• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI PSIKOLOGI ANAK DARI KELUARGA YAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONDISI PSIKOLOGI ANAK DARI KELUARGA YAN (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI PSIKOLOGI ANAK DARI KELUARGA YANG BERCERAI (THE CONDITIONS OF CHILD PSYCHOLOGY TOWARD

FAMILY DIVORCED)

Oleh

Donna Viranda

Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan

INSTITUT AGAMA ISLAM METRO (IAIN)

(2)

ABSTRACT

There is a lot of divorce (Brokenhome) in a family bond. As a result of the divorce, many negatively impact the child. One of the effects of a parent's divorce is the emergence of an emotionally overwhelming feeling in the child (the child becomes Tempramen), the child becomes an unconfident person (and prefers to be alone than to know the social environment. Therefore, the child victims of parental divorce are more often feel lonely in her life Child of divorced family must have many obstacles and difference in process of its psychology development This research aim to know and study the condition of psychology and development of child behavior from victim of parent divorce (Brokenhome) The writer do research on a child from the victim of her parents divorce.The child is named Fairel, she is a 5-year-old child and attends school in Aissiyah kindergarten, Iring Mulyo Metro Timur Central Lampung District Fairel is a child of the victim from his broken home parents experiencing an emotional social development that is not same or incompatible with an ak in general. The neighborhood around her house and school lacked understanding of her situation as a child victim of her parents' divorce, little concerned and paying close attention to her, the internal scope of her own family such as grandmother, aunt's uncle, and other relatives. In fact, if many people who understand his condition and feel sorry for Fairel, as a broken home child may be able to help the development of psychological conditions and behavioral development of Fairel in accordance with the level of development so that Fairel can be the same and normal as other children who grow and develop in a whole family. This study uses data collection techniques by means of observation, interviews to related parties and documentation. And the results show that, the occurrence of divorce in a family resulted in unmet fulfillment of the child's needs, especially the need for attention an d affection from parents who should he get from both parents, a sense of security tentram (feeling protected) by parents, and do not feel minder. Fairel is still very young to understand the meaning of separation or divorce of both parents. Prolonged disappointment to his parents will surely come one day, because a child really wants warmth, harmony, harmony, and the integrity of his family.

ABSTRAK

Banyak terjadi perceraian (Brokenhome) dalam suatu ikatan keluarga. Akibat dari perceraian tersebut, banyak memberi dampak- dampak negatif pada anak. Salah satu dampak dari perceraian orang tua yaitu munculnya rasa selalu emosi pada diri anak (anak menjadi

(3)

tahun dan bersekolah di TK Aissiyah, Iring Mulyo Metro Timur Kabupaten Lampung Tengah. Fairel merupakan anak korban dari perceraian orang tuanya (broken home) mengalami perkembangan social emosional yang tidak sama atau tidak sesuai dengan anak pada umumnya.

Lingkungan sekitar rumah dan sekolahnya kurang memahami keadaannya sebagai anak korban dari perceraian orang tuanya ,sedikit yang perduli dan memberikan perhatian yang baik terhadapnya, yaitu lingkup intern keluarganya sendiri seperti nenek,paman bibi, serta saudara yang lain. Padahal, jika banyak pihak yang memahami kondisinya dan merasa kasihan kepada Fairel, yaitu sebagai anak korban dari (broken home) kemungkinan dapat membantu perkembangan kondisi psikologi dan perkembangan perilaku Fairel sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga Fairel bisa sama dan normal seperti anak lain yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang utuh. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara kepada pihak terkait serta dokumentasi. Dan hasilpenelitian tersebut menunjukkan bahwa, terjadinya perceraian dalam suatu keluarga mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak tersebut, terutama kebutuhan perhatian serta kasih sayang dari orang tua yang harusnya ia dapatkan dari kedua orang tuanya, rasa aman tentram (perasaan dilindungi) oleh orang tua,dan tidak merasa minder. Fairel memang masih sangat belia untuk mengerti arti perpisahan atau perceraian kedua orang tuanya. Rasa kecewa berkepanjangan kepada orang tuanya pasti akan muncul suatu saat nanti, karena sejatinya seorang anak menginginkan kehangatan, keharmonisan, kerukunan, serta keutuhan keluarganya.

