• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadaster Laut Kadaster Laut Kadaster Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kadaster Laut Kadaster Laut Kadaster Laut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM KADASTRAL

“KADASTER LAUT”

2015

IQROMATUL FADLIYAH

12/33384/TK/40182

(2)

KADASTER LAUT

(MARINE CADASTRE)

LATAR BELAKANG

Istilah kadaster di Indonesia saat ini mungkin jarang digunakan seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria. Istilah Kadaster saat ini lebih dikenal dengan pendaftaran tanah. Istilah ini memberikan konsep kadaster sebagai konsep pendaftaran dari Tanah Negara yang dipartisi dan diberikan kepada perorangan/badan usaha dengan berbagai hak perdata, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai. Kadaster dalam hal ini juga diartikan sebagai Daftar Publik (Public Register) dari persil Persil dengan informasi kuantitas (ukuran dan luas), nilai persil dan hak-hak pemilik/pengguna/pengusaha dalam suatu negara.

Istilah kadaster laut mash belum terlalu dikenal namun sejak lama laut juga telah dipartisi untuk berbagai kegiatan ekonomis dan perlindungan lingkungan, seperti eksplorasi minyak dan gas bumi, kawasan konservasi dan kawasan lindung, alur pelayaran, budidaya perikanan, rumput laut, mutiara , dsb. Demikian juga dasar laut telah dikapling-kapling untuk penambangan pasir, peletakan pipa-pipa gas, listrik dan kabel komunikasi bawah laut. Di banyak negara maju sudah diperkenalkan adanya “kadaster taut” (marine cadastre).

PENGERTIAN KADASTER LAUT

“A marine cadastre is a system to enable the boundaries of maritime rights and interests to be recorded, spatially managed and physically defined in relationship to the boundaries of other neighboring

or underlying rights and interests .”

(Robertson et al., 1999)

Ada beberapa pengertian tentang Kadaster laut (Marine Cadastre). Rais, 2006, misalnya mendefinisikan kadaster laut sebagai kontinuitas dari kadaster darat, yaitu penerapan prinsip-prinssip kadaster di wilayah laut melalui administrasian obyek dan subyek dari :

 Penggunaan ruang laut oleh aktivitas masyarakat dan pemerintah

 Menata ruang laut untuk dilindungi , dikonservasi (taman nasional, taman suaka margasatwa dan lainnya)

 Penggunaan ruang laut oleh komunitas adat

(3)

and responsibilities in the marine juridiction”. Sedangkan menurut Negara Selandia Baru (Robertson, et al, 1999), marine cadastre is a system to enable the boundaries of maritime rights and interests to be recorded, spatially managed and physically defined in relationship to the boundaries of other

neighbouring or underlying rights and interests“. Menurut The niversity of Melbourne-Australia , Marine Cadastre is a spasial boundary management tool, which describe, visualizes and realizes legally defined boundaries and associated rights, restrictions and responsibilities in the marine environment, allowing

them to be more effectively assessed, administered and managed”.

Pada dasarnya dari beberapa referensi tersebut mengandung kesamaan yaitu tentang hak, batas, pengelolaan dan sistem informasi. Kadaster laut merupakan bagian dari kadaster multi guna. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kadaster laut atau marine Cadaster adalah sebuah sistem penataan ruang laut dalam bentuk persil-persil yang direkam dan dikelola berbasis informasi spasial dan terdefinisi baik secara fisik maupun secara legal sehingga dapat diakses dan di kelola secara efisien.

KONSEP KADASTER LAUT

Untuk memahami konsep kadaster laut, diperlukan pengetahuan tentang berbagai kepentingan pemangku kepentingan dari berbagai perspektif. Meskipun keliahatan sederhana secara teoritis, sebenarnya sangat kompleks dan tidak mudah dalam kenyataanya karena di dalamnya terdapat banyak kepentingan. Sebagai pendukung kadaster laut, dapat berupa system informasi spasial meliputi aspek spasial dan karakter dari hak dan kewenangan terkait dengan kepemilikan, nilai ekonomi dan pemanfaatannya dari perspektif kelautan.

Beberapa factor pentingnya pelaksanaan kadaster laut :

 Meningkatkan koordinasi dan pembuatan keputusan

 Alat untuk menyelesaikan dan pemutakhiran batas

 Relevan dengan semua masalah-masalah perencanaan kelautan

 Alat untuk penyediaan data kelaut

 Mengurangi biaya baik bagi negara maupun organisasi lain Peran kadaster laut dapat dibagi sebagi berikut:

a) Alokasi tentang hak pemanfaatan di antara masyarakat, swasta dan instansi pemerintah b) Kepemilikan dan pengaturan sumberdaya laut

c) Pengawasan dan penegakan hukum dari otoritas yang berwenang

(4)

Konsep kadaster darat dapat diterapkan atas permukaan laut juga atas permukaan dasar laut,seperti pertambangan pasir peletakan kabel dasar laut . Dengan demikian atas penggunaan muka laut, dasar laut dan di bawah dasar laut tentunya ada hak-hak perdata yang dapat dimiliki oleh pengusaha atau untuk publik, seperti hak pakai, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Hanya hak milik tidak diberikan di wilayah laut berdasarkan adagium di abad ke-17 bahwa “the ocean space as a commons,

available to all, but owned by non”, diartikan sebagai “ruang laut adalah milik bersama, tersedia untuk

semua tetapi tidak dimiliki”, sebagai amanat bahwa laut adalah,titipan warisan umat manusia.

Penataan ruang di laut memerlukan batas-batas persil laut yang jelas oleh karena itu konsep kadaster laut perlu diterapkan di Indonesia dan peraturan perundang-undangan perlu dibuat, termasuk pajak bumi dan bangunan juga dapat diterapkan terhadap persil laut yang diusahakan secara komersial. Konsep kadaster laut sangat diperlukan terkait dengan banyaknya konflik yang terjadi dilaut. Konflik di laut yang terkait dengan ruang disebabkan oleh adanya (Rais, 2006) :

 Tidak jelasnya batas-batas geografi antara kawasan-kawasan penggunaan/pemanfaatan ruang laut.

 Tidak adanya hak-hak yang melekat pada penggunaan /pemanfaatan ruang laut untuk publik, perorangan/ masyarakat untuk kawaasan perlindungan, konservasi, ekonomis dan kawasan lainnya.

 Hak adat (ulayat) di wilayah laut yag lebih imajiner

 Tidak adanya lembaga yang mengadministrasikan ruang laut.

Berbeda dengan di darat yang batasbatasnya dapat terlihat secara riel dan nyata, misalnya untuk batas kepemilikan atau pengelolaan suatu area dapat dipasangi tanda atau patok-patok yang bersifat permanen. Untuk batas di laut relatip sulit untuk memberi batas-batas yang riel, kecuali untuk daerah yang kecil yaitu misalnya dengan pemasangan pelampung. Namum demikian untuk daerah yang luas

sekali, batas dapat dinyatakan dengan koordinat yang nota bene adalah ”imajiner”, karena tidak ada

benda fisik yang terlihat. Perebutan area ini akan sangat rentan terhadap konflik, untuk mengatasi hal

tersebut diatas harus ada kesepakatan antara dua ”tetangga” yang bersebelahan untuk menentukan

batas yang saling disepakati.

Adanya aspek kepastian hukum dapat memiliki implikasi yang luas. Sebagai misal dari segi hukum, seperti kasuskasus konflik pemanfaatan ruang dapat menjadi tidak jelas penyelesaiannya , kepentingan publik tidak terlindungi, dan penyelenggaraan investasi di bidang kelautan dan perikanan tidak ada jaminan bagi kelangsungannya untuk jangka waktu tertentu. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah kepastian letak, yaitu dimana obyek itu berada. Apabila salah dalam mengidentifkasi letak atau tempat atau posisi, maka kesalahan tersebut dapat fatal, karena dapat terjadi lokasi yang ditunjuk ternyata milik orang lain.

(5)

dan organisasi/kelembagaan. Keempat adalah tindakan yaitu adanya konsensus yang dibuat selanjutnya akan menghasilkan suatu kebijakan yang terkait dengan laut.

Gambar 1. Ruang lingkup kadaster laut

SURVEI DAN PEMETAAN LAUT

Survai dan Pemetaan laut antara lain bertujuan untuk menentukan posisi atau letak suatu obyek di laut. Disamping itu dapat juga menentukan kedalaman suatu dasar laut atau perairan yang banyak dipelajari di Survai Hidrografi. Pada awalnya, hidrografi secara sederhana bertujuan untuk menggambarkan relief dasar laut, mencakup semua unsur alam dan buatan manusia yang pada prinsipnya hampir sama dengan peta darat yang dalam hal ini topografi ( Ingham, 1984). Namun demikian dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, survai hidrografi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi. Secara ringkas dapat dikemukan bahwa hidrografi merupakan ilmu pengetahuan tentang pengukuran penjelasan, gambaran alamiah dan konfigurasi dasar laut, keterkaitan massa bumi, dan karakteristik serta dinamika laut. Pemanfaaan bidang survai dan pemetan untuk menyongsong kadaster laut antara lain dengan membuat kepastian letak atau posisi suatu obyek atau daerah atau wilayah.

(6)

diidentifikasi obyek tersebut, selanjutnya dipertanyakan adanya hak apa yang melekat pada bidang atau persil yang ditempati bangunan itu. Dapat juga nantinya berkembang pada pajak yang akan menjadi kewajiban di tempat ini.

ASPEK-ASPEK DALAM KADASTER LAUT

Dalam pelaksanaan konsep kadater laut di Indonesia sebagai bagian dari kadaster multiguna perlu adanya basis yang dijadikan acuan dalam pembangunan konsep tersebut. Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi aspekaspek yang dapat mendefinisikan karakteristik informasi kelautan untuk mendukung pengembangan kadaster laut. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Aspek Legal

Di Indonesia, tidak ada peraturan spesifik tentang kadaster laut. Namun, hal ini bisa didekati dengan peraturan yang berkaitan dengan beberapa undang-undang tentang pengaturan di laut. Terutama mengenai hak, pembatasan dan tanggung jawab pada kadaster kelautan wilayah objek, aspek hukum dalam kadaster laut dapat didekati oleh beberapa peraturan sebagai berikut:

1. yurisdiksi nasional dalam bentuk perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen. Menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982 telah memberikan mekanisme hukum dimana bangsa dapat memperpanjang klaim sejauh arah laut sebagai batas landas kontinen. Seperti eksplisit berkaitan dengan hak-hak, pembatasan dan tanggung jawab untuk fisik lepas pantai, UNCLOS telah menciptakan sebuah mosaik kompleks multidimensi potensi kepentingan pribadi dan umum. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS oleh UU No. 17, 1985. Akibatnya, Indonesia hanya tunduk pada UNCLOS. Di sisi lain, pada tahun 1996, Indonesia membuat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Kemudian pada tahun 2007 telah disahkan undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang ini mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. yurisdiksi lokal dalam bentuk wilayah laut provinsi dan wilayah laut untuk daerah atau kota. berdasarkan UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa daerah ini diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut di wilayah ini termasuk: a. Eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya kelautan;

b. Pengaturan administrasi; c. Penataan ruang;

d. Penegakan peraturan yang dikeluarkan oleh kabupaten atau kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah;

e. Berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan; f. Berpartisipasi dalam pertahanan kedaulatan negara.

(7)

Di sisi lain, menurut Peraturan Pemerintah no. 25 Tahun 2000 yang berkaitan dengan kewenangan Pemerintah Pusat memiliki kewajiban untuk:

a. Menetapkan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konversi, manajemen, dan pemanfaatan sumber daya alam di perairan wilayah laut di luar perairan 12 mil laut, termasuk perairan kepulauan dan dasar laut dan ZEE dan landas kontinen;

b. Penetapan kebijakan dan manajemen regulasi dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di perairan di luar 12 mil laut;

c. Penetapan kebijakan dan pengaturan yang mencakup batas maritim di laut batas daerah otonom dan batas-batas hukum maritim internasional;

d. Penetapan standar pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil;

e. penegakan hukum di wilayah laut di luar perairan 12 mil laut dan di perairan 12 mil laut dan istilah tertentu yang berkaitan dengan berkaitan dengan kepentingan internasional;

Sementara pemerintah provinsi memiliki tugas untuk:

a. Penataan dan pengelolaan wilayah laut di provinsi ini;

b. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya laut di wilayah laut kewenangan provinsi hanya;

c. Pelayan mengizinkan budidaya dan penangkapan ikan di perairan laut di wilayah laut kewenangan provinsi;

d. Pengawasan sumber daya ikan di wilayah laut yurisdiksi provinsi.

3. Daerah berdasarkan kepemilikan dan pemanfaatan hak diklasifikasikan menjadi 10 jenis, yaitu:

a. Sumber daya minyak, gas, dan mineral mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan dasar Pertambangan dan UU No. 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

b. Perikanan mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; c. Keanekaragaman hayati mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang

Keanekaragaman Hayati;

d. Perkapalan mengacu pada UU no. 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan ILO Konvensi no. 185 Mengenai Merevisi Dokumen Pelaut Identitas Konvensi 1985;

e. Konservasi mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya alam dan Ekosistem;

f. Harta bawah laut, pengaturan adalah pengajuan Rancangan Undangan menjadi UU; g. Budaya asli, pengaturan adalah pengajuan Rancangan Undangan ke hukum;

(8)

Akuisisi data dalam bidang wilayah laut dan pesisir, terutama di laut bertujuan untuk menyajikan informasi dan data yang berkaitan dengan laut dan pesisir. Penyediaan data dan informasi ini disusun dalam bentuk peta untuk memenuhi berbagai kebutuhan terkait dengan bidang kelautan dan pesisir dan data tekstual dalam bentuk buku / atlas dan atribut data dalam GIS. Peta-peta dipersiapkan untuk kebutuhan navigasi laut dan keperluan teknis lainnya sementara peta wilayah pesisir dan laut terstruktur untuk kebutuhan pengelolaan pesisir dan kelautan termasuk perencanaan tata ruang pesisir dan kelautan.

Jenis peta yang digunakan dalam kadaster laut dirancang khusus sebagai peta laut untuk navigasi dan keselamatan pelayaran. Dalam peta laut diperlihatkan poin dasar, garis pantai, baseline, batas-batas wilayah perairan, morfologi pantai dan konfigurasi, termasuk kedalaman laut, dan batas hak kepemilikan untuk tujuan kadaster.

Dalam 1982 UNCLOS, garis batas dipresentasikan pada peta perairan laut sesuai dengan skala, dengan catatan bahwa pemilihan skala harus mencakup bidang terkait dan dapat memastikan akurasi terbaik, seperti:

a. skala 1: 1000 atau lebih besar, untuk daerah perumahan dan daerah penting seperti pipa dan kabel bawah laut.

b. skala 1: 2500, untuk kawasan konservasi, kawasan tambak, serta budidaya laut

c. skala 1: 10000, ke perairan dan sumber daya pertambangan wilayah minyak, gas, dan mineral

Proyeksi peta harus dipilih sesuai dengan tujuan penting dari kadaster laut dengan meminimalkan distorsi pada daerah-daerah tertentu karena proyeksi. Untuk keperluan kadaster laut di Indonesia menggunakan sistem proyeksi transvers mercator (TM). Sementara itu, datum yang digunakan sebagai alat referensi posisi titik di permukaan bumi untuk kepentingan kadaster laut dibagi menjadi:

a. Horizontal Datum dapat menggunakan datum SRGI sebagai datum resmi yang digunakan dalam pemetaan di Indonesia, yang telah didefinisikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Datum horisontal Indonesia saat ini terdaftar untuk peta laut DGN - 95 yang diadopsi dari WGS - 84

b. Vertical Datum sebagai referensi ketinggian vertikal posisi dan kedalaman. Vertical Datum umumnya mengacu pada daerah air terendah (chart datum) yang dapat didefinisikan dari pengukuran pasang surut dan dibagi menjadi beberapa jenis MLLW (Mean Lower Low Water), LLWLT (Lower Low Water Large Tide), LLWST (Lowest Low Water Spring Tide ), dan LAT (Lowest Astronomical Tide). Perbedaan besar dalam jenis chart datum karena air rendah yang terus berubah karena kombinasi dari posisi bumi, bulan, dan matahari. Penggunaan datum vertikal Lowest Astronomical Tide (LAT) telah direkomendasikan oleh IHO. Namun menurut UNCLOS tahun 1982, jika tidak memiliki datum LAT dapat menggunakan permukaan laut rata-rata (MSL) atau Chart Datum (CD) dengan pengamatan selama 30 hari.

(9)

Produk akhir adalah peta kadaster laut 3D yang melingkupi permukaan laut, kolom air, dasar laut, dan ruang udara di atas wilayah perairan. Peta kadaster laut menggabungkan informasi pendaftaran, peta yuridis, kedalaman, dan peta tematik lainnya yang dianggap perlu sebagai bagian dari administrasi, penyimpanan, dan kontrol terpusat dari hak yang diberikan dalam geospasial kelautan.

3. Aspek Kelembagaan

Menurut peraturan terkait pemanfaatan ruang laut, ada tiga kelompok pemangku kepentingan, yaitu lembaga masyarakat, swasta dan pribadi. Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki otoritas luas dalam pemanfaatan ruang laut. Selain Kementerian Kelautan dan Perikanan, ada lembaga-lembaga publik lain yang terlibat dalam pemanfaatan ruang laut, seperti :

a. BAPPENAS, BIG, LAPAN, JANHIDROS TNI AL dalam perencanaan spasial kelautan;

b. BKPM, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, Angkatan Laut Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam Perikanan;

c. lembaga pembelajaran dan BPPT dalam pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir; d. Departemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Energi

dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam eksploitasi sumber daya alam abiotik;

e. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, BAPEDAL dan Kementerian Kehutanan dalam konservasi sumber daya kelautan dan perikanan;

f. Tentara dan Polisi pertahanan nasional dan ketertiban; dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Perhubungan dalam pariwisata.

Pemangku kepentingan dari kelompok lembaga publik bisa lebih dibagi menjadi orang-orang yang bertanggung jawab atas konstitusi kebijakan, implementasi kebijakan dan penelitian tentang pemanfaatan ruang laut. Secara umum, semua pemangku kepentingan di atas bertanggung jawab konstitusi kebijakan tentang masalah ini. Namun, hanya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Provinsi dan Pemerintah Kota, Angkatan Darat Indonesia dan Kepolisian, Departemen Kehutanan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, BAPEDAL, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan BKPM bertanggung jawab atas implementasi kebijakan. Selain itu, ada beberapa pemangku kepentingan pemanfaatan ruang laut yang mampu melakukan penelitian, seperti lembaga pendidikan tinggi dan BPPT.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Levesque Serege , Sara Cockburn, dan Cameron Mcleay. Modern Development In Geospatial

Management In the Field of Marine Cadastre. dalam

http://www.iho.int/mtg_docs/com_wg/ABLOS/ABLOS_Conf5/Papers/Session6-Paper1-Levesque.pdf. diakses pada Desember 2014

Hernandi Andri, dkk. 2014. Exploring the Possibility of Developing Multipurpose Marine Cadastre in Indonesia. FIG Congress : “Engaging the Challenges –Enhancing the Relevance”. Kuala Lumpur, Malaysia dalam http://www.fig.net/pub/fig2014/papers/ts07d/TS07D_hernandi_abdulharis_et_al_7199.pdf. Diakses pada Desember 2014

Yuwono. 2006. Pemanfaatan Survai dan Pemetaan Laut Untuk Menyongsong Kadaster Laut (Marine Cadastre). Pertemuan Ilmiah Tahunan III- Teknik Geomatika ITS, Surabaya

Taylor Christine, Brian Smith, dan Maurice Hill. The Multipurpose Marine Cadastre : “A Tool for Planning & Decision Making in the Marine Environtment”. Mineral Management Service, US

Irwansyah Adam, Ridho Dinata, dan Rizky Ahmad Yudaegara. 2014. Kadaster. Institute Teknologi Sumatera

Gambar

Gambar 1. Ruang lingkup kadaster laut

Referensi

Dokumen terkait

i) Semua kata ekasuku tertutup dengan vokal [a] dieja dengan huruf alif, iaitu bagi semua kata Melayu Jati dan kata pinjaman daripada bahasa Inggeris atau bahasa-bahasa lain,

Riset yang dilaksanakan Wardhani & Astika (2018) mengatakan akuntabilitas memiliki pengaruh signifikan positif kepada kualitas audit, hasil itu berhasil

Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain:

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Seni pada Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, sejauh yang

4 Saya meyakini diri akan lebih baik, apabila bersikap sesuai dengan materi membangun rasa percaya diri yang disampaikan. 5 Saya dapat mengembangkan perilaku yang lebih positif

Dalam buku petunjuk program MBS, kerja sama pemerintah Indonesia, Unesco dan Unicef, dikatakan bahwa MBS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan pengelolaan

Pertama adalah bahwa dinamisasi NU ini terlihat pada sebuah fakta pergulatan pemikiran didalamnya yang mempertemukan pertarungan antara wacana keberislaman baru yang belum

Pengukuran keluaran berkas elektron dilakukan dengan menggunakan detektor Exradin ion chamber A11 plan-paralel dan film gafchromic EBT-3 yang diletakkan pada slab