• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Seminar Kerja Praktek PENERAPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Seminar Kerja Praktek PENERAPAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Seminar Kerja Praktek

PENERAPAN RELAY OLS PADA TRAFO TD 3 # 30 MVA

GI SUKAMERINDU BENGKULU DENGAN SENSING ARUS PRIMER 70KV

UNTUK MENTRIPKAN PENYULANG 20 KV

Rio Parohon T. Tambunan (L2F 009 024)

Email: Ryopram@gmail.com

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstrak

Kesinambungan/keandalan penyaluran listrik adalah salah satu aspek mutu listrik yang paling dasar dan secara umum paling mempengaruhi kepuasan pelanggan namun justru masih sering menjadi masalah utama dalam pelayanan listrik di Indonesia. Jika sering terjadi pemadaman maka secara umum konsumen tidak

akan sempat’ memikirkan tentang stabilitas tegangan, frekuensi, harmonik dan lain-lain. Bahkan masih ada masyarakat yang menganggap kesinambungan penyaluran sebagai satu-satunya hal yang menentukan baik buruknya pelayanan listrik.

GI Sukamerindu merupakan satu-satunya Gardu Induk yang menopang kebutuhan listrik di Kota Bengkulu. Dengan pola radial yang diterapkan pada GI tersebut maka selalu terjadi drop tegangan yang besar di sisi Primer Trafo TD 3 # 30 MVA. Hal ini menyebabkan kenaikan arus yang menyebabkan relay OCR pada PMT 70 kV bekerja lebih dulu dari PMT incoming 20 kV dan trafo berhenti beroperasi. Untuk menghindari kejadian tersebut maka akan dipasang relay OLS pada sisi Primer trafo TD 3 dengan sensing arus.

Kata Kunci : Trafo, OCR, OLS, GI Sukamerindu

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesinambungan/keandalan penyaluran listrik adalah salah satu aspek mutu listrik yang paling dasar dan secara umum paling mempengaruhi kepuasan pelanggan namun justru masih sering menjadi masalah utama dalam pelayanan listrik di Indonesia. Jika sering terjadi pemadaman maka secara umum konsumen tidak akan sempat memikirkan tentang stabilitas tegangan, frekuensi, harmonik dan lain-lain. Bahkan masih ada masyarakat yang menganggap kesinambungan penyaluran sebagai satu-satunya hal yang menentukan baik buruknya pelayanan listrik.

UPT Bengkulu merupakan unit pelayanan transmisi yang memiliki wilayah kerja mencakup daerah provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu. Pada wilayah kerjanya, UPT bengkulu memiliki 3 TRAGI yaitu TRAGI Pekalongan, TRAGI Muara Bungo, dan TRAGI Lahat. 3 TRAGI tersebut terdiri dari 7 Gardu Induk (GI) dan 2 Switchyard yaitu GI Bangko dan GI Muara Bungo (Jambi) ; GI Lahat, GI Lubuk Lingggau dan GI Pagar Alam (Sumatera Selatan) ; GI Pekalongan, GI

Sukamerindu, Switchyard Musi dan Switchyard Tess (Bengkulu).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak gangguan dengan mencegah terjadinya padam total dari suatu sistem adalah dengan memberlakukan skema pelepasan beban atau OLS. Skema OLS telah diterapkan di GI Sukamerindu UPT Bengkulu yang mana menjadi satu-satunya GI penyuplai daya listrik ke kota Bengkulu

1.2 maksud dan tujuan praktek kerja lapangan

Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan kerja praktek di PT PLN(Persero) UPT bengkulu

1. Mahasiswa melalui kerja praktek ini dapat menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah.

2. Mahasiswa dapat mengetahui pengujian sistem proteksi pada jaringan sistem tenaga listrik, khususnya di PT PLN (persero) UPT bengkulu.

(2)

4. Membandingkan teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan yang ada di lapangan

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya menjelaskan tentang pengujian dan prinsip kerja OLS dengan menggunakan OLS tipe P122 AREVA

II. DASAR TEORI 2.1 Sistem Proteksi

Suatu sistem tenaga listrik dibagi ke dalam seksi-seksi yang dibatasi oleh PMT. Tiap seksi memiliki relai pengaman dan memiliki daerah pengamanan (Zone of Protektion). Bila terjadi gangguan, maka relai akan bekerja mendeteksi gangguan dan PMT akan trip. Gambar 3.1 berikut ini dapat menjelaskan tentang konsep pembagian daerah proteksi gambar 2.1. pembagian daerah poteksi

Pada gambar 3.1 di atas dapat dilihat bahwa daerah proteksi pada sistem tenaga listrik dibuat bertingkat dimulai dari pembangkitan , gardu induk, saluran distribusi primer sampai ke beban. Garis putus-putus menunjukkan pembagian sistem tenaga listrik ke dalam beberapa daerah proteksi. Masing-masing daerah memiliki satu atau beberapa komponen sistem daya disamping dua buah pemutus rangkaian. Setiap pemutus dimasukkan ke dalam dua daerah proteksi berdekatan. Batas setiap daerah menunjukkan bagian sistem yang bertanggung jawab untuk memisahkan gangguan yang terjadi di daerah tersebut dengan sistem lainnya. Aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam pembagian daerah proteksi adalah bahwa daerah yang saling berdekatan harus saling tumpang tindih (overlap), hal ini dimaksudkan agar tidak ada sistem yang dibiarkan tanpa perlindungan. Pembagian daerah proteksi ini bertujuan agar daerah yang tidak mengalami gangguan tetap dapat

beroperasi dengan baik sehingga dapat mengurangi daerah terjadinya pemadaman.

2.2.Pembagian Tugas Dalam Sistem Proteksi

Dalam sistem proteksi pembagian tugas dapat diuraikan menjadi :

a. Proteksi utama, berfungsi untuk mempertinggi keandalan, kecepatan kerja, dan fleksibilitas sistem proteksi dalam melakukan proteksi terhadap sistem tenaga.

b. Proteksi pengganti, Berfungsi jika proteksi utama menghadapi kerusakan untuk mengatasi gangguan yang terjadi.

Proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian pada waktu tertentu sebagai pembantu proteksi utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan

2.3. Fungsi Rele Proteksi

Fungsi rele proteksi pada suatu sistem tenaga listrik antara lain :

a. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan abnormal lainnya pada bagian sistem yang diamankannya.

b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi. c. Memberitahu operator tentang adanya

gangguan dan lokasinya. 2.4.Gangguan Pada Sistem Tenaga 3.4.1.Macam-Macam Gangguan a. Gangguan Beban Lebih

Sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus-menerus berlangsung dapat merusak peralatan. Umumnya gangguan beban lebih terjadi di transformator dan memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap 110% pembebanan secara continue, meskipun demikian kondisi tersebut sudah merupakan keadaan beban lebih yang harus diamankan.

Dengan mengetahui kemampuan pembebanan tersebut penyetelan rele beban lebih sebaiknya dikoordinasikan dengan pengamanan gangguan hubung singkat.

b. Gangguan Hubung Singkat (Short Circuit) Gangguan hubung singkat dapat terjadi antar fasa (3 fasa atau 2 fasa) dan satu fasa ke tanah. Gangguan yang terjadi dapat bersifat temporer atau permanen.

(3)

- Gangguan temporer : Akibat Flashover karena sambaran petir, pohon, atau tertiup angin.

Gangguan hubung singkat dapat merusak peralatan secara termis dan mekanis. Kerusakan termis tergantung besar dan lama arus gangguan, sedangkan kerusakan mekanis terjadi akibat gaya tarik-menarik atau tolak-menolak.

c. Gangguan Tegangan Lebih

 Tegangan lebih dengan power frekuensi

Misalnya : Pembangkit kehilangan beban, over speed pada generator, gangguan pada AVR.

 Tegangan lebih transien

Misalnya : surya petir atau surya hubung

d. Gangguan Hilangnya Pembangkit

Gangguan hilangnya pembangkit dapat disebabkan oleh :

- Lepasnya pembangkit akibat adanya gangguan pada sisi pembangkit.

- Gangguan hubung singkat di jaringan menyebabkan terpisahnya sistem, dimana unit pembangkit yang lepas lebih besar dari spinning reserve maka frekuensi akan terus turun sehingga sistem bisa collapse. e. Gangguan Instability

Gangguan hubung singkat atau lepasnya pembangkit dapat menimbulkan ayunan daya (power swing) atau menyebabkan unit-unit pembangkit lepas sinkron. Ayunan daya ini dapat menyebabkan rele salah kerja.

Untuk mengatasi akibat-akibat negatif dari berbagai macam gangguan-gangguan tersebut diatas, maka diperlukan Rele Proteksi.

2.4.2 Upaya Mengatasi Gangguan

Dalam sistem tenaga listrik, upaya untuk mengatasi gangguan dapat dilakukan dengan cara :

 Mengurangi terjadinya gangguan  Memakai peralatan yang

memenuhi peralatan standar.  Penentuan spesifikasi yang tahan

terhadap kondisi kerja normal/ gangguan.

 Pengguanaan kawat tanah pada saluran udara dan tahanan

kakitiang yang rendah pada SUTT/ SUTET.

 Penebangan pohon-pohon yang dekat dengan saluran.

 Mengurangi akibat gangguan

 Mengurangi besarnya arus gangguan, dapat dilakukan dengan menghindari konsentrasi pembangkit di satu lokasi dan menggunakan tahanan pentanahan netral.

 Penggunaan Ligthtning arrester dan koordinasi isolasi.

 Melepaskan bagian terganggu : PMT dan Rele

 Pola Load shedding

 Mempersempit daerah

pemadaman

- Penggunaan jenis rele yang tepat dan koordinasi rele

- Penggunaan saluran double

- Penggunaan sistem loop - Penggunaan Automatic

Reclosing/ Sectionalize

III. ISI

3.1. PERENCANAAN PELEPASAN BEBAN

Pada proses pelepasan beban perlu direncanakan sebelumnya beban-beban yang akan dilepas, dengan urutan prioritas. Prioritas utama yaitu beban-beban yang kurang penting karena beban-beban penting perlu mendapat pelayanan listrik secara kontinue. Dalam pelaksaannya pelepasan beban dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Pelepasan beban manual (Manual Load Shedding)

2. Pelepasan beban otomatis (Automatic Load Shedding)

3.2 Pelepasan Beban Manual (Manual Load Shedding)

(4)

 Diperlukan operator yang banyak

 Dapat terjadi pelepasan beban berlebih (overshedding)

 Kelambatan waktu bertindaknya operator. Pada kondisi yang kritis dimana arus naik sangat cepat, tindakan pelepasan beban secara manual sulit untuk mengantisipasi kenaikan arus.

3.3.Pelepasan Beban Otomatis (Automatic Load Shedding)

Pelepasan beban secara otomatis direncanakan khusus untuk mengatasi kondisi sistem yang kritis. Alat yang dipakai dalam Tugas Akhir ini adalah jenis Pengaman Arus Lebih yang lebih dikenal dengan Overload Shedding (OLS). Alat ini khusus untuk mengatasi beban lebih dan bekerja akibat kenaikan arus yang melebihi suatu batas tertentu. Batas tertentu tersebut ditentukan sebesar 0,95 dari arus nominal pada incoming fedeer. Hal ini dilakukan agar OLS bekerja lebih dahulu daripada pengaman hubung singkat pada saat terjadi gangguan beban lebih. Oleh sebab itu setting OLS harus dikoordinasikan dengan setting OCR yang mengatasi gangguan hubung singkat.

3.4 Pelepasan Beban Lebih (Overload Shedding)

Yang menjadi masalah pokok dalam merencanakan pelepasan beban suatu sistem tenaga listrik, adalah :

- Jumlah tingkat pelepasan beban

- Besar beban yang dilepas pada setiap tingkat

- Setting arus setiap tingkat

- Kelambatan waktu pada setiap tingkat pelepasan

Pelepasan beban dilakukan secara bertahap agar sistem tidak mengalami pelepasan beban yang terlalu besar atau melakukan pelepasan beban yang tidak diperlukan. Pelepasan beban ditentukan oleh besarnya kelebihan beban, hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar kelebihan beban semakin banyak jumlah tingkat pelepasan.

Over Load shedding (OLS) yang bekerja atas dasar arus, diset pada suatu harga setting arus dibawah arus nominalnya (In) dan

kemudian akan memberikan perintah pemutus daya (PMT) untuk melaksanakan pelepasan

beban (dalam hal ini dapat dilengkapi dengan timer). Setting waktu untuk OLS ini menggunakan karakteristik waktu tunda tertentu (definite time), yaitu waktu yang diperlukan oleh rele dari menerima respon sampai bekerjanya Pemutus Daya dan besarnya adalah tetap.

4.5. Prinsip Dasar Perhitungan

Penyetelan Arus

Arus kerja atau arus pick up (Ip) adalah arus yang memerintahkan rele arus untuk bekerja dan menutup kontak a sehingga rele waktu bekerja. Sedangkan arus kembali atau drop off (Id) adalah nilai arus dimana rele arus berhenti bekerja dan kontak a kembali membuka., sehingga rele waktu berhenti bekerja.

t

I a

I

PMT

t = rele waktu I = rele Arus

Ip

Id

ta t

I

Gambar 4.1 Arus Kerja dan Arus kembali

(drop off)

arus kerja secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

p d d

I

I

K

Secara umum Batasan dalam penyetelan arus dapat dituliskan sebagai berikut :

Imax < Is < Ihs min

Dimana :

Is = Nilai setting arus

KFK = Faktor keamanan (safety factor)

(5)

Kd = Faktor arus kembali

Imax = Arus beban maksimum yang

diizinkan untuk alat yang

diamankan, pada

umumnya diambil arus

nominalnya (In).

4.6.Prinsip Dasar Perhitungan Penyetelan Waktu

Untuk mendapatkan pengamanan yang selektif maka penyetelan waktunya dibuat bertingkat agar bila ada gangguan arus lebih di beberapa seksi rele arus akan bekerja.

Cara penyetelan waktu :

a. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu (definite time)

Untuk rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu, waktu kerjanya tidak dipengaruhi oleh besarnya arus. Biasanya, setting waktu kerja pada rele arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu adalah sebesar 0,2 - 0,4 detik.

450 900 1350 0,2

0,4 0,6

Arus gangguan (Ampere) Waktu pelepasan setelah setting pengaman dicapai (detik)

Gambar 4.2 Karakteristik rele dengan waktu tetap

Dari gambar 3.2 di atas dapat diketahui kelambatan waktu rele selalu menunjukkan waktu yang tetap. Misalnya untuk kelebihan beban sebesar 450 Ampere, pelepasan beban baru dilaksanakan 0,4 detik kemudian.

b. Rele arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik (inverse time)

A B C

F

Gambar 4.3 Gangguan pada sistem tenaga

Penyetelan waktu untuk karakteristik waktu terbalik dihitung berdasarkan besarnya arus gangguan dimana waktu (t) pada sisi penyulang ditentukan sebesar 0,2 - 0,4 detik. Dan untuk mendapatkan pengamanan yang baik, yang terpenting adalah menentukan beda waktu (Δ) antara dua tingkat pengaman agar pengamanan selektif tetapi waktu untuk keseluruhannya tetap singkat.

IV. Ulasan Pengujian

4.1. PENERAPAN DAN ANALISA OVERLOAD SHEDDING (OLS)

Kota Bengkulu di suplai oleh Grid 150kV GI Pekalongan melalui 2 bay Trafo IBT 150kV/70kV dengan kapasitas masing-masing 60MVA dan PHT TESS-PKLNG 1&2 yang semuanya itu terhubung pada busbar 70kV GI Pekalongan. Dari busbar 70kV Pekalongan daya listrik disalurkan melalui satu Jaringan Transmisi saja yaitu PHT 70kV PKLNG-SKMDU 1&2.

Mulai tahun 2010 PT.PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan memutuskan untuk tidak mengoperasikan PLTD Sukamerindu dan PLTD Pulau Baai yang sebelumya tercatu ke GI Sukamerindu. Hal ini sangat mempengaruhi keandalan penyaluran untuk kota Bengkulu. Penyaluran daya ke kota Bengkulu menjadi sangat tergantung suplai melalui PHT PKLNG-SKMDU 1&2 yang mana penghantar tersebut mengalami kenaikan pembebanan yang cukup tajam. Jika kedua penghantar tersebut trip maka kota Bengkulu akan mengalami Black-out.

(6)

menanggung beban tambahan dan kemudian akan ikut trip.

Tabel 4.1 Data Kondisi Sebelum Gangguan (Laporan Gangguan TRAGI Pekalongan)

GI Penghantar A k

Tabel 4.2 Dampak Gangguan (Laporan Gangguan UPB Sumbagsel)

Dari gangguan diatas dari ENS yang timbul yaitu 10.620kWh, kerugiannya dalam rupiah adalah:

ENS x 750 (Rp/kWh) = Rp.7.695.000,-

4.3.OLS ( overload shadding ) Relay

OLS adalah suatu skema pelepasan beban yang mana diterapkan pada suatu relay yang akan menjalankan skema pelepasan beban tersebut dengan melepas penyulang atau membuka PMT. Inputan yang menjadi acuan OLS untuk bekerja adalah frekuensi atau arus. Adapun tujuan OLS adalah untuk mengamankan suplai daya untuk sebagian sistem yang masih dapat diselamatkan dari kemungkinan terjadi pemadaman total.

Relay Overload Shedding (OLS) merupakan proteksi yang digunakan untuk mengatasi beban lebih (overload) akibat berkurangnya tegangan yang berasal dari GI Pekalongan. Untuk itu diperlukan penyetelan Relay Overload Shedding (OLS) di Trafo 3 # 30 MVA GI Sukamerindu sehingga dapat mengatasi terjadinya beban lebih pada sisi primer 70 kV. Perumusan pada laporan ini hanya dibatasi pada setting Overload Shedding (OLS) dan koordinasinya dengan Overcurrent Relay (OCR) pada GI Sukamerindu dengan menggunakan parameter nilai arus pada sisi 70 kV trafo TD 3 # 30 MVA.

Dengan dipasangnya relay ini diharapkan sistem proteksi GI Sukamerindu dapat menjamin keandalan dari sistem tenaga listrik UPT Bengkulu. Pemasangan OLS pada sistem proteksi GI Sukamerindu tujuannya untuk memperbaiki kualitas proteksi sehingga bisa menghidari kerusakan sistem, baik yang disebabkan oleh gangguan maupun beban lebih. Gangguan pada salah satu trafo khususnya trafo TD 3 # 30 MVA dapat menyebabkan pemutusan daya pada sisi penyulang GI Sukamerindu, sehingga perlu melepas sejumlah beban tertentu dari sistem (pemadaman) agar terjadi keseimbangan pada beban trafo

4.4. Setting OLS pada PMT 70 kV

Pemasangan OLS ini dilakukan karena resetting relay OCR dinilai bukan solusi yang baik untuk mengatasi gangguan tersebut melihat tegangan sisi 70 kV yang berubah-ubah. Dengan demikian maka setting OCR yang semula dinaikkan/resetting, dikembalikan ke setting proteksi sesuai dengan O&M Proteksi P3B Sumatera yang bekerja dalam keadaan ideal.

(7)

Sebagai kajian awal untuk perbaikan bus disisi 70 kV maka diasumsikan waktu untuk trip PMT yang diizinkan adalah 0.5 detik. Bila ada gangguan maksimum pada sisi Bus maka sisi Incoming akan trip dalam waktu 0.5 detik dan dalam sisi 70 kV akan trip dalam waktu 1 detik. Menurut koordinasi setting relay ketika terjadi gangguan maka relay OCR sisi Incoming lebih dulu trip, bila diterapkan pada OLS maka ketika OLS merasakan kenaikkan arus disisi Primer maka dalam waktu yg sama yaitu 0.5 detik maka OLS akan mentripkan PMT penyulang 20 kV.

Namun keputusan untuk menaikkan nilai setting arus tersebut dinilai bukan merupakan solusi yang tepat mengingat kejadian TRIP PMT 70 kV tidak berada dalam kondisi operasi trafo yang ideal. Dengan demikian maka kemungkinan akan terjadi kondisi yang serupa lagi sangat besar, dimana nilai setting tidak bisa digunakan pada kondisi yang senantiasa berubah (fluktuatif).

Overload yang terjadi di sisi 70 kV terjadi saat beban puncak dengan nilai Tap Changer (TC) Sisi Sekunder Trafo TD 3 yang telah maksimal yaitu pada TC 16. Hal ini jugalah yang menyebabkan setting I > 320 A tidak bisa dipertahankan melihat bahwa nilai sisi primer pada TAP 16 adalah 63 kV (Lihat Tabel 3.3) sedangkan nilai tegangan pada setting diatas ialah untuk drop tegangan yang mencapai 47,48 kV. Itu artinya kondisi TAP OLTC pada trafo TD 3 # 30 MVA GI Sukamerindu tidak mengizinkan nilai setting tersebut digunakan pada relay OCR yang berada disisi Primer trafo.

4.5. Relay Micom P122 (AREVA)

Relay Mikom P122 adalah relay overcurrent dan relay proteksi earth fault. Relay ini digunakan untuk mendeteksi kemunculan dari suatu kondisi abnormal dari arus dan kemudian akan mengirimkan sinyal ke circuit breaker (PMT) untuk memutuskan gangguan.

Relay ini multifungsi. Relay Micom P122 dapat juga digunakan untuk trip undercurrent, trip circuit supervision, dan re-close otomatis sama baiknya seperti fungsi proteksi overcurrentnya. Sebagai tambahan disediakan

fitur pencatat yang akan mencatat level arus ketika gangguan. Relay ini menyediakan 3 tahap pelepasan untuk fungsi OLSnya.

Gambar 4.5. Rele Micom P122 AREVA

4.6.Evaluasi Settingan

Penyetelan Relay Micom P122 (AREVA) : I set = 0.95 I nom dan t1 < t0, t definite = 850ms, dan skema melepas beban sebesar 595A pada sisi 20kV ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti batas kemampuan penghantar, koordinasi dengan OCR dan recloseny PMT.

Pada saat terjadi gangguan, autoreclose berindikasi TPAR yaitu sekitar 1,5sec. sedangkan OLS sudah bekerja pada t=0,85sec. Dalam kordinasi dengan OCR dan re-close yang diperhatikan adalah waktu yang diberikan untuk OLS bekerja harus lebih awal dari pada waktu yang diperlukan OCR untuk bereaksi. Kemudian OLS harus memberi kesempatan pada re-close untuk mencoba menutup PMT lebih dulu. Hal ini berdasar pada tujuan reclose sebagai penutup balik agar gangguan yang sifatnya sementara tidak perlu menimbulkan padam dan fungsi OLS untu untuk mengurangi dampak gangguan yang sifatnya tidak sementara

(8)

penghantar yang lain mati. Namun demikian dalam kondisi idealnya eksekusi pelepasan beban OLS akan selalu melebihi dari kelebihan pembebanan penghantar.

5.4.4.Nilai ENS yang terselamatkan

Ketika terjadi gangguan trip PMT 70 kV TD 3 Sukamerindu, ENS (Energy Non Served) sebesar 1.6 MWh selama 8 menit gangguan. Nilai tersebut apabila dikonversi kedalam rupiah ialah sebesar :

kWh = I x V x Cos φ x √3 x t (Hour)

= 720 A x 20 kV x 0,85 x 1,7320 x 8 menit

= 2.826 kWh Jika 1 kWh Rp. 765,-

= 2.826 kWh x Rp 765,- = Rp. 2.162.367,-

( Dua juta seratus enam puluh dua ribu tiga ratus enam puluh tujuh rupiah) selama 8 menit. apabila gangguan tersebut terjadi dalam satu jam saja maka kerugian akibat tidak beroperasi nya Trafo 3 akibat Trip PMT 70 kV adalah sebesar : 60/8 x Rp 2.162.367,- = Rp 16.217.755,- (Enam belas juta dua ratus tujuh belas tujuh ratus lima puluh lima). Dan semakin besar lagi mengingat apabila relay OLS tidak segera dipasang maka gangguan serupa akan sering terjadi.

BAB V

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari Kerja Praktek yang kami laksanakan di PT PLN (PERSERO) UPT BENGKULU adalah:

1. Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu daya dc/ac, rele proteksi, teleproteksi yang diintegrasikan dalam suatu rangkaian wiring

2. Rele adalah suatu alat yang bekerja secara otomatis untuk mengatur / memasukan suatu rangkaian listrik (rangkaian trip atau alarm) akibat adanya perubahan lain. Berasal dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di energize oleh arus lemah. Dan coil ini menarik armature untuk

menutup kontak. Rele merupakan salah satu bagian penting dari proteksi sistem TL, dan telah berkembang menjadi peralatan yang rumit.

3. Secara garis besar bagian dari relay proteksi terdiri dari tiga bagian utama

 Elemen pengindera.  Elemen pembanding.  Elemen pengukur/penentu.

4. Rele arus lebih berfungsi untuk mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat antar fasa didalam maupun diluar daerah pengaman transformator 5. Penyetelan dan penerapan OLS

di GI Sukamerindu telah mengamankan kota Bengkulu dari padam total malah mengakibatkan padam Incoming TD3-30MVA dan menimbulkan ENS yang tidak perlu karena disetting lebih cepat dari waktu kerja reclose.

6. Penyetelan arus setting dan waktu eksekusi skema pelepasan beban OLS ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti kemampuan penyaluran penghantar, koordinasi dengan OCR dan reclose..

7. Pada dasarnya penerapan dan penyetelan OLS hanya bersifat mengurangi dampak gangguan dan bukan sebagai proteksi yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan pada sistem. 8. Tripnya PMT 70 kV trafo TD 3 #

30 MVA GI Sukamerindu oleh relay OCR disebabkan gangguan beban yang tinggi dan jatuhnya tegangan di sisi 70 kV.

5.2.Saran

(9)

sehingga kita dapat mencegah masalah - masalah tersebut sebelum terjadi. 2. Untuk peningkatan keandalan PHT

SKMDU-PKLNG 1&2 perlu memberikan perlindungan yang lebih seperti pelaksanaan kegiatan ROW, perbaikan tahanan pentanahan kaki tower, selain pemasangan Transmission Line Arrester yang sedang dikerjakan untuk line Transmisi tersebut terutama karena terletak di kawasan hutan lindung dan sering terjadi hujan dan petir. Terutama juga untuk section-section yang rawan gangguan.

3. Penyetelan OLS di GI Sukamerindu perlu di ubah setingan waktunya karena lebih cepat dari reclose PMT. Setting OCR dikembalikan kemain set awal yaitu I > 247.4 Amp.

DAFTAR PUSTAKA

SK 114, Pedoman Pemeliharaan JARGI, “TRANSFORMATOR TENAGA”, PT. PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan.

SK 114, Pedoman O & M Proteksi, PT. PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Laporan Pengusahaan Unit Tragi Pekalongan Bulan Agustus 2011

Laporan Beban Tertinggi Trafo GI Sukamerindu Bulan november 2011 Laporan Beban Tertinggi Trafo GI Sukamerindu Bulan desember 2011

Logsheet GI Sukamerindu Bulan januari 2012 Logsheet GI Sukamerindu Bulan februari 2012 Logsheet GI Sukamerindu Bulan maret 2012

BIODATA

Rio Parohon

Tambunan dilahirkan sibolga, 10 oktober 1991. Telah menempuh studi mulai dari taman Kanak-kanak santa melania sibolga, Sekolah Daar Negeri 085122 Sibolga, SMP Negeri 1Sibolga, SMA Negeri 2 Sibolga dan sekarang sedang melanjutkan studi S-1 di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, Semarang

Semarang, April 2012

Dosen Pembimbing Penulis

Ir.Agung Nugroho. M.kom Rio Parohon T.

Gambar

gambar 2.1. pembagian daerah poteksi
Gambar 4.1 Arus Kerja dan Arus kembali
Gambar 4.2 Karakteristik rele dengan waktu tetap
Tabel 4.1  Data Kondisi Sebelum Gangguan (Laporan Gangguan TRAGI Pekalongan)
+2

Referensi

Dokumen terkait

terjadi, pada akhir minggu panas jadi intermitten dan periodik per 48jam+trias malaria.. Trias

Akan tetapi, pada kerak dalam bintang neutron intinya berbeda dengan inti atom biasa karena adanya faktor kompresi materi akibat kerapatan sangat tinggi, sehingga inti yang

Hasil pengukuran kinerja dari Service Error Rate hasil dari perhitungan tahun 2015 yaitu sebesar 3,31% dan pada tahun 2016 sebesar 2,67% dilihat dari Tabel 5.3 Ukuran

Meskipun dari beberapa tinjauan pustaka diatas sudah ada yang membahas masalah tersebut akan tetapi terdapat perbedaan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar keterampilan tata boga materi pembuatan brownis kukus pada anak tunagrahita ringan kelas XII SMALB-C Kembar Karya I

- BILA SALAH SATU PERSYARATAN DI ATAS TIDAK DIPENUHI MAKA PENAWARAN DIANGGAP GUGUR - JIKA KLAUSUL PENGADAAN INI MASIH ADA YANG KURANG JELAS, MITRA USAHA DAPAT. MENGHUBUNGI

Substansinya dari kemarin itu sepertinya tidak ada persoalan. Kelihatannya persoalannya itu adalah legal drafter dan dari kemarin jawaban soal ini tidak memuaskan,

Penangkapan Rawai Ikan Tuna adalah alat pancing seperti Gambar 12, Tali Utama digantung dari bola pelampung ke dalam laut, dimana dipasangkan banyak tali cabang