Kata Kunci : keluarga, Perceraian, Orangtua, Emosi, perkembangan psikologi anak

PENDAHULUAN

Keluarga merupakan unit social penting dalam bangunan masyarakat, akan tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi bangsa dan negara. dari keluargalah akan terlahir generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa. Apabila keluarga dapat menjalankan fungsi dengan baik, maka dimungkinkan tumbuh generasi yang berkualitas dan dapat diandalkan yang akan menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa. Sebaliknya,bila keluarga tidak dapat berfungsi dengan baik, bukan tidak mungkin akan menghasilkan generasi- generasi yang bermasalah yang dapat menjadi beban social masyarakat. Keluarga yang tenteram, bahagia, dan sejahtera merupakan dambaan setiap manusia. Untuk mewujudkan keluarga seagaimana mestinya merupakan usaha yang tidak mudah, karena terbentuknya keluarga merupakan sebuah proses yang panjang dan melalui penyesuaian yang juga tidak mudah. Mengingat keluarga terbentuk dari dua pribadi yang berasal dari keluarga berbeda, memiliki latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda pula. Perbedaan- perbedaan tersebut sering kali menjadi pemicu terjadinya kesalah pahaman dan keributan antar pasangan. Bila tidak segera teratasi maka, kesalah pahaman akan berkelanjutan menjadi konflik yang berkepanjangan yang bisa berakhir pada perceraian pasangan.

Kelurga merupakan konsep yang bersifat multidimensi.dalam buku Social Structure, Murdock menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok social yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Murdock, 1965).

Murdock menemukan tiga tipe keluarga, yaitu keluarga inti, keluarga poligami, dan keluarga batih. Murdock meyatakan bahwa keluarga inti merupakan kelompok social yang bersifat universal.

(4)

pertalian keluarga dan memiliki fungsi utama berupa sosialisasi pemeliharaan terhadap generasi baru. Menurut Weigert dan Thomas (1971) keluarga adalah suatu tatanan utama yang mengkomunikasikan pola-pola nilai yang bersifat simbolik kepada generasi baru.

Menurut Koerner dan Fitzpatrick (2004), definisi tentang keluarga setidaknya dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi structural, definisi fungsional, dan definisi intersaksional.

Definisi Struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak dan kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian tentang keluarga sebagai asal-usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan

(families of procreation), dan keluarga batih (extented family).

Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi – fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Definisi ini memfokuskan kepada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

Definisi trasaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga ( family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita- cita masa depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.

Pada umumnya, fungsi yang dijalankan oleh keluarga seperti melahirkan dan merawat anak, menyelesaikan masalah, dan saling perduli antar anggotanya tidak berubah substansinya dari masa kemasa. Jadi, kesimpulan dari definisi keluarga disini adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaraya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.

Keluarga inti adalah keluarga yang didalamnya hanya terdapat tiga posisi social, yaiyu: suami-ayah,istri-ibu, dan anak-sibling (lee,1982). Struktur keluarga yang demikian menjadikan keluarga sebagai orientasi bagi anak, yaitu keluarga tempat ia dilahirkan. Hubungan antara suami istri bersifat saling membutuhkan dan mendukung layaknya pershabatan, sedangkan anak-anak tergantung pada orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan afeksi dan sosialisasi. Relasi suami istri memberi landasan dan menentukan warna bagi keseluruhan relasi didalam keluarga. Banyak keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri. Kunci bagi kelanggengan keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diantara pasangan. Penyesuaian ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan cara berfikir yang luwes. Penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Calhoun & accocela, 1995). Keberhasilan penyesuaian dalam perkawinan tidak ditandai dengan tiadanya konflik yang terjadi. Penyesuaian yang berhasil ditandai dengan sikap dan cara yang konstruktif dalam melakukan resolusi konflik. Komunikasi yang positif merupakan salah satu komponen dalam melakukan resolusi konflik yang konstruktif.

(5)

komunikasi akan menyebabkan konflik, yang sering terjadi karena menggunakan gaya komunikasi negative.

Keluarga dan teman merupakan konteks yang penting bagi pasangan bagi membangun relasi yang berkualitas. Keluarga sebagai family of origin banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu, keterlibatan orang tua dapat memerkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan. banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan. Kualitas perkawinan dapat mempegaruhi berlangsungnya proses-proses yang lain dalam keluarga, misalnya pengasuhan dan performansi individu. Pasangan yang memiliki derajat kepuasan perkawinan yang tinggi akan memberikan perhatian secara lebih positif anak. Spiritualitas dan keimanan merupakan dimensi yang paling kuat bagi pengalaman mansia. Keyakinan spiritual memberikan landasan bagi spiritualitas Anak- anak menjalani proses tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan dan hubungan hubungan (Thompson,2006). Pengalaman mereka sepanjang waktu bersama orang-orang yang mengenal mereka dengan baik, serta berbagai karakteristik dan kecenderungan yang mulai mereka pahami merupakan hal- hal pokok yang mempengaruhi perkembangan konsep dan kepribadian social mereka. John Bowbly (1969) mengidentifikasikan pengaruh perilaku pengasuhan sebagai factor kunci dalam hubungan orang tua- anak yang dibangun sejak usia dini. Menurut Chen, kualitas hubungan orang tua- anak merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan, rasa aman, kepercayaan, afeksi positif, dan ketanggapan dalam hubungan mereka. Kehangatan menjadi komponen mendasar dalam hubungan orang tua- anak yang dapat membuat anak merasa dicintai dan mengembangkan rasa percaya diri. Rasa ama merupakan dimensi dalam hubungan yang berkembang karena interaksi yang berulang yang memperlihatkan adanya kesiagaan, kepekaan, dan ketanggapan. Interaksi tersebut mengembangkan kelekatan pada masing-masing pihak yang terlibat dalam hubungan. Rasa percaya diri anak dapat tumbuh karena adanya rasa aman terhadap lingkungannya dan orang lain. Rasa aman juga akan mendorong anak untuk berani melakukan eksplorasi yang bermanfaat bagi perkembangan kompetensi. Yang dimaksud dengan interaksi adalah suatu rangkaian peristiwa ketika individu A menunjukan suatu perilaku X kepada individu B , atau A memperlihatkan X kepada B yang meresponnya dengan Y. Menurut Hinde

relasi orang tua-anak mengandung beberapa prinsip pokok yaitu: intraksi (orang tua dan anak berinteraksi pada suatu waktu yang menciptakan suatu hubungan), kontribusi mutual (orang tua dan anak sama-sama memiliki sumbangan dan peran dalam interaksi, demikin juga terhadap relasi keduanya),keunikan (setiap relasi orang tua-anak bersifat unik yang melibatkan dua pihak, dan karenanya tidak dapat ditirukan dengan orang tua atau dengan anak yang lain), pengharapan masa lalu ( interaksi orang tua-anak yang telah terjadi membentuk suatu cetakan pada pengharapan keduanya. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, orang tua akan memahami bagaimana anaknya akan bertindak pada suatu situasi), antisipasi masa depan (karena relasi orang tu-anak bersifat kekal, masing-masing membangun pengharapan yang dikembngkan dalam hubungan keduanya).

(6)

perspektif perkembangan fungsi pling penting dari keluarga adalah melakukan perawatan dan sosialisasi pada anak. Sosialisasi merupakan proses yang ditempuh oleh anak untuk memperoleh keyakinan, nilai-nilai dan perilaku yang dianggap perlu dan pantas oleh anggota keluarga dewasa, terutama orang tua. Keberfungsian keluarga merujuk pada kualitas kehidupan keluarga, baik pada level sistem maupun sub system, dan berkenaan dengn kesejahteraan, kompetensi, kekuatan, dan kelemahan keluarga (Shek,2002). Keberfungsian keluarga dapat dinilai dari tingkat kelentingan atau kekukuhan keluarga dalam menghadapi berbagai tantangan. Terdapat tiga factor yang menjadi kunci bagi kelentingan keluarga, yaitu sistem keyakinan, pola pengorganisasian keluarga, dan proses komunikasi dalam keluarga. Kekukuhan keluarga merupakan kualitas relasi didalam keluarga yang memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan kelurga. Defrain dan Stinnett (2003) mengidentifikasi enam karakteristik bagi keluarga yang kukuh yaitu (memiliki komitmen, terdapat kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi, terdapat waktu untuk berkumpul bersama, mengembangkan spirituaitas, menyelesaikan konflik serta menhadapi tekanan dan krisis dengan efektif, memiliki ritme).

Pengasuhan merupakan tanggung jawab utama orang tua, sehingga sungguh disayangkan bila pada masa kini masih ada orang yang menjalani peran orang tua tanpa kesadaran pengasuhan. Selain memunculkan harapan, kelahiran anak juga memunculkan rasa tanggung jawa. Rasa tanggung jawab ini muncul karena adanya tuntutan social tentang kewajiban orang tua untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi anak. Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh konteks social yang melingkupinya. Keberhasilan pelaksanaan tugas pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh lingkunganya. Dalam prespektif ekologis, Bronfenbrenner (2000) memaparkan bahwa pengasuhan anak tidak dapat dilepaskan dari sistem-sistem yang melingkupinya yaitu : macrosystem, mesossystem, microsystem dan

chronosystem. Macrosystem yang berupa politik, budaya, ekonomi, dan nilai-nilai social memiliki kontribusi terhadap proses sosialisasi dan perkembangan anak. Sekolah dan komunitas sebagai mesosystem berpengaruh terhadap pola asuh dan kerja sama yang terjadi. Microsystem

terjadi melalui relasi orang tua-anak dalam keluarga yang berupa pola asuh orang tua.

Chronosystem berpengaruh melalui terjadinya perubahan tren parenting dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan masyarakat dan tekananya terhadap keluarga.

Pengasuhan anak dapat dipercaya memiliki dampak terhadap perkembangan individu. Gaya pengasuhan merupakan serangkaian sikap yang ditunjukan oleh orang tua kepada anak untuk menciptakan iklim emosi yang melingkupi interaksi orang tua-anak. Pengasuhan otoritatif adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsive, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Pengasuhan otoriter

adalah suatu gaya pengassuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Pengasuhan permisif gaya asuhan permisif dibedakan dalam dua bentuk. Pertama, permissive-indulgent diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan pengendalian diri anak, karena orang tua yang permissive-indulgent cenderung membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya dituruti. Kedua, permissivie indifferent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, anak-anak ini cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk dan rasa harga diri yang rendah.

(7)

dalam hal ini, perceraian dapat dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. Perceraian merupakan terputusnya sebuah hubungan keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan atau saling mengakhiri hubungan mereka sehingga mereka sepakat untuk berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.

(8)

Emosional yaitu (Adanya rasa kasih sayang dan cinta kepada anak, Harus mencerminkan keteladanan yang baik karena anaknya akan selalu mengikuti jejak dan prilaku orang tuanya. Mengikuti sagala tindak tanduk orang tuanya , Berbuat dan bersikap adil dalam keluarga, Bijak dalam membimbing,Meluangkan waktu untuk bergaul dan bermain dengan anaknya, Harus baik tidak kasar dan bijak dalam mengungkapkan kemarahannya terhadap seorang anak,Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak). Dalam Bidang Kesehatan Meliputi (Orang tua dan keluarga brtanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan merawat anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, Bila Orng tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut maka pemerintah wajib memenuhinya).

Berbicara masalah tangung jawab, para orang tua yang telah melahirkan anak-anaknya, sudah dibebankan sebuah tanggung jawab moral terhadap proses pendidikan dan perkembangan jiwa para anak-anak nya, baik setelah terjadinya proses perceraian atau pun masih dalam sebuah keluarga yang sempurna, karena anak adalah sebuah harta titipan Tuhan untuk senantiasa dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh seseorang penulis kebanyakan setelah terjadinya perceraian anak mengikuti ibunya, hanya saja sedikit yang ikut ayahnya, dan tidak sedikit setelah terjadi perceraian anak diambil oleh salah satu neneknya dari orang tua si anak, untuk dimasukkan kesalah satu sekolah dasar yang ada di mana penulis melakukan penelitian. Manusia berguna dari dunia dan akhirat, memberi pelajaran dan ilmu yang bermanfaat sehingga anak tersebut dapat berdiri sendiri.

Keluarga jika dipandang dari pertalian darah bersama suami atau istri yaitu kakak, adik, kakek-nenek, ibu-bapak kemenakan dari pihak suami dan isteri. Pembentukan keluarga sebagai manusia tersebut diatas juga telah digariskan Agama. Kesimpulan yang dapat diambil, Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Perceraian mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Jiwa dan pendidikan anak, terutama anak usia dini. Diantaranya dapat menyebabkan anak bersikap pendiam dan rendah diri, nakal yang berlebihan, prestasi belajar rendah dan merasa kehilangan. Walaupun tidak pada semua kasus demikian tapi sebagian besar menimbulkan dampak yang negatif terhadap perkembangan jiwa anak dan juga berpengaruh terhadap proses pendidikan anak itu sendiri sebagaimana

tersebut. Pada umumnya anak-anak yang keluarganya bercerai ikut bersama ibunya, dan semua biaya hidupnya yang seharusnya menjadi tanggung jawab bapak tetapi menjadi tanggung jawab si ibu. Anak-anak dari keluarga sempuma memiliki prestasi lebih baik diban dingkan dengan anak-anak dari keluarga tidak sempuma yang orang tua nya bercerai. Dampak perceraian orang tua juga terlihat secara nyata bagi anak-anak usia sekolah Dasar seperti pendiam, pemalu, tidak lagi ceria dan prestasi belajarnya menurun.

Dari ketentuan tersebut dapat dapat disimpulkan, bahwa seorang anak memang mempunyai hak yang cukup menjamin terhadap kelangsungan hidup dan kebahagiaan anak yang tersebut. Anak yang sah tersebut berhak mendapatkan sebuah perhatian, baik dari segi perkembangan jiwanya maupun pendidikan yang layak sampai anak itu berumur 18 tahun. Karena Hal tersebut ditegaskan dalam sebuah pasal yaitu pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974.

(9)

anaknya, Harus baik tidak kasar dan bijak dalam,mengungkapkan kemarahannya terhadap anak, Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak, Dalam Bidang Kesehatan Meliputi, Orang tua dan keluarga brtanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan merawat anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, Bila Orang tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut maka pemerintah wajib memenuhinya.

Seorang ahli psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam buku psikologinya untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari. “Dalam hidup berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.

Dr. Benyamin Spock (T.O. Ihrom dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, 1999),

mengemukakan kan bahwa setiap individu akan selalu mencari figure yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi mereka. Orang tua, yaitu ayah dan ibu, pada umumnya merupakan teladan bagi anak-anak mereka yang sejenis, serta idola bagi anak-anak mereka yang berlainan jenis. Artinya, seorang ayah adalah teladan bagi anak laki-lakinya dan idola bagi anak perempuannya. Demikian juga berlaku sebaliknya dengan sang ibu. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli yang telah diuraikan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina anak-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah TK Aissiyah 15 A Iring Mulyo Metro. Waktu penelitian ini direncanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2017/2018, yang meliputi persiapan penelitian sampai penyusunan laporan penelitian. Subyek penelitian adalah seorang anak korban

(10)

Hasil dan Pembahasan

Perceraian seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup (Taylor, 1998:24). Pada umumnya orangtua yang bercerai akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Namun tidak demikian halnya dengan anak, ia tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orangtua, tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Berdasarkan temuan di lapangan penulis coba merangkum dampak yang dirasakan anak —secara psikologis—karena orang tuanya bercerai, antara lain sebagai berikut:

(Merasa tidak aman Perihal rasa tidak aman (insecurity) ini menyangkut aspek financial dan masa depan, sebab seorang anak ini berpikiran bahwa masa depannya akan suram. Alasan ini timbul karena ia sudah tidak dapat perhatian lagi dari orang tuanya, baik perhatian secara materi maupun immateri sehingga tak bisa dipungkiri lagi saat anak mengalami masa remaja tidak akan menghiraukan lagi keluarga dan lingkungannya. Biasanya anak tersebut akan cenderung

introvert (menutup diri) terhadap sosialnya sebab ia tidak merasa aman saat berada di lingkungan sosial dan ia menganggap lingkungannya adalah hal-hal yang negative yang bisa mengancam kehidupannya. Berdasarkan penelitian ini, para informan merasa dirinya kurang diperhatikan sebab orang tuanya sudah bercerai,

(11)

Akibatnya, anak biasanya akan menumpahkan amarahnya kepada orang lain, karena tingkah laku seorang anak akan mengikuti orang tuanya. Bukan cuma psikisnya terganggu akan tetapi perilakunya juga ikut berubah, hal itu akan mengakibatkan si anak akam suka mengamuk, menjadi dan tindakanya akan menjadi agresif, menjasi pendiam, tidak lagi ceria, suka murung dan tidak suka bergaul kepadateman-temannya. Rata-rata informan dalam penelitian mengalami psikologis seperti itu. Sebagaimana ungkapan Papalia, Olds & Feldman (2008:45) sifat marah (temperamen) anak yang menjadi korban perceraian dari keluarganya akan selalu terekam oleh pikiran bawah sadarnya karena perilaku orang tuanya yang sering bertengkar di depan anak, dan mengakibatkan anak mempunyai temperamen yang sulit dikendalikan,SedihSeorang anak akan merasa nyaman dengan orang tuanya yang harmonis namun sebaliknya ia akan bersedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan saat sudah remaja merasa kehilangan. Anak-anak yang orangtuanya bercerai menampakkan beberapa gejala fisik dan stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur), kehilangan nafsu makan yang semuanya itu berasal dari kesedihan yang yang dialaminya. Sebab fase anak yang berumur 5-17 tahun merupakan fase belajar menyesuaikan diri dan lingkungannya. Namun, perceraian orangtua tetap menorehkan luka batin yang menyakitkan bagi mereka. Sehingga anak tersebut menjadi ‘penyedih’ atas apa yangdilakukan oleh orang tuanya; yang bercerai. Berdasarkan data yang dihimpun penulis dalam penelitian ini, kesedihan yang muncul bagi anak yang menjadi korban perceraian keluarganya antara lain; orang tua sudah tidakmenghiraukan anaknya lagi dan biasanya anak tersebut di asuh oleh kakek/nenek dari pihak ayah atau ibu. Dengan begitu, sangat wajar sekali, anak akan merasa sedih dengan

(12)

Banyak orang tua mendiskreditkan anak dari hasilhubungannya dengan mantan pasangannya, sehingga iaberpikir bisa mendapatkan sosok pengganti anak dengan pasangan yang baru (selanjutnya),Menyalahkan diri sendiri Perasaan menyalahkan diri sendiri merupakan gejala

disorder personality, yang mana faktor tersebut dipengaruhi oleh rasa tidak aman, adanya rasa penolakan dari keluarga, mudah marah/temperamen, sedih yang berkepanjangan dan merasa kesepian dan semua faktor ini diakibatkan dari pola asuh yang salah. Sebab dalam pola asuh ada tiga golongan yang kuat dalam menentukan karakter anak, salah satunya adalah significant others yaitu orang tua dan saudara yang menjadi faktor utama dalam pola pengasuhan anak. Lebihnya lagi, apabila golangan significant others salah dalam mengasuh anak, misalnya perceraian dilakukan saat anak masih belum menginjak dewasa, seperti yang dialami oleh informan dalam penelitian ini, maka akan berdampak pada psikologi anak misalnya anak akan sering murung dan sering berfikir sehingga banyak diam dan melamun, jarang berkomunikasi (rigorously communication) dengan orang lain, tidak nyaman berada di tengah komunitas sosialnya. Sehingga perasaan menyalahkan diri sendiri akan selalu dialaminya. Akhirnya, tak bisa dielakkan lagi, anak yang sering mengalami perasaan menyalahkan dirinya sendiri akan berdampak buruk terhadap psikologinya, yakni bisa menyebabkan gangguan psikologi, seperti bipolar (kepribadian ganda), schizophrenia, fobia dsb. Hal senada juga diungkapkan oleh Taylor (1998:64) anak yang selalu menyalahkan diri sendiri akan berakibat pada gangguan psikologinya, sebab menyalahkan diri sendiri (badly image)merupakan awal mula gangguan psikologi yang berbahaya.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dibuat oleh penulis mengenai “Kondisi Psikologi Anak dari Keluarga Yang Bercerai’ dengan studi deskriptif terhadap anak keluarga petani yang bercerai di kota Metro 15 A Iring Mulyo Metro, Lampung Tengah dapat disimpulkan sebagai berikut: Anak merasa tidak aman setelah ditinggal bercerai oleh orang tuanya karena anak masih butuh perlindungan dari orang tuanya, baik secara materii maupun non materi, Dalam pikiran anak ada semacam penalakan dari keluarga orang tuanya padahal si anak ingin tetap diterima di dalam keluarganya, Anak sering kali marah-marah dan emosinya sering tidak terkontrol dengan baik karena melihat perilaku orang tuanya yang sering bertengkar, Anak selalu bersedih karena merasa kehilangan dan juga merasa kecewa terhadap kedua orang tuanya. Anak merasa kesepian (loneliness) karena ditinggal berceraian oleh orang tuanya sebab ia kurang belaian kasih sayang dari orang tuanya, Perasaan menyalahkan diri sendiri merupakan gejala disorder personality, yang mana faktor tersebut dipengaruhi oleh rasa tidak aman, adanya rasa penolakan dari keluarga, mudah marah/temperamen, sedih yang berkepanjangan, merasa kesepian, dan semua faktor ini diakibatkan dari pola asuh yang salah (baca: orang tua yang bercerai), sebab anakanak masih belum cukup dewasa dalam menimbang/m emikirkan perceraian dalam hubungan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis Kearah Ragam Varian Kontemporer). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

(13)

Moleong J Lexy.2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Hildayani, Rini dkk. 2009. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Faried Ma’aruf Noor, Menuju Keluarga Sejahtera Dan Bahagia,(Jakarta: Gema Insan Press,1990).

UU Tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Orang Tua, Masyarakat Dan Negara Terhadap Anak.

William J. Goode, sosiologi keluarga, ( Bumi Aksara: Jakarta, 1991) Agus Sujanto, psikologi kepribadian, (Jakarta:bumi aksara tahun 2004)

Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta : kencana prenada media group 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: kualitas LKS dengan pendekatan keterampilan proses sains berdasarkan penilaian oleh dosen ahli materi dengan skor aspek kebenaran dan

Misalnya, penampilan tanda dari objek gambar terpilih, kemudahan pro- ses suatu objek, pembentukan objek 3D dari 2D (Extrude), mengubah suatu objek gambar melalui objek gambar

Jadi yang dimaksud dengan upaya disini adalah usaha atau upaya guru PAI memotivasi siswa dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMK Muhammadiyah 9 Wagir..

In this research, a sequence of instructional activity for area measurement contains conjecture of students’ strategies and thinking, and the traditional handicraft, anyaman,

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika di kelas VII SMPN 3 Pariaman. Pada kelas eksperimen dengan menggunakan teknik mengajukan pertanyaan yang

Kata Pengantar ... Lingkungan Alam ... Lingkungan Buatan ... Manfaat Lingkungan Alam dan Buatan ... Memelihara Lingkungan Alam ... Memelihara Lingkungan Buatan ... Apakah Denah dan

[r]

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keikutsertaan PUS sebagai peserta aktif pengguna alat kontrasepsi di Desa Pal IX Kabupaten Kubu