11
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau
dan kaya akan sumber daya alamnya. Di zaman Globalisasi pada saat ini,
Indonesia yang merupakan salah satu Negara berkembang yang perkembangannya
cukup pesat, mulai dari segi ekonomi maupun dalam segi transportasi udara.
Berbeda dengan transportasi laut, yang telah lahir jauh sebelumnya, transportasi
udara baru lahir sejak abad ke-17 yang mana pada saat itu Francisco de Lana dan
Galier mencoba mengembangkan pesawat udara yang dapat terbang di atmosfer
kemudian diikuti oleh Pater de Gusman di Lisabon yang berhasil terbang di udara
dengan cara memanaskan udara itu sendiri, sedangkan Black berhasil terbang
dengan balon yang diisi dengan zat air dan gas pada tahun 1767 yang diikuti oleh
Cavallo pada tahun 1782. Percobaan penerbangan tersebut dilanjutkan oleh
Montgolfier bersaudara di Prancis dengan menggunakan balon yang berisi udara
panas dan setelah berhasil akhirnya Blanchard bersama Jaffies berhasil terbang
melintasi Selat Calais dengan menggunakan balon bebas pada 1785 yang pernah
digunakan untuk Perang Fanco-Prusia tahun 1870-1871 untuk mengungsikan para
pejabat negara1
1
.H.K.Martono dan Ahmad Sudiro, , Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik (Public International and National Air Law), 2012 ,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hal 9-10
. Dengan seiring berkembangnya transportasi udara sampai saat
ini, dapat dilihat beberapa tahun belakangan Transportasi Udara cukup
berkembang pesat di Indonesia dan menjadi transportasi yang paling banyak
kelebihan-12
kelebihan yang dimiliki transportasi udara itu sendiri yaitu efektifitas waktu,
kenyamanan, keamanan hingga terkadang biaya yang lebih murah. Adanya
faktor-faktor tersebut membuat masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi
udara jika dibandingkan dengan transportasi lain misalnya transportasi Laut dan
Darat . Maraknya low cost carrier di Indonesia semakin mendongkrak
kepopularitasan Angkutan dan Transportasi Udara.
Pada tahun 1900, belum ada aturan mengenai Udara itu sendiri untuk
mengatur penerbangan dengan jelas, karena itulah maka pertama kalinya
Prof.Ernest Nys dari Universitas Brussel berpendapat penerbangan tersebut perlu
diatur didalam Hukum Udara yang merupakan cabang ilmu hukum2. Hukum
udara itu sendiri menurut Otto Riese dan Jean T.Lacour adalah seluruh
norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan , pesawat-pesawat terbang dan
ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan.
Hukum udara ini juga dapat ditafsirkan sebagai suatu peraturan hukum yang
mengatur suatu objek tertentu yaitu Udara3
2
Ibid, hal 10
3
Hukum Internasional, Hukum Udara, dan Hukum Angkasa, Ashtok Aripasola, sebagaimana dimuat dalam http://terusmaju-asthok.blogspot.com/2013/09/hukum-internasional-hukum-udara-dan.html , diakses pada tanggal 27 Februari 2015
. Wilayah Udara suatu negara adalah
ruang udara yang berada di atas wilayah daratan, wilayah laut pedalaman, laut
territorial dan juga wilayah laut Negara kepulauan. Kedaulatan Negara di ruang
udaranya berdasarkan adagium Romawi adalah sampai ketinggian tidak terbatas
13
digunakan lagi melihat kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat
seperti peluncuran dan penempatan satelit di ruang angkasa4
Di dalam dunia Internasional sendiri Hukum Udara sudah diatur dengan
diadakannya Konferensi Paris pada tahun 1910 dan lahirlah sebuah hasil dari
konferensi tersebut yaitu Konvensi Paris 1919 (Paris Convention 1919). Konvensi
Paris merupakan Konvensi pertama kali yang mengatur dan membahas mengenai
Hukum Udara yang mana juga menjadi sumber atau acuan bagi Indonesia dalam
membuat peraturan-peraturan Hukum Udara Nasional. Dengan munculnya
Konvensi Paris 1919, maka lahirlah Konvensi baru yaitu Konvensi Chicago 1944
(the Chicago Convention 1944). Konvensi ini lahir didasarkan dengan tujuan
untuk menyusun ketentuan yang baru mengenai lalu lintas udara sipil Nasional
dan Internasional serta mengubah perjanjian ataupun aturan yang sebelumnya .
5
4
Sefriani,S.H,M.Hum, Hukum Internasional Suatu Pengantar, 2011, Jakarta, PT Grafindo Persada, hal 224
.
Dengan demikian, maka menurut the Chicago Convention 1944 Article 1 yang
mengatakan bahwa “The contracting States recognize that every State has
complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory” yang
mana berdasarkam Article tersebut setiap Negara mempunyai kedaulatan ekslusif
terhadap wilayah udara diatas teritorialnya yang artinya Indonesia mempunyai
kedaulatan atas wilayah udaranya sendiri. Pasal tersebut lahir dari Hukum
kebiasaan Internasional yang mana pada saat itu Inggris melakukan tindakan
sepihak (Unilateral action) dalam The Aerial Navigation Act of 1911 yang diikuti
oleh negara-negara di Eropa lainnya yang berisikan bahwa Inggris mempunyai
5
Hukum Udara Nasional dan Internasional, Nela Febriy, sebagaimana dimuat dalam
14
kedaulatan penuh atas ruang udara yang berada di atas wilayahnya dan Inggris
mempunyai Hak secara mutlak untuk mengawasi pesawat udara sipil maupun
pesawat udara militer yang mana tidak dibantah oleh negara-negara lain akan
tetapi diikuti oleh Negara Eropa lainnya seperti Prancis, Jerman, Austria,
Hongaria, Rusia dan Belanda. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang dikuatkan oleh
Konvensi Chicago 1944 menegaskan bahwasanya tiap Negara mempunyai
kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udaranya dan Negara juga mempunyai
yuridiksi eksklusif dan kewenangan yang penuh untuk mengontrol ruang udara di
atas wilayahnya. Secara teoritis, dengan adanya kedaulatan Negara di ruang udara
di atas wilayahnya, setiap negara dapat melakukan larangan bagi negara-negara
lain untuk tebang diatas wilayanya, kecuali apabila telah diperjanjikan
sebelumnya6. Pelanggaran atas ruang udara suatu negara dalam kondisi hubungan
kedua Negara sedang tidak baik dapat menimbulkan hak-hak yang tidak
diinginkan yaitu dieksekusinya pesawat-pesawat yang telah melakukan
pelanggaran tersebut7
6
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, P.T Alumni : 2012, hal 194
7
Sefriani,Op.Cit, hal 225
. Telah banyak kasus-kasus pelanggaran di wilayah udara
yang menimpa pesawat-pesawat sipil yang kemungkinan tidak sengaja masuk ke
wilayah udara suatu negara ataupun tersesat yang mengakibatkan ditembaknya
pesawat tersebut hingga terjatuh dan tidak jarang yang memakan korban jiwa.
Sebagai Contohnya, pada 22 Oktober 2014, pesawat Cessna Beecraft milik Australia yang dipiloti oleh Jacklin Graeme Paul dan kokpit Maclean Richard
Wayne dipaksa mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Penyergapan yang
15
Australia memperlihatkan keegoannya dengan menolak mendarat beberapa kali
karena merasa telah mendapat persetujuan/izin melintasi wilayah kita dari Filipina
menuju Darwin8
Dengan makin berkembangnya Hukum Udara maka tidak terlepas dari
kegiatan penerbangan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Penerbangan itu sendiri diartikan sebagai satu kesatuan system yang
terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan
udara, navigasi penerbangan,keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup,serta
fasilitas penunjang dan fasilitas lainnya. Dengan adanya peraturan tersebut maka
timbulah perjanjian-perjanjian bilateral dan multilateral yang melibatkan dua
Negara atau lebih untuk mengatur masalah wilayah udara masing-masing negara.
Salah satu perjanjian yang sedang diperbincangkan adalah ASEAN Open Sky
2015. Indonesia yang mana merupakan bagian dari anggota ASEAN (Association
of South East Asian Nation) yang beranggotakan 10 negara di Asia Tenggara
(Brunei, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Phillippines,
Singapore, Thailand, dan Vietnam), turut ikut serta dalam perjanjian tersebut.
Open Sky sendiri merupakan suatu perjanjian lintas udara yang salah satunya
bertujuan untuk meliberalisasikan jasa transportasi udara secara penuh dan
menciptakan pasar terbuka di antara dua Negara untuk kepentingan perusahaan
penerbangan. Open Sky sendiri sudah dicanangkan sejak beberapa tahun yang lalu
tetapi akan diselenggarakan atau diterapkan pada Desember 2015 mendatang di
seluruh Negara yang bergabung di dalam ASEAN. Open Sky juga telah di
8
Black Flight Menggila, Ada Celah Hitam di Ruang Angkasa Kita, Abanggeutanyo,
sebagaimana dimuat dalam
16
terapkan di Amerika dan Uni-Eropa yang sudah mulai berlaku pada Maret 2008
lalu.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah hal-hal yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian Open Sky di negara ASEAN?
2. Bagaimanakah kedaulatan negara atas Ruang Udara menurut Hukum
Internasional?
3. Bagaimanakah dampak dan upaya Indonesia menghadapi Open Sky
Policy dan regulasinya terhadap penerbangan Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi yang akan dikerjakan adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan dan penerapan Open Sky di Negara
ASEAN
2. Untuk mengetahui bagaimana kedaulatan negara atas Ruang Udara di
tinjau dari Hukum Internasional
3. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya yang dilakukan dan
dipersiapkan negara Indonesia dalam menghadapi Open Sky policy
17
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat yang didapat dari penulisan ini adalah :
1. Secara Teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan melalui
pemikiran terhadap perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan
terhadap Hukum Internasional pada khususnya yang mana lebih
spesifik mengenai Hukum Udara sehingga dapat digunakan sebagai
tambahan referensi sebagai acuan bagi penulisan maupun penelitian
yang akan dating apabila membahas bidang penulisan dan penelitian
yang sama.
2. Secara Praktis diharapkan mampu menjadi masukan bagi para
pengamat atau pun pakar-pakar Hukum Internasional,ahli hukum,
praktisi, dan penegak hukum pada khususnya.
E. Keaslian Penulisan
Judul penulisan yang akan ditulis dalam skripsi ini adalah Tinjauan
Yuridis terhadap Open Sky ASEAN 2015 dan Regulasinya terhadap
Penerbangan di Indonesia dan belum pernah ditulis ataupun disusun
sebelumnya dalam bentuk yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa
tulisan ini asli dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat
18
F. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan penulis mencoba untuk mengemukakan
beberapa ketentuan-ketentuan dan batasan batasan yang akan menjadi
sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi
penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di
dalam topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disimpulkan.
Association of South East Asia Nation (ASEAN) adalah suatu
organisasi kawasan yang mewadahi kerjasama antar negara Asia Tenggara
sejak tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok yang mana beranggotakan 10
negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Myanmar, Laos, Kambodia, dan Brunei yang mana mengatur masalah
ekonomi, sosial & budaya dan politik.
Open Sky adalah diartikan sebagai kegiatan liberalisasi
penerbangan khususnya penerbangan komersil untuk menciptakan pasar
bebas dalam Industri Penerbangan yang mana pada pembahasan ini akan
diterapkan di wilayah ASEAN.
Kedaulatan (Sovereignty) adalah suatu hak eksekutif yang dimiliki
suatu negara terhadap wilayah udaranya yang mana pada pembahasan ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai wilayah udara dan ruang udara.
Hukum udara merupakan peraturan-peraturan yang mengatur
mengenai penggunaan ruang udara dan pemanfaatannya untuk
penerbangan baik secara umum atau publik dan juga negara-negara di
19
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Adapun penulisan yang akan dilakukan adalah penulisan normatif
yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data
sekunder. Cara pendekatan dilakukan dengan menganalisis, buku ilmiah,
laporan penelitian, peraturan-peraturan,dan sumber-sumber mengkaji, dan
mengumpulkan fakta-fakta yang menunjang penelitian yang mana
berhubungan dengan Hukum Udara. Langkah-langkah penelitian normatif
didasarkan pada bahan hukum Primer, Sekunder, dan Tertier :
a) Bahan Hukum Primer yaitu bahan yang sifatnya mengikat
masalah-masalah yang akan diteliti, diantaranya :
1. Paris Convention 1919
2. The Chicago Convention 1944
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti halnya
hasil-hasil penelitan, laporan- laporan, hasil-hasil-hasil-hasil seminar, artikel,
atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dari penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang ada
relevansinya dengan pokok permasalahan dan memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder
20
2. Teknik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan untuk menulis
penelitian adalah Studi Kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisis
secara sistematis dengan cara menggunakan media buku, surat kabar,
jurnal Internasional, Internet, Undang-Undang dan bahan-bahan lainnya
yang berhubungan dengan materi yang di bahas di dalam penulisan ini.
3. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang digunakan
dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, yang mana data yang
diperoleh kemudian disusun dengan cara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif dengan tujuan untuk mencapai kejelasan
masalah yang akan dibahas dan hasil dari permasalahan tersebut
selanjutnya akan dituangkan ke dalam penulisan ini. Metode Kualitatif
digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu
data-data yang dipelajar sesuatu yang utuh.
H. Sistematika Penulisan
Adapun dalam penulisan suatu penelitian ini diperlukan adanya
sistematika penulisan sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka garis
besar dari isi penulisan yang akan dilakukan. Adapun sistematika
21
BAB I (Pendahuluan): Pada bab ini penulis akan membahas secara
sistematis mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
tujuan penelitian, keaslian penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan itu sendiri.
BAB II (Pelaksanaan perjanjian Open Sky di ASEAN): Pada bab ini
penulis akan menguraikan lebih lanjut pemahaman teoritis
mengenai ASEAN (Association of South East Asian Nation) dan
Open Sky itu sendiri termasuk prosedur ataupun aturan
penerbangan antar negara-negara di ASEAN.
BAB III (Kedaulatan atas Ruang Udara): Pada bab ini penulis akan
membahas mengenai pengertian hukum udara dan kedaulatan
negara menurut Konvensi Internasional.
BAB IV (Tinjauan yuridis terhadap Open Sky 2015 dan regulasinya
terhadap penerbangan di Indonesia): Pada bab ini penulis akan
membahas mengenai Upaya-upaya penerbangan di Indonesia
dalam menghadapi Open Sky ASEAN 2015, dan Penerapan