• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menoleh jauh ke zaman pra sejarah, masyarakat di kawasan Nusantara (Indonesia) merupakan imigran dari berbagai kawasan. Menurut Buku Sejarah yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, terjadi empat periode imigrasi besar ke kawasan Nusantara, yaitu:

1. 3.000 tahun yang lalu (1000 SM) sejumlah besar suku Mongol berimigrasi ke Kepulauan Indonesia. [1]

2. Imigrasi kedua terjadi pada 2.000 tahun yang lampau, sekitar abad ke-1, termasuk sejumlah suku Yun Nan yang berimigrasi ke Selatan. [2]

3. Imigrasi besar ketiga berasal dari India, pada abad VII.

4. Imigrasi besar keempat adalah penganut agama Islam dari Arabia, di Timur Tengah. Kebanyakan di antaranya yang kini menjadi orang-orang Pakistan. Terjadi pada abad XII. [3]

Dari sini diketahui bahwa periodisasi masuknya Islam ke Indonesia, tergolong dalam empat imigrasi besar yang membentuk ekosistem sosial budaya masyarakat Indonesia, termasuk dalam periode tersebut penyebaran Islam di Kalimantan Selatan. Setelah empat periode imigrasi besar tersebut, barulah masuk bangsa kolonial Eropa yang di mulai dari bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan terakhir Jepang. [4]

(2)

Islam di Kalimantan Selatan yang akan penulis awali dengan mengupas dari sejarah awal masuknya Islam di Kalimantan Selatan.

B. Perumusan Masalah

Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, terdari dari :

1. Bagaimana proses masuknya Pendidikan Islam di Kalimantan? 2. Bagaimana proses berkembangnya Pendidikan Islam di Kalimantan. C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan sesuai dengan perumusan masalah di atas adalah :

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam Ke Kalimantan Selatan

(4)

Prentice berpendapat bahawa daerah penutur asli bahasa Melayu ialah di kawasan Tanah Melayu sehingga selatan Thailand (Pattani), di sepanjang pantai timur Sumatera, di kepulauan Riau, di sepanjang pesisir Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, di Brunei, di pantai barat Sabah, di Sarawak, di Singapura, di Jakarta, di Larantuka, di Kupang, di Makasar, di Menado, di Ternate, di Banda, dan di Ambon. Selain wilayah Melayu, ternyata bahwa bahasa Melayu pun dapat ditemukan di Sri Lanka dan di Afrika Selatan.[6]

B. Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan Selatan

Tidak banyak catatan yang memberikan deskripsi sehubungan dengan sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan Selatan ini. Dari sekian literatur yang penulis temukan mengenai sejarah pendidikan di Kalimantan Selatan, pada umumnya merujuk pada tokoh Besar Kalimantan Selatan, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Hal ini menurut penulis cukup beralasan, karena sebagaimana diungkapkan Gubernur Kalsel Drs HM Sjahriel Darham bahwa Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat luar biasa pada kurun waktu 1710 sampai 1821 M, sampai mendapatkan gelar “Matahari Islam dari Kalimantan” dari Menteri Agama Republik Indonesia periode 1962-1967.

Hal ini menyangkut karyanya yang sangat monumental pada kitab Sabillah Muhtadin perlu terus diteladani, mengingat pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari mampu mendorong fenomena religius yang memberikan arti terhadap pengisian khazanah perkembangan agama Islam.[7]

Dalam beberapa sumber yang penulis dapatkan, usaha pendidikan Islam yang diupayakan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu pengakderan ulama, pengajaran terhadap masyarakat dan pendirian madrasah.

1. Mengkader Ulama

(5)

Belanda. Buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya perumpamaan itu berlaku pula pada diri Syekh Arsyad. Banyak anak cucu keturunan beliau menjadi orang yang ternama, terutama di bidang agama yang namanya tetap dikenang sampai sekarang, beberapa diantaranya adalah:

1. Mufti H. Muhammad As’ad

2. Fatimah binti Syekh Abdul Wahab Bugis 3. Mufti H. Muhammad Arsyad bin H. M. As’ad 4. H. Abdul Rahman Siddiq bin Shafura.

5. H. Sa’duddin bin Mufti H. Muhammad As’ad.

6. Kadi H. Abu Su’ud bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. 7. H. M. Syarwani Abdan bin H. M. Yusuf.

8. H. Muhammad Khatib bin Mufti H. Ahmad. 9. Mufti H. Jamaludin.

10. Guru H. Zainal Ilmi bin H. Abdus Samad. 11.H. Zaini Abd. Ghani bin Abd. Ghani. [8]

Di antara kadernya yang lain, bukan keturunannya adalah:

1. H. Abd. Ghoni yakni seorang yang menyebarkan Islam di Pontianak di Kalimantan Barat. [9]

2. Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidillah yang mendapat didikan khusus dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, sehingga menjadi raja yang tinggi cita-citanya, cerdas pandai, berbicara dengan petah (ramah dan lembut), mempunyai pikiran yang bersih dan ilmu pengetahuan yang dalam.[10]

Banyak lagi murid-murid yang lain, yang tersebar di berbagai daerah Kalimantan Selatan atau Kalimantan secara keseluruhan bahkan menyebar ke seluruh Nusantara.

1. Mendidik Masyarakat

(6)
(7)

Mahkamah Syar’iyah suatu lembaga pengadilan agama yang dipimpin oleh seorang mufti sebagai ketua hakim tertinggi pengawas pengadilan umum.[13]

Lembaga Qadhi ini kemudian berkembang menjadi kerapatan Qadhi dan sekarang berubah lagi menjadi Pengadilan Agama Tingkat Pertama dan Tingkat Banding, Pengadilan Agama Tingkat Banding berkedudukan di Banjarmasin sebagai penjelmaan dari terapan Qadhi Besar Banjarmasin.

C. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan Barat

Masuknya Islam ke Kalimantan Barat itu sendiri tidak di ketahui secara pasti, masih banyak perbedaan pendapat dari berbagai kalangan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke Kalimantan Barat pada Abad ke-15, dan ada juga pendapat lain yang mengatakan Islam masuk di Kalbar pada abad ke-16. Daerah pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu mendapat sentuhan agama Islam adalah Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk ke daerah-derah ini diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab (Ahmad Basuni, 1986:10). Namun, ada versi lain yang mengatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri, putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Al-Kadri, seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M). Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir selama 20 tahun. (Anshar rahman, 2000:3)

(8)

Mulanya Syarif Husein menetap di Matan (Ketapang) dan berdakwah disana. Ia mendapatkan respon yang sangat baik sehingga penganut Islam semakin banyak dan Islam memasyarakat sampai kepedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M Ia diangkat sebagai Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas tugas sebagai Mufti, beliau sekeluarga diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun untukpindah ke Mempawah dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi Tuan Besar Kerajaan Mempawah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun. (Anshar Rahman, 2000:5-6). Syarif Husein tidak hanya menyebar Islam dikalangan rakyat jelata, Ia juga menyebarkan kekalangan bangsawan. Salah satu cara yang ditempuh beliau dalam menyebarkan Agama Islam adalah dengan melakukan perkawinan dengan putri-putri bangsawan. Beliau menikahi 3 orang putri yang berasal dari kerajaan Matan, dan mereka ini berasal dari suku Dayak. (Anshar Rahmat, 2000:25)

Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Kalbar pada abad ke 15 di pelabuhan Ketapang (Sukadana) melalui perdagangan. Penyebaran agama Islam di Kalimantan Barat membujur dari Selatan ke Utara, meliputi daerah Ketapang, Sambas, Mempawah, Landak. Menurut Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di Kalimantan Barat diperkirakan sekitar abad XVI Miladiah, penyebaran Islam terjadi ketika kerajaan Sukadana atau lebih dikenal dengan kerajaan Tanjungpura dengan penembahan Barukh pada masa itu di Sukadana agama Islam mulai diterima masyarakat (Ikhsan dalam Usman 1996:3), akan tetapi Barukh tidak menganut agama Islam sampai wafat 1590 M.

Pendapat lain juga mengemukakan pada tahun 1470 Miladiah sudah ada kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan rajanya Raden Abdul Kahar (Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar (Iswaramahaya atau Raja Dipati Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal dari kerajaan Landak.

