BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar Modal (Capital Market) adalah salah satu sektor investasi di Indonesia
yang menarik minat banyak investor. Pasar Modal merupakan kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik
yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.1 Benda-benda yang diperdagangkan di Pasar Modal adalah efek
atau surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan, kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.2 Melalui benda-benda yang
diperdagangkan tersebut, Pasar Modal (capital market) merupakan tempat atau sistem
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dana bagi modal suatu perusahaan.3
Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di bidang Pasar Modal,
Pemerintah harus memberikan payung hukum yang jelas dan landasan hukum yang Oleh
karena itu, Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional
sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan sekaligus sebagai wahana
investasi tidak langsung (indirect investment) bagi masyarakat pemodal.
1
Lihat, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 13. 2
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 5. 3
Lihat, A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1991), hal.169.
kokoh untuk lebih menjamin kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan
kegiatan di Pasar Modal, serta sekaligus melindungi kepentingan investor dari praktek
yang merugikan.4
Dalam rangka menciptakan Pasar Modal yang efisien, yaitu adil, teratur,
terbuka dan melindungi kepentingan investor dan masyarakat, Pasal 101 ayat (1)
UUPM memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) selaku otoritas Pasar Modal untuk melakukan pemeriksaan
dan penyidikan terhadap pelanggaran yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan
Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat.
Untuk merealisasikan maksud tersebut, pada tanggal 1 Januari 2006
Pemerintah Indonesia memberlakukan secara efektif Undang-undang No. 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal, selanjutnya disingkat UUPM.
5 Hasil
tindakan represif yang dilakukan Bapepam-LK ini ditindaklanjuti dengan pengenaan
sanksi administratif, atau diserahkan kepada Pengadilan dalam rangka penegakan
hukum dan penerapan sanksi terhadap pelaku Pasar Modal yang telah melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yuridis UUPM.6
Salah satu perangkat hukum yang perlu dianalisis dalam Hukum Pasar Modal
adalah mengenai ketentuan fakta materil. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UUPM, yang
dimaksud dengan fakta atau informasi materil adalah informasi atau fakta penting dan
4
Lihat, Penjelasan Umum UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Konsiderans bagian Menimbang huruf b dan huruf c.
5
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 101 ayat (1) secara lengkap berbunyi: “Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan”.
6
relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek
pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang
berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.7
Fakta materil merupakan inti dari prinsip keterbukaan di dalam Pasar Modal.8
Yang dimaksud prinsip keterbukaan adalah keharusan bagi setiap Emiten, Perusahaan
Publik, dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM untuk menginformasikan kepada
masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi atau fakta materil mengenai
usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap
Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.9 Prinsip keterbukaan tidak
terpisahkan dari kepentingan berfungsinya arus informasi fakta materil dari emiten ke
Pasar Modal sehingga tercipta informasi yang akurat. Jadi, keterbukaan fakta materil
akan sangat menentukan setiap keputusan yang diambil oleh investor secara rasional.10
Hukum Pasar Modal di Indonesia dipandang oleh Bismar Nasution masih
belum jelas dan belum lengkap mengatur persoalan mengenai fakta materil.11
Pengertian fakta materil di dalam Pasal 1 angka 7 UUPM hanya menggunakan
pendekatan “sesuatu yang dapat mempengaruhi harga efek dan atau keputusan
investor”, tanpa membuat kualifikasi bobot investor dan unsur “kepercayaan
investor”12
7
Lihat, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 7. 8
Bismar Nasution, (I), Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, 2001), hal. 1.
9
Lihat, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 25. 10
Bismar Nasution, (I), log.cit. 11Ibid.
, hal.273. 12
Ibid., hal.72.
mempengaruhi perusahaan di masa mendatang, “penghilangan” informasi material
tertentu yang dibutuhkan investor untuk melakukan pertimbangan yang matang, dan
suatu fact-specific secara case-by-case.13
Ketidakjelasan dan ketidaklengkapan pengaturan mengenai ketentuan fakta
materil jelas akan mempengaruhi penerapan prinsip keterbukaan di dalam Pasar Modal,
dalam arti belum adanya ketegasan untuk mengimplementasikan prinsip keterbukaan
tersebut.14 Kewajiban menyampaikan informasi (duty to disclosure) ditentukan oleh
apakah suatu kejadian atau peristiwa terkualifikasi sebagai fakta materil atau tidak,15
sehingga tidak terperincinya standar penentuan fakta materil sangat berpotensi
menyebabkan terjadinya pelanggaran prinsip keterbukaan yang merugikan investor.
Wajar jika kemudian investor asing sering menuduh tingkat kualitas keterbukaan
perusahaan-perusahaan di Indonesia masih cukup rendah.16
Ketidakjelasan batasan atau standar penentuan mengenai fakta materil dalam
hukum positif di bidang Pasar Modal juga akan menyebabkan tidak adanya persamaan
persepsi atau penafsiran mengenai fakta materil itu sendiri. Apa yang dimaksud
mengenai fakta materil dan bagaimana batasan atau standar penentuannya, serta ruang
lingkup yang tercakup di dalamnya, dengan mudah dapat mengalami perbedaan Untuk mengatasi
kelemahan ini, analisis terhadap ketentuan fakta materil sangat penting dilakukan guna
menjamin dilaksanakannya prinsip keterbukaan di dalam Pasar Modal Indonesia dalam
konteks perkembangan ekonomi global saat ini.
13Ibid.
penafsiran antara emiten, investor, Bapepam-LK dan bahkan para akademisi dan
praktisi hukum. Hal ini menunjukkan bahwa kepastian hukum mengenai ketentuan
fakta materil sangat dibutuhkan dalam Hukum Pasar Modal.
Ketidakjelasan dan ketidaklengkapan pengaturan mengenai ketentuan fakta
materil juga akan mempengaruhi kualitas penegakan hukum (law enforcement) di
bidang Pasar Modal, padahal kegiatan Pasar Modal rawan dengan pelanggaran dan
kejahatan. Sebagaimana sering dikemukakan, kejahatan di bidang Pasar Modal adalah
kejahatan kerah putih, dengan modus dan strategi yang sangat halus dan sulit dideteksi
secara “hitam-putih” mengenai klasifikasi kejahatannya. Kondisi ini akan bertambah
mengkhawatirkan jika kita bersandar kepada peringatan Kehoe, bahwa
internasionalisasi Pasar Modal melahirkan konsekuensi meningkatnya jumlah
kejahatan Pasar Modal yang melampaui batas-batas negara (cross-border).17
Kelemahan pengaturan ketentuan fakta materil mengakibatkan tidak semua
informasi yang menyesatkan (misleading information) dan tindakan manipulasi pasar,
penipuan dan perdagangan orang dalam (insider trading) dapat dengan mudah
terdeteksi oleh hukum atau dibuktikan secara hukum. Tindakan yang pada mulanya
dicurigai sebagai pelanggaran dan kejahatan Pasar Modal, pada akhirnya menjadi
samar dan tidak dapat lagi secara jelas dikategorikan sebagai pelanggaran dan
kejahatan Pasar Modal, sehingga penegakan hukumnya seringkali tidak dapat
dilakukan secara tepat dan tuntas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk
menganalisis ketentuan fakta materil sebagai landasan dalam upaya penyidikan dan
17
pembuktian pelanggaran dan kejahatan di Pasar Modal, agar upaya penegakan
hukumnya dapat dilaksanakan secara tegas oleh otoritas Pasar Modal, yaitu Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Berdasarkan pemikiran tersebut, penting melakukan penelitian terhadap
ketentuan fakta materil di dalam Hukum Pasar Modal di Indonesia, baik konsepsinya,
pengaturannya maupun penegakan hukumnya (law enforcement). Penelitian ini tidak
hanya bermaksud melakukan analisis terhadap ketentuan fakta materil yang berlaku
secara positif di dalam Hukum Pasar Modal Indonesia, tetapi juga berupaya
menemukan suatu batasan atau standar penentuan fakta materil yang jelas, baik dalam
perumusan hukumnya (law making) maupun dalam penegakan hukumnya (law
enforcement).
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengapa keterbukaan mengenai fakta materil perlu diatur dalam bidang Hukum
Pasar Modal di Indonesia?
2. Bagaimana ruang lingkup pengaturan fakta materil dalam Hukum Pasar Modal di
Indonesia?
3. Bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran ketentuan fakta materil dalam Hukum
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, maka
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami perlunya prinsip keterbukaan mengenai fakta
materil diatur dalam bidang hukum pasar modal di Indonesia
2. Untuk mengetahui dan memahami ruang lingkup pengaturan fakta materil dalam
Hukum Pasar Modal di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk pelanggaran ketentuan fakta
materil dalam Hukum Pasar Modal di Indonesia?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis,
sebagai berikut:
1. Dari sudut pandang teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan hukum mengenai Hukum Pasar Modal, khususnya yang
berkaitan dengan fakta materil sebagai esensi prinsip keterbukaan Pasar Modal.
2. Dari sudut pandang praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau
tawaran yang berharga bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya
Bapepam-LK, dalam menyelesaikan permasalahan fakta materil dalam kegiatan
3. Dari sudut pandang kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pembuat kebijakan (policy maker) dalam memperbaharui atau
menyempurnakan peraturan perundang-undangan mengenai Pasar Modal,
khususnya yang menyangkut pengaturan fakta materil.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan terhadap hasil-hasil
penelitian yang telah pernah dilaksanakan di lingkungan Universitas Sumatera Utara
(USU), penelitian tesis berjudul “Analisis Hukum Ketentuan Fakta Materil dalam
Perspektif Hukum Pasar Modal” belum pernah dilakukan dalam topik dan masalah
yang sama. Objek penelitian ini belum dibahas secara komprehensif dalam suatu
penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli
sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritik
yang bersifat membangun terhadap topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
Ada beberapa penelitian tesis di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara yang membahas aspek-aspek hukum tertentu dari Hukum Pasar Modal dan
prinsip keterbukaan di Pasar Modal, dan pembahasannya bukanlah mengulas
pengaturan fakta materil sebagai fokus utama penelitian tesis. Beberapa penelitian tesis
hanya membahas suatu perbuatan tertentu yang dilarang dalam kegiatan di pasar
dengan menjadikan fakta materil sebagai salah satu pisau bedah analisis. Beberapa
penelitian tesis yang berhasil penulis periksa adalah sebagai berikut:
1. Penelitian tesis berjudul “Tanggung Jawab Akuntan Publik atas Laporan Keuangan
yang Menyesatkan dalam Pernyataan Pendaftaran di Pasar Modal” oleh Murzal,
diselesaikan pada tahun 2003. Penelitian tesis ini memuat kesimpulan bahwa
pengaturan mengenai larangan perbuatan menyesatkan dan sanksinya dalam UUPM
masih sederhana dan belum memadai, khususnya mengenai elemen-elemen
perbuatan menyesatkan untuk menentukan suatu perbuatan adalah misrepresentation
dan omission, dan hal ini berbeda dengan praktek di pasar modal Amerika Serikat
yang telah merinci elemen-elemen perbuatan yang menyesatkan. Akuntan publik
bertanggungjawab secara pidana, perdata dan administrasi atas laporan keuangan
yang menyesatkan, meskipun pertanggungjawaban administrasi lebih dominan
diterapkan oleh Bapepam.
2. Penelitian tesis berjudul “Manipulasi Transaksi Saham oleh Perusahaan Publik
dalam Pasar Modal” oleh R. Deddy Harryanto, diselesaikan pada tahun 2003.
Penelitian tesis ini memuat kesimpulan bahwa batasan manipulasi pasar di Indonesia
belum begitu jelas dan memadai, sehingga terjadi banyak lubang-lubang hukum
(loop hole) yang dapat dipergunakan untuk melakukan perbuatan manipulasi pasar,
sedangkan Bapepam belum pernah menyeret pelaku manipulasi pasar ke pengadilan.
Tindakan manipulasi pasar harus dipertanggungjawabkan secara pidana, dengan
dirugikan, dengan salah satu saran seharusnya dianut strict liability dalam
pertanggungjawaban perdata tindakan manipulasi pasar.
3. Penelitian tesis berjudul “Penentuan Standar Penipuan dalam Pasar Modal
Indonesia: Analisis Juridis terhadap Putusan Bapepam dan Perbandingannya dengan
Putusan Pengadilan di Negara Common Law” oleh Abdurrahman, diselesaikan pada
tahun 2005. Berdasarkan kesimpulan dan abstraknya, penelitian tesis ini menyatakan
bahwa penentuan standar penipuan dalam UUPM yang dipakai oleh Bapepam
diukur berdasarkan fakta materil, yaitu apabila terjadi penyimpangan terhadap fakta
materil yang disajikan, dan hal ini mirip dengan standar penipuan menurut putusan
pengadilan di negara Common Law yang juga ditentukan berdasarkan fakta materil,
tetapi di negara Common Law sanksi yang dijatuhkan sangat tergantung pada sifat
perkara, apakah penipuan itu sebagai tort atau criminal.
4. Penelitian tesis berjudul “Analisis Hukum atas Pertanggungjawaban Perusahaan
Publik terhadap Investor yang Dirugikan Akibat Kesalahan Prospektus” oleh
Maswandi, diselesaikan pada tahun 2005. Penelitian tesis ini memuat kesimpulan
bahwa perusahaan publik wajib memuat prospektus dalam melakukan penawaran
umum, yang di dalamnya harus memuat informasi yang sebenarnya dan tidak
menyesatkan mengenai keadaan emiten sehingga menjadi dasar investor melakukan
investasi. Bilamana prospektus memuat informasi yang tidak benar, hal ini
merupakan pelanggaran prinsip keterbukaan, yaitu merupakan suatu penipuan, yang
membawa dampak terhadap pasar modal dan pihak-pihak lain, yaitu
Manakala hal ini terjadi, emiten harus bertanggungjawab terhadap kesalahan
prospektus yang dilakukannya, baik pertanggungjawaban pidana, perdata maupun
administrasi. Pihak-pihak yang membantu dan ikut menandatangani pernyataan
pendaftaran dan prospektus juga ikut bertanggung jawab sepanjang tugas yang
mereka lakukan tidak sesuai dengan pekerjaannya secara profesional.
5. Penelitian tesis berjudul “Aspek Hukum Perlindungan Investor dalam Perdagangan
Saham Bank Mandiri Menjelang Pasar Perdana” oleh Tama Ulinta Tarigan,
diselesaikan pada tahun 2005. Penelitian tesis ini memuat kesimpulan bahwa
pengaturan prinsip keterbukaan dalam UUPM belum diatur secara jelas, khususnya
terhadap perusahaan perbankan seperti Bank Mandiri, yaitu tidak ada ketentuan
yang tegas yang menjadi pedoman mengenai informasi apa yang diperlukan dalam
Pernyataan Pendaftaran di Bapepam, sehