• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Ilmu Epistemologi EPISTEMOLOGI doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Filsafat Ilmu Epistemologi EPISTEMOLOGI doc"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Filsafat Ilmu (Epistemologi)

EPISTEMOLOGI

1.

PENGERTIAN EPISTEMOLOGI

Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”.

Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti

teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan

untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal

dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai

hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan

prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.

Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber,

struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan,

bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan

validitas ilmu pengetahuan”.

Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau

sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

2. OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan

tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya

objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan

harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab

objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam

usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi

sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu

merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,

mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama

sekali.

Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab

pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya

dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan

kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan

epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

(2)

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam

menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan

pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat

metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara

mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu

pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah

merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat

penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun,

membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.

Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai

berikut :

(1)

Penemuan atau Penentuan masalah

. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita

telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian

juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah

kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;

hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas.

Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan

mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.

(4)

Hipotesis dari Deduksi

merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji

hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang

dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.

(5)

Pembuktian hipotesis

merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di

atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis

itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka

hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita

menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.

(3)

3.1. Beberapa Jenis Metode Ilmiah

Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah yaitu :

1. Observasi

parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.

3. Metode eksperimen

Kegiatan ekperimen adalah berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan

hipotesis. Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada suatu

waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau tetap.

4. Metode Statistik

Istilah statistik berarti pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data

sebagai dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu pemimpin dan

penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan dan perpajakan. Metode statistik

ini telah berkembang dan lebih menarik minat lagi, sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan

sehari-hari misalnya perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita

untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari fenomena-fenomena

dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik.

Statistik juga dapat meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang

tinggi.

5. Metode Sampling

Terjadinya sampling, yaitu apabila kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu

kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara

keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan kesamaan jenisnya melalui

sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan ketepatan yang tinggi.

6. Metode Berpikir Reflective

Metode reflective thinking pada umumnya melalui enam tahap, yaitu :

a. Adanya kesadaran kepada sesuatu masalah

b. Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan

c. Data yang terorganisasi

Menurut Endang Saifuddin Anshari (dalam H. Mumuh M. Zakaria, 2008) Teori kebenaran dapat

ditentukan dengan :

(4)

a.

Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang

sudah lebih lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.

b.

Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan

lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya.

Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Polan adalah seorang manusia.Si Polan pasti akan mati.”

“Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.

Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles

(384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).

2.

Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth):

Kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-atu itu

sendiri.

Contoh: “Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.

Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel

(1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.

3. Teori Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth):

“Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional

dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu

mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan (utility),

dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies).

Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James.

Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna (usefull) itu.

4. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI

M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan.

Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran

pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang

harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana

membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar,

apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat

menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.

Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem

menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan

mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang

tertentu.

Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang

mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah

pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang

jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.

(5)

Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan

ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau

setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman

seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang

epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya

tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi

dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung

dengan “bangunan” pengetahuan.

5. EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN

Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan

penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di

sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa?

Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah

salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Melihat kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang

harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan

yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau

kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.

Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara memperoleh

pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya

tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak dengan

mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan secara maksimal.

Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang

ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode

active

learning

untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru

mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi,

problem based learning

(PBL), pergi ke

perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan

memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.

Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta

metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara penyampaian cukup mempengaruhi motivasi

siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang

guru memberikan pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan

memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir rasional.

6.

EPISTEMOLOGI MATEMATIKA

(6)

ciri lainnya), serta lingkupan dan pembagian pengetahuan matematika (matematika murni dan matematik

terapan serta berbagai cabang matematika yang lain). Demikian pula persoalan tentang kebenaran

matematika seperti misalnya sifat alaminya dan macamnya. Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek

epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan

pengukuran secara kuantitatif.

Problem dasar pendidikan matematika kita di Indonesia adalah siswa atau mahasiswa tidak

dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal, matematika itu adalah interpretasi

manusia terhadap fenomena alam. Dampaknya, siswa bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal,

tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan

hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya. Ini akibat tidak diajarkannya filsafat

atau latar belakang ilmu matematika.

Makalah Filsafat

Selasa, 18 Maret 2014

Epistemologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga

memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk

memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa

digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat

diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi

kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi.

Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu

manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan

pondasi segala ilmu dan pengetahuan.

(7)

yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi

yang pesat.

1.2.

Rumusan Masalah

1.

Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?

2.

Bagaimana ruang lingkup Epistimologi ?

3.

Apa saja aliran- aliran yang ada dalam Epistemologi ?

4.

Bagaimana pengaruh Epistemologi terhadap peradaban manusia ?

1.3.

Tujuan Penulisan

1.

Untuk mengetahui pengertian Epistemologi

2.

Untuk mengetahui ruang lingkup Epistemoligi

3.

Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi

(8)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian Epistemologi

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu

“episteme”

yang berarti pengetahuan

dan

‘logos”

berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata

“episteme”

dalam bahasa Yunani berasal dari kata

kerja

epistamai,

artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara

harafiah

episteme

berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam

kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu itu, jenis

pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan

pembahasan dari epistemologinya.

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih

memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria

pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.

Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P. Hardono

Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan

kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban

atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan

epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang

berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara

umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

[1]

Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa

epistemology is the branch of philosophy which

investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge

. Itulah sebabnya kita sering

menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier

pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).

[2]

2.2.

Ruang Lingkup Epistemologi

(9)

membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar,

apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat

menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi

mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa

epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu

seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.

Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat

perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan

epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya

lebih banyak cenderung diabaikan.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada

dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul

Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan

ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau

setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang,

terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi.

Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa

hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat

menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan

“bangunan” pengetahuan.

[3]

2.3.

Aliran-Aliran Epistemologi

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :

1.

Empirisme

(10)

John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori

tabula rusa

yang

secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari

pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan.

Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan

berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya

pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang

benar.

Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.

Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.

Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Misalnya benda

yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari

dekat benda itu besar.

2.

Rasionalisme

Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa

akal adalah dasar kepastian

pengetahuan.

Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini,

menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes

(1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya

bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia

juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala

sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan

jelas ia sedang erang menderang.

Cogito Ergo Sun

(saya berpikir, maka saya ada).

Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada

kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang disebut

Ideas Claires el

Distictes

(pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian

tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak

benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran

rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama

, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama.

Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam

menyusun teori pengetahuan .

3.

Positivisme

(11)

eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita

harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau

timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh

dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme.

Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini

menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.

4.

Intuisionisme

Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang

terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita

tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu

objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui

keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia

menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka

bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.

[4]

5.

Kritisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli pemikir yang cerdas

mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman

Immanuel Kant (1724-18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti

rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan

keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber

pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).

Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai yang

tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.

[5]

6.

Idealisme

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami

dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata

idea

yaitu suatu yang hadir dalam

jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.

(12)

2.4.

Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah

tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari

filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan

dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis

dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang

menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena

didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai

merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan

epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa

pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan

manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains,

tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan

epistemologi.

(13)

BAB III

PENUTUP

3.1.

Kesimpulan

Pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:

1.

Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis

sehingga dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme.

2.

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul ketika indera manusia

menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi

ketika manusia lahir benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun. Aliran yang

mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.

3.

Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang bersifat personal, dan hanya orang-orang

tertentu yang mendapatkan pengetahuan ini.

3.2.

Saran

Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan

atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari

pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.

[1]

http://darul-ulum.blogspot.com/2008/05/dasar-dasar-pengetahuan.html

[2]

Ahmad tafsir, 2009.

filsafat

umum akal dan hati sejak thales sampai capra

. Remaja Rosdakarya,

Bandung.hal 23

(14)

[4]

Ahmad Tafsir,2009. Filsafat umum akal dan hati sejak thales

sampai capra.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 24-28

[5]

Achmadi,asmoro,2012. Filsafat umum. PT. Raja grafindo persada, jakarta. Hal 118-119

[6]

Hakim, M.A. dan Drs. Bani Ahmad Saebani, M.Si. 2008.

filsafat umum dari metologi sampai

teofilosofi.

Pustaka Setia, Bandung. Hal 206

[7]

http://ebookcollage.blogspot.com/2013/06/pengaruh-epistemologi.html

Diposkan oleh MOH NURUL ARIFIN di 06.38

Hakikat Epistimologi Dalam Kajian Filsafat Ilmu

Eureka Pendidikan. Salah satu bagian yang paling penting dari ilmu pengethaunan adalah kajian epistimologi mengani keberadaan suatu ilmu. Kajian mengenai epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Dalam pembahasan filsafat ilmu, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi—seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem--membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih pentng dari yang lain, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Ketika kita membicarakan epistemologi, berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi.

Pengertian Epistemologi

(15)

Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Pengertian lain, mengenai epistemologi menyatakan bahwa epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atu lebih menitikberatkan pada sebuah proses penecarian ilmu: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas diungkapkan Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.

Ruang Lingkup Epistemologi

M.Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

(16)

Objek Dan Tujuan Epistemologi

Dalam filsafat terdapat objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwa-yang-ada, yang secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat (sarwa-yang-ada).

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Tujuan epistemologi menurut Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

Landasan Epistemologi

Kholil Yasin menyebut pengetahuan dengan sebutan pengetahuan biasa (ordinary knowledge), sedangkan ilmu pengetahuan dengan istilah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Hal ini sebenarnya hanya sebutan lain. Disamping istilah pengetahuan dan pengetahuan biasa, juga bisa disebut pengetahuan sehari-hari, atau pengalaman sehari-hari. Pada bagian lain, disamping disebut ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, juga sering disebut ilmu dan sains. Sebutan-sebutan tersebut hanyalah pengayaan istilah, sedangkan substansisnya relatif sama, kendatipun ada juga yang menajamkan perbedaan, misalnya antar sains dengan ilmu melalui pelacakan akar sejarah dari dua kata tersebut, sumber-sumbernya, batas-batasanya, dan sebagainya.

Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melaikan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.

Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi

(17)

Metodologi membahas konsep teoritik dari berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami, bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam wilayah epistemologi.

Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi merupakan bagian dari filsafat.

Hakikat Epsitemologi

Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui” adalah masalah sentral epistemologi, tetapi masalah ini bukanlah semata-mata masalah-masalah filsafat. Pandangan yang lebih ekstrim lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi bukanlah lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab epistemologi itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human mind. Tampaknya Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam epistemologi yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara pandang demikian akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan spesifikasi-spesifikasi keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam menumbuhkan disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan dengan pekerjaan pikiran manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode deduktif yang penuh penjelasan dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal sehat. Ini berarti tidak ada disiplin ilmu lain, kecuali psikologi, padahal realitasnya banyak sekali. Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.

(18)

Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu yang manfaatnya kecil dan kerugian yang ditimbulkan lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui, meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui.

Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui. Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru merugikan.

Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris. Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi, sedangkan usaha membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.

Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman, bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali, sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan dan serius.

Pengaruh Epistemologi

(19)

menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

Referensi

Dokumen terkait

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

Fondasi adalah suatu bagian dari kontruksi bangunan yang berfungsi untuk menenmpatkan bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja pada driver PT Citra Perdana Kendedes Malang termasuk rendah, tingkat kepuasan kerja driver dalam kategori tinggi, sedangkan

Sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien dengan keluhan nyeri buang air kecil, keluar cairan putih kekuningan, nyeri pinggang bagian bawah, dan atau

ABSTRAK Pengembangan Media Pembelajaran Video Organ pada Sistem Pencernaan Manusia dengan Materi Pokok Organ Pencernaan Manusia dalam Subtema Pola Hidup Sehat untuk Siswa Kelas

Seorang pembina atau pelatih ataupun guru renang pasti mempunyai berbagi tips untuk membuat semua orang yang mau belajar renang menjadi senang dan berbagi jurus

dengan metode evaluasi K-Fold Cross Validation dan dihitung nilai akurasinya guna mendapatkan model terbaik dalam mengklasifikasikan data yang ada pada data

Ipteks yang akan ditransfer kepada HIMPAUDI Kecamatan Tembalang Semarang adalah pelatihan konsep dasar dan teori Brain-Gym. Pelatihan Brain-Gym sangat besar