(9)

ke 16. Penyebaran yang pertama-tama kemungkinan dari para pedangang Semenanjung Melayu, terutama pedagang dari Johor. (Dalam Ikhan:2004:95).

Islam masuk hampir keseluruh penjuru Kalbar, melalui kerajaan-kerajaan Islam yang banyak dibangun pada saat itu. Tidak hanya didaerah pesisir pantai, didaerah pedalaman pun Islam berkembang pesat. Islam mulai masuk kedaerah-daerah seperti Embau, Sambas, sampai ke Sungai besar di hulu. Dari berbagai pendapat-pendapat sejarahwan diatas maka disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalimantan Barat itu sekitar abad ke-15 atau 16 yang di sebarkan melalui para pedagang yang melakukan kegiatan ekonomi. Mereka melalui dakwahnya menyiarkan Islam keberbagai penjuru hingga kepedalaman dan diterima baik oleh masyarakat pada umumnya. Sampai dengan sekarang Islam masih terus berkembang menyiarkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

D. Bentuk-Bentuk Islamisasi

Islam tersebar hampir diseluruh wilayah Kalimantan Barat, tidak hanya di daerah pesisir pantai tetapi juga didaerah-daerah pedalaman Kalbar. Pada dasarnya di daerah Kalbar mayoritas penduduknya adalah Melayu, yang identik beragama Islam dan pada umumnya bermukim di pesisir sungai atau pantai (Munawar,dkk 2005:68). Ada beberapa hal yang membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh masyarakat dan menyebar luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melalui perkawinan;

(10)

2. Melalui perdagangan;

Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai seperti Kota Pontianak, Ketapang, atau Sambas, kemudian menyebar kearah perhuluan sungai (Yusriadi,dkk 2005:2).

3. Melalui dakwah;

Hal ini dapat kita lihat ketika Islam masuk ke daerah Sungai Embau di daerah Kapuas Hulu. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam pada masyarakat Sungai Embau adalah para pendakwah yang datang dari luar daerah tersebut. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang terlibat dalam menyebarkan agama Islam didaerah tersebut pada awal abad ke-20 menurut Mohd Malik (1985:48) diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh Abdurrahman dari Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid dari Palembang (1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad asal Jongkong (sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran, fiqh dan lain-lain, dirumah dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca Al-Qur’an mereka menggunakan metode Baqdadiyah (Yusriadi,dkk 2005:5).

4. Melalui Kekuasaan (otoriter):

Islamisasi ini terjadi pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau melakukan perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau masuk Islam. Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan menyatakan diri memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji untuk tidak ingkar. Bagi yang melanggar akan dihukum mati. Hal ini mungkin agak unik dibandingkan dengan Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata disiarkan secara damai (Hermansyah, dkk 2005:10).

5. Melalui Kesenian:

(11)

Asfar,dkk 2003: 46).Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada didaerah Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian dijadikan media dakwah dalam menyebarkan Islam di Kalbar.

E. Pendidikan Islam pada Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan Barat

Seperti yang telah kami paparkan pada pembahasan sebelumnya, bahwa Islam tersebar hampir keseluruh Kalbar,dan ini tidak lepas dari adanya kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri pada saat itu di Kalbar. Kerajaan-kerajaan tersebut tentunya memiliki cara-cara tersendiri dalam menyebarkan agama Islam kewilayahnya masing-masing,diantaranya dengan pendidikan. Dalam pembahasan ini kami akan memaparkan beberapa kerajaan Islam dan bagaimana pendidikan Islam dikerajaan-kerajaan tersebut.

1. Keraton Kadriah Pontianak

Umat Islam menjadi mayoritas ketika berdirinya kerajaan Pontianak pada tahun 1771 Miladiah. Kesultanan Pontianak dengan rajanya Sultan Syarif Abdurahman Al Qadrie adalah putra Syarif Husin Al Qadrie yang menjadi salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Barat. Kawasan sekitar pusat pemerintahan kesultanan Pontianak yang terletak dipinggiran Sugai Kapuas, Kampung Kapur, Kampung Bansir, kampung Banjar Serasan dan Kampung Saigon sangat kental pengaruh agama Islam. Daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif Abdurrahman Al-Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji dilingkungan Keraton Kadriyah Pontianak (Usman dkk:1997). Kemudian pengajian seperti ini berkembang, adanya pengajian ibu-ibu, dan pada perkembangannya kemudian banyak lembaga-lembaga pendidikan yang kemudian tumbuh dan berkembang.

2. Kerajaan Jongkong (Embau)

(12)

November 1946, selain itu ada juga pengajian keliling.(Hermansyah,dkk 2003:13) Sebelum H. Ahmad masyarakat pendapatkan pengajaran dari mubaligh dan guru-guru agama yang mengajarkan Al-Qur,an, fiqh, di rumah dan di mesjid (Yusriadi,dkk 2003:5). Para pengajar agama juga berupaya menyepadukan ajaran Islam dengan kepercayaan lama yang berkembang di masyarakat (Hermansyah:2003)

3. Kerajaan Sintang

Pada saat itu kerajaan Sintang di pimpin oleh Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin biasa disebut Sultan Aman, beliau memerintah tahun 1150 sampai 1200 H. Raja ini sangat fanatik terhadap Islam. Pada masa Sultan Aman ini Kerajaan Sintang didatangi dua orang ulama dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan Raja Dangki dari Negeri Pagaruyung. Penghulu Abbas kemudian diangkat menjadi Penghulu Muda kerajaan dan Raja Dangki diangkat menjadi panglima perang karena keahliannya dibidang pencak silat dan ilmu nujum. Karena semangatnya mendakwah Islam, Sultan Aman mengirim utusan untuk menyebarkan Islam di hulu Sungai Kapuas. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Sultan Aman juga memerangi orang-orang yang tidak mau masuk agama Islam (Hermansyah,dkk 2005:10).

F. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Kalimantan barat

1. Sebelum Kemerdekaan (Sebelum 1945). a. Madrasahtun Najah Wal Falah

Madrasah ini adalah madrasah yang tertua di Kalimantan Barat. Letaknya di Sei. Bakau Besar Mempawah, didirikan kira-kira tahun 1918 M. Kemudian berdirilah madrasah-madrasah dikota-kota, bahkan di dusun-dusun berupa madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah (Mahmud Yunus 2008:382).

b. Madrasah As-Sultaniyah Sambas

(13)

tarikh, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu ukur, kesehatan, akhlak, gerak badan, Al-Qur’an, Terjemah (Mahmud Yunus 2008:382).

c. Perguruan Islamiyah Pontianak

Perguruan Islamiyah di dirikan oleh seorang petani hartawan lagi darmawan yang bernama H.M. Arief bin H. Ismail, pada tahun 1926. Pendirian perguruan tersebut dibangun di atas tanah wakaf H.M. Arief sendiri dan berlokasi di kampung Bangka, Jalan Imam Bonjol Kecamatan Pontianak Selatan, Kotamadya Pontianak.

Awal terbentuknya perguruan Islamiyah berawal dari sebuah pengajaran yang diberikan oleh H.M. Arief kepada anak-anak dan orang dewasa di kampung Bangka, beliau dibantu oleh seorang guru agama dari Painan. Saat itu pengajaran berlangsung dirumah kediaman beliau, tetapi karena tempatnya tidak mencukupi maka dipindahkan kerumah anaknya yaitu H.M. Thahir yang ruangan agak besar.

Perguruan Islamiyah dibentuk sebagai wadah pendidikan yang memberikan pelajaran berupa ilmu pengetahuan umum dan agama Islam. Sekolah umum diadakan pada waktu pagi, yakni Sekolah Rakyat 3 tahun (Volk School). Dan bagi yang sudah tamat dari sekolah tersebut dapat melanjutkan sekolahnya di Vorvogh School 5 tahun di kampung Melayu (SD 2), untuk mendapatkan ijazah negeri. Sedangkan pada sore hari diberikan pelajaran agama Islam tingkat Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Kegiatan pengajaran ini berlangsung terus menerus, dan mengalami peningkatan dari jumlah pelajar yang mempunyai hasrat yang sangat tinggi untuk menuntut ilmu, sehingga ruang tempat belajar yang disediakan tidak mencukupi lagi. Maka karena adanya desakan permintaan dari Ustad A. Manaf kepada beliau untuk membangun gedung, akhirnya H.M. Arief membangun gedung sekolah yang memenuhi syarat pendidikan pada tahun 1931.

