• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pertumbuhan dan Perkembangan Arachis pintoi sebagai Biomulsa pada Budidaya Tanaman di Lahan Kering Tropis Evaluation on Growth and Development of Arachis pintoi as Biomulch in Tropical Upland Agriculture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Pertumbuhan dan Perkembangan Arachis pintoi sebagai Biomulsa pada Budidaya Tanaman di Lahan Kering Tropis Evaluation on Growth and Development of Arachis pintoi as Biomulch in Tropical Upland Agriculture"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Pertumbuhan dan Perkembangan Arachis pintoi sebagai Biomulsa pada Budidaya Tanaman di Lahan Kering Tropis

Evaluation on Growth and Development of Arachis pintoi as Biomulch in Tropical Upland Agriculture

Ade Sumiahadi1, M. Achmad Chozin2*, dan Dwi Guntoro2

1Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat, Jakarta Selatan 15419, Indonesia 2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Diterima 7 Agustus 2015/Disetujui 4 Januari 2016

ABSTRACT

Cover crops is widely used as biomulch because of its advantages for land conservation, weed control and increasing soil nutrients, especially in upland agriculture. The objective of the research was to study the growth and development of Arachis pintoi as biomulch in upland agriculture. The experiment was carried out at IPB Experimental Field from February until May 2014. Observation was done everyweek up to 12 weeks with 10 plants were used for each observation. One stolon of A. pintoi with 4 internodes was planted in each 0.25 m2 plot. The results showed that root initiation of A. pintoi was occured at 3 weeks after planting (wap) and produced 42.4 roots with average root length of 17.10 cm on 12 wap.A. pintoi had nett assimilation rate of 0.0023 g cm-2 per day and relative growth rate of 0.052g per day. With this growth rate, A. pintoi covered 58% of 0.25 m2 plot and produced biomass 10.08 g per plantwithin 12 wap. A. pintoi produced flowers on 4 wap and pods on 7 wap. A. pintoi produced root nodules through mutualism symbiosis with local Rhizobium. The equation for rate of coverage is Coverage (%) = 5.273 Time (wap)-16.512; 100% land coverage can be reached on 22 wap. Based on the results of this study, A. pintoi is potential to be used as biomulch; however, a denser spacing must be applied for faster land coverage.

Keywords: land coverage, mulch, Rhizobium, stolon

ABSTRAK

Tanaman penutup tanah banyak digunakan sebagai biomulsa karena keunggulannya untuk konservasi tanah, pengendalian gulma dan meningkatkan kesuburan tanah khususnya di lahan kering. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik pertumbuhan dan perkembangan Arachis pintoi sebagai biomulsa pada budidaya tanaman di lahan kering. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB pada bulan Februari sampai dengan Mei 2014. Pengamatan dilakukan secara destruktif pada 10 tanaman, setiap minggu, selama 12 minggu. Bahan tanam yang digunakan adalah stek A. pintoi dengan panjang 4 ruas dan setiap 1 stek ditanam pada petakan berukuran 0.25 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. pintoi mulai berakar pada 3 MST dan mampu menghasilkan rata-rata 42.4 akar dengan panjang 17.10 cm pada 12 MST. Tanaman A. pintoi memiliki rata-rata laju asimilasi bersih (LAB) 0.0023 g cm-2 per hari dan laju pertumbuhan relatif (LTR) sebesar 0.052 g per hari. Tanaman penutup tanah ini mampu menutup 58% luasan lahan 0.25 m2 dan menghasilkan biomassa 10.08 g per tanamanpada umur 12 MST. Tanaman A. pintoi menghasilkan bunga pada 4 MST dan polong pada 7 MST. dan mampu membentuk bintil akar melalui simbiosis dengan Rhizobium lokal di lahan penelitian. Kecepatan penutupan A. pintoi memenuhi persamaan Penutupan (%) = 5.273 Waktu (MST)-16.512 sehingga penutupan tanah 100% dapat dicapai pada 22 MST. Berdasarkan hasil penelitian A. pintoi berpotensi sebagai biomulsa dengan menggunakan jarak tanam yang lebih rapat, sehingga penutupan tanah bisa dicapai lebih cepat.

Kata kunci: penutupan tanah, mulsa, Rhizobium, stek

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki lahan kering potensial untuk budidaya pertanian yang sangat besar yaitu sekitar 76.2 juta ha. Sekitar 77% lahan kering tersebut merupakan lahan berlereng (>3%). Sebagian besar wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki iklim basah dengan curah hujan >2,000 mm per tahun, sehingga potensi bahaya erosi dan degradasi lahan cukup tinggi (Juarsah et al., 2008). Oleh karena itu, perlu upaya konservasi tanah dan air untuk mengurangi dan mencegah bahaya erosi dan degradasi lahan tersebut. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah penggunaan mulsa.

Mulsa merupakan bahan atau material yang dengan sengaja dihamparkan di atas permukaan tanah atau lahan pertanian. Bahan atau material yang sering digunakan sebagai mulsa adalah mulsa plastik, jerami dan biomulsa. Penggunaan biomulsa yaitu tanaman penutup tanah (cover crop) banyak digunakan dalam budidaya tanaman khususnya di lahan kering karena memiliki banyak keunggulan. Tanaman penutup tanah efektif dalam menekan laju erosi tanah pada lahan pertanian (Armecin et al., 2005; Simatupang, 2005; Candog-Bangi dan Cosico, 2007), dan menekan gulma dengan berbagai mekanisme (Ngouajio dan Mennan, 2005; Reberg-Horton et al.,2005; Pullaro et al.,

2006; den Hollander et al., 2007; Fitriana et al., 2013).

A. pintoi Karp. & Greg. tumbuh merambat di atas permukaan tanah, merupakan kerabat dekat tanaman kacang tanah (Arachis hypogea). Tanaman penutup tanah ini cukup toleran terhadap kekeringan, cocok pada berbagai jenis tanah dan mampu tumbuh kondisi kesuburan tanah rendah, pH sangat masam dan kejenuhan aluminium yang tinggi (Maswar, 2004) serta toleran naungan sampai intensitas 50% (Fanindi et al., 2012).

Potensi A. pintoi sebagai biomulsa pada budidaya tanaman telah dilaporkan dalam beberapa hasil penelitian. Maswar (2004) menyatakan bahwa penanaman

A. pintoi pada pertanaman kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, mampu menekan erosi 11-85% dan efektif menekan gulma setara dengan Desmodium ovalifolium Prain., dan lebih efektif dari penggunaan herbisida. Penelitian Samad

et al. (2009) menunjukkan bahwa penggunaan A. pintoi dapat memacu pertumbuhan tanaman kentang dan memperkecil kompetisi tanaman dengan gulma serta menekan serangan hama dan penyakit. Penelitian lain juga menunjukkan penggunaan A. pintoi dapat menekan pertumbuhan gulma pada pertanaman kopi (Perez-Nieto et al., 2005; Santos et al., 2013). Penggunaan A. pintoi juga dapat menekan erosi pada pertanaman jagung (Candog-Bangi dan Cosico, 2007).

A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah juga berpotensi mengendalikan nematoda dan penyakit kuning pada tanaman lada (Taufik et al., 2011).

Berbeda dengan legume cover crop lain yang telah lebih awal dikenal, informasi dasar mengenai tanaman A. pintoi belum banyak dilaporkan sehingga pengembangan tanaman tersebut sebagai biomulsa pada budidaya pertanian belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik pertumbuhan dan perkembangan

A. pintoi sebagai biomulsa pada budidaya tanaman di lahan kering tropis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Kampus IPB Bogor mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2014. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara destruktif terhadap 10 tanaman setiap minggu selama 12 minggu sehingga terdapat 120 satuan pengamatan.

Lahan yang digunakan dibentuk petakan besar dengan ukuran 5 m x 6 m. Petakan besar tersebut kemudian dibagi menjadi petakan-petakan kecil dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m dan setiap petakan diberi pembatas menggunakan bambu. Bahan tanam yang digunakan adalah stek batang tengah A. pintoi dengan panjang 4 ruas (buku ke-5 sampai buku ke-9 dari pucuk). Satu bibit stek A. pintoi

ditanam di setiap petakan kecil. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman dengan dosis urea 50 kg ha-1, SP36 150 kg ha-1 dan KCl 50 kg ha-1. Pemeliharaan yang dilakukan terdiri atas pengendaian gulma yang dilakukan secara manual setiap minggu dan penyiraman dilakukan setiap pagi hari.

Stek yang tumbuh hanya 78.33% dari jumlah stek yang ditanam. Penyulaman dilakukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) untuk stek yang tidak tumbuh dengan menggunakan tanaman sulaman yang telah disiapkan bersamaan dengan penanaman, sehingga tanaman sulaman memiliki umur yang sama dengan tanaman utama. Peubah yang diamati terdiri atas pertumbuhan akar (waktu awal muncul akar, panjang akar terpanjang dan jumlah akar yang muncul pada batang stek), pertumbuhan dan perkembangan tanaman (panjang tanaman dengan mengukur cabang primer terpanjang, jumlah cabang primer yang muncul dari batang stek, jumlah seluruh daun, indeks luas daun, bobot basah dan kering total tanaman, laju asimilasi bersih, laju tumbuh relatif, waktu berbunga, jumlah bunga dan jumlah polong), kecepatan penutupan (persentase penutupan tanah) dan kemampuan membentuk bintil akar (waktu muncul bintil akar dan jumlah bintil akar).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Awal Pertumbuhan Akar

Data memperlihatkan bahwa akar mulai terlihat pada pengamatan 3 MST (Gambar 1). Setelah kemunculan akar, perkembangan akar cukup cepat yang ditunjukkan dengan pertambahan jumlah dan panjang akar yang cukup besar. Rata-rata jumlah dan panjang akar pada stek yaitu 9.4 akar dan 5.69 cm pada 3 MST dan terus meningkat sampai pengamatan terakhir yaitu 12 MST dengan rata-rata jumlah dan panjang akar yaitu 42.4 akar dan 17.10 cm.

(3)

dalam. Karakter akar tersebut menggambarkan potensi A. pintoi dalam menyerap air dan hara tanah, menahan tanah dari erosi serta membentuk banyak bintil akar.

Tanaman A. pintoi yang digunakan berasal dari stek batang tanpa akar. Pemilihan stek sebagai bahan tanam didasarkan pada sulitnya mendapatkan benih A. pintoi, karena tanaman ini sulit menghasilkan biji. A. pintoi hanya dapat menghasilkan biji utuh 4-8% dari jumlah bunga yang dihasilkan (Adjolohoun et al., 2013a). Hal tersebut yang kemudian menjadi kendala dalam pengembangan A. pintoi sebagai penutup tanah maupun sebagai pakan ternak (Wunscher et al., 2004).

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman

Pertumbuhan tunas cabang yang menghasilkan daun mulai terlihat pada pengamatan minggu pertama. Tunas cabang tumbuh di setiap ketiak daun batang stek yang kemudian disebut dengan cabang primer. Setiap cabang primer kemudian mengeluarkan tunas cabang di beberapa ketiak daun yang kemudian disebut cabang sekunder. Pertumbuhan A. pintoi menjalar di permukaan tanah,

kemudian membentuk banyak akar pada setiap buku di setiap cabang.

Pertumbuhan A. pintoi tergolong lambat, yang dapat terlihat pada panjang tanaman dan jumlah daun yang terbentuk. A. pintoi memiliki rata-rata pertambahan panjang tanaman dan jumlah daun setiap minggunya masing-masing adalah 4.21 cm dan 13.05 daun (Tabel 1). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Dianita dan Abdullah (2011) yang menunjukkan bahwa A. pintoi memiliki laju pertumbuhan yang lambat ditunjukkan dengan rata-rata pertambahan panjang tanaman dan jumlah daun masing-masing 1.60 cm dan 15 daun per minggu dalam kurun waktu 3 bulan dan hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pakan ternak penutup tanah lainnya yang digunakan dalam penelitian tersebut yakni Axonopus compressus Sw., Brachiaria humidicola

Randledan Paspalum notatum Flüggé.

Pertumbuhan A. pintoi secara akumulasi ditunjukkan pada pertambahan bobot basah maupun bobot kering tanaman (Gambar 2). Produksi bobot basah maupun bobot kering tanaman dipengaruhi oleh tingkat laju fotosintesis tanaman yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah daun dan indeks luas daun (ILD) (Tabel 1), sehingga meningkatnya jumlah daun dan ILD pada batas tertentu meningkatkan bobot basah dan kering tanaman. Menurut Dwijosepoetro (1981), bahan kering tanaman sangat dipengaruhi oleh optimalnya proses fotosintesis, di mana asimilat yang lebih besar memungkinkan pembentukan biomassa tanaman yang lebih besar.

Gambar 2 menunjukkan laju pertambahan bobot basah dan bobot kering A. pintoi per minggu. A. pintoi

menghasilkan bobot basah maupun bobot kering yang rendah dengan pertambahan bobot yang lambat sampai pada 9 MST dan meningkat secara pesat pada 10 MST. Bobot basah dan bobot kering terus meningkat sampai 12 MST dengan laju peningkatan yang lebih rendah dari sebelumnya. Pola pertambahan bobot tanaman pada A. pintoi tersebut dapat dijelaskan melalui laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif A. pintoi yang ditunjukkan pada Gambar 3A dan Gambar 3B. Tanaman ini memiliki laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif yang rendah pada rentang waktu 3-8 MST dan kemudian semakin

Peubah Waktu pengamatan (MST)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Panjang tanaman (cm) 0.0 1.19 3.36 3.66 6.49 6.87 11.38 13.73 19.62 30.82 37.26 46.32 Jumlah cabang 2.5 2.6 2.6 2.9 2.9 2.9 3.4 3.6 5.0 5.2 5.4 5.4

Jumlah daun 0.4 1.4 5.0 7.6 8.3 13.9 22.8 26.6 46.2 77.0 127.6 144.0

ILD 0.001 0.004 0.02 0.041 0.044 0.075 0.131 0.149 0.287 0.457 0.648 0.689 Penutupan (%) 0.51 0.88 1.71 2.67 2.90 5.10 11.60 15.00 23.50 36.50 54.80 58.00 Jumlah bunga 0.0 0.0 0.0 0.1 0.4 0.5 1.0 1.3 1.5 2.8 2.8 5.0 Jumlah polong 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.1 0.4 0.5 0.6 0.8 1.8 Jumlah bintil akar 0.0 0.0 0.0 0.2 1.8 8.9 2.5 6.7 7.8 8.2 21.6 11.2 Tabel 1. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi pada 1-12 MST

(4)

meningkat pesat pada rentang waktu 8-10 MST, akan tetapi kembali turun pada rentang waktu 10-12 MST.

Kecenderungan pola pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa A. pintoi memiliki suatu pola pertumbuhan mirip dengan tanaman semusim dengan laju pertumbuhan pesat pada saat tertentu dan kemudian laju pertumbuhan mengalami penurunan setelah mencapai suatu pertumbuhan maksimal. Namun pertumbuhan terus berlangsung dengan laju pertumbuhan yang rendah. Pola pertumbuhan yang sama ditunjukkan oleh hasil penelitian Rumambi (1995), bahwa pertumbuhan cepat A. pintoi terjadi pada 8-10 MST kemudian menurun pada pengamatan 12 MST karena banyaknya daun yang kering dan gugur.

Menurut Fisher dan Cruz (1993), A. pintoi yang ditanam pada musim hujan akan mengalami laju pertumbuhan tertinggi pada rentang waktu 30-40 hari setelah tanam (HST) (4-6 MST) dan setelah 40 HST laju pertumbuhannya akan menurun karena proses senesen mulai berlangsung. Walaupun demikian, pertumbuhan terus berlanjut seiring dengan proses senesen tersebut. Kedua hasil penelitian ini memiliki perbedaan waktu puncak pertumbuhan yaitu

pada 9-10 MST dan 4-6 MST, tapi keduanya memiliki pola yang sama. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi iklim yang berbeda karena pertumbuhan A. pintoi

akan lebih baik dan lebih cepat pada musim hujan (Fanindi

et al., 2012), atau disebabkan oleh perbedaan genotipe. Setiap genotipe yang berbeda memiliki kecepatan tumbuh, dinamika pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda (Castillo-Gallegos et al., 2009; Carvalho dan Quesenberry, 2012; Adjolohoun et al., 2013a).

Bunga A. pintoi mulai muncul pada 4 MST (Tabel 1). Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Ngome dan Mtei (2010) yang menunjukkan bahwa bunga

A. pintoi mulai muncul pada 35-60 HST. Adjolohoun et al.

(2013a) juga melaporkan bahwa bunga pertama muncul pada 26-40 HST. Polong A. pintoi muncul pada 7 MST atau sekitar 21 hari setelah antesis (Tabel 1). Penelitian Adjolohoun et al. (2013a) menunjukkan hasil yang sama bahwa polong terbentuk pada 22-40 hari setelah antesis.

A. pintoi pada 12 MST rata-rata menghasilkan 5 bunga dan 1.8 polong. Jumlah bunga dan polong meningkat dengan bertambahnya umur tanaman (Tabel 1). Hal ini mempertegas penelitian Carvalho et al. (2009), bahwa ketika pertumbuhan

A. pintoi sudah tetap, maka pembentukan bunga dan polong bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Selain itu, selama penelitian tidak ditemukan serangan hama dan penyakit, seingga diduga A. pintoi tidak menjadi inang hama dan penyakit.

Kecepatan Penutupan Tanah

Kecepatan penutupan tanah adalah peubah yang penting dalam pengembangan tanaman sebagai biomulsa. Kecepatan penutupan tanah merupakan fungsi dari panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, dan luas daun. Berdasarkan hasil penelitian ini, penambahan panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun dan luas daun terhadap penambahan persentase penutupan digambarkan oleh persamaan regresi Penutupan (%) = -2.625 + 0.007PT + 1.055 JC + 0.136JD + 0.206LD, dimana PT = Panjang tanaman (cm), JC = Jumlah cabang, JD = Jumlah daun dan LD = Luas daun (cm2).

(5)

Berdasarkan uji korelasi, nilai koefisien korelasi dari peubah panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tanaman terhadap persentase penutupan tanah berturut-turut adalah 0.991, 0.944, 0.995, 0.959, dan 0.986. Nilai koefisien tersebut menunjukkan terdapat korelasi yang sangat erat antara peubah-peubah tersebut dengan kecepatan penutupan tanah, sehingga manipulasi agronomi terhadap peubah-peubah tersebut akan meningkatkan efektifitas sebagai biomulsa.

Carvalho dan Quesenbery (2012) menyatakan masalah terbesar pengembangan A. pintoi adalah bahwa tanaman ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk tumbuh optimal dan menutupi lahan. A. pintoi dari stek memerlukan waktu 12 MST untuk dapat menutupi 58% luasan lahan 0.25 m2 (0.5 m x 0.5 m) pada penelitian ini. Berdasarkan data tersebut, didapatkan persamaan regresi waktu terhadap persentase penutupan yaitu: Y=5.273X-16.512, dengan Y adalah persentase penutupan (%) dan X adalah waktu (MST). Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa penutupan tanah 100% dengan A. pintoi dapat dicapai dalam waktu 22 MST.

Manipulasi jarak tanam untuk meningkatkan pertumbuhan telah banyak dilakukan. Castillo-Gallegos et al. (2009) menyatakan bahwa stek A. pintoi 5 ruas dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm dan penanaman 3-4 stek setiap lubang tanam memerlukan waktu 20-25 minggu untuk mencapai 50% penutupan lahan 50 m2. Penelitian Carvalho dan Quesenbery (2012) yang menggunakan stek yang telah berakar dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm menunjukkan bahwa dalam waktu 8 bulan setelah tanam, A. pintoi

hanya menutupi kurang dari 50% lahan 4 m2. Kemudian penelitian Adjolohoun et al. (2013b) yang menggunakan jarak tanam 50 cm x 22 cm, 50 cm x 11 cm dan 50 cm x 5.5 cm menunjukkan A. pintoi mencapai penutupan 50% lahan 30 m2 pada 14-16 MST pada ketiga jarak tanam tersebut, semakin rapat jarak tanam maka penutupan semakin cepat. Penelitian Febrianto dan Chozin (2014) juga menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam maka penutupan A. pintoi akan semakin cepat. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm, 20 cm x 15 cm, 20 cm x 10 cm, dan 20 cm x 5 cm menghasilkan penutupan 68.00-99.61% lahan 7.5 m2 pada 90 HST.

Kemampuan Membentuk Bintil Akar

A. pintoi termasuk famili Leguminosae sehingga dapat membentuk bintil akar yang merupakan tempat akumulasi fiksasi N2 hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Kemampuan membentuk bintil akar tersebut menjadi kelebihan penggunaan legume cover crop (LCC) sebagai biomulsa. Bintil akar mulai ditemukan pada pengamatan 4 MST dengan jumlah yang beragam setiap minggu pengamatan (Tabel 1). Pembentukan bintil akar pada A. pintoi dipengaruhi oleh keberadaan bakteri Rhizobium yang ada dalam tanah di sekitar perakaran tanaman, jenis bakteri

Rhizobium (de la Mora dan Cadisch, 2010), genotipe A. pintoi, dan jenis tanah (Adjolohoun et al., 2013b).

KESIMPULAN

A. pintoi memiliki pertumbuhan yang lambat dengan rata-rata penutupan sebesar 58% pada 12 MST dengan laju asimilasi bersih (LAB) 0.0023 g cm-2 per hari dan laju pertumbuhan relatif (LTR) sebesar 0.052 g per hari. Pembentukan akar pada A. pintoi mulai terjadi pada 3 MST. Pembentukan bunga dan polong yang masing-masing mulai terlihat pada 4 MST dan 7 MST. A. pintoi mampu membentuk bintil akar yang menunjukkan bahwa terjadi simbiosis antara

A. pintoi dan bakteri Rhizobium lokal di lahan penelitian. Kecepatan penutupan A. pintoi memenuhi persamaan Penutupan (%) = 5.273 Waktu (MST) - 16.512 sehingga penutupan tanah 100% dapat dicapai pada 22 MST. A. pintoi

memiliki potensi sebagai bomulsa dengan menggunakan jarak tanam yang lebih rapat sehingga penutupan tanah bisa dicapai lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Adjolohoun, S., J. Bindelle, C. Adandedjan, S.S. Toleba, W.R. Nonfon, B. Sinsin. 2013a. Reproductive phenology stages and their contributions to seed production of two Arachis pintoi ecotypes (CIAT 17434 and CIAT 18744) in Sudanian savanna of Benin, West Africa. Agric. Sci. Research J. 3:152-157.

Adjolohoun, S., J. Bindelle, C. Adandedjan, S.S. Toleba, M. Houinato, B. Sinsin. 2013b. Growth and forage production of four Arachis pintoi (Karpovickas & Gregory) genotypes in two contrasting ecological regions of Benin, West Africa. IJAIR 2:170-177. Armecin, R.B., M.H.P. Seco, P.S. Caintic, E.J.M. Milleza.

2005. Effect of leguminous cover crops on the growth and yield of abaca (Musa textilis Nee). Ind. Crop. Prod. 21:317-323.

Candog-Bangi, J., W.C. Cosico. 2007. Corn yield and soil properties in Cotabato as influenced by the living mulch Arachis pintoi. Philipp. J. Crop. Sci. 32:56-68.

Carvalho, M.A., E.A.P. Juncal, J.F.M. Valls. 2009. Flowering dinamics and seed production of Arachis pintoi and

Arachis repens in the Brazilian Cerrados. Trop. Grasslands 43:139-150.

Carvalho, M.A., K.H. Quesenberry. 2012. Agronomic evaluation of Arachis pintoi (Karp. and Greg.) germplasm in Florida. Arch. Zootec. 61:19-29. Castillo-Gallegos, E., B. Valles-de la Mora, J.

(6)

de la Mora, B.V., G. Cadisch. 2010. Assessment of N2 fixation by three Arachis pintoi ecotypes using the isotope dilution technique. Trop. Subtrop. Agroecosyst. 12:565-573.

den Hollander, N.G., L. Bastiaans, M. J. Kropff. 2007. Clover as a cover crop for weed suppression in an intercropping design II. Competitive ability of several clover species. Eur. J. Agron. 26:104-112.

Dianita, R., L. Abdullah. 2011. Effect of nitrogen fertilizer on growth characteristics and productivity of creeping forage plants for tree-pasture integrated system. J. Agric. Sci. Technol. 1:1118-1121.

Dwijosepoetro, D. 1981. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fanindi, A., E. Sutedi, S. Sajimin. 2012. Pengaruh naungan dan interval potong terhadap hijauan Arachis pintoi. Pastura. 1:48-51.

Febrianto, Y., M.A. Chozin. 2014. Pengaruh jarak tanam dan jenis stek terhadap kecepatan penutupan

Arachis pintoi Krap. & Greg. sebagai biomulsa pada pertanaman tomat (Licopersicon esculentum M.). Bul. Agrohorti 2:37-41.

Fisher, M.J., P. Cruz. 1993. Some ecophysiological aspects of Arachis pintoi. p. 53-70. In P.C. Kerridge, B. Hardy (Eds) Biology and Agronomy of Forage Arachis. International Center for Tropical Agriculture. Cali. Fitriana, M., Y. Parto, Munandar, D. Budianta. 2013.

Pergeseran jenis gulma akibat perlakuan bahan organik pada lahan kering bekas tanaman jagung (Zea mays L.). J. Agron. Indonesia 41:118-125. Juarsah, I., R.D. Yustika, A. Abdurachman. 2008.

Pengendalian erosi dan kahat bahan organik tanah pada lahan kering berlereng mendukung produksi pangan nasional. hal. 249-267. Dalam M. Anda, B. Hendro, Irawan, E. Surmaini, Wahyunto, E. Husen (Eds.). Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian, Buku II Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Bogor 18-20 November 2008.

Maswar. 2004. Kacang hias (Arachis pintoi) pada usahatani lahan kering. http://balittanah.litbang.deptan.go.id [10 Maret 2013].

Ngome, A.F., M.K. Mtei. 2010. Establishment, biological nitrogen fixation and nutritive value of Arachis pintoi

(CIAT 18744) in western Kenya. Trop. Grasslands 44:289-294.

Ngouajio, M., H. Mennan. 2005. Weed populations and pickling cucumber (Cucumis sativus L.) yield under summer and winter cover crop systems. Crop Prot. 24:521-526.

Perez-Nieto, J., E. Valdes-Velarde, M.E. Hernandez-San Roman, V. Ordaz-Chaparro. 2005. Rain, runoff, and soil erosion in shaded coffee agroforestry systems. Agrociencia. 39:409-418.

Pullaro, T.C., P.C. Marino, D.M. Jackson, H.F. Harrison, A.P. Keinath. 2006. Effect of killed cover crop mulch on weeds, weed seeds and herbivores. Agricult. Ecosys. Environ. 115:97-114.

Reberg-Horton, S.C., J.D. Burton, D.A. Danehower, G. Ma, D.W. Monks, J.P. Murphy, N.N. Ranells, J.D. Williamson, N.G. Creamer. 2005. Changes over time in the allelochemical content of ten cultivars of rye (Secale cereale L.). J. Chem. Ecol. 31:179-193. Rumambi, A. 1995. Pertumbuhan stek pangkal, tengah dan

pucuk tanaman Arachis pintoi pada tingkat naungan yang berbeda. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samad, S., M. Mustafa, Baharuddin, A. Rampisela. 2009. Optimalisasi produksi kentang ramah lingkungan di Parigi Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa. J. Sains Teknol. 9:36-43.

Santos, J.C.F., A.J. da Cunha, F.A. Ferreira, R.H.S. Santos, N.S. Sakiyama, P.C. de Lima. 2013. Cultivation of perennial herbaceous legumes in weed management in coffee plantation on the Cerrado. J. Agric. Sci. Technol. 3:420-428.

Simatupang, P. 2005. Pengaruh pupuk kandang dan penutup tanah terhadap erosi pada ultisol Kebun Tambunan ADAS Wampu, Langkat. J. Ilmiah Pertanian KULTURA 40:89-93.

Taufik, M., A. Khaeruni, A. Wahab, Amiruddin. 2011. Agens hayati dan Arachis pintoi memacu pertumbuhan tanaman lada (Piper nigrum) dan mengurangi kejadian penyakit kuning. Menara Perkebunan 79:42-48. Wunscher, T., R. Schultze-Kraft, M. Peters, L. Rivas. 2004.

Gambar

Gambar 1. Rata-rata panjang dan jumlah akar tanaman A. pintoi pada 1-12 MST
Gambar 2. Rata-rata bobot basah dan kering total tanaman A. pintoi pada 1-12 MST

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Ac-Di-Sol dan PVP K-30 terhadap mutu fisik dan disolusi tablet sublingual propranolol HCl dan juga untuk mengetahui

Saya tetap mengerjakan tugas yang diberikan meskipun guru tidak di dalam kelas.. Saya tetap menonton acara TV kesukaan saya meskipun saya belum belajar untuk ulangan

Hasil uji diskriminan menyatakan bahwa Jenis Kelamin dan Program Studi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap perbedaan tingkat literasi keuangan mahasiswa

Bahwas terdapat kekosongan norma dalam KUHP mengenai larangan inses dimana tidak adanya norma hukum pidana yang mengatur secara tegas unsur-unsur inses, subyek

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah- Nya penelitian ini dapat terselasaikan dengan judul “ Mengukur Kinerja Koperasi dengan menggunakan Metode

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode resitasi dan ceramah yang dilaksanakan pada siklus I lebih baik dari pada hasil pembelajaran sebelumnya

Segenap Dosen pengajar di Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menularkan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.. Segenap pimpinan, dosen

Berdasarkan hasil penelitian korelasi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara empati denga kecenderungan perilaku prososial perawat di Rumah Sakit