• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS ANAK DARI HUBUNGAN FREE SEX PERSP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STATUS ANAK DARI HUBUNGAN FREE SEX PERSP"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS ANAK DARI HUBUNGAN

FREE SEX

PERSPEKTIF

HADIS DAN KORELASINYA DENGAN UUD INDONESIA

(Studi Analisis korelatif Makna Hadis dengan Undang-Undang di Indonesia )

Oleh : Mohamad Barmawi.

Hingga akhir-akhir ini tidak sedikit masyarakat yang masih memandang seorang anak yang dihasilkan dari hubungan free sex dinilai sebagai anak yang berstatus negative (memikul dosa dari orang tua biologisnya), demikian ini muncul berdasar adanya anggapan ada bebeberap hadis yang menilai bahwa anak dari hubungan free sex juga buruk, sehingga tidak heran manakala muncul anggapan demikian dari masyarakat.

Focus dalam artikel ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, pertama : seperti apakah teks-teks hadis tentang status anak zian, kedua : bagaimanakah makna konprehensif, ketiga : bagaimana korelasinya dengan UUD Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang telah diperoleh penulis menghasilkan kesimpulan, bahwa : pertama, secara tekstual hadis-hadis tentang setatus anak zina tidak semuanya menyatakan buruk sebagaimana kedua orang tua biologisnya. Kedua, secara makna konprehensiv anak zina tetap memiliki status sebagaimana anak pada umumnya (tidak negative seperti kedua orang tua biologisnya). Ketiga : antara UUD Indonesia dengan tidak bertentangan dengan hadis-hadis sebab sama-sama memiliki visi dan misi yang sama-sama, terkecuali anak tersebut melakukan tindakan sebagaimana kedua orang tua biologisnya.

Key word : hadis, status, anak zina, free sex

A. Prolog

(2)

atau kalau tidak niscaya ibadah yang dilakukannya selama 40 tahun tidak akan diterima oleh Allah.

Tentu saja anggapan negative terhadap anak hasil free sex menjadi lumrah, sebab doktrin yang mengemuka dalam Islam tersebut selain didukung oleh firman Allah yang menyatakan dengan keras larangan

hubungan bebas, seperti dalam firmannya yang berbunyi ‚wa la> taqrab

al-zina>‛ = jangan kalian mendekati zina, ayat tersebut akan berarti bahwa hubungan seks bebas ialah terlarang, tentunya akan juga memiliki kongklusi bahwa hasil dari hubungan tersebut juga tanda tanya kesuciannya.

Di sisi lain di dalam hadis juga disebutkan bahwa seorang anak yang lahir dari hasil hubungan free sex secara tekstual dinyatakan sebagai anak yang juga buruk dalam urutan ketiga setelah ayah dan ibu biologisnya. Sedangkan hadis-hadis tersebut merupakan hadis yang secara kualitas ialah shahih. Karenanya tidak heran kalau ternyata dalam paham masyarakat anak dari dari zina dipandang sebelah mata.

Realitas sebagaimana di atas, membangkitkan penulis untuk kemudian mengadakan penelitian tentang status anak zina dalam perspektif hadis, dengan tujuan mengadakan penelitian tentang makna status anak zina dalam hadis tersebut, sebab manakala ditelaah dengan mendalam hadis-hadis tentang setatus anak zina tersebut secara tekstual bertentangan dengan aya-ayat al-Qur’an, hadis}-hadis} s\a>hih yang lain, lebih-lebih dengan UUD yang telah ditetapkan di Indonesia, yang menegaskan dengan jelas bahwa setiap anak yang dilahirkan tanpa pandang bulu, ialah memiliki hak yang sama.

(3)

bahwa penilaian yang selama ini dimunculkan oleh mereka ialah salah dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Setidaknya focus kajian dalam artikel ini dapat dispesifikasikan menjadi :

1. Seperti apakah redaksi hadis status anak dari hubungan free sex ?

2. Bagaimanakah makna secara konprehensif hadis status anak dari hubungan free sex ?

3. Bagaimanakah korelasi antara hadis status anak hubungan free sex dengan UUD Indonesia ?

B. Hadis-Hadis Status Anak dari Hubungan Free Sex

Di antara hadis-hadis yang di dalamnya membahas tentang status anak dari hubungan bebas sebagaimana berikut :

َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍحِلاَص ِبَِأ ِنْب ِلْيَهُس ْنَع ٌريِرَج اَنَرَ بْخَأ ىَسوُم ُنْب ُميِىاَرْ بِإ اَنَ ثَّدَح

َعِّتَمُأ ْنََلَ َةَرْ يَرُى وُبَأ َلاَق و ِةَث َلََّثلا ُّرَش اَنِّزلا ُدَلَو َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق

ٍةَيْ نِز َدَلَو َ ِتْعَأ ْنَأ ْنِم ََّ ِإ ُّ َحَأ َّلَجَو َّزَع ِوَّللا ِليِبَس ِ ٍ ْوَ ِب

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Suhail bin Abu Shalih dari Ayahnya dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Anak hasil zina adalah orang buruk ketiga." Abu Hurairah berkata, "Sungguh aku bersedekah dengan sebuah cemeti di jalan Allah 'azza wajalla adalah lebih aku sukai daripada membebaskan anak zina."(H.R Abu Daud ( 3450))

ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَع ِويِبَأ ْنَع ٍلْيَهُس ْنَع ٌدِلاَخ اَنَ ثَّدَح ِديِلَوْلا ُنْب ُفَلَخ اَنَ ثَّدَح

ةَث َلََّثلا ُّرَشَأ اَنِّزلا ُدَلَو َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا

Telah menceritakan kepada kami Khalaf Ibnul Walid telah menceritakan kepada kami Khalid dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Anak zina adalah yang paling jelek di antara tiga" (Yaitu; dia, wanita dan laki-laki yang menghasilkannya dari zina, maksudnya yang palik jelek di antara ibu dan laki-laki yang mezinahinya adalah anak yang dihasilkannya secara unsur, nasab dan penciptaan).(Hr ahmad no 7751)

(4)

Telah menceritakan kepada kami Aswad bin Amir, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Isroil, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin Ishaq, dari Ibrahim bin Ubaid bin Rifa'ah, dari Aisyah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "dia memiliki tiga kejelekan jika ia berbuat seperti perbuatan kedua orang tuanya (maksudnya anak zina) ".(HR Ahmad no 23640)

