• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKI. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HASIL IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PERMUKI. docx"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS II PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN (RP09-1304)

LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK

PERMUKIMAN KUMUH DI KELURAHAN NGAGEL KECAMATAN

WONOKROMO KOTA SURABAYA

disusun oleh:

Anoraga Jatayu

3613100006

Mega Suryaningsih

3613100010

Auliyaa Syara Diinillah

3613100012

Joshua Argentino

3613100027

Endy Hernowo

3613100029

Pisces Eria

3613100038

Lidya Yohana

3613100047

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(2)

ABSTRAK

Menjamurnya permukiman kumuh merupakan salah satu permasalahan serius yang masih melanda di berbagai ibu kota di Indonesia, seperti halnya di Surabaya. Surabaya yang merupakan ibu kota Jawa Timur ini, ternyata juga masih memiliki masalah permukiman kumuh. Salah satunya permukiman yang terdapat di daerah Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo Surabaya. Permukiman tersebut berdiri tepat bersebelahan dengan rel kereta api dekat Stasiun Wonokromo. Lebih tepatnya di sepanjang Jl. Mustika Baru serta di Jl. Lumumba Dalam.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang permukiman kumuh yang terdapat di kota Surabaya, seperti dari segi karakteristik kawasan yang meliputi kondisi bangunan, kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, serta penyediaan sarana dan prasarana. Sehingga nantinya, didapatkan upaya apa yang dapat dilakukan guna mengatasi permasalahan permukiman kumuh. Metode pengumpulan datanya meliputi pengamatan langsung dan wawancara dengan masyarakat sekitar mengenai kondisi fisik hunian dan lingkungan permukiman serta data sekunder yang didapat dari BPS dan data monografi Kelurahan Ngagel tahun 2013. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa rumah-rumah yang terbangun disana memiliki jarak yang sangat dekat dengan rel kereta api, mungkin hanya sekitar 1-2 meter. Padahal seharusnya, jarak rumah dengan rel kereta api adalah sebesar 3 meter. Selain itu, permukiman tersebut juga memiliki kondisi bangunan yang beragam. Sebagian wilayah bersifat permanen, sedangkan yang lain masih bersifat semi-permanen dan bahkan tidak layak huni. Dari segi kepadatan bangunannya, bangunan rumah antara satu warga dengan warga lainnya hampir tidak mempunyai jarak. Untuk penyediaan jaringan listrik sudah tersebar merata. Namun, untuk jaringan air bersih dan sanitasi belum tersebar dengan baik. Untuk jaringan air bersih, warga sudah menggunakan air PDAM namun kualitas airnya kurang baik sehingga masih ada warga yang menggunakan sumur untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Sedangkan untuk sanitasi, belum semuanya memiliki toilet atau WC sehingga masih disediakan WC umum di sana. Untuk penyediaan sarana pendidikan, di daerah ini terdapat pendidikan formal maupun informal. Sedangkan sarana kesehatan, masyarakat sekitar hanya mengandalkan Puskesmas yang betempat di dekat Kantor Kelurahan Ngagel. Dari segi sosial, dimasing-masing RT warga telah memiliki Balai RT. Dan yang terakhir dari segi ekonomi, sebagian besar masyarakat sekitar bermata pencaharian sebagai buruh.

(3)

Daftar Isi

ABSTRAK... ii

Daftar Isi... iii

Daftar Tabel... iv

Daftar Gambar... iv

Kata Pengantar... v

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Penulisan...1

1.3 Manfaat Penulisan...2

1.4 Sistematika Penulisan...2

BAB II... 3

TINJAUAN LITERATUR, PERATURAN, DAN KEBIJAKAN...3

2.1 Tinjauan Literatur...3

2.2 Peraturan yang Terkait dengan Perumahan dan Permukiman...6

BAB III... 8

PEMBAHASAN... 8

3.1 Karakteristik Kawasan...8

3.1.1 Kondisi Bangunan...9

3.1.2 Kepadatan Bangunan...9

3.1.3 Kepadatan Penduduk...10

3.1.4 Penyediaan Prasarana...11

3.1.5 Penyediaan Sarana...12

3.2 Perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan...12

3.3 Upaya untuk Mengatasi Permasalahan...13

BAB IV... 16

(4)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Standar Nasional Indonesia tentang Permukiman...5

Tabel 3.1 Batas Wilayah Kelurahan Ngagel...8

Tabel 3.2 Jumlah penduduk Kelurahan Ngagel Tahun 2009-2013...10

Tabel 3.3 Jumlah penduduk Kelurahan Ngagel berdasarkan Usia Tahun 2009-2013... 10

Daftar Gambar

Gambar 3.1 Peta Kelurahan Ngagel...8

Gambar 3.2 Kondisi Bangunan di Kelurahan Ngagel...9

Gambar 3.3 Kepadatan Bangunan di Kelurahan Ngagel...9

Gambar 3.4 Penggunaan air sumur oleh beberapa warga di Kelurahan Ngagel ... 11

Gambar 3.5 Jaringan Listrik di Kelurahan Ngagel...11

Gambar 3.6 Keadaan prasarana sanitasi di Kelurahan Ngagel...11

Gambar 3.7 Perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan berupa pemavingan jalan... 12

Gambar 3.8 Desain Solusi Permukiman di Kelurahan Ngagel...13

Gambar 3.9 Desain Peremajaan Rumah di Kelurahan Ngagel...14

Gambar 3.10 Desain Pembuatan Sistem Drainase di Kelurahan Ngagel...14

(5)

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tak lepas dari rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Laporan Hasil Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh di Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya. Laporan ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Perumahan dan Permukiman.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tersusun dengan peran serta dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rulli Pratiwi Setiawan ST., M.Sc. sebagai dosen mata kuliah Perumahan dan Permukiman, arahan dan bimbingan beliau sangat membantu dalam penyusunan laporan ini.

2. Dr.Ir. Rima Dewi. MIP sebagai dosen mata kuliah Perumahan dan Permukiman, arahan dan bimbingan beliau sangat membantu dalam penyusunan laporan ini.

3. Dian Rahmawati.ST..MT. sebagai dosen mata kuliah Perumahan dan Permukiman, arahan dan bimbingan beliau sangat membantu dalam penyusunan laporan ini.

4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

5. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama proses penyusunan makalah ini.

Seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan laporan ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan, agar di kemudian hari kami tidak melakukan kesalahan yang sama. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 8 Juni 2014

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Suatu kota dapat terbentuk dari adanya konsentrasi penduduk yang mungkin awalnya hanya terdiri dari puluhan atau ratusan orang, tetapi kemudian terus berkembang hingga belasan juta orang dengan membentuk sejumlah lokasi pemukiman. Dari proses tersebut maka dapat dikatakan bahwa suatu pemukiman merupakan salah satu bagian dari pembentuk kota. Pemukiman merupakan titik awal dimana suatu kota tumbuh dan berkembang. Keberadaan pemukiman saat ini tidak hanya dilihat dari fenomena fisiknya saja, tetapi selain sebagai elemen dari pertumbuhan kota, pemukiman juga sebagai pusat dari aktivitas ekonomi, simbol dari penerimaan sosial, distribusi pendapatan dan sebagai pemenuhan kebutuhan sosial.

Seiring dengan terjadinya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, sedangkan jumlah ketersediaan lahan untuk pemukiman yang tetap maka terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat bermukim. Persaingan tempat bermukim ini bukan hanya dilihat dari ketersediaan lahannya saja, tapi masyarakat juga melihat dari sisi lokasi. Lokasi pemukiman yang dekat dengan berbagai pusat kegiatan merupakan sasaran utama dari pemilihan tempat pemukiman (Nasution, 1978). Dengan kondisi yang seperti ini menyebabkan tidak jarang pada lokasi pemukiman yang dekat dengan pusat kegiatan akan timbul beberapa titik konsentrasi pemukiman hunian yang padat.

Kota Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga mengalami fenomena seperti di atas. Dengan luas wilayah 274,06 Km2 yang dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan, jumlah penduduk Kota Surabaya sampai dengan tahun 2012 mencapai 3,110,187 jiwa (Surabaya dalam Angka Tahun 2013). Pertumbuhan penduduk Kota Surabaya tahun 2000-2010 (Surabaya dalam Angka Tahun 2011) mengalami peningkatan sekitar 0,63% per tahun dan hal ini diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya. Kondisi yang seperti ini memperlihatkan bahwa Kota Surabaya pasti tidak lepas dari adanya titik-titik lokasi pemukiman padat hunian. Berdasarkan laporan data dasar RP4D Kota Surabaya, sebaran lokasi permukiman kumuh tersebar merata hampir di seluruh kelurahan yang ada di Kota Surabaya.