(14)

Pada tahun 1936 telah dibangun sebuah mesjid di atas tanah seluas 20x40 meter, guna memudahkan bagi pelajar untuk shalat dan tempat praktek. Pada tahun 1939 perguruan Islamiyah membentuk Schakel School 3 tahun (berbahasa Belanda)yang menerima murid-murid Sekolah Rakyat yang telah duduk dikelas 3 HIK. Namun sekolah ini tidak dapat menamatkan murid-muridnya dan terpaksa dibubarkan karena Perang Dunia II. Periode perintis berakhir pada tangga 19 Desember 1941, dan semua sekolah di kota Pontianak ditutup karena serangan udara Jepang.

Pada tanggal 29 Januari 1942, tentara Jepang telah menduduki kota Pontianak selama 2 bulan dan memerintahkan agar semua sekolah dibuka kembali. Pada Awal April 1942 sekolah Islamiyah dibuka kembali dan yang diteruskan hanya Sekolah Rakyat yang dipimpin oleh Mahmud Syamsudin dan H. Husein Arief. Tahun 1943 Sekolah Agama dibuka kembali, tahun 1944 H.Husein Arief mengundurkan diri karena pindah ke Tanjung Pandan, dan dilanjutkan kepemimpinan sekolahnya oleh Mahmud Syamsudin hingga tahun 1948. Selanjutnya kepemimpinan sekolah dilanjutkan oleh H. Abdullah H. Thaahir sampai dengan tahun 1950 setelah terbentuknya pengurus baru.

Pada tahun 1951, setelah penyerahan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada pemerintah RI, Perguruan Islamiyah dipimpin oleh H. Sulaiman sebagai pengurus yang baru. Sebagai langkah pertama Ia membentuk SGB (Sekolah Guru B) yang dipimpin oleh ustadz Ibrahim, SGB ini hanya berjalan selama 1 tahun dan terpaksa ditutup karena kekurangan biaya dan tidak ada tenaga pengajarnya. Pada tahun 1952 SR 5 tahun ditingkatkan menjadi SR 6 tahun dan kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum sekolah negeri, kemudian tahun 1954 SR Islamiyah diikut sertakan dalam ujian negeri. Pada tahun 1955, didirikan pula Taman Kanak-Kanak Islamiyah yang dipimpin oleh Rahmah. Disamping itu, didirikan pula SMP yang dipelopori oleh A. S Mansyur, M. Nur H. Said dan kawan-kawan. Pada tanggal 1 Agustus SMP tersebut kemudian diambil alih oleh pengurus Islamiyah dan diberi nama SMP Islamiyah. Kemudian pada tanggal 5 September 1957 terjadi peristiwa kebakaran yang melenyapkan seluruh bangunan gedung kecuali masjid.

(15)

Pendidikan Islam di Indonesia pada masa awalnya bersifat informal, yakni melalui interaksi inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan seperti aktivitas perdagangan. Da’wah bil hal atau keteladanan. Pada konteks ini mempunyai pengaruh besar dalam menarik perhatian dan minat seseorang untuk mengkaji atau memeluk ajaran Islam. Selanjutnya, ketika agama ini kian berkembang, system pendidikan pun mulai berkembang : a. System pendidikan langgar

Di tiap-tiap desa yang penduduknya telah menjadi muslim umumnya didirikan langgar atau masjid. Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai tempat shalat saja, melainkan juga tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat elementer lainnya. Pendidikan di langgar di mulai dari mempelajari abjad huruf Arab (hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci al-qur;an.pendidikan di langgar di kelolah oleh seorang petugas yang disebut amil, modil, atau lebai (di sumatera) yang mempunyai tugas ganda, disamping memberikan do’a pada waktu upacara keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai guru. Pelajaran biasanya diberikan pada tiap pagi atau petang hari, satu sampai dua jam. Pelajaran memakan waktu selama beberapa bulan, tetapi pada umumnya sekitar satu tahun.[14]

Metode pembelajaran adalah murid duduk bersila dan guru pun duduk bersila dan murid belajar pada guru seorang demi seorang. Satu hal yang masih belum dilaksanakan pada pengajaran al-qur’an di langgar, dan ini merupakan kekurangannya adalah tidak diajarkannya menulis huruf Al-qur’an (huruf arab), dengan demikian yang ingin dicapainhanya membaca semata. Padahal menurut metode baru dalam pengajaran menulis, seperti halnya yang dikembangkan sekarang dengan metode iqra’, dimana tidak hanya kemampuan membaca yang ditekankan, akan tetapi dituntut juga penguasaan si anak di dalam menulis. [15]

Pengajaran al-qur’an pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu :

a) Tingkatan rendah : merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf al-qur’an sampai bias membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampong, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi hari sesudah sholat shubuh

(16)

Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran di langgar adalah agar anak didik dapat membaca al-qur’an dengan berirama dan baik, tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya.

Mereka yang kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal cukup dari langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren.

b. System Pendidikan Pesantren

Secara tradisional, sebuah pesantren identik dengan kyai (guru/pengasuh), santri (murid), masjid, pemondokan (asrama) dan kitab kuning (referensi atau diktat ajar). Sistem pembelajaran relatif serupa dengan sistem di langgar/masjid, hanya saja materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti bahasa dan sastra Arab, tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan lainnya. Di pesantren, seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang yang pandai (alim) di bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi pendakwah atau guru di tengah-tengah masyarakatnya.

Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah : a. Tujuan umum

Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya

b. Tujuan khusus

Mempersiapkan satri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.[17]

(17)

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-modelyang bersifat nonklasik, yaitu model system pendidikan dengan metode pengajaran wethonan dan sorogan. Di jawa barat, metode tersebut diistilahkan dengan “Bendongan”, sedangkan di sumatera digunakan istilah halaqoh.[19]

a. Metode Wetonan (Halaqoh)

Metode yang didalamnya terdapat seorang kiai yang membacakan suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif.[20]

b. Metode Sorogan

Metode yang santrinya cukup pandai men “sorog” kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.[21]

Dan sebagai karakteristik khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dinuat terfokus padalima agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, Morfologi, Hadits, Tafsir, Al-qur’an, Theology Islam, Tasawwuf, Tarikh dan Retorika.[22]

Dengan system pondok pesantren tumbuh dan berkembang di mana-mana, yang ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mempertahankan eksistensi umat islam dari serangan dan penindasan fisik dan mental kaum penjajah beberapa abad lamanya. Pesantren yang pada mulanya berlangsung secara sederhana, ternyata cukup berperan dan banyak mewarnai perjalanan Sejarah pendidikan islam Di Indonesia, serta banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal.

(18)

1. Balai Seutia Hukama (lembaga ilmu pengetahuan) 2. Balai Seutia Ulama (jawatan pendidikan dan pengajaran)

3. Balai Jamaah Himpunan Ulama (kelompok studi para ulama dan sarjana pemerhati pendidikan).

Adapun jenjang pendidikannya dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Meunasah (madrasah), berada di tiap kampung. Disini diajarkan materi elementer seperti: menulis dan membaca huruf hijaiyah, dasar-dasar agama, akhlak, sejarah Islam dan bahasa Jawi/ Melayu

2. Rangkang (setingkat MTs), berada di setiap mukim. Disini diajarkan Bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fikih dan lain-lain

3. Dayah (setingkat MA), berada di setiap ulebalang. Materi pelajarannya meliputi: fikih, Bahasa Arab, tawhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid

4. Dayah Teuku Cik (setingkat perguruan tinggi atau akademi), yang di samping mengajarkan materi-materi serupa dengan Dayah tetapi bobotnya berbeda, diajarkan pula ilmu mantiq, ilmu falaq dan filsafat.[23]

(19)

BAB III PENUTUP

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah , Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah dan pertumbuhan Islam: PT. Grafindo Persada: Jakarta, 1999

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia: Hidakarya Agung: Jakarta, 1985 Tim Depag RI, pedoman pembinaan Pondok Pesantren: Dirjen Bimas Islam: Jakarta, 1983 Zuhairin, Sejarah pendidikan Islam: Bumi Aksara, 1992

Rochidin wahab FZh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: bandung: Alfabeta, 2004 Amir Hamzah, pembaharuan Pendidikan Islam dan Umum: bumi aksara : jkakarta, 1989 Abdullah, Taufik , sejarah umat islam Indonesia, Jakarta : majelis ulama Indonesia, 1991. Tjandrasasmita Uka, sejarah nasional Indonesia III, Jakarta : PN Balai Pustaka, 1984. Aziz Mashuri A, pokok Pikiran Pengembangan Pengkajian Kitab:majalah Tebuireng ,1989 http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2010/01/islam-kalbar.html

Mahmud Yunus. 2008. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus wadzuriyyah

(21)

[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan Sejarah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 74.

[2] Ibid, h. 75.

[3] Dr. Peter Wongso, (Jakarta: Seminar Al-Kitab Asia Tenggara, 1997), h 52 [4] Ibid 60-67

[5] Banjarmasin: Pusat Studi dan Pengembangan Borneo, 2002, h. 1.

[6] D.J. Prentice, Peradaban Malaka, (Serawak, Malaysia: Al-Maktabatul-Kaber, t.th.), h. 106. [7] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Tak Dimakan Sejarah, (Banjarmasin: Bpost, 2003) Edisi. 6 Oktober 2003, h. 5.

[8] Banjarmasin Post, (Banjarmasin), 16 Mei 1997, h. 4. [9] Dalam Pagar: Sullamul Ulum, 1996, h. 63-64. [10] (Mesir: Darun Ahya, t.th.), Cet. III, h. 3.

[11] Martapura: Sullamul Ulum, 1980, h. 48. [12] (Jakarta: Bulan bintang, 1984), h. 49. [13] (Banjarmasin: Aulia, 1968), h. 40.

[14] Hasbullah, sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, lintas sejarah dan pertumbuhan islam, (PT.grafindo Persada: Jakarta, 1999 ) halm, 21-22

[15] Ibid halm,22

[16] Mahmud Yunus, sejarah pendidikan Islam Di Indonesia, (Hidakarya agung: Jakarta, 1985) hlm, 35

[17] Arifin HM, kapita selecta Pendidikan Islam dan Umum, (Bumi Aksara: Jakarta,1991) halm.248

(22)

[19] Tim depag RI, pedoman Pembaharuan Pondok Pesantren, (Dirjen Bimas Islam,:Jakarta, 1983) halm,8

[20] Aziz Masyhuri A, Pokok Pikiran Pengembangan Pengkajian Kitab, (majalah Tebuireng, 1989).

[21] Amir Hamzah, pembaharuan pendidikan dan Pengajaran islam, (Mulia Ofset, Jakarta, 1989) halm.26

[22] Ibid halm236

Referensi

Dokumen terkait

Setiap fitur yang ada dalam sebuah game harus seimbang, contohnya jika terdapat sebuah senjata yang lebih kuat dari pada senjata lain, maka senjata tersebut hanya bisa

Di Tingkat kelurahan/Desa organisasi ini disebut Dewan Pengurus Kelurahan/Desa Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia yang disingkat DP Kel/Des BKPRMI dan

Dampak perawatan kateter yang tidak baik adalah infeksi saluran kemih pasca kateterisasi karena kuman dapat masuk melalui lumen kateter, rongga yang terjadi

hpbahari.pun.bz, Hp Java Bahari's Mobile Game { sudah dicoba di Nokia C2-03 dan N73 } Look at 1 relevant links Games Nokia S60 240x320 Adventures - Petualangan (Baru 5730xm,

sales promotion pada Grab jauh lebih besar atau lebih efektif jika dibandingkan dengan sales promotion yang ditawarkan oleh pihak Gojek. Sales promotion pada Grab

Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan turbin

Posterior primer kapsulotomi dilakukan untuk mencegah kekeruhan yang terjadi pada kapsul posterior setelah operasi katarak. Vitrektomi anterior dilakukan karena