C. Memahami Makna Hadis.

setelah mengetahui redaksi hadis secara tekstual, maka dapat dipahami bahwa hadis-hadis sebagaimana di atas menunjukkan tentang adanya penilaian hadis atas anak dari hubungan seks bebas yakni bahwa mereka adalah anak terjelek ketiga selepas kedua orang tuanya, manakala mereka melakukan perbuatan sebagaimana tercela sebagaimana orang tua biologisnya. Namun untuk lebih detailnya dalam memahami makna redaksi hadis-hadis di atas maka akan diuraikan sebagaimana berikut :

1. Mehamai Hadis Secara Leksikal

Aspek bahasa di sini dalam pengertian, sebagai simbol dan sarana penyampaian makna atau gagasan tertentu, sehingga yang dikaji aspek semantik-nya yang mencakup makna leksikal (makna yang didapat dari kumpulan kosa kata) maupun makna gramatikal (maknayang ditimbulkan akibat penempatan ataupun perubahan dalam kalimat).

Tentu penyimpulan makna yang hanya dikaji secara kumpulan kosa kata saja tidak akan dapat mampu memahami arti hadis yang sebenarnya, karenanya juga penting mengkajinya dengan bentuk gramatikal, sebab susunan kata yang telah ditentukan dengan bentuk gramatikal akan memunculkan makna yang yang memahamkan, demikian ini dalam kaidah bahasa disebut dengan al-kala>mu.

(5)

Setelah dikaji lebih lanjut, ada beberapa varian hadis tentang status anak dari hubungan seks bebas umat Islam dengan menggunakan riwayat bi al-ma’na di antaranya, sebagai berikut:

Apabila ditilik dari sisi susunan redaksi hadisnya hadis tentang status anak zina dengan bentuk susunan mubtada’ dan khabar yakni susunan kalimat dengan fungsi saling menegaskan,1 demikian ini menunjukkan, secara tekstual hadis tersebut menegaskan tentang status seorang anak dari hasil perzinahan merupakan seorang anak yang tidak memiliki kehidupan mapan sebagaimana anak lainnya, gambaran yang terdapat dalam hadis tersebut bersifat ‘am,2 artinya ; setiap anak dari hasil perzinahan berstatus

buruk, lebih-lebih apabila ia berperilaku sebagaimana kedua orang tuanya. Sedangkan apabila di lihat dari bentuk matannya, beberapa hadis dari riwayat Abu Daud dan Ahmad terdapat perbedaan redaksi, khususnya pada penggunaan kata Syarru, yang merupakan ujung penjelas status anak zina, . pertama : pada riwayat Abu Daud dengan nomor hadis 3450, redaksi hadisnya menggunakan kata syarru dan di akhir di tambah dengan ungkapan Abu Bakar, selanjutnya Ahmad, beliau meriwayatkan dua hadis serupa salah satunya pada hadis nomor 7751 menggunakan kata asyarru, sedangkan hadis nomor 23640 menggunakan kata syarru.

Perbedaan tersebut berimplikasi pada pemaknaan hadis, pada hadis Abu Daud secara tekstual, berarti bahwa anak dari hubungan seks bebas berstatus buruk ketiga. Sedangkan hadis riwayat Ahmad pada hadis dengan

1 Muhammad Muhyiddin ‘Abdul Hamid, Syarah Ibnu ‘Aqil Qadli Al-Qudlah, () juz. 1,

hlm. 163-164

2 Yang dimaksud ‘am ialah bahwa redaksi hadis tersebut obyeknya ialah bersifat

(6)

nomor 7751 berarti bahwa anak dari hasil hubungan seks bebas berstatus paling buruk, sedangkan hadis riwayat Ahmad nomor 23640 berarti bahwa anak yang lahir dari seorang pelaku zina maka berstatus buruk ketiga setelah, apabila ia melakukan perihal sebagaimana yang telah dilakukan orang tuanya.

Dari beberapa uraian makna lafz}iyyah sebagai kunci memahami hadis, dapat difahami bahwa pada hadis tentang status anak zina kata kunci utamanya ialah walad al-zina yang berarti anak dari hubungan seks bebas, syarru dan asyarru berarti buruk dan paling buruk, dan yang terakhir ialah iz}a

‘amila berarti apabila melakukan. Dengan kata kunci tersebut maka maka hadis di atas diperoleh dengan arti, anak zina berstatus buruk apabila ia melakukan perilaku sebagaimana perilaku orang tua biologisnya.

2. Asba>b al-Wuru>d al-hadi>s (Konteks Historis)

Konteks historis munculnya hadis atau dikenal dengan asbab al-wurud merupakan sebuah realitas yang harus dimengerti dan fahami dalam memaknai sebuah hadis, sebab dengan data historis kemunculan hadis tersebut akan sangat membantu atas pemaknaan hadis secara konfrehensiv, bahkan apabila data historis tersebut ternyata sesuai dengan hadis dimaksud maka akan semakin memperkokoh hadis tersebut.3

Hadis mengenai status anak zina sebagaimana di atas merupakan sebuah hadis yang muncul sekitar tahun 30 an hijriyyah di mana kondisi kota pada saat itu belum kondusif dan masih banyak orang-orang yang membenci Rasul, sedangkan konteks mikro hadis Abu Daud 3450 ialah sebagai respon terhadap seorang munafik yang sangat membenci dan suka menyakiti Rasulullah saw., kemudian orang tersebut lewat disekitar Rasulullah saw., dan para sahabat berkata kepada Rasulullah bahwa orang

3 Syarifah Hasanah, ‚Hermeneutika Hadis Syuhudi Ismail‛ dalam Sahiron Syamsuddin

(7)

munafik tersebut bersama dengan anak zina, maka Rasulullah ‚bersabda anak zina adalah orang terjelek ketiga‛ 4

Selain itu juga terdapat sebuah riwayat dalam kitab Sunan al-Baihaqi, menyatakan bahwa pada suatu saat ada dua orang kafir masuk Islam, sedangkan mereka berdua mereka memiliki putra bukan dari perkawinan yang sah, dan setelah kedua orang tua biologisnya masuk Islam,

ia tetap dalam kekafirannya, maka Rasulullah bersabda ‚ ia adalah orang

terpuruk ketiga‛5

Sedangkan dua hadis riwayat Ahmad tidak ditemukan asbab al-wurudnya, namun demikian pada dasarnya dua hadis tersebut saling melengkapi dalam penjelasannya, intinya bahwa seorang anak dari hasil zina terkena sangsi buruk manakala ia melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan orang tuanya.

3. Korelasi secara Tematik, Komprehensif dan Integral

Korelasi secara Tematik-Komprehensif dan Integral dalam penelitian hadis terutama terhadap matan hadis, ditujukan untuk mengkonfirmasi hadis yang diteliti terhadap ayat-ayat al-Qur’a>n, maupun hadis-hadis yang setema. Sehingga hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’a>n, akal sehat, ilmu pengetahuan, fakta sejarah maupun hadis-hadis setema yang lebih sahih. Selain itu, kajian tematis ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai makna yang terkandung dalam suatu hadis.18 Untuk

menjelaskan sikap persaudaraan sebagai solusi terhadap konflik internal umat Islam, perlu melakukan kajian secara komprehensif dan integral.6 Ada beberapa

hal yang akan dibahas melalui kajian tematik ini kajian tematik ini, antara lain melihat adanya kolerasi ayat-ayat al-Qur’a>n dan hadis-hadis yang setema serta kaitannya dengan peraturan undang-ungdang Indonesia mengenai anak hasil hubungan zina .

4 Al-T}ahawi, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah, Syarah Musykil al-As\ar,

(Bairut : Muassisah al-Risalah, 1994 ) juz. 2, hlm. 389

5 Muhammad Syamsul Haq, Aunu al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Daud, juz. 10, hlm. 360

(8)

Kaitannya dengan anak hasil zina, di dalam al-Qur’an tidak ada ayat yang secara tegas menjelaskan tentang status anak zina, hanya saja terdapat ayat-ayat yang bersifat universal yang justru mengayomi mereka,di antaranya ialah surat al-Ru>m (30), sebagaimana berikut :

ِوَّللا ِ ْلَِلِ َليِدْبَ ت َلَ اَهْ يَلَع َساَّنلا َرَطَف ِتَِّلا ِوَّللا َتَرْطِف اًفيِنَح ِنيِّدلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

َنوُمَلْعَ ي َلَ ِساَّنلا َرَ ثْ َأ َّنِ َلَو ُمِّيَ ْلا ُنيِّدلا َكِلَذ

Artinya :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)

agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui‛.

(S.30 Ar-Rum 30).

Firman Allah tersebut memberi gambaran bahwa pada dasarnya Allah swt., menciptakan dan mengeluarkan manusia dalam keadaan fitrah,7 ayat tersebut bersifat umum,8 oleh sebab itu berarti seluruh umat manusia yang dilahirkan di muka bumi ini dalam sifat kesucian tanpa melihat apakah ia termasuk dari benih yang baik ataupun tidak, dalam ayat lain Allah berfirman :

ْمُ ِّبَرِب ُتْ َلَأ ْمِهِ ُفْ نَأ ىَلَع ْمُىَدَهْشَأَو ْمُهَ تَّ يِّرُذ ْمِىِروُهُظ ْنِم َمَدآ ِنَِب ْنِم َكُّبَر َذَخَأ ْذِإَو

َ ِلِفاَ اَذَى ْنَع اَّنُ اَّنِإ ِةَماَيِ ْلا َمْوَ ي اوُلوُ َ ت ْنَأ اَنْدِهَش ىَلَ ب اوُلاَق

‚Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa

mereka (seraya berfirman): ‚Bukankah Aku ini Tuhanmu?‛ Mereka menjawab: ‚Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi‛. (Kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

7 Ibn Kas\ir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan seluruh manusia

di muka bumi ini dengan keadaan baik, karena pada saat dalam kandungan Allah telah memberinya hidayah kemudian hidayah tersebut di sempurnakan dengan agama tauhid, dan pada saat itu Allah mengajarkan pada calon mahluk bumi tersebut tentang keesaan Allah. Dan setelah lahir anak itu dalam keadaan suci, namun terkadang setelah ia lahir ada yang tetap dalam ketauhidannya dan ada pula yang mengikuti kehendak setan sehingga ia menjadi buruk pula,

lihat. Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Kas\ir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (t.p, Dar al-T}aibah,

1999), juz. 6, hlm. 313

8 Keumuman ayat tersebut di dahului dengan lafad mufrad yang ditujukan kepada

(9)

‚Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan)‛(S.7 AlA’raf 172).

Terkait dengan kandungan Al-Quran S.7 Al-A’raf 172 di atas, maka dapat diampbil sebuah pemahaman bahwa manusia itu diciptakan Allah Ta’ala

dalam keadaan fitrah yang suci. Sebab, roh sebelum ditiupkan kepada janin dalam kandungan, dia telah mengucapkan ikrar dihadapan Allah bahwa dia kelak setelah lahir di dunia akan beragama tauhid menyembah hanya kepada Allah tidak musyrik sedikitpun juga.9

Dari penjabaran beberapa ayat di atas menjadi jelas bahwa mengenai setiap anak yang baru dilahirkan di muka bumi, pastilah mereka adalah anak-anak yang disucikan oleh Allah swt., tanpa memandang status anak-anak tersebut, baik dari sperma atau ovum sebagai benih, ras dan warna kulit, semuanya tanpa terkecuali dilahirkan dalam keadaan suci, dengan keadaan bertauhid kepada Allah, yakni bagikan kertas putih yang belum terjamah tinta sedikitpun.

Oleh sebab itu, tidak mungkin seorang anak yang dihasilkan dari hubungan seks bebas menanggung dosa yang dilakukan oleh kedua orang tua biologisnya, demikian ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut :

ٌةَرِزاَو ُرِزَت َلََو اَهْ يَلَع َّلَِإ ٍسْفَ ن ُّلُ ُ ِ ْ َت َلََو ٍءْيَش ِّلُ ُّبَر َوُىَو اِّبَر يِغْبَأ ِوَّللا َرْ يَ َأ ْلُق

َنوُفِلَتَْ ِويِف ْمُتْنُ اَِ ْمُ ُ ِّبَنُ يَ ف ْمُ ُعِجْرَم ْمُ ِّبَر َ ِإ َُّ َرْخُأ َرْزِو

Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan." (al-‘An’am : 164)

Sebagaimana juga dalam firman Allah berikut :

9 Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Ja’far, terdapat sebuah kisah dari

kalangan sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw., wahai Rasulullah apakah kami termasuk

orang-orang yang tercela, karena para orang tua kami adalah orang-orang musyrik, maka

Rasulullah menjawab, meskipun orang tua kalian musyrik tapi setiap anak yang lahir dimuka bumi pastilah sebagai anak yang suci, sebab Allah sudah secara langsung mangajarkan tauhid

kepadanya sejak ia dalam kandungan, dan keluar dalam keadaan suci, lihat, Abu al-Fida’ Ismail

(10)

اََّنَِّإ َبَْرُ ق اَذ َناَ ْوَلَو ٌءْيَش ُوْنِم ْلَمُْيُ َلَ اَهِلِْحِ َ ِإ ٌةَلَ ْ ثُم ُعْدَت ْنِإَو َرْخُأ َرْزِو ٌةَرِزاَو ُرِزَت َلََو

ِوَّللا َ ِإَو ِوِ ْفَ نِل ىَّ َزَ تَ ي اََّنَِّإَف ىَّ َزَ ت ْنَمَو َة َلََّصلا اوُماَقَأَو ِ ْيَغْلاِب ْمُهَّ بَر َنْوَشَْيَ َنيِذَّلا ُرِذْنُ ت

ُ ِصَمْلا

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu). (Fathir : 18)

Memang firman Allah dalam sirat al-An’am : 164, dan al-Fathir : 18, sebagaimana di atas bukanlah firman Allah yang secara spesifik menjelaskan tentang status anak hasil zina, hanya saja ayat tersebut mengandung makna yang sangat umum, bahkan setiap aktifitas manusia masuk dalam ayat tersebut, yakni bahwa segala aktifitas apapun yang telah diperbuat manusia akan ditanggung oleh mereka sendiri tanpa dibebankan kepada orang lain.10 Apabila ia berbuat baik maka yang akan diperoleh baik, demikian juga sebaliknya.

Kaitannya dengan anak hasil zina, berarti bahwa anak hasil zina tetap dalam kemulyaannya, sebagaimana manusia yang lain, dosa yang telah dilakukan oleh penanam benih yang tidak sah tetap akan menanggung apa yang telah dilakukannya, sedangkan janin yang kemudian keluar menjadi seorang bayi tetap dalam kesuciannya, hanya saja ia tidak memiliki hak perwalian dari ayah biologisnya, dan yang sah menjadi orang tuanya dalam agama Islam hanyalah ibunya. 11

10 Mengenai keadilan Allah tentang perbuatan manusia juga dapat dilihat pada firman

Allah lainnya, seperti pada surat , Thaha : 112, al-Mudatsir : 38-39, al-Zalzalah : 8-7, al-Nisa’ :

123-124, al-Thur : 16, al-Syuro : 30. Dan beberapa firman Allah yang lain.

11 Mengenai status orang tua yang sah dari anak hasil seks bebas, mazahib al-arba’ah

berkensensus ialah ibunya, dalam maslah ini Ibn al-Najim berpandangan :

دلولاو

(11)

Dari beberapa uraian klasfikasi ayat di atas, dapat difahami bahwa pada dasarnya tidak ada satupun ayat yang secara spesifik menjelaskan tentang status anak zina di hadapan Allah, namun Allah secara menjeneralisir menjelaskan tentang setiap anak yang terlahir di muka bumi tanpa mel\ihat benih dari anak tersebut ialah dalam kondisi kesuciannya, sebab setiap bayi sebelum terlahirkan kesemuanya dalam status bertauhid tanpa terdapat beban dosa yang melingkupinya, dan ia bagaikan kertas putih yang tiada kotor sedikitpun, bahkan seandainya ia terbentuk dari benih yang tidak sucipun ia tetap terlahir dalam keadaan suci.

Selanjutnya ialah korelasi hadis status anak zina yang secara leksikal menyatakan buruknya anak hasil free sex dengan hadis-hadis lain.

Ialah dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam kitab s\ahi>hnya, dinyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan ialah dalam keadaan fitrah, tentu saja hadis yang demikian ini secara langsung mematahkan terhadap hadis-hadis di atas manakala tidak diartikan seirama, artinya kalau hadis di atas tidak dipahami sebagai hadis yang menegaskan tentang buruknya anak zina apabila berperilaku seperti orang tuanya, niscaya hadis tersebut akan ditolak. Berikut hadisnya :

Diriwayatkan dari ‘Abdan dari Abdullah dan Yunus dari Zuhri dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman beliau berkata bahwa Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw., bersabda ‚tidak ada satupun yang terlahir di muka bumi kecuali dalam kondisi kesuciannya, selanjutnya ialah bergantung kepada kedua orang tuanya, apakah mendidiknya menjadi seorang Nasrani atau Majusi.12

berlaku juga dalam masalah waris. Alasannya, anak tersebut sebelum terpisah dari ibunya ibarat satu tubuh tak terpisahkan, baik secara kasat mata ataupun secara

hukum, lihat ; Ibn najim, Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad, Bahr al-Ra>iq

Syarah Kanz al-Daqaiq, (Bairut, Dar al-Ma’rifah ; t.t) , juz. 4, hlm. 251

12 Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih, (Bairut, Dar Ibn

(12)

Hadis tersebut merupakan hadis yang secara tegas menyatakan bahwa secara keseluruhan tiap-tiap bayi yang lahir di muka bumi ialah dalam kondisi suci tanpa terkecuali, hanya saja setelah bayi berada di muka bumi, maka ia bergantung kepada siapa saja yang akan membawanya, manakala ia dibawa oleh seorang yang salah niscaya ia akan menjadi seorang yang salah pula, demikian juga sebaliknya.

Demikian ini berarti setiap bayi yang lahir di muka bumi memiliki potensi positif, baik dari sisi sosial ataupun dari sisi tuhannya, dan ia juga memiliki hak mulya dalam konteks humanis ataupun teologis, dalam konteks humanis Islam memberikan posisi strategis terhadap anak tersebut sebagaimana yang lainnya, demikian juga dalam konteks teologis ia juga memiliki hak yang sama dengan yang lainnya, karena yang dinilai dari sisi tuhannya bukanlah dari mana ia berasal, melainkan seperti apakah ketakwaannya kepada Allah, dalam hadis Qudsi Allah berfirman :

ِ ٍمْوَ ي َتاَذ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ ِّيِعِشاَجُمْلا ٍراَِحِ ِنْب ِضاَيِع ْنَع

اًدْبَع ُوُتْلََنَ ٍلاَم ُّلُ اَذَى يِمْوَ ي ِنَِمَّلَع اَِّمِ ْمُتْلِهَج اَم ْمُ َمِّلَعُأ ْنَأ ِنَِرَمَأ ِّبَِر َّنِإ َلََأ ِوِتَبْطُخ

ْمِهِنيِد ْنَع ْمُهْ تَلاَتْجاَف ُ ِااَيَّشلا ْمُهْ تَ تَأ ْمُهَّ نِإَو ْمُهَّلُ َءاَفَ نُح ِداَبِع ُتْ َلَخ ِّنِِإَو ٌل َلََح

(

مل م هاور

)

‚Dari Iyadh bin Himar Al Mujasyi'i Rasulullah Saw. bersabda pada suatu hari dalam khutbah beliau: "Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini: 'Semua harta yang Aku berikan pada hamba itu halal, sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus semuanya, mereka didatangi oleh setan lalu

dijauhkan dari agama mereka‛ ‛(HR Mudlim no.5109)13

Demikian juga penjelasan Allah dalam hadis Qudsi tersebut Allah dengan jelas menegaskan bahwa pada dasarnya Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah / suci, namun kemudian apabila ternyata mereka terpedaya oleh setan, maka hal itulah yang akan menjadikan mereka berada pada posisi tercela. Intinya dalam doktrin Islam setiap manusia yang terlahir di muka di

13 Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, S|ahih Muslim, (Bairut,

(13)

dunia pastilah dalam keadaan suci, dan penjelasan demikian itu juga banyak

mendengar Nabi Saw. bersabda: "Barangsiapa melaksanakan hajji lalu dia tidak berkata, -kata kotor dn tidak berbuat fasik maka dia kembali seperti hari saat dilahirkan oleh ibunya"(Suci dari dosanya)).14

Kesucian seorang hamba yang digambarkan dalam beberapa hadis di atas menunjukkan tentang kebersihan seorang manusia, namun demikian setelah ia berada di muka bumi, maka terkadang kemudian kesucian tersebut sedikit

‚Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu beliau bersabda: "Seorang hamba

apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya sebuah titik hitam dan apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan dan apabila ia kembali maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutup hatinya, dan itulah yang diistilahkan "Ar raan" yang Allah sebutkan: kallaa bal raana 'alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun.(QS. Almuthaffifin 14). Ia berkata;

hadits ini adalah hadits hasan shahih‛ 15

Dari beberapa penjabaran tersebut, maka dapat difahami bahwa berbicara mengenai anak, konsep dasar dari berbagai hadis sebagaimana dilansir di atas mengindikasikan bahwa setiap anak yang terlahir di dunia ialah dalam kondisi kesuciannya, sekaligus juga mendapat hak sebagaimana yang lainnya.

14 Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih, juz. 2, hlm. 646

15 Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidi, Sunan al-Tirmidzi, (Bairut, Dar Ihya’ : t.t),

(14)

D. Makna Komprehensif Status Anak dari Hubungan Free Sex

Memang dalam strata sosial kemasyarakatan sosok anak hasil dari perzinahan ditempatkan pada status kurang baik, apalagi di suatu daerah yang mayoritas penduduknya Islam yang sangat anti terhadap praktek seks bebas, bahkan tidak jarang dari mereka mengklaim bahwa anak hasil zina mendapat dosa warisan dari kedua orang tua biologisnya, sehingga tidak sedikit anak zina yang mengalami tekanan mental.

Namun tidak demikian dalam ajaran Islam, yang sangat kental dengan nuansa keadilan, kasih sayang dan saling menghormati antara yang satu dengan yang lainnya,16 meskipun terdapat aturan yang sangat ketat tentang hubungan

intim antara perempuan dan laki-laki, namun aturan tersebut obyek nya pada pelaku saja, bukan hasil yang dilakukan, artinya ; apabila ternyata ada sebuah kasus perzinahan, maka yang berhak menanggung resikonya hanyalah keduanya,17 namun apabila ternyata ia melahirkan seorang anak, maka sama

sekali anak tersebut tidak menanggung terhadap dosa kedua orang tua biologisnya.18 Demikian ini sebagaimana firman Allah pada surat al-An’am : 164

: dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. untuk menjabarkan ayat ini Ibn Kas\i>r dalam tafsirnya berkata :

ة يطخ نم لميُ لَ ونأو ،رشف اًرش نإو ، خف اً خ نإ الهامعأب زاتج انَّإ سوفنلا نأ

دحأ ىلع دحأ

.

اعت ولدع نم اذىو

Artinya :

Sesungguhnya semua manusia akan dibalas sesuai dengan kadar aktifitasnya, apabila baik maka Allah akan membalasnya dengan baik, demikian sebaliknya, dan sesungguhnya tidak seorangpun yang dapat

16 Mengenai ajaran kasih sayang dan saling menghormati dapat dilihat dalam firman

Allah, pada surat al-‘An’am : 54, 147, Al-A’raf : 156, dan juga hadis al-Bukhari, no : 3194, hadis

Muslim no : 6903

17 Ahmad Abdul Majid Muhammad Mahmud Husain, Ahkam Walad al-Zina fi Al-Fiqhi

al-Islami, (Palestina, Jami’ah al-Najah : 2008), hlm. 48

(15)

menanggungkan beban dosa kepada yang lainnya, demikian ini karena keadilan Allah swt.19

Dalam memperjelas tentang posisi anak zina bahwa mereka juga layak medapat perhatian lebih baik dalam dimensi kemasyarakatan ataupun dalam

agama, Abu Faris dalam kitabnya ‚Tahdi<<>d al-Nasal fi al-Islam‛ menyatakan : bahwa sesungguhnya anak dalam kasus perzinahan merupakan anak yang harus mendapat apresiasi yang tidak kalah mulyanya dalam Islam dengan anak lainnya, karena tidak selain tidak ada satu alasanpun untuk dapat menilai dia sebagai anak yang hina, anak tersebut bukan seorang anak yang menginginkan dilahirkan dari hasil zina, hanya saja ia terbentuk dari sperma dan ovum pezina, karenanya ia tetap berhak mendapat pengayoman sebagaimana anak-anak pada umumnya, bahkan merupakan sebuah keharusan bagi masyarakat untuk menjadi orang tua angkatnya untuk bergotong royong menghidupi dan mendidik anak tersebut dengan layak, dan anak tersebut juga berhak menerima kedudukan sebagaimana anak lainnya, karena dalam Islam kemulyaan seseorang bukan dilihat dari mana ia berasal melainkan bagaimana cara ia menjalani kehidupan yang sesuai dengan norma agama.20

Uraian berdasarkan dukungan ayat-ayat dan beberapa hadis lain sebagaimana di atas menandakan bahwa pada dasarnya dalam agama Islam bayi dari hasil zina tetap dalam status suci dan tetap memiliki hak sebagaimana layaknya anak yang lain, hal ini karena dalam doktrin yang dikembangkan dalam agama Islam ialah bahwa segala kejadian alam semesta ini berdasarkan kuasa tuhan,21 dan khusus dalam penciptaan manusia Allah telah meletakkan ide dasar tentang kemulyaan mereka,22 dibanding makhluk Allah yang lainnya, demikian

ini dapat dilihat dari kelebihan manusia dari makhluk Allah yang lainnya, bahkan pada saat penciptaan awal Allah telah memerintah malaikat dan Iblis untuk menyembah Adam, sebagai awal terciptanya manusia.23

Termasuk juga anak hasil dari perzinahan, terkait dengan hal itu yang berhak memikul salah hanyalah kedua orang tua biologisnya, sebab dalam agama

19 Ibnu Kas\i>r Juz.6, hlm. 252

20 Abu al-Faris, Tahdi>d al-Nasl wa al-Ijha>d fi Al-Islam, (Jahinah, Amman : 2003 ) hlm.

125

21 Al-Baqarah ; 259, 284, al-Nahl ; 16

22 Al-Ti>n : 4

(16)

Islam doktrin yang paling menonjol mengenai perbuatan manusia ialah balasan yag akan diberikan bagi setiap masing-masing orang atas perbuatannya bergantung pada aktifitas yang telah dilakukannya.24 Namun demikian, seorang anak hasil perzinahan tetap mendapat imbas dari perbuatan orang tua biologisnya, khususnya dalam hak perwalian, maka seorang anak dari hari perzinahan tidak mendapatkan hak perwalian dari orang tua biologis yang lelaki, karena hak nasabnya hanya pada ibunya saja.25

Mengenai hadis yang menunjukkan bahwa anak zina adalah orang terjelek ketiga, maksudnya bukanlah seperti yang tergambar secara tekstual, namun hadis tersebut mengisyaratkan tentang kebencian Nabi kepada seorang munafik, yang sangat membenci Nabi, yang pada saat itu berjalan di sekitar Nabi, dan oleh seorang sahabat dikatakan bahwa orang orang munafik tersebut

bersama dengan anak zina, maka Rasulullah berkata ‚anak zina itu ialah orang

terjelek ketiga‛ , artinya ; orang kedua orang yang telah melakukan perzinahan ialah orang yang dalam pandangan Islam ialah orang yang buruk, dan anak yang mengikuti atau meniru perbuatan pezina tersebut maka juga dinyatakan sebagai orang buruk ketiga.26

Penyimpulan tersebut pada dasarnya juga ditegaskan dalam hadis riwayat Ahmad no hadis : 23640, yang artinya :Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "dia memiliki tiga kejelekan jika ia berbuat seperti perbuatan kedua orang tuanya (maksudnya anak zina)‛. Artinya bahwa

apabila ternyata seorang anak dari hasil hubungan gelap, dan ternyata ia juga melakukan perilaku sebagaimana orang tua biologisnya, maka ia juga berstatus buruk baik di sisi Allah ataupun di mata masyarakat.

24 Al-Nisa’ : 4, al-Zalzalah : 8

25 Muhammad Syamsul Haq, menambahkan tentang masalah anak hasil zina, bahwa

memang mereka tetap mendapat hak lindung sebagaimana layaknya anak yang lain, namun pada dasarnya ia terbentuk dari benih yang buruk, selain itu juga ia tidak mendapat hak nasab yang

bagus, sebagaimana layaknya anak yang lain, lihat, Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d

Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah, Maktabah Salafiyyah : 1969), juz. 10, hlm. 507

26 Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Salamah al-T}ahawi, Syarah Musykil

(17)

Dan khusus untuk riwayat Abu Daud, yakni pada hadis 3450 mengenai syarru al-s\alas\ah di jelaskan bahwa ada sebagian pakar menyatakan bahwa yang dimaksud dengan syarru al-s\ala>s\ah dalam hadis tersebut ialah kejelekan bayi tersebut dari sisi unsur benih, nasab dan juga kelahirannya. 27

E. Makna Hadis Anak Hasil Hubungan Free Sex dalam Konteks Ke

Indonesiaan

sebagai sebuah bangsa yang memiliki masyarakat majmuk dan multi kultural, Indonesia merupakan sebuh bangsa yang memiliki keunikan tersendiri, mulai dari bermacam-macam etnis, budaya hingga keyakinan di Indonesia terdapat banyak fariasi, sehingga untuk mengayomi kesemuanya terbentuklah rumusan pancasila sebagai dasar negara.

Karenanya asas utama di Indonesia bukanlah dengan asas teologi melainkan demokrasi, yang segala aturan masyarakatnya berdasarkan kesepakatan bersama, sehingga sangat mungkin berbeda jauh dengan negara-negara yang timur tengah yang asas utamanya ialah syara’. Namun demikian, meskipun berbeda tujuan dari terciptanya sebuah aturan ialah pada terealisasinya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, yang dalam Islam disebut dengan mashlahah, dan perbedaannya hanyalah pada sumber dasar aturannya, dalam agama Islam rujukan sentralnya ialah wahyu yang dibentuk dan ditetapkan oleh yang maha kuasa, yang maha pencipta, sedngkan dalam negera-negara non muslim asas utama pembentukan aturannya ialah demokrasi.

Sebagaimana maklum, di Indonesia aturan-aturan yang melingkupi seluruh aktifitas individu secara keseluruhan telah dibentuk dan tercatat dalam UUD negara republik Indonesia, yang tentunya aturan tersebut mencakup aturan untuk semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, yang dengan adanya aturan tersebut diharapkan terealisasinya kehidupan yang adil dan tidak ada yang teraniyaya, di antara aturan-aturan tersebut ialah mengenai perlindungan terhadap anak, yang intinya ialah melindungi anak sedini mungkin bahkan sejak dalam kandungan, sebagaimana yang telah tertera dalam UUD No. 23, tahun

27 Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah,

(18)

2002, yang intinya seorang anak yang dihasilkan dari hubungan apapun tetap mendapatkan perlindungan dan penjagaan. Yang kongklusinya dapat disepesifikasikan, sebagaimana berikut pertama : kehidupan anak tetap tidak didiskriminasikan, kedua. Memiliki hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan, dan ketiga. Mereka memiliki hak penghargaan terhadap pendapat

anak.28

Setidaknya undang-undang tersebut memperjelas bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga mereka butuh pengayoman baik dari masyarakat secara umum atau dari kedua orang tua secara khusus, termasuk juga anak tak berbapak dan tak beribu, yang bisa saja kedua orang tuanya meninggal dunia, ataupun anak dari hasil hubungan gelap.

Di Indonesia biasanya anak yang tidak memiliki orang tua, yang memiliki tanggung jawab secara umum ialah lembaga-lembaga yang secara khusus bergerak dibidang tersebut, atau terkadang personal yang telah diberi ijin untuk mengasuhnya, hal ini pada dasarnya merupakan bentuk realisasi undang-undang dasar republik Indonesia yang intinya mengayomi seluruh anak sedini mungkin tanpa terkecuali. Demikian ini berarti bahwa anak-anak tanpa terkecuali di negeri Indonesia mendapat perlindungan sempurna tanpa ada diskrimanasi.

Terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad yang mengindikasikan bahwa anak hasil dari perbuatan zina menempati urutan terjelek ketiga, setelah kejelekan yang dilimpahkan kepada kedua orang tua biologisnya, bahkan terdapat pula sebuah hadis yang secara tegas menyatakan bahwa anak dari hasil hubungan zina tidak dapat masuk Sorga.

Tentunya klaim-klaim yang muncul dari beberapa hadis tersebut akan berimplikasi terhadap buruknya citra seorang anak dari hubungan seks bebas, sebab secara otomatis sebagai seorang manusia yang memiliki naluri dan kodrat akal sempurna akan merasa dirinya sebagai seorang terpuruk di sisi orang lain, karena secara otomatis ia dipastikan masuk dalam kubangan api neraka tanpa syarat, di sisi lain anak tersebut akansecara otomatis tidak akan mendapat posisi

28 Penulis kutib dari Undang- undang Ri nomor 23 thn 2002 tentang perlindungan anak

(19)

strategis di komunitas masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, berarti anak dari hubungan zina, sesuai dengan hadis-hadis di atas tidak mendapat perlindungan yang laik, sebagaimana anak-anak pada umumnya.

Dan apabila klaim dari beberapa hadis sebagaimana di atas dikaitkan dengan Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, sedangkan aturan yang diterapkan ialah UUD, bukan agama Islam maka akan menjadi dilema, khususnya dalam masalah anak dari hasil hubungan perzinahan, di dalam UUD dinyatakan mendapat perlindungan utuh sebagaimana anak-anak pada umumnya sedangkan dalam sebuah klaim dari hadis anak dari hubungan perzinahan ditempatkan pada posisi terpuruk. Dari penyimpulan ini, sepintas Islam tidak mengayomi anak hasil zina.

Penyimpulan yang demikian ini, tentunya tidak sesuai dengan pola dasar asas agama Islam sendiri, yakni sebagai agama yang tujuan utamanya rahmatan

lil ‘alamin sekaligus kemaslahatan yang menjadi ukuran aturannya. Rasionalisasinya, sebuah agama yang selalu menjunjung tinggi keadilan dalam merealisasikan aturan, berarti Islam sendiri tidak berlaku adil atas kasus anak zina yang diposisikan sebagai anak terpuruk, sebab anak tersebut ialah korban, bukan kesengajaan dia untuk menjadi seorang anak dari hubungan seks bebas, selain juga Islam tidak mungkin melimpahkan hukuman kepada siapapun tanpa alasan yang tepat. karenanya untuk menjembatani terhadap pemaknaan hadis yang komprehensif, para ahli agama menawarkan pemaknaan hadis dengan disandingkan kepada al-Qur’an, kemudian dengan hadis yang lain dan juga

dikaitkan dengan konteks historis kemunculan hadis dimaksud.

Apabila hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad mengenai status anak zina yang diposisikan pada posisi terpuruk ketiga dikaitkan dengan al-Qur’an,

tentunya akan bertentangan dengan pola dasar aturan dalam al-Qur’an itu sendiri,

yakni ; rahmatan lil alamin, keadilan dan kemaslahatan. Meski di dalam

al-Qur’an tidak sama sekali terdapat tentang hukum anak zina, namun di dalam al

(20)

Seperti dalam surat Fathir : 18. Demikian ini berarti tidak mungkin di dalam Islam seorang yang tidak ikut melakukan perbuatan dosa mendapat limpahan dosa, sebagaimana anak dari hasil seks bebas tidak mungkin mendapatkan limpahan dosa dari kedua orang tua biologisnya, kalau tidak berarti hukum di dalam Islam tidaklah adil. Selain itu dalam firman-Nya, Allah juga menegaskan bahwa Ia menciptakan manusia dengan kesuciannya, tanpa terkecuali bahkan dari seorang munafik atau kafirpun anak yang dilahirkannya berstatus suci, sebagaimana firmannya dalam surat al-Rum : 30.

Dari uraian ini setidaknya dapat dipahami bahwa secara konseptual

al-Qur’an secara umum menegaskan tentang kesucian anak yang dilahirkan tanpa terkecuali, dan hal ini berarti bahwa Allah swt. melindungi hak anak secara universal. Maka hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad dari sisi ini, secara tekstual bertentangan ide dasar al-Qur’an tentang hak anak. Kalau maknanya tidak sesuai dengan ide al-Qur’an tersebut.

Demikian juga dalam riwayat hadis lain, yang dengan tegas Rasulullah menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan ialah dalam keadaan suci, dan hadis tersebut berstatus s}a>hi>h, sebagaimana yang telah tertuang dalam al-Bukhari, Rasulullah bersabda :

ونا جيُ وأ هارصني وأ ونادوهي هاوبأف ةرطفلا ىلع دلوي دولوم ل

setiap anak yang terlahir tetaplah dalam kesuciannya, maka kedua orang tuanyalah yang akan memolesnya, apakah dia akan dijadikan

seorang Yahudi atau Nasranikah atau justru Majusi” .29

Secara makna lafadziyyah hadis di atas di dahului dengan kata kullun yang dalam istilah ilmu us}ul disebut dengan lafaz\ ‘a>m atau suatu lafaz\ yang khit}abnya (obyek bahasan) bersifat universal, sehingga hadis tersebut bermakna seluruh anak yang lahir tanpa terkecuali, lahir di muka bumi dengan keadaan suci. Tentu hal ini berimplikasi bahwa siapapun yang terlahir dimuka bumi ini, pastinya tetap dalam keadaan suci tanpa terkecuali, bahkan anak zina sekalipun.

29 Muhammad bin Isma’I Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Bairut : Dar Ibn

(21)

Dengan demikian tentu, semakin banyak ada pertanyaan tentang hadis-hadis setatus anak zina yang telah ditulis sebelumnya, apakah hadis-hadis tersebut s{a>hi>h atau justru sebaliknya, tentunya agar dapat memahami makna lengkap terkait hadis di atas membutuhkan konteks historis hadis. Sehingga pemaknaan hadisnya tidak mengambang.

Dari sisi historis hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad tentang status anak hubungan free sex, ‘Aisyah ra., menjelaskan bahwa hadis tersebut

merupakan hadis sebagai respon Rasulullah saw., terhadap seorang yang sering menyakiti Rasulullah, maka Rasulullah bersabda tidakkah ia termasuk anak zina, maka Rasulullah melanjutkan sabdanya, berarti ia orang terjelek ketiga.30

Konteks historis tersebut mengindikasikan bahwa sabda Rasulullah tentang status anak zina, bukan secara universal menyatakan bahwa anak dari hubungan seks bebas berstatus jelek, melainkan pernyataan Rasulullah terhadap seorang yang suka menyakiti Rasulullah saw., yang pada saat itu oleh sahabat orang munafik tersebut dinyatakan sebagai anak zina. Dan tentunya dengan demikian berarti hadis tersebut sesuai dengan hadis riwayat Ahmad dengan nomor 23640, yang menegaskan bahwa anak zina disebut terjelek ketiga manakala ia melakukan perzinahan sebagaimana kedua orang tua biologisnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diambil pada sebuah paham bahwa antara hadis-hadis yang oleh penulis diistilahkan dengan hadis status anak dari hubungan free sex tidaklah bertentangan dengan nas{-nas{ Islam yang lain, baik dari al-Qur’an ataupun al-sunnah yang setema dengan hadis tersebut.

Walhasil hadis tentang status anak zina sebagaimana digambarkan di atas tidak bertentangan dengan penjelasan atas undang-undang republik indonesia

nomor 23 tahun 2002, akan tetapi intinya ialah mengayomi dan melindungi

anak-anak meskipun dari hasil hubungan seks bebas.

30 Al-T}ahawi, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah, Syarah Musykil al-As\ar, juz. 2,

(22)

Daftar Pustaka

Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi, S|ahih Muslim, (Bairut, Dar al-Jail, t.t)

Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Kas\ir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, (t.p, Dar al-T}aibah, 1999),

Al-T}ahawi, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah, Syarah Musykil al-As\ar, (Bairut : Muassisah al-Risalah, 1994 )

Ahmad Abdul Majid Muhammad Mahmud Husain, Ahkam Walad al-Zina fi Al-Fiqhi al-Islami, (Palestina, Jami’ah al-Najah : 2008)\

Abu al-Faris, Tahdi>d al-Nasl wa al-Ijha>d fi Al-Islam, (Jahinah, Amman : 2003)

Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Salamah al-T}ahawi, Syarah Musykil al-As\ar, (Bairut, Muassisah al-Risalah : 1994)

Ibn najim, Zainuddin bin Ibrahim bin Muhammad, Bahr Ra>iq Syarah Kanz al-Daqaiq, (Bairut, Dar al-Ma’rifah ; t.t)

Muhammad Muhyiddin ‘Abdul Hamid, Syarah Ibnu ‘Aqil Qadli Al-Qudlah

Muhammad ‘Ali Baid}awi, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haqqi min Ilmi al-Us|u>l, (Bairut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah ; t.t)\

Muhammad Syamsul Haq, Aunu al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Daud

Muhammad bin Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih, (Bairut, Dar Ibn Kasir, 1987)

Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidi, Sunan al-Tirmidzi, (Bairut, Dar Ihya’ :

t.t)

Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah, Maktabah Salafiyyah : 1969)

Muhammad Syamsul Haq, ‘Aunul Ma’bu>d Syarah Sunan Abu Daud, (Madinah, Maktabah Salafiyyah : 1969)

Syarifah Hasanah, ‚Hermeneutika Hadis Syuhudi Ismail‛ dalam Sahiron

Syamsuddin (ed.), Hermeneutika Al-Qur’an & Hadis (Yogyakarta: elSAQ Press, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Laplace; mensubstitusikan nilai awal atau syarat batas yang diberikan ke dalam persamaan pembantu; menyelesaikan persamaan pembantu dengan perhitungan aljabar, termasuk

Sehubungan dengan penyusunan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Ritel Terhadap Kepuasan Serta Dampaknya Dengan Loyalitas Pelanggan Pada Gaudi Boutique

Berkat usaha mereka yang gigih dan berkualiti serta pelaksanaan kerja yang berperaturan telah dapat membantu pihak sekolah mencapai dan mengekalkan kejayaan yang baik

Pada diagnosa deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, tindakan yang dilakukan adalah:membantu sepenuhnya saat mandi atau kebersihan diri

Sebuah penelitian yang membandingkan metode pembelajaran berbasis masalah dengan metode konvensional menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih baik dalam

7) Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subyek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans

Yang dimaksud dengan dataran alluvial kepesisiran (coastal alluvial plain) adalah bentanglahan dataran yang terbentuk sebagai akibat dari perkembangan pantai yang telah lanjut

memilih untuk memperpanjang kontrak, maka dapat direvaluasi sesuai dengan masa kontrak yang baru. Metode lain yang dapat digunakan untuk menetapkan nilai pemain adalah