Kecamatan Wonokromo merupakan salah satu kecamatan di Kota Surabaya bagian selatan yang di beberapa titik wilayahnya memiliki pemukiman kumuh. Salah satu titik kumuh di Kecamatan Wonokromo terletak di Kelurahan Ngagel.Permukiman kumuh di Wilayah Ngagel dapat Kriteria kumuh di Wilayah Kelurahan Ngagel ini ditinjau dari kualitas kondisi fisik, kepadatan penduduk, dan penyediaan sarana dan prasarana.

1.2

Tujuan Penulisan

(7)

1. Mengidentifikasi karakteristik permukiman kumuh meliputi kondisi bangunan, kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, kondisi dan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan di Wilayah Kelurahan Ngagel.

2. Mengetahui upaya perbaikan lingkungan atau kegiatan pembangunan yang pernah dilakukan.

3. Merumuskan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Ngagel

1.3

Manfaat Penulisan

Manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan tentang penataan lingkungan permukiman kumuh. 2. Dapat dijadikan sebagai rekomendasi aplikatif untuk penyelesaian

masalah permukiman kumuh.

1.4

Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan makalah ini, akan menggunakan sistematika penulisan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada Bab ini berisi tentang latar belakang , tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Literatur, Peraturan dan Kebijakan

Bab ini berisi tentang seluruh teori-teori dan studi literatur terkait yang sesuai dengan tema dan topik serta pemasalahan yang ada di penelitian ini yaitu arahan penataan permukiman kumuh.

Bab III Pembahasan

Bab ini akan berisi tentang gambaran umum wilayah penelitian, karakteristik kawasan: kondisi bangunan, kepadatan bangunan, kepadatan penduduk, kondisi dan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan. Upaya perbaikan lingkungan atau kegiatan pembangunan yang pernah dilakukan di kawasan tersebut. Usulan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh baik secara kondisi fisik.

Bab IV Kesimpulan

(8)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR, PERATURAN, DAN KEBIJAKAN

2.1

Tinjauan Literatur

2.1.1 Definisi Permukiman

Menurut Finch dalam Wayang (1980), permukiman merupakan tempat hidup manusia dan melakukan berbagai macam aktivitas, sedangkan pola permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah tempat penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Pengertian pola permukiman dan persebaran permukiman bervariasi sifatnya, dari sangat jarang sampai sangat padat, dapat mengelompok, dapat tidak teratur, atau teratur. Pertama, permukiman lebih banyak terdapat pada tanah-tanah yang subur dengan relatif datar yang menguntungkan untuk pertanian, kedua persebaran yang mengelompok atau tidak teratur umumnya terdapat pada wilayah-wilayah yang topografinya tidak seragam.

Menurut Dwi Ari & Antariksa (2005:78), permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia karena dalam menjalankan segala bentuk aktivitasnya, manusia membutuhkan tempat bernaung dan melindungi dirinya dari berbagai macam bahaya seperti hujan dan bahaya lainnya yang dapat muncul sewaktu-waktu. Dalam memilih tempat tinggal, masyarakat tidak selalu terpaku pada kondisi rumah itu sendiri tetapi lebih memperhatikan kelengkapan dari fasilitas kegiatan dan sosial di lingkungan tempat tinggal serta kemudahan aksesibilitasnya.

2.1.2 Unsur permukiman

(9)

bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana lingkungan yang terstruktur (Nuraini, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, sarana lingkungan adalah kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan pemerintah, pelayanan umum, peribadatan, rekreasi, dan lapangan terbuka.

2.1.3 Definisi Permukiman Kumuh

Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.

Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah sebuah kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat : Tingkat kepadatan kawasan, Kepemilikan lahan dan bangunan serta kualitas sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan tersebut.Namun demikian kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan dengan kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan. Tidak selamanya kawasan yang berpenduduk jarang atau kawasan dengan mayoritas penghuni musiman/liar masuk dalam kategori kumuh. Kerenanya penilaian tingkat kekumuhan harus terdiri dari kombinasi dari beberapa indikator kumuh yang ada (Wikipedia Indonesia).

2.1.4 Ciri dan Karakteristik Pemukiman Kumuh

Ciri dari pemukiman kumuh adalah letak dan bentuk perumahan yang tidak teratur, sarana infra struktur kota sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali, tingkat pendidikan yang rendah, kepadatan bangunan dan penduduknya, pendapatan penduduk yang rendah, serta pada umumnya penduduknya bekerja disektor informal. Bangunan yang padat dan material bangunannya dalam keadan darurat tetapi karakteristk pemukiman kumuh sebenarnya terbagi-bagi dan tertentu. Menurut Silas (Anas, 1995:40), ada tiga bentuk dasar pemukiman kumuh, yaitu :

a. Opostumis, yaitu pemukiman kumuh yang tumbuh karena adanya spekulasi demi mendapatkan ganti rugi bila digusur. Kondisi ini berlangsung secara perlahan-lahan menempati lahan kosong yang ada pada tempat terlarang di pusat kota.

(10)

menjadi kumuh akibat kurang kontrolnya penendalian pembangunan oleh penghuni pemukiman tersebut.

c. Transito, yaitu bentuk pemukiman yang kumuh yang sifatnya sementara dan sebagian besar penghuninya menetap untuk sementara waktu.

Bentuk dasar pemukiman kumuh menjadi bahan perbedaan untuk menilai jenis pemukiman yang cepat berkembang dan meluas di wilayah perkotaan. Menurut Subakti (1984), karakteristik khusus lingkungan kawasan pemukiman kumuh, yaitu :

a. Permukiman tersebut dihuni oleh penduduk yang padat karena migrasi tinggi dari desa.

b. Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan.

c. Permukiman tersebut berkualitas rendah dan masuk dalam kategori kumuh darurat yaitu bangunan yang terbuat dari bahan-bahan tradisional seperti bambu, kayu, alang-alang dan bahan-bahan yang cepat hancur.

d. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan miskin ini selalu ditandai dengan tersebarnya penyakit menular dan lingkungan fisik yang kotor.

e. Kurangnya pelayanan kota (urban service) seperti: air minum, fasilitas mandi, cuci, wc, listrik, sistem buangan kotoran dan sampah serta perlindungan kebakaran.

f. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak teratur dalam bangunan, halaman dan jalan-jalan, juga sempitnya ruang antar bangunan.

g. Penghuni permukiman ini memiliki gaya hidup pedesaan, karena sebagian besar penghuninya adalah migran dari desa yang masih mempertahankan pola kehidupan tradisional, barsuasana seperti di desa dan bergotong royong.

h. Secara sosial terisolasi dari permukiman masyarakat lainnya.

i. Perkampungan ini pada umumnya berlokasi di sekitar pusat kota dan seringkali tidak jelas status hukum tanah yang ditempati.

2.1.5 Kriteria Permukiman Kumuh

Adapun kriteria permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai berikut.

a. Lingkungan yang berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha). b. Kondisi sosial ekonomi masyarakat rendah.

c. Jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya di bawah standar. d. Sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan

kesehatan.

e. Hunian dibangun di atas tanah milik negara atau orang lain dan di luar perundang-undangan yang berlaku.

(11)

Tabel 2.1 Standar Nasional Indonesia tentang Permukiman

No. Indikator/ Parameter

Klasifikasi Kawasan Kumuh Sangat

Kumuh KumuhBerat SedangKumuh 1 Kepadatan Bangunan >100 rmh/

Ha

80-100 rmh/ Ha

60-80 rmh/ Ha

2 Jumlah Bangunan Temporer >60% 40-60% 30-40% 3 Koefisien Dasar Bangunan >70% 50-70% 30-50% 4 Jarak Hadap Antar Bangunan <1,5 meter 1,5-3 meter 3-5 meter 5 Kepadatan Penduduk >500 jiwa/

Ha 400-500jiwa/ Ha 300-400jiwa/ Ha 6 Tingkat Pertumbuhan

Adapun kebijakan yang dijadikan pedoman antara lain :

1. Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93 Tahun 1993 mengenai Kebijakan Penanganan Permukiman Kumuh dengan isi lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, social, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administrasi yang penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajanaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/kondisi permasalahan yang ada.

2. Millenium Development Goals (MDG’s) mengenai perumahan pada target 11 yang merujuk pada kondisi kepastian bermukim bagi rumah tangga terutama di kawasan perkotaan dan mengenai permukiman yang terkait pada indikator 1 yang diterjemahkan sebagai proporsi penduduk, baik perdesaan maupun perkotaan, yang sumber air minumnya berasal dari sumber air yang terlindungi baik perpiapaan maupun non perpipaan terhadap total penduduk.

2.2

Peraturan yang Terkait dengan Perumahan dan

Permukiman

(12)

kumuh. Menurut UU No.1 Tahun 2011 pasal 1 ayat 13 dan 14 disebutkan bahwa :

(13) Permukiman kumuh merupakan permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

(14) Permukiman kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Munculnya permukiman yang terjadi tanpa perencanaan ini jelas bertentangan dengan pasal 5 UU No.1 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.” Dan pembinaannya meliputi perencanaan yang merupakan kesatuan utuh dari rencana pembangunan nasional dan daerah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 6 dan 7 UU No.1 Tahun 2011. Disebutkan pula pada pasal 54 UU No.1 Tahun 2011 bahwa pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR melalui beberapa bantuan atau kemudahan yaitu: subsidi perolehan rumah, stimulant rumah swadaya,insentif perpajakan yang disesuaikan dengan peraturan di bidang perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan, penyediaan tanah, sertifikasi tanah, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Kemudian dalam pasal 60 UU No.1 Tahun 2011 juga disebutkan bahwa “pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, dan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan.”

Untuk menangani masalah permukiman kumuh, pemerintah melakukan dua hal yaitu pencegahan dan perbaikan kualitas permukiman kumuh. Pencegahan dijelaskan pada pasal 95 UU No.1 Tahun 2011 yaitu pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya permukiman kumuh dilaksanakan melalui

a) Pengawasan dan pengendalian; dan b) Pemberdayaan masyarakat

(13)
(14)

1

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Kawasan

Secara geografis Kelurahan Ngagel teletak di wilayah Surabaya Selatan. Kelurahan Ngagel termasuk dalam Kecamatan Wonokromo yang memiliki luas wilayah sebesar 86 Ha. Untuk batas administrasi Kelurahan Ngagel dapat dipaparkan dalam Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Batas Wilayah Kelurahan Ngagel

Sumber : Data Monografi Kelurahan Ngagel

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta Kelurahan Ngagel berikut ini.

Gambar 3.1 Peta Kelurahan

Letak Kelurahan Kecamatan

Sebelah Utara Gubeng Gubeng

Sebelah Selatan Jagir Wonokromo

Sebelah Barat Keputran Tegalsari

(15)

3.1.1

Kondisi Bangunan

Kondisi bangunan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan apakah suatu kawasan termasuk dalam kategori permukiman kumuh atau tidak. Kondisi bangunan dilihat dari sifat bangunan seperti permanen/semi-permanen/tidak layak huni. Mayoritas wilayah permukiman kumuh yang ilegal mempunyai kondisi bangunan yang tidak layak huni.

Kondisi bangunan yang terdapat di Jalan Mustika Baru, Kelurahan Ngagel mempunyai sifat hunian yang beragam. Sebagian wilayah bersifat permanen, sedangkan yang lain masih bersifat semi-permanen dan bahkan tidak layak huni. Rumah tidak layak huni berbahankan bambu dan tripleks yang keberadaannya meresahkan. Sementara itu rumah semi-permanen berdinding tembok namun beratapkan seng. Namun, rumah-rumah permanen

pun belum mempunyai sertifikat tanah dan bangunan. Warga hanya berpegang pada surat hijau. Hal ini dikarenakan rumah warga setempat berdiri di tanah yang dianggap ilegal, akibat tanah tersebut merupakan tanah milik PT. Kereta Api Indonesia.

3.1.2

Kepadatan Bangunan

Aspek lain yang menentukan kategori suatu wilayah termasuk permukiman kumuh adalah kepadatan bangunan. Jika diperhitungkan dari jumlah penduduk dan jarak yang sempit serta tidak adanya pekarangan atau halaman rumah di Kelurahan Ngagel, maka dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan permukiman kumuh.

Bangunan rumah antara satu warga dengan rumah dengan rel kereta api yang melintas tepat di belakang rumah warga, bahkan jaraknya tidak lebih dari 5 meter, sehingga perlu kewaspadaan tinggi dari warga setempat. Setelah diperkirakan menurut SNI, jarak kepadatan bangunan di daerah ini mencapai 98 rumah/Ha.

(16)

Jarak kepadatan bangunan ini terhitung tinggi, sehingga aspek aksesibilitas dan mobilitas dianggap rendah.

3.1.3

Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk dapat menjadi salah satu aspek yang memengaruhi kekumuhan suatu daerah. Jika kepadatan bangunan dan luas wilayah dibandingkan maka kita dapat menyimpulkan wilayah tersebut kumuh atau tidak. Kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo tepatnya pada RT 1 hingga 3 serta RT 9 dan 10 sebagai sampel, dihuni oleh 367 Kepala Keluarga (KK) atau 1835 jiwa. Seperti yang kita tahu melalui survei lapangan, lingkungan kumuh di Kelurahan Ngagel sebagian besar penduduknya bertambah karena adanya urbanisasi. Terhitung 50% penduduknya merupakan penduduk urbanisasi dan sisanya merupakan penduduk asli. Karena kepadatan penduduk, jumlah kepala keluarga melebihi jumlah rumah yang tersedia. Bahkan menurut wawancara dengan Ketua RT, satu rumah dapat ditempati 5 Kepala Keluarga (KK) sekaligus. Untuk lebih jelasnya, berikut jumlah penduduk Kelurahan Ngagel yang dipaparkan dalam Tabel 3.2 dan Tabel 3.3:

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Ngagel Tahun 2009-2013

No Tahun Jumlah Penduduk(Jiwa)

Sumber : Data sekunder dari BPS dan Kecamatan Wonokromo dalam angka

(17)

9 20-26 tahun 1.593

Sumber : Laporan data monografi Kelurahan Ngagel tahun 2013

3.1.4

Penyediaan Prasarana

Peran dan fungsi prasarana dalam pengembangan wilayah sangat dominan dalam mewujudkan pola dan struktur ruang wilayah sesuai dengan tata ruangnya. Berikut beberapa prasarana yang tersedia di Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo :

3.1.4.1 Jaringan Air Bersih

Penyediaan air bersih perkotaan sebagai bagian prasarana dan sarana perkotaan harus diselaraskan dengan strategi pengembangan perkotaan masa mendatang. Di hampir setiap aktivitas masyarakat pasti memerlukan air bersih, seperti dalam kegiatan mencuci, memasak, dan lain sebagainya. Lebih dari 85% pasokan air di Kelurahan Ngagel sudah tidak komunal dan sudah menggunakan air PDAM sendiri. Namun, di Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo, jaringan air bersih yang telah tersedia masih kurang baik. Sebagian masyarakat di wilayah ini memang telah menggunakan air PDAM. Namun, air yang keluar berwarna kuning, kotor dan muncul bau kaporit. Sehingga, masih ada masyarakat

yang menggunakan sumur untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

3.1.4.2 Jaringan Listrik

Meskipun pemukiman pada Kelurahan Ngagel merupakan pemukiman kumuh, jaringan listrik di daerah ini telah tersebar dengan baik. Disetiap 7 meter di sepanjang jalan, terpancang tiang listrik yang masih dalam kondisi baik. Kabel-kabel listriknya pun tertata rapi, tidak berantakan ataupun tumpang tindih. Meski berada tepat disisi jalan yang sempit, tiang-tiang listrik tidak mengganggu pengguna jalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo memiliki jaringan listrik yang baik.

(18)

dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Jadi, jaringan sanitasi adalah jaringan air kotor (limbah cair) yang dibuat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Salah satu prasarana dasar yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan permukiman dan manusia yang sehat adalah

prasarana sanitasi. Tapi, prasarana sanitasi justru sebagian besar disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara kelompok maupun individu rumah tangga. Seperti yang kita lihat di Kelurahan Ngagel, Kecamatan Wonokromo ini, belum sepenuhnya masyarakat di wilayah ini memiliki WC atau toilet. Sehingga, masih kita temukan beberapa WC umum di wilayah ini. Menurut masyarakat sekitar, sanitasi di wilayah ini cukup lancar dan tidak pernah banjir jika musim hujan tiba meski penyediaan toilet belum merata.

3.1.5 Penyediaan Sarana

3.1.5.1 Sarana Pendidikan

Ditinjau dari aspek pendidikan, Kelurahan Ngagel (Kecamatan Wonokromo, Surabaya) mempunyai beberapa sarana pendidikan, baik formal maupun informal. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya fasilitas pendidikan formal tingkat TK hingga SMA. Namun lokasi sekolah tingkat SD hingga SMA tersebut berada di luar permukiman dengan jarak sekitar 1-2 km yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki maupun kendaraan bermotor. Sedangkan fasilitas pendidikan informal di area permukiman ini adalah TPA/TPQ yang ada di musholla warga setempat.

3.1.5.2 Sarana Kesehatan

Untuk sarana kesehatan, di Kelurahan Ngagel hanya terdapat Puskesmas yang bertempat di dekat Kantor Kelurahan. Karena di area permukiman warga tidak terdapat sarana kesehatan yang memadai, masyarakat setempat hanya mengandalkan obat-obatan pribadi yang tersedia di setiap rumah.

3.1.5.3 Sarana Sosial dan Ekonomi

Sedangkan untuk aspek sosial dan ekonomi, Kelurahan Ngagel dilengkapi balai RT di setiap RT, mulai RT 01 hingga RT 10. Balai-balai RT tersebut sering dimanfaatkan juga sebagai tempat berkumpulnya warga dan berbagai acara warga. Dan untuk aspek ekonomi, mayoritas masyarakat Kelurahan Ngagel bekerja sebagai buruh. Di area permukimannya sendiri terdapat lebih dari 10 toko kelontong atau kios milik warga setempat yang berada di pelataran rumahnya. Sebagian warga menjadikannya sebagai pekerjaan sehari-hari dan sebagian pula hanya sebagai pekerjaan sampingan.

(19)

3.2 Perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan

Pemeliharaan, pembangunan, maupun perbaikan lingkungan sangat diperlukan dalam suatu kawasan perumahan dan permukiman serta perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga dan memperbaiki keindahan prasarana yang memadai dan hal itu diperburuk dengan minimnya perbaikan lingkungan yang dilakukan baik oleh pihak masyarakat, pemerintah, maupun swasta.

Usaha perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan di kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Ngagel yaitu perbaikan jalan di sepanjang Jl. Lumumba Dalam dan Jl. Mustika Baru. Jalan yang semula merupakan rel kereta api yang tak terpakai diperbaiki menjadi jalan berpaving. Perbaikan mulai dilakukan setelah pihak RT berkoordinasi dan mengajukan proposal ke pemerintah. Perbaikan jalan dilakukan pada tahun 2002 secara gotong royong oleh masyarakat dengan bantuan dana dari pemerintah. Jalan yang semula berupa rel kereta api tak terpakai memang sudah diperbaiki total, namun, luas jalan tidak bertambah bahkan bertambah sempit dikarenakan sebagian kecil ruas jalan dipakai masyarakat untuk membuat undak undakan di rumah mereka sehingga alih alih bertambah lancar, arus kendaraan menjadi terhambat karena ruas jalan menjadi lebih sempit.

3.3 Upaya untuk Mengatasi Permasalahan

Dengan semua masalah slum area yang ada pada Kelurahan Ngagel, adapun upaya yang harus direncanakan oleh planner. Upaya tersebut harus tepat sasaran dan tidak merugikan banyak pihak. Pihak-pihak disini adalah pihak pemerintah, pihak KAI sebagai instansi pemilik tanah yang lahannya digunakan warga sekitar untuk tempat tinggal mereka, masyarakat yang tinggal di daerah kumuh tersebut, serta warga sekitar yang melewati daerah tersebut. Adapun upaya yang telah kelompok kami gagas untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di diaerah survei kami :

(20)

Gambar 3.8 Desain Solusi Permukiman di Kelurahan Ngagel

3.3.1 Peremajaan Rumah

Permasalahan utama di mayoritas permukiman kumuh di tempat kumuh adalah tidak layaknya komponen yang dipakai untuk pembuatan rumah, seperti atap yang terbuat dari seng, dinding yang menggunakan tripleks sehingga rawan rusak,dll. Maka dari itu kami membuat salah satu solusi yaitu peremajaan rumah, yaitu mengganti komponen komponen rumah menjadi lebih layak seperti membuat dinding dari batu bata, serta mengganti seng manjadi genteng, dll.

Gambar 3.9 Desain Peremajaan Rumah di Kelurahan Ngagel

(21)

Permasalahan yang kami dapatkan di lapangan adalah tidak adanya sistem drainase di wilayah ini, sehingga sangat rawan banjir pada saat musim penghujan. Salah satu solusi dari kelompok kami adalah pembuatan drainase yang terbarukan. Dengan sistem ini kami merencakan sistem drainase dibawah rumah dengan memperhatikan aspek kebersihan dan perawatan sistem drainase, dengan begitu lahan permukiman yang sudah sempit tidak semakin sempit dengan pembuatan drainase pada umumnya.

3.3.3 Relokasi Batas Rel serta Membuat Pembatas Pagar di Sepanjang Rel Kereta Api

Permukiman kumuh yang ada di daerah kami juga diperparah dengan fakta bahwa wilayah nya berdampingan langsung dengan rel kereta. Pada kenyataannya hal ini sangat membahayakan keselamatan warga yang tinggal di daerah ini, karena sewaktu waktu bisa saja terjadi kecelakaan pada kereta api dan akan sangat memakan korban jiwa jika keadaannya permukiman berhadapan langsung dengan rel kereta. Solusi dari kami adalah membuat pembatas pagar sebagai usaha preventif sehingga ketika bila ada kecelekaan kereta api, masih ada pagar yang menghalangi kereta api. Selain membuat pembatas pagar, kami juga merelokasi batas rel kereta api. Solusi ini berhubungan dengan solusi kami yang lain yaitu pembangunan vertikal di permukiman yang ada di wilayah survei kami, sehingga lahan yang dulunya dijadikan lahan permukiman, dapat dijadikan lahan relokasi pembatas rel kereta api.

3.3.4 Pembangunan Sarana Prasarana Primer

Salah satu permasalahan yang ada di wilayah kumuh pada umumnya adalah tidak adanya sarana prasarana yang memadai untuk warga sekitar wilayah survei kami. Maka dari itu kami mempunyai solusi yaitu membuat

(22)

sarana dan prasarana pada wilayah survei kami, seperti lapangan, tempat beribadah, lahan parkir, dan lain-lain.

3.3.5 Perencanaan Pembangunan Rumah Vertikal

Di wilayah ini, ditemukan fakta bahwa dalam satu rumah terdapat kurang lebih 5 kk yang tinggal dalam satu atap. Maka dari itu kami membuat suatu solusi yaitu pembuatan rumah vertikal. Konsep kami ini terinspirasi dari program pemerintahan DKI Jakarta yaitu “kampung deret”. Kami membuat konsep ini memperhatikan berbagai aspek yaitu, lahan, jumlah kk dalam satu atap, dll.

Gambar 3.11 Desain Perencanaan Pembangunan Rumah Vertikal di Kelurahan Ngagel

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada BAB III, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

 Ditinjau dari aspek karakteristik kawasan yang meliputi kondisi

(23)

 Perbaikan yang pernah dilakukan di permukiman Kelurahan Ngagel, tepatnya di Jl. Lumumba Dalam dan Jl. Mustika Baru adalah perbaikan jalan yang semula merupakan rel kereta api yang sudah tak terpakai menjadi jalan berpaving. Namun usaha perbaikan jalan ini kurang menimbulkan efek positif bagi kelangsungan transportasi sekitar karena hal tersebut justru mengakibatkan penyempitan jalan.

 Upaya yang kami tawarkan untuk kawasan permukiman ini antara lain peremajaan rumah, pembuatan sistem drainase yang terpadu, membuat pembatas beton di sepanjang rel kereta api, pembangunan sarana prasarana primer, dan perencanaan pembangunan rumah vertikal.

Gambar

Tabel 2.1 Standar Nasional Indonesia tentang Permukiman
Gambar 3.1 Peta Kelurahan
Gambar 3.3 Kepadatan
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Ngagel Tahun 2009-2013
+4

Referensi

Dokumen terkait

(2) Bidang Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan petunjuk teknis, perencanaan, fasilitasi dan bimbingan teknis kelautan dan perikanan tanggkap dan

Jauh di bawah spam , network incident berada pada peringkat kedua jumlah pengaduan, sekitar 2.800 pesan (9,36%) dari total pengaduan – bandingkan dengan 80% untuk

Pendampingan Supervisi Kunjungan Kelas Hasil penelitian tindakan sekolah menunjukkan bahwa melalui supervisi kunjungan kelas dapat meningkatan kompetensi pembelajaran

[r]

Kunjungan II (9 Oktober 2012) Pemeriksaan subyektif tidak ada keluhan, tumpatan sementara dibuka, saluran akar diirigasi dengan NaOCL 2,5% dan dilakukan pengepasan guta

Sekolah Tinggi Teknologi Jawa Barat Yayasan Pendidikan Al-Aitaam Bandung.. No Perguruan

Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita