• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PE"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Muhamad Haryono NIM : E1A006221

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO

(2)

By

Muhamad Haryono E1A006221

Civil Service, in order to perform their duties in a professional manner, must have quality and a high level of discipline. In ordertoachieve these objectives, the Government issued some rulesregardingdiscipline, i.e CivilGovernment RegulationNo. 53of 2010concerning CivilDiscipline.

This study usessociologicaljuridical method, which is aresearchstudy theinterrelationship between the law with other socialinstitutions. This study aims to gain an overview ofthe enforcement ofsevere disciplinaryCivil Servants inAdministrative Regionof Bandung and, whether thefactorsthat tend toinfluence it.

Based on the research‟s result, the enforcement of severe disciplinary action proses at Municipal Government environment is implemented based on the flowchart /steps to be in compliance with the civil service disciplinary guidelines. The process starts from the call for the inspection, the meeting considered sentencing, sentencing

decisions to the issuance of severe discipline by the Mayor of Bandung. The factors

likely to affect the enforcement of severe disciplinary punishment are: Society Factors, many civil servants tend dismissively when seeing colleagues disciplinary violations; Law Enforcement Factors; Many direct Tops of SKPD not understand about Government Regulation Number 53 Year 2010 on civil servant discipline; Law Factor; Government Regulation Number 53 Year 2010 regarding discipline of civil servant, does not contain clear provisions regarding civil servant rules of business license, as well as the rules of divorce and remarriage for civil servants. Though both of these regulations are often become the basis of severe violations of discipline civil servant, both the regulation should be combined into PP No. 53 Year 2010. Thus it is expected to simplify and clarify the process of enforcement of civil servant severe discipline penalties.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya baik secara materil, maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu

tujuan pembangunan nasional adalah untuk dapat mewujudkan tujuan

kemasyarakatan yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Pembangunan

secara materil dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, berarti

pembangunan unsur-unsur diluar kejiwaan manusia seperti pembangunan ekonomi,

teknologi, dan sarana-sarana fisik kehidupan, sedangkan pembangunan spiritual

berarti pembangunan unsur-unsur kejiwaaan manusia seperti pembangunan moral dan

pembangunan pendidikan.

Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan landasan yuridis bagi

warga negaranya dalam memperoleh pekerjaan yang layak, sebagaimana tertulis

dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Isi

pasal tersebut, Negara menyadari akan arti penting dan mendasarnya masalah

pekerjaan bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia untuk menjaga kelangsungan

(4)

dan salah satu dari pekerjaan itu adalah dengan cara mengabdi pada Negara dengan

menjadi Pegawai Negeri.

Tujuan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara

merata dan berkesinambungan materill dan spiritual. Hal tersebut dapat dicapai salah

satunya dengan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, Unsur Aparatur

Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan

ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. Pendapat E.Utrecht

yang dikutip oleh Muchsan dalam bukunya Hukum Kepegawaian, bahwa negara

merupakan badan hukum yang terdiri dari persekutuan orang (Gemeenschaap Van

Merten) yang ada karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam

sejarah.1 Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa negara sebagai

organisasi kekuasaan merupakan suatu badan yang berstatus hukum sebagai

pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum).2 Negara akan mencapai tujuannya

dengan menggunakan status badan hukum beserta hak dan kewajibannya tersebut.3

Hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh aparatur negara didistribusikan kepada

jabatan-jabatan negara. Aparatur yang melaksanakan hak dan kewajiban negara yang

disebut subyek hukum adalah Pegawai Negeri. Hubungan antara Pegawai Negeri

dengan negara menimbulkan kaidah-kaidah dalam hukum kepegawaian.

Kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tergantung pada

kesempurnaan dan kemampuan aparatur Negara, dalam hal ini adalah Pegawai

1

Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 10. 2Ibid

., 3

(5)

Negeri. Kedudukan dan peranan pegawai dalam setiap organisasi pemerintahan

sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri merupakan tulang punggung

pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai

Negeri seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi “Not the gun, the

man behind the gun” yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang

menggunakan senjata itu.4 Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa

apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan

kewajibannya dengan benar.5

Pegawai Negeri Sipil sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan

penuh kesetian dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara

dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan

serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Tugas kenegaraan dan jabatan yang diemban Pegawai Negeri agar dapat

berjalan dengan lancar, dan dapat menunjang kelancaran pembangunan Nasional,

maka setiap Pegawai Negeri tersebut harus memiliki kemampuan dan kualitas tinggi

serta dengan tingkat disiplin yang tinggi pula. Hal tersebut tidak hanya kemampuan

dalam bidang keterampilannya saja, akan tetapi harus didukung dengan tingkat

kualitas diri secara total, karena kualitas manusia itu ditentukan oleh KSA

(Knowledge, Skill, and Attitude) atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.6

4

Muchsan, 1982, Hukum Kepegawaian, Jakarta : Bina Aksara,,hlm.12 5Ibid

., 6

(6)

Intinya jelas terlihat bahwa suatu keterampilan yang dimiliki seseorang tidak cukup

untuk bisa dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai kualitas diri yang baik.

F.X. Oerip S. Poerwopoespito mengatakan bahwa pada dasarnya kualitas manusia

secara total ditentukan oleh7:

1. Kualitas Teknis: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang, baik dalam

ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Kualitas Fisik: Kualitas yang berkaitan dengan kesehatan seseorang (artinya

seberapa sehat dia dalam melakukan pekerjaannya)

3. Kualitas Sikap Mental: Kualitas yang berkaitan dengan konsepsi perilaku jiwa

seseorang dalam bereaksi atas dasar situasi yang mempengaruhi.8

Penyelenggara pemerintahan yang telah mempunyai kualitas tersebut, maka

dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan

merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan dapat

berjalan secara efektif. Kualitas Pegawai Negeri yang baik dalam setiap aparatur

Negara, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab baik secara materill maupun moril

terhadap semua tugas-tugas yang dipikulnya, serta tumbuh kesadaran untuk selalu

menjunjung tinggi peraturan yang ada.

Pemerintah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999, mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang

sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, maka

diberlakukanlah Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53

7Ibid

., hlm. 26. 8

(7)

tersebut, ditetapkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian

Negara Nomor 21 Tahun 2010, yang menetapkan kewajiban dan larangan bagi

Pegawai Negeri Sipil tersebut. Adapun kewajiban tersebut termuat dalam Pasal 3

yang berbunyi sebagai berikut:

1. Mengucapkan sumpah/janji PNS;

2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan;

3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Pemerintah;

4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;

7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,

dan/atau golongan;

8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus

dirahasiakan;

(8)

10.Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang

dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang

keamanan, keuangan, dan materiil;

11.Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;

12.Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

13.Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan

sebaik-baiknya;

14.Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;

15.Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;

16.Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan

17.Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Mengenai larangan Pegawai Negeri Sipil termuat dalam pasal 4 yang

berbunyi sebagai berikut:

1. Menyalahgunakan wewenang;

2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain

dengan menggunakan kewenangan orang lain;

3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau

(9)

4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya

masyarakat asing;

5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga

milik negara secara tidak sah;

6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang

lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara;

7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara

langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam

jabatan;

8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang

berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

10.Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat

menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga

mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

11.Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

12.Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat

(10)

Kewajiban dan larangan teresebut, apabila dilanggar atau tidak dipatuhi akan

dikenakan sanksi hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahannya. Pegawai

Negeri Sipil selain ketentuan di atas tentang adanya larangan dan kewajiban, juga

mempunyai hak-hak untuk digunakan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999. Peraturan mengenai kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil telah

dibentuk dan diberlakukan, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran

terhadap kedisiplinan tersebut. Contohnya seperti kasus Tiga orang PNS di

lingkungan Pemkot Bandung yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan

korupsi dan bantuan sosial (Bansos) APBD Kota Bandung 2010 senilai Rp.40 miliar

pada pertengahan desember 2011. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan

Tinggi (Kejati) Jabar Fadil Jumhana mengatakan, ketiga PNS tersebut bekerja di

lingkungan Sekretaris Daerah (Setda) Pemkot Bandung berinisial R, F dan UU.

“Mereka diduga menyelewengkan dana Bansos yang dikucurkan dari APBD Kota Bandung,” kata Fadil. Tersangka UU saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Tata

Usaha (Kabag TU) sementara R menjabat sebagai bendahara Sekda, sedangkan F

hanya staf biasa namun diduga dialah yang menjadi eksekutor pencairan dana.9

Contoh lain yang lebih baru lagi adalah sebanyak 27 orang PNS di lingkungan

Pemkab Majalengka, dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin pada pertengahan februari

2012. Rinciannya 14 orang PNS yang melakukan pelanggaran disiplin ringan, yang

kemudian diberikan sanksi berupa teguran tertulis oleh pimpinan organisasi perangkat

9

(11)

daerah, (OPD) tempat mereka bekerja. 5 orang PNS diberikan sanksi penundaan

kenaikan gaji berkala. 2 orang diberikan sanksi penundaan kenaikan pangkat setelah

terbukti melakukan pelanggaran disiplin sedang. Pegawai yang melakukan

pelanggaran disiplin berat, yakni 2 orang diberhentikan dengan hormat tidak atas

permintaan sendiri, serta sanksi pemberhentian tidak hormat kepada 3 orang10

Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil, bisa saja dikarenakan oleh

hak-hak yang diperolehnya tidak sesuai dengan kebutuhan hidupnya, sebagaimana kita

ketahui bahwa kebutuhan manusia pada masa sekarang ini semakin kompleks, akan

tetapi mungkin kebutuhan hidup yang semakin banyak tersebut bukan merupakan

satu-satunya faktor penyebab terjadinya pelanggaran. Pemerintah telah menaikan gaji

serta tunjangan, namun tetap saja terjadi pelanggaran, kemungkinan faktor utama

yang menjadi hambatan kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil itu terletak pada diri

pegawai itu sendiri. Tindakan yang menyimpang seperti: korupsi, penyalahgunaan

wewenang, dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, dan berbagai bentuk

pelanggaran tersebut akan selalu terjadi, bila dalam diri PNS belum terbentuk suatu

kesadaran dan suatu etika yang dituangkan dalam Nilai-nilai Perilaku Kedinasan.

Adapun materi nilai-nilai perilaku kedinasan tersebut antara lain11:

1. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha

meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang tugasnya.

10

Radar. Cirebon. 16 februari 2012, http://radarcirebon.com/2012/02/16/ 27-pns-dijatuhi-sanksi/ , diakses 11 Mei 2012.

11

(12)

2. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.

3. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya

segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.

4. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada

masyarakat.

5. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa

mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.12

Peraturan kedisiplinan yang ditujukan bagi PNS, agar dapat ditaati dengan

baik, maka hukuman terhadap pelanggaran yang terjadi harus diterapkan secara jelas

dan tegas. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis ingin

melakukan penelitian yang menitikberatkan pada penegakan kedisiplinan yang ada

pada diri Pegawai Negeri sesuai dengan peraturan yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan judul

”PENEGAKAN HUKUMAN DISIPLIN BERAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG PROPINSI JAWA BARAT”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penegakan hukuman disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di

Pemerintahan Kota Bandung Propinsi Jawa Barat?

12

(13)

2. Faktor-faktor apakah yang cenderung mempengaruhi penegakan hukuman

disiplin berat Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung Propinsi

Jawa Barat?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penegakan hukuman disiplin berat

bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses

penegakan hukuman disiplin berat bagi PNS di Pemerintahan Kota Bandung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis:

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan guna memberikan

penambahan pustaka hukum, yang berkaitan dengan penegakan hukuman disiplin

berat, bagi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah no 53 tahun

2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

2. Secara Praktis:

Secara praktis penelitian ini berguna dalam memberikan masukan bagi Pejabat

(14)

menjadi bahan renungan bagi Pegawai Negeri Sipil agar senantiasa menaati dan

mengamalkan aturan-atruan berlaku.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Administrasi Negara (HAN)

1. Istilah dan Kedudukan Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu mata kuliah wajib pada

studi hukum, Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian

dari hukum yang khusus. Hukum Administrasi Negara dalam studi Ilmu

Administrasi, merupakan mata kuliah bahasan khusus tentang salah satu aspek dari

administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi negara. Hukum

Administrasi Negara dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, diklasifikasi

baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi,

(15)

Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara”, sebagai

contohnya yitu dalam perihal perizinan bangunan. Penguasa dalam memberikan izin,

memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan.13 Pemerintah

dalam hal demikian, menentukan syarat-syarat keamanan, disamping itu bagi yang

tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi

pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan

hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in

cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).14 Hukum menurut isinya dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum

sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu

dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara

negara dengan alat-alat perlengkapan, atau hubungan antara negara dengan

perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya

adalah Hukum Administrasi Negara.

Hukum Administrasi Negara secara teoritik, merupakan fenomena kenegaraan

dan pemerintahan yang keberadaannya setua dengan keberadaan negara hukum, atau

muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan

berdasarkan aturan hukum tertentu. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu

1313

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 18.

14

(16)

cabang ilmu, khususnya di wilayah hukum kontinental, baru muncul belakangan.

Hukum administrasi khususnya di Belanda, pada awalnya menjadi suatu kesatuan

dengan Hukum Tata Negara dengan nama staat en administratief recht.15 Hal itu

cenderung berbeda dengan yang berkembang di Perancis sebagai bidang tersendiri di

samping Hukum Tata Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan bidang

hukum yang relatif muda jika dibandingkan dengan hukum perdata dan hukum

pidana (het bestuursrecht een vormt in vergelijking tot het privaatrecht en het

strafrecht een relatief jong rechtsgebid).16

Khusus berbicara tentang Administrasi Negara, berarti melibatkan penguasa

Administrasi yang memiliki fungsi merealisasikan UU dengan menjalankan kehendak

dari pemerintah (penguasa pemerintahan) sesuai peraturan, rencana, program, budget,

dan instruksi secara nyata, umum, individual. Produk yang dikeluarkan antara lain:

a. Penetapan (Beschikking)

b. Tata Usaha Negara

c. Pelayanan Masyarakat

d. Penyelenggaraan pekerjaan, kegiatan-kegitan nyata.

secara garis besar bersifat luas dan memiliki arti yang sangat penting, tidak

hanya bagi para Pejabat Administrasi Negara yang menjalankan tugas dan kewajiban

sehari-hari, dengan kesadaran yang sebesar-besarnya bahwa segala sesuatunya harus

berjalan sesuai hukum yang berlaku. Hukum Administrasi Negara juga mencakup

15

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 17. 16

(17)

bagi masyarakat yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya para pejabat

pemerintah itu menjalankan tugas, kewajiban dan wewenang masing-masing, akan

tetapi sekaligus juga sebagai pengetahuan akan hukum administrasi. Hukum

Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dan kelancaran

organisasi negara sehari-hari. Administrator Negara menjalankan tugas administratif

yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dan tindakan

administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha)

ataupun operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannya dapat

dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara.

Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama,

aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu

melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara

alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.17 Seiring

dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran welfare

state, yang memberikan kewenangan yang luas kepada Administrasi Negara termasuk

kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan-peraturan hukum dalam

Administrasi Negara disamping dibuat oleh lembaga legislative, juga ada

peraturan-peraturan yang dibuat secara mandiri oleh Administrasi Negara. Tugas-tugas

Pemerintah sendiri merupakan tugas yang paling luas karena jelas pemerintah adalah

pelaksana dalam suatu Negara. Adapun tugas Pemerintah tersebut antara lain18:

17Ibid.

, hlm. 27. 18

(18)

1. Pemerintah yakni, merupakan penegak kekuasaan dan wibawa pemerintah.

2. Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara mengetahui

secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dalam dan terjadi di

masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang.

3. Pengurusan rumah tangga negara, baik urusan rumah tangga intern (personil,

keuangan, domain negara, materiil, logistik) maupun rumah tangga ekstern(

domain publik, logistik masyarakat, usaha-usaha negara, jaminan sosial, produksi,

distribusi, lalu-lintas angkutan dan komunikasi, kesehatan masyarakat).

4. Pembangunan di segala bidang, yang dilakukan secara berencana terutama

melalui Repelita-repelita.

5. Pelestarian Lingkungan Hidup, yang terdiri atas mengatur tata guna lingkungan

dan penyehatan lingkungan. 19

Berdasarkan deskripsi kerja tugas yang dimiliki pemerintah, sebagian besar

adalah tugas yang bersifat terus menerus dan terancang baik teori dan konsep, dalam

artian sudah lama ada dan terus menerus mengalami perkembangan sejak berdirinya

negara Indonesia. Terdapat dua istilah di Belanda mengenai hukum ini yaitu

bestuursrecht dan administratief recht, dengan kata dasar „administratie‟ dan

bestuur‟. Terhadap dua istilah ini para sarjana Indonesia berbeda pendapat dalam

menerjemahkannya, kata administratie ini diterjemahkan dengan Tata Usaha, Tata

Usaha Pemerintahan, Tata Pemerintahan, Tata Usaha Negara, dan Administrasi,

19

(19)

sedangkan bestuur diterjemahkan dengan Pemerintahan.20 Perbedaan penerjemahan tersebut, mengakibatkan perbedaan penamaan terhadap cabang hukum ini, yakni

seperti Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha

Pemerintahan, Hukum Tata Usaha, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Tata Usaha

Negara Indonesia, Hukum Administrasi Negara Indonesia, dan Hukum

Administrasi.21

Keragaman istilah tersebut dalam perkembangannya terdapat kecendrungan

untuk menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara, sebagaimana terdapat Pada

pertemuan di Cibulan, bahwa istilah Hukum Administrasi Negara merupakan istilah

yang luas pengertiannya. Hal itu membuka kemungkinan perkembangan dari cabang

ilmu hukum ini kearah yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan dan

kemajuan. Pengembangan dari ilmu Hukum Administrasi Negara, di masa yang akan

datang sangat erat hubungannya dengan perkembangan Ilmu Administrasi Negara

yang telah mendapat pengakuan umum, baik di linkungan lembaga-lembaga negara

maupun dikalangan Perguruan-perguruan Tinggi. Berdasarkan hal tersebut Hukum

Administrasi Negara adalah hukum mengenai Pemerintah beserta aparaturnya.

Pemerintah beserta aparaturnya menjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam

fungsi-fungsi kerja yang telah diatur.

Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara, atau yang selanjutnya

dikenal dengan singkatan HAN, sedikit banyak dipengaruhi oleh

20

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara...Op.Cit., hlm. 18. 21

(20)

keputusan/kesepakatan pengasuh mata kuliah Hukum Administrasi Negara, pada

pertemuan di Cibulan tanggal 26-28 Maret 1973. HAN Sebelum itu dalam kurikulum

minimal tahun 1972, istilah yang digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30

Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum Tata Pemerintahan. Penggunaan

istilah Hukum Tata Pemerintahan walaupun demikian dalam kenyatannya tidak

seragam. Berdasarkan pertemuan di Cibulan diakui istilah Hukum Administrasi

Negara lebih luas dari pada istilah lainya, hal ini karena dalam istilah Administrasi

Negara tercakup istilah Tata Usaha Negara.

Sjachran Basah berpendapat bahwa, Administrasi Negara lebih luas daripada

Tata Usaha Negara. Pendapat tersebut didasari karena secara teknis Administrasi

Negara mencakup seluruh kegiatan kehidupan bernegara dalam penyelenggaraan

pemerintahan, sedangkan Tata Usaha Negara hanya sekedar bagian saja daripada

Administrasi Negara. Hal senada dianut pula oleh Rachmat Soemitro, yang

berpendapat bahwa dalam kata Administrasi Negara, tersimpul di dalamnya Tata

Usaha Negara.22 Administrasi Negara dengan demikian lebih luas dari Tata Usaha

Negara, karena Tata Usaha Negara itu merupakan bagian dari Administrasi Negara.23

2. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara

Mengawali pembahasan tentang sumber-sumber hukum positif, pertanyaan

mengenai sumber-sumber hukum tidak dapat dijawab dengan sederhana, karena

pengertian sumber hukum ini digunakan dalam beberapa arti. Masing-masing orang

22Ibid., 23

(21)

akan memandang hukum dan sumber-sumber hukum secara berbeda-beda, sesuai

dengan kecendrungan dan latar nelakang keilmuannya. Seorang sosiolog akan

memandang hukum dan sumber hukum yang berbeda dibandingkan dengan seorang

filosof, sejarawan, atau ahli hukum, dan begitu pula sebaliknya. Sumber hukum

kerana memiliki beberapa arti, dan adanya perbedaan orang tentang sumber hukum,

maka mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian.

Bagir Manan berpendapat, tanpa kehati-hatian dan kecermatan yang

mendalam mengenai apa yang dimaksud dengan sumber hukum dapat menimbulkan

kekeliruan, bahkan menyesatkan.24 Bagir Manan mengutip pendapat George

Whitecross Paton yang mengatakan bahwa; “The term sources of law has many

meanings and is a frequent couse error unless we scrutinize carefully the particular

meaning given to it in any particular text”.25 Menurut Sudikno Mertokusumo, kata

sumber hukum sering digunakan dalan beberapa arti, yaitu26;

1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,

misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya.

2. Menunjukan hukum terdahulu yang member bahan-bahan pada hukum yang

sekarang berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain.

3. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlaku secara formal kepada

peraturan hukum (penguasa, masyarakat).

4. Sebagai sumber darimana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen,

undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya.

24

Bagir Manan, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, Armico, Bandung, hlm. 9. 25Ibid

., hlm. 10. 26

(22)

5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.27

Kata sumber hukum juga dipakai dalam arti lain, yaitu untuk menjawab

pertanyaan “dimanakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan kita itu?”. Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum

dalam arti formal.28 Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.

Aktivitas Hukum Administrasi Negara yang mencakup kegiatan Administrasi

Negara, yang bersifat nasional dan juga internasional sebagai perkembangan global

saat ini, tentunya menjadikan bahwa sumber Hukum Administrasi Negara dapat

berasal dari sumber hukum nasional. Hukum nasional tersebut berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan sumber hukum internasional

seperti perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain dan juga berupa

konvensi internasional yang telah diratifikasi. Sumber hukum, dapat dibagi atas dua

yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil

yaitu faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi

sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu

undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.

Pendapat Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno, membagi sumber hukum

menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber Hukum

27Ibid ., 28

(23)

Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini

merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial

politik, situasi sosial ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian

ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis.29 Contoh: Seorang ahli

ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat

itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog)

akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang

terjadi di masyarakat. Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana

suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal tersebut berkaitan dengan bentuk

atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.30 Diana Halim Koentjoro mengatakan ada 2 sumber hukum bagi tindakan administrasi negara

yang merupakan juga sumber hukum TUN, yaitu:

1. Sumber hukum tertulis.

2. Sumber hukum tidak tertulis yang dalam Hukum Administrasi Negara terkenal

dengan asas umum pemerintahan yang baik atau lebih biasa disingkat AUPB.31

1. Sumber Hukum Tertulis

Sumber hukum tertulis bagi Hukum Administrasi Negara adalah tiap

peraturan perundang-undangan dalam arti materill yang berisi pengaturan tentang

wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN. Hal ini

belum dikodifikasi, tapi tersebar dalam UU khusus maupun peraturan lain. Belinfate

29

R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 118 30Ibid

., hlm. 119. 31

(24)

mengatakan bahwa sumber hukum tertulis dalam Hukum Administrasi Negara tidak

ditentukan oleh tempat tercantumnya, tetapi oleh isi dari peraturan yang

bersangkutan.32 Contohnya:

1. Mungkin ada dalam KUH Perdata, yaitu:

- Permintaan ganti nama keluarga, UU Perkawinan (sebagian masuk HAN).

2. Mungkin ada dalam KUH Pidana, yaitu:

- Dalam hal PNS melakukan pelanggaran disiplin berat dan dijatuhi hukuman

pidana.

3. Mungkin dalam peraturan perundang-undangan lain:

- UU tentang sewa menyewa tanah (hal ini termasuk sebagian hukum perdata

dan sebagaian HAN dalam pengesahannya),

- UU Perburuhan,

- UU Perumahan,

- UU Pendidikan,

- UU Kependudukan,

- UU Lingkungan Hidup,

- UU Perpajakan,

- UU Kepegawaian.

32

(25)

Semua peraturan itu harus dapat dikembalikan pada dasar hukum tertinggi, yaitu UUD 1945. Dalam Undang-undang No 10 Tahun hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah

Adapun penjabarannya apabila kita berbicara mengenai sumber hukum tertulis dari Hukum Administrasi Negara adalah sebagai berikut:

1. UUD 1945 (Pembukaan)

2. UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

3. PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri

4. Keppres No. 81/1971 tentang KORPRI

2. Sumber hukum Tidak Tertulis

Sumber hukum yang tidak tertulis menurut Diana Halim Koentjoro adalah

AUPL (Asas Umum Pemerintahan Yang Layak). Penggunaan asas umum

Pemerintahan yang layak karena istilah layak merupakan kebalikan dari kurang layak,

sedangkan baik kebalikan dari jelek. Istilah tersebut dipergunakan untuk perbuatan

Pemerintah, maka beliau memilih isitilah layak. Adapun asas-asas tersebut adalah

sebagai berikut:

(26)

2. Asas keseimbangan,

3. Asas kesamaan,

4. Asas bertindak cepat,

5. Asas motivasi,

6. Asas jangan mencampuradukan wewenang,

7. Asas permainan yang layak (fair play),

8. Asas keadilan/kewajaran,

9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar,

10.Asas meniadakan akibat suatu keputusan batal,

11.Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi,

12.Asas kebijaksanaan,

13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.33

Asas-asas di atas pada mulanya timbul dalam suasana memberikan

perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan Administrasi Negara dalam rangka

kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana pengawasan dari segi hukum

yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan Administrasi Negara yang bebas.

Pemerintahan dalam keadaan tidak terdapat suatu hukum tertulis yang menjadi acuan

untuk bertindak dalam hal Administrasi Ngara, maka Administrasi Negara

mempunyai kebebasan bertindak dalam rangka menyelenggarakan kepentingan

umum. Kebebasan bertindak tersebut harus tetap berada dalam suatu koridor hukum,

dengan maksud agar pemerintah tidak salah dalam bertindak, dan agar tidak bertindak

sewenang-wenang sehingga pada akhirnya masyarakat mendapat perlindungan

hukum dari pemerintah.

33

(27)

Praktek penyelenggaraan Negara, selain adanya kemungkinan belum

terdapatnya aturan hukum tertulis yang menjadi acuan bagi tindakan Hukum

Administrasi Negara, seringkali wewenang yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan adalah samar-samar/tidak jelas atau dengan kata-kata yang sangat umum.

Contohnya, suatu Perda yang berbunyi “Dilarang keras berjualan di jalan protokol”,

hal ini berarti untuk berjualan diperlukan izin. Masalahnya apakah yang berwenang

memberti izin juga berwenang menyabutnya, serta kapan dan bagaimana caranya?.

Kasus seperti itu terjadi sebagai akibat dari tindakan Administrasi Negara dalam

bidang kebijakan, akan tetapi masyarakat merasa dirugikan, dalam hal demikian,

Administrasi Negara harus dapat mempertanggungjawabkan tindakannya, baik secara

moral maupun secara hukum. Administrasi Negara di sisi lain juga harus diberi

perlindungan atas sikap tindakannya yang baik dan benar dari segi hukum tertulis

maupun dari segi hukum tidak tertulis.

3. Ruang lingkup Hukum Administrasi Negara

Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas

dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun

daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan

antar Lenbaga Negara (Administrasi Negara), dan antara Lembaga Negara dengan

warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum

kepada keduanya. Perlindungan hukum tersebut ditujukan kepada warga masyarakat

(28)

mempunyai kecenderungan turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat. Hal itu mengakibatkan peranan Hukum Administrasi Negara (HAN)

menjadi luas dan kompleks. Secara historis pada awalnya tugas Negara masih sangat

sederhana, yakni sebagai penjaga malam yang hanya menjaga ketertiban, keamanan,

dan keteraturan serta ketentraman masyarakat. Negara hanya sekedar penjaga dan

pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik

menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan, kemerdekaan, dan atau

benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya, apabila hal itu sudah

tercapai, tugas Negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana seperti itu HAN

tidak berkembang dan bahkan statis.

Keadaan seperti dicontohkan di atas tidak akan dijumpai saat ini, baik di

Indonesia maupun di Negara belahan dunia lainnya, dalam batas-batas tertentu

(sekecil, sesederhana dan seotoriter apapun) tidak ada lagi Negara yang tidak turut

ambil bagian dalam kehidupan warga negaranya. Kekuasaan pemerintah menjadi

kekuasaan yang aktif, sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi Negara

secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen” “besturen”. Unsur-unsur tersebut, sebagai berikut34:

Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintah dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintah senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah

34

(29)

akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang

mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai”.35

Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik. Sebagai konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan harus dilandaskan pada ass-asas negara hukum, asas demokrasi, dan asas

instrumental. Berkaitan dengan asas negara hukum adalah asas weten

rechtmatigheid van bestuur. Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya badan perwakilan rakyat, asas keterbukaan pemerintah dan lembaga perasn serta masyarakat dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah adalah sangat penting artinya. Asas instrumental berkaitan dengan hakekat hukum administrasi sebagai instrument. Dalam kaitan ini asas efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pemerintah selayaknya mendapat perhatian memadai”.36

Sturen menunjukan lapangan diluar legislatif dan yudisial. Lapangan ini lebih luas dari sekedar lapangan eksekutif semata. Disamping itu, sturen senantiasa diarahkan kepada suatu tujuan”.37

Secara umum dianut definisi negatif tentang Pemerintahan yaitu sebagai suatu

aktivitas diluar perundangan dan peradilan, namun pada kenyataannya Pemerintah

juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi.38 Sebagai contoh, misalnya

dalam hal pembuatan undang-undang organik dan pembuatan berbagai peraturan

pelaksanaan lainya, dan juga bertindak dalam bidang penyelesaian perselisihan.

Tindakan Pemerintah dalam bidang penyelesaian perselisihan misalnya, penyelesaian

(30)

atau pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang semuanya itu menjadi objek

kajian Hukum Administrasi Negara. Hal tersebut menunjukan bahwa kekuasaan

pemerintah yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara ini menjadi luas.

Keadaan tersebut menyebabkan sulitnya untuk menentukan ruang lingkup

hukum administrasi negara. Kesukaran menentukan ruang lingkup Hukum

Administrasi Negara disebabkan pula oleh beberapa faktor; pertama, HAN berkaitan

dengan tindakan Pemerintah yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis

dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu seiring dengan perkembangan

kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan pemerintah, dan masing-masing

masyarakat disuatu daerah atau Negara itu berbeda tuntutan dan kebutuhan; kedua,

pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrument yuridis bidang

administrasi lainya tidak hanya terletak pada satu tangan atau lembaga; ketiga,

Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas

pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum

Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.39 Faktor-faktor inilah yang menyebabkan HAN tidak dapat dikodifikasi. HAN Karena tidak dapat dikodifikasi,

maka sukar diidentifikasi ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah

membagi bidang-bidang atau bagian-bagian HAN.

Prajudi Atmosudirjo membagi HAN dalam dua bagian; Han heteronom dan

HAN otonom.40 Han heteronom bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah

39Ibid.

, hlm. 29. 40

(31)

hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.41 Penulis HAN lain, membagi bidang HAN menjadi HAN umum dan HAN khusus.

Han umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum

dan hubungan hukum administrasi atau peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip yang

berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, dalam arti tidak terikat pada bidang

tertentu.42 HAN khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

bidang-bidang tertentu seperti peraturan tentang tata ruang, peraturan tentang kepegawaian,

peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan

bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.43 C.J.N. Versteden

menyebutkan bahwa secara garis besar Hukum Administrasi Negara meliputi44:

1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan dan

kesopanan, dengan menggunakan aturan tingakh laku bagi warga negara yang ditegakan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;

2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan social bagi rakyat;

3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;

4. Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah

termasuk bantuan aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum;

5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;

6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara

terhadap pemerintah;

7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;

(32)

8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah;

9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.45

Pandangan C.J.N. Versteden berbeda dengan para penulis lain, beliau

menolak pembagian Hukum Administrasi Negara menjadi HAN umum dan HAN

khusus, menurut beliau pembagian ini menyesatkan karena HAN tidak dapat dibagi

menjadi bagian umum dan khusus, peraturan-peraturan HAN itu sangat komplek dan

luas.46 Persoalan HAN muncul dalam semua sektor, seperti mengenai keputusan dan

perlindungan hukum. Pendapat itu agaknya tidak ditopang oleh realitas yang ada,

karena semua negara-negara yang menganut sistem continental seperti Belanda,

Belgia, Denmark, Yunani, Italia, dan lain-lain mengenal mengakui bidang hukum

administrasi umum dan khusus.47 Masing-masing Negara yang menganut sistem

hukum kontinental ditemukan lebih banyak kesamaan dalam bidang hukum

administrasi umum, sedangkan pada bidang hukum administrasi khusus ditemukan

beberapa perbedaan.

Perbedaan bidang hukum administrasi khusus adalah hal yang logis, karena

masing-masing negara mempunyai perbedaan sosio kultural, politik, kebijakan,

pemerintah, dan sebagainya. Pembedaan antara hukum administrasi umum dan

khusus menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Munculnya hukum administrasi

khusus semakin penting artinya, seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas

(33)

baru berbagai bidang kehidupan di tengah masyarakat, yang harus diatur melalui

hukum administrasi.

Hukum administrasi Negara khusus ini telah dihimpun dalam Himpunan

Peraturan-peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang disusun

berdasarkan sistem Engelbrecht, yang di dalamnya dimuat tidak kurang dari 88

bidang. Bidang Hukum Administrasi Negara khusus di Belanda, terdapat pada

Staatsalmanak 1995, yang juga memuat puluhan bidang.48 Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa bidang Hukum Administrasi Negara itu sangat luas, sehingga

tidak dapat ditentukan secara tegas ruang lingkupnya. Khusus bagi Negara kesatuan

dengan sistem desentralisasi, terdapat pula Hukum Administrasi Daerah, yaitu

peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi daerah atau Pemerintahan

daerah. Ada penulis yang menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara

mencakup hal-hal sebagai berikut49:

1. Sarana-sarana (instrument) bagi pengusa untuk mengatur, menyeimbangkan, dan

mengendalikan berbagai kepentingan masyarakat;

2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses penyusunan dan

pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebujaksanaan;

3. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;

4. Menyusun dasar-dasar begi pelaksanaan pemerintahan yang baik.50

48Ibid.

, hlm. 32. 49Ibid.

, hlm. 33. 50

(34)

Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat sarjana di atas, dapat disebutkan

bahwa Hukum Administrasi adalah hukum yang berkenaan dengan Pemerintahan

(dalam arti sempit) yang cakupannya secara garis besar mengatur51:

1. Perbuatan pemerintah (pusat dan daerah) dalam bidang hukum publik;

2. Kewenangan pemerintahan (dalam melakukan perbuatan di bidang publik

tersebut); di dalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan bagaimana pemrintah menggunakan kewenangannya; penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrument hukum, karena itu diatur pula tentang pembuatan dan penggunaan instrument hukum.

3. Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan

pemerintah itu;

4. Penerapan hukum dan penerapan sanksi-sanksi dalam bidang pemerintahan.52

Sehubungan dengan adanya Hukum Administrasi tertulis, yang tertuang

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan Hukum Administrasi tidak

tertulis, yang lazim disebut AUPL, maka Hukum Administrasi adalah sekumpulan

peraturan hukum tentang Pemerintahan dalam berbagai dimensinya untuk terciptanya

penyelenggaraan Pemerintahan yang layak dalam suatu Negara.

B. Hukum Kepegawaian

1. Sejarah dan Pengertian Hukum Kepegawaian

a. Sejarah Hukum Kepegawaian

hukum kepegawaian Indonesia menurut Utrecht, masih diatur dalam peraturan

incidenteel”, peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara kebiasaan

51Ibid ., 52

(35)

(administratief gewoonterechtsregels) dan surat-surat edaran (rondschrijven)

beberapa departemen dan Kepala Kantor Urusan Kepegawaian. Hukum kepegawaian

pada zaman kolonial yang masih berlaku antara lain: Bezoldigingsregeling

Burgerlijke Landsdienaren 1938 (BBL 1938), LNHB 1938 Nr. 106 (beberapa kali

diubah, perubahan terakhir dalam LNHB 1947 Nr. 119 dan Nr. 147), dan

Betalingsregeling Ambtenaren En Gopensioneerden 1949 (BAG 1949) LNHB Nr. 2,

dan yang jelas kedudukan hukum (rechtspositie) para Pegawai Negeri pada zaman

kolonial belum diatur semestinya.53

Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

merupakan landasan hukum pembinaan di bidang kepegawaian yang pertama kali ada

semenjak Indonesia merdeka. Undang-undang tersebut diharapkan menjadi landasan

yang kuat bagi penyempurnaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Undang-undang

No. 8 Tahun 1974 diundangkan pada tanggal 6 november 1974, sebelum

Undang-undang tersebut diUndang-undangkan, Indonesia belum mempunyai suatu Undang-Undang-undang

Kepegawaian (ambtenarenwet) yang dipakai sebagai landasan hukum kepegawaian,

khususnya di kalangan Pegawai Negeri Sipil.54

Undang-undang Kepegawaian yang dimiliki Indonesia menjadi dasar hukum

bagi Pemerintah dalam setiap membuat keputusan, maupun kebijaksanaan di bidang

kepegawaian, dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 1974, hal itu memberikan

kedudukan hukum yang jelas bagi setiap Pegawai Negeri, khususnya Pegawai Negeri

53Ibid.

, hlm. 19. 54

(36)

Sipil. UU No. 8 Tahun 1974 mempunyai sejarah yang panjang dalam

pembentukannya. Pembentukan Undang-undang tersebut berawal dari Keputusan

Presiden No. 130 Tahun 1958 pada tanggal 21 juni 1958 tentang dibentuknya suatu

Panitia Negara Perancang Undang-undang Kepegawaian yang diberi tugas antara

lain:

1. Mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kedudukan, hak-hak serta

kewajiban Pegawai Negeri.

2. Menyiapkan rencana Undang-undang mengenai ketentuan-ketentuan pokok

tentang kepegawaian.55

Kepanitiaan tersebut diketuai oleh Prajudi Atmosudirjo, yang hanya diberi

waktu selama 6 bulan untuk menyelesaikan tugasnya, tidak sampai 6 bulan

kepanitiaan tersebut sudah membuahkan hasil. Hasil kerja kepanitiaan tersebut

berupa Rancangan Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kemudian

pada tahun 1961 RUU tersebut resmi menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian dalam Lembaran Negara RI Tahun

1961 No. 263.56 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1961, pada tahun 1973 ternyata

dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk dapat mendukung atau memperlancar

pembinaan kepegawaian, karena kedudukan dan peranan Pegawai Negeri yang terasa

semakin penting dan menentukan. Hal tersebut disadari oleh Pemerintah, lalu pada

awal 1973 BAKN mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun RUU tentang

Pokok-pokok Kepegawaian. Proses penyusunan rancangan tersebut dikonsultasikan

55Ibid ., 56

(37)

dengan para Pejabat dari masing-masing departemen/lembaga serta para ahli dari

berbagai bidang. Rancangan BAKN ini diuraikan Ka. BAKN A.E Manihuruk yang

berjudul “Proses Penyusunan Undang-undang No. 8 Tahun 1974” yang disebut

dengan draft pertama. Draft pertama ini kemudian dibahas kembali secara luas di

bawah Pimpinan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara J.B. Sumarlin di dalam

sektor P yang berlangsung pada bulan mei 1973.57 Pembahasan tersebut

menghasilkan penyempurnaan draft pertama, yang kemudian disebut dengan draft

kedua, dalam rangka lebih menyempurnakan draft kedua Menpan memutuskan, agar

BAKN mengadakan rapat dengan seluruh unsur-unsur departemen/lembaga tingkat

pusat maupun unsur-unsur pemerintah serta KORPRI. Hasil dari pembahasan dalam

rapat-rapat yang diadakan draft kedua tersebut mengalami penyempurnaan, yang

kemudian disebut draft ketiga.58

Bulan September 1973 draft ketiga ini dibahas kembail oleh sektor P di

bawah pimpinan Menpan, dan menghasilkan beberapa penyempurnaan kembali yang

kemudian disebut dengan draft keempat. Draft keempat ini rencananya langsung

diajukan sebagai RUU kepada DPR, tetapi berhubung pada akhir tahun 1973 tersebut

masih ada undang-undang lain yang perlu diselesaikan lebih dahulu, maka draft

tersebut belum diajukan sebagai RUU. BAKN ternyata mengkonsultasikan kembali

RUU tersebut kepada pihak-pihak yang berkompeten, yang menghasilkan draft

kelima, draft kelima inilah yang kemudian pada tanggal 13 juli 1974 diajukan sebagai

57Ibid

., hlm. 20. 58

(38)

RUU tentang Pokok-pokok Kepegawaian dengan Amanat Presiden No.

R-07/PU/VII/1974 yang disampaikan kepada DPR RI.59

RUU tersebut kemudian dibahas secara mendalam oleh Komisi II DPR,

maupun dalam lobbying antara pemerintah dan fraksi-fraksi, serta panitia perumus,

pada tanggal 10 Oktober 1974 DPR mengesahkan RUU ini menjadi Undang-undang

dalam rapat pleno. Tanggal 6 November 1974, Undang-undang No. 8 tahun 1974

tentang Pokok-pokok Kepegawaian tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara

Tahun 1974 No. 55. Undang-undang No.18 Tahun 1961 maupun beberapa peraturan

perundang-undangan lainya yang berhubungan dengan itu dinyatakan tidak berlaku

lagi, setelah diundangkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1974. Undang-undang

yang baru tersebut diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi penyempurnaan

pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dapat digunakan sebagai dasar hukum, harapan

tersebut antara lain:

1. Menyempurnakan dan menyederhanakan peraturan perundang-undangan di

bidang kepegawaian,

2. Melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar system karir dan

system prestasi kerja,

3. Memungkinkan penentuan kebijaksanaan yang sama bagi segenap Pegawai

Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil pusat maupun daerah,

4. Memungkinkan usaha-usaha untuk pemupukan jiwa korps yang bulat dan

pembinaan keutuhan serta kekompakan segenap Pegawai Negeri Sipil.60

59Ibid.

, hlm. 21. 60

(39)

Undang-undang No. 8 Tahun 1974 yang mengalami perumusan cukup alot

dengan adanya draft pertama sampai draft kelima ternyata terbukti dapat bertahan

cukup lama, akhirnya tahun 1999, Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak sesuai

dengan perkembangan mengenai kepegawaian pada saat ini. Undang-undang tersebut

mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-undang No. 43 Tahun 1999

tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang diundangkan pada tanggal 30 September

1999 dan tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

169.

b. Pengertian Hukum Kepegawaian

Hukum Kepegawaian ialah Hukum yang mengatur dan menjelaskan tentang

kedudukan Pegawai Negeri yang dipelajari di dalam Hukum Administrasi Negara,

yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri mempunyai suatu hubungan dinas publik.

Hubungan dinas publik adalah bilamana seseorang mengikatkan dirinya sendiri,

untuk tunduk pada perintah melakukan satu atau beberapa macam jabatan, yang

dalam melakukan suatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian

gaji dan beberapa keuntungan lain.61 Pegawai memangbukan hanya Pegawai Negeri

saja, melainkan Pegawai yang bekerja pada perusahan–perusahaan swasta yang tidak

mempunyai hubungan dinas publik, yang semuanya itu diatur di dalam Hukum

61

(40)

Perburuhan, yang tidak ada kaitannya atau tidak ada hubungannya dengan Hukum

Kepegawaian.

Hukum Kepegawaian Dikaitkan dengan suatu pengertian tidak mempelajari

tentang Hukum perburuhan dilihat dari substansi Pegawai itu sendiri. Pegawai Negeri

mempunyai hubungan Dinas Publik, sedangkan Pegawai yang bekerja pada

perusahaan–perusahaan swasta tidak mempunyai Hubungan Dinas Publik. Penulis

dalam hal ini tidak akan membahas pegawai dalam arti luas, namun khusus

membahas mengenai Pegawai Negeri Sipil atau yang biasa disingkat PNS.

Berbicara mengenai obyek Hukum Administrasi Negara, obyeknya adalah

Kekuasaan Pemerintah yang terdiri dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan

dan kekuasaan pembuatan perundang-undangan. Pemerintah dalam menjalankan

kekuasaannya memerlukan suatu bentuk perangkat yang dapat menjalankan tugas

tersebut. Tugas tersebut dijalankan oleh Pejabat Publik yang berstatus sebagai

Pegawai Negeri.62 Pejabat Publik tidak semua berstatus Pegawai Negeri seperti

halnya pemegang Jabatan dari suatu Jabatan Negara, sebaliknya tidak setiap Pegawai

Negeri merupakan pemegang Jabatan Publik.

2. Pengertian dan Jenis Pegawai Negeri Sipil

a. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materill mencermati

hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri

62

(41)

setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.63 Pegawai Negeri

Sipil, Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang

bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya), sedangkan “Negeri” berarti

negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada

Pemerintah atau Negara.64 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pengertian dari Pegawai Negeri

yaitu:

”setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji

berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Berkaitan dengan pengertian Pegawai Negeri atau seseorang dapat disebut

Pegawai Negeri apabila memenuhi beberapa unsur yaitu:

1. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;

2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang;

3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri;

4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian Pegawai Negeri, menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum dan

Pilar-Pilar Demokrasi, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan

pengertian ekstensif (perluasan pengertian).

(42)

Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan

oleh Undang-Undang) tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No 43 Tahun 1999. Pengertian yang terdapat pada

Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan Pegawai Negeri dengan pemerintah, atau

mengenai kedudukan Pegawai Negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya

berbunyi sebagai berikut 65:

Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah, setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur Negara, yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

Pengertian stipulatif berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan

kepegawaian, dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-

undangan, kecuali diberikan definisi lain.66

2) Pengertian Ekstensif

Pegawai Negeri berkaitan dengan pengertian stipulatif, ada beberapa golongan

yang sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun

65

Sastra Djatmika dan Marsono, Hukum Kepegawaian ...Op.Cit., hlm. 95. 66

(43)

1999. Hal tersebut dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan sama

dengan Pegawai Negeri, artinya di samping pengertian stipulatif ada pengertian yang

hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada 67:

1. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan

jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan adalah yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Intinya, orang yang diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri, menurut pengertian stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya sebagai pemegang jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri, khusus untuk kejahatan yang dilakukanya.

2. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat,

anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti Pegawai Negeri adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian Pegawai Negeri menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal ada orang-orang yang melakukan kejahatan, atau pelanggaran jabatan dan Tindak Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak termasuk dalam hukum kepegawaian.

3. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan

kegaiatan Pegawai Negeri dalam usaha swasta.68

67Ibid

., hlm. 10. 68

(44)

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari

keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut

terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat

menjelaskan maksud pemerintah, dalam memposisikan penyelenggara negara dalam

sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan

dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.

b. Jenis Pegawai Negeri Sipil

Jenis Pegawai Negeri Sipil di atur dalam Pasal 2 ayat (1) UU N0.43 Tahun

1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri dibagi menjadi:

1. Pegawai Negeri Sipil,

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2 ayat (1) UU No.43 Tahun 1999 tidak menyebutkan apa yang

dimaksud dengan pengertian masing-masing bagiannya, namun dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil adalah, Pegawai

Negeri yang bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian

Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran tersebut, Pegawai Negeri Sipil

merupakan bagian dari Pegawai Negeri yang merupakan Aparatur Negara. Pegawai

Negeri Sipil menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dibagi menjadi;

Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.69 Pegawai Negeri Sipil

69

(45)

Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. PNS tersebut bekerja pada Departemen, Lembaga

Pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi Vertikal di

Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk

menyelenggarakan tugas lainya.70 Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai

Negeri Sipil daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintahan daerah,

atau dipekerjakan di luar instansi induknya.71

Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang

dipekerjakan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima

perbantuan. Pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan Pasal 2 ayat (1), dapat

mengangkat pegawai tidak tetap. Pengertian pegawai tidak tetap adalah pegawai yang

diangkat untuk jangka waktu tertentu, guna melaksanakan tugas pemerintahan dan

pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi, sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak diberikan

kedudukan sebagai Pegawai Negeri. Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti

sebagai pegawai diluar PNS dan pegawai lainya. Penamaan pegawai tidak tetap

merupakan salah satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan

pegawai namun dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajiannya.72

70Ibid ., 71Ibid

., hlm. 11. 72

Referensi

Dokumen terkait

Gaya visual ilustrasi dalam buku adalah semi-realis dengan line-art. Seperti yang dibahas pada bab sebelumnya, gaya gambar mempengaruhi penyerapan informasi dari apa

Tingkat kerusakan jalan Sedang terdapat sebanyak 20 ruas jalan dengan pembagian berdasarkan fungsi jalan sebagai berikut : Jalan Arteri Sekunder I sebanyak 3

MEMPERHATIKAN : Hasil Lokakarya Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Program Studi Pendidikan: Pendidikan Bahasa Inggris,

Cooling Tower : suatu peralatan yang digunakan untuk menurunkan suhu aliran air dengan cara memindahkan panas dari air ke udaraf. Aplikasi : mendinginkan air proses yang panas /

Sampah dan Pengelolaannya menitikberatkan pada konsumsi, yang kalau tidak dilakukan dengan bijaksana dapat memboroskan sumber daya alam dan menghasilkan sampah berjumlah

Peran sikap terhadap leaflet dan poster secara keseluruhan tidak serta merta membentuk sikap peduli lingkungan para narasumber, melainkan sikap tersebut sudah

Hanya saja mereka mempunyai masalah, yaitu; pertama , negara islam sangat peka untuk menolak sesuatu yang digunakan dengan pendekatan di luar Islam, kedua ,

Pada hasil analisis data sebelumnya diperoleh tema yaitu menentukan pecahan pada model daerah dengan membagi sama bagian keseluruhan, deskripsi tema bahwa subjek