tentang pengetahuan jabatan
Bagian keempat terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 7 dan 8 berisi tentang peralatan
Bagian kelima terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 9-12 berisi tentang efisiensi dan efektivitas
Bagian keenam terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 13-16 berisi tentang disiplin/loyalitas
Bagian ketujuh terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan 17-18 berisi
tentang tanggung jawab
Bagian kesembilan terdiri dari dua pertanyaan yaitu pertanyaan 19-20
berisi tentang semangat
2.7. Menentukan Ukuran Sampel
Populasi penelitian ini adalah para pegawai Balitbang Kemhan yang berjumlah 203 orang. Sedangkan sampel penelitian ini ditentukan dengan cara acak proporsional (proportional random sampling) sejumlah orang yang ditentukan dengan rumus Slovin (Azhari, 1992 : 53). Pada penelitian ini, penulis menggunakan e = 10% sehingga :
45 2.8. Validitas
Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur mampu mengukur sesuai dengan apa yang ingin diukur. Ketepatan pengujian
suatu hipotesis tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Bila seseorang
ingin mengukur pengukur yang valid bila dipakai untuk mengukur berat, tetapi timbangan bukanlah alat pengukur yang valid bilamana digunakan untuk mengukur panjang.
Terdapat tiga jenis validitas yaitu :
1) Validitas konstruk, merupakan suatu konsep yang dapat dijabarkan
oleh peneliti berdasarkan suatu konsep teoritik, tetapi tidak dapat diukur secara langsung dan sangat sulit untuk menghindari kesalahan pengukuran. Validitas konstruk merupakan metode
pengujian validitas yang digunakan untuk dapat melihat hubungan dari hasil pengukuran suatu alat ukur dengan konsep teoritik yang melatar belakanginya. Jadi dapat dikatakan bahwa validitas
konstruk merupakan proses yang berlanjut sejalan dengan perkembangan pengetahuan tenatang konsep atau sifat dimensi
yang diukur. Menurut Kaplan dan Saccuzi, validitas konstruk ditetapkan melalui suatu deretan dimensi tentang konsep yang diukur, yang didefenisikan oleh peneliti. Selain itu validitas
46 semua jenis validitas konstruk. Rumus yang digunakan dalam
validitas konstruk adalah :
[ n ∑ XY – (∑X) (∑Y) ]2
r = --- ... (2)
√[ n ∑X2 – (∑X)2 ] [n ∑Y2 – (∑Y)2 dimana : r = koefisien korelasi
N = jumlah responden X = nilai untuk tiap variabel
Y = nilai dari seluruh variabel
2) Creation relation validity.
Validitas jenis ini berkaitan dengan relasi suatu alat ukur dengan variabel kriteria tertentu. Variabel kriteria merupakan suatu
variabel yang menjadi standar untuk membandingkan hasil pengukuran. Ada dua tipe dari validitas jenis ini yaitu concurrent validity yang menunjukkan hubungan antara hasil pengukuran
dengan hasil yang sebenarnya dan predictive validity yang menunjukkan kemampuan alat ukur yang menggambarkan suatu
47 3) Validitas isi
Validitas ini memakai pembuktian secara logika dengan mengukur sejauh mana isi alat ukur telah mewakili semua aspek kerangka konseptual yang diinginkan. Penelitian validitas isi suatu alat
ukur membutuhkan logika yaitu indeks minimum validitas isi, yang menunjukkan bahwa item yang seharusnya mengukur suatu
konsep, harus benar-benar terlihat sebagaimana konsep tersebut.
2.9. Reliabilitas
Analisis reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan dari suatu alat pengukur. Pengukuran yang memiliki
nilai reliabilitas yang tinggi merupakan pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Dengan kata lain analisis reliabilitas digunakan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi
alat ukur dalam rangka suatu konsep yang sama. Bila suatu alat ukur digunakan dua kali dalam mengukur maka hasilnya relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan handal. Terdapat dua jenis reliabilitas
yaitu :
1) Reliabilitas eksternal
Yaitu reliabilitas yang membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua teknik pada reliabilitas eksternal yaitu teknik paralel dengan menyiapkan dua perangkat kuisioner, kemudian
48 teknik ulang dengan melakukan dua kali percobaan menggunakan
kuisioner yang sama, untuk mengetahui apakah seorang responden masih konsisten dengan jawabannya.
2) Reliabilitas internal
Yaitu reliabilitas yang diperoleh dengan menganalisis data yang
berasal dari satu kali pengujian kuisioner.
Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut dengan koefisiensi reliabilitas
(Alpha Cronbach). Meskipun secara teoritis besarnya koefisiens reliabilitas berkisar antara 0.00-1.00 akan tetapi pada kenyataannya
koefisiens 1.00 tidak akan pernah tercapai dalam pengukuran sosial yang mengukur aspekp perilaku atau psikologi. Walaupun koefisien korelasi dapat bertanda positif atau negatif, akan tetapi
dalam hal reliabilitas koefisien bertanda negatif tidak memiliki arti karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu pada koefisien yang positif.
Koefisien Alpha Cronbach merupakan koefisien reliabilitas yang paling umum digunakan. Koefisien ini dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Kr
α= --- (2.2) 1 + (K – r) r
dimana : α = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
K = Jumlah item
49 2.10. Korelasi
Uji korelasi dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara
faktor yang satu dengan faktor yang lain. Uji korelasi ini merupakan suatu uji statistik non parametrik yang memperhitungkan peringkat dari suatu data di dalam populasi tersebut. Keeratan hubungan antara
kedua populasi tersebut dilambangkan dengan nilai r yang berkisar antara -1 sampai dengan + -1.
Nilai r = -1 menunjukkan korelasi negatif yang tinggi antara dua variabel, sedangkan nilai r = +1 menunjukkan korelasi positif yang tinggi antara dua variabel. Sedangkan nilai r = 0 menunjukkan antara kedua variabel
tidak ada korelasi sama sekali. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut :
Membuat hipotesis terlebih dahulu, misalnya :
Ho : ρ = 0 (tidak ada hubungan antara upah dengan kepuasan kerja) H1 : ρ≠ 0 (ada hubungan antara upah dengan kepuasan kerja) Menentukan nilai tabel sesuai dengan pengujian
Mencari daerah penerimaan dan menolak Ho tersebut sesuai dengan tabel
yang ditunjukkan pada α tersebut.
Menghitung korelasi antara upah dengan kepuasan kerja dengan menggunakan rumus koefisien korelasi yaitu :
50 Membaca tabel standar pengukuran koefisien untuk mengetahui
bagaimana pengaruh upah terhadap kepuasan kerja berdasarkan metode pengujian yang telah ditentukan.
51 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini merupakan suatu proses dimana rangkaian langkah-langkah dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan dari masalah yang diteliti. Langkah-langkah yang dilakukan harus baik dan saling mendukung satu sama lainnya, agar penelitian mempunyai suatu nilai lebih dan bobot yang memadai serta memberikan suatu kesimpulan untuk menangani dan menjawab masalah yang diteliti.
3.1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan dengan mencari latar belakang masalah yang akan diteliti lalu diidentifikasi masalah tersebut dan menetapkan tujuan, pembatasan dan perumusan masalah.
3.1.1. Latar belakang
52 3.1.2. Identifikasi masalah
Setelah mengetahui latar belakang masalah maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi masalah yang ada pada populasi yang dituju (Balitbang Kemhan). Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah masalah kinerja pegawai Balitbang Kemhan.
3.1.3. Tujuan penelitian
Langkah selanjutnya adalah penetapan tujuan penelitian. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan yang ada di Balitbang Kemhan yaitu masalah kinerja pegawai, dimana hasil ini diharapkan akan menjadi bahan masukan bagi institusi dalam menangani masalah seputar kinerja pegawai Balitbang Kemhan.
3.1.4. Pembatasan masalah
53 3.2. Studi Pendahuluan
Dalam studi pendahuluan ini peneliti melakukan studi pustaka dan studi lapangan serta melakukan pemilihan sampel dan mencari informasi tentang kinerja pegawai.
3.2.1. Studi pustaka
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku dan referensi yang berhubungan dengan kinerja pegawai. Rumusan-rumusan dan konsep-konsep teoritis dari berbagai literatur dipelajari agar diperoleh landasan teori yang baik dan tepat untuk dapat digunakan dalam mengembangkan konsep penelitian. Landasan teori ini memudahkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
3.2.2. Observasi lapangan
Merupakan kegiatan untuk mencari keterangan atau informasi mengenai gambaran umum populasi yang dituju yaitu dengan cara pengamatan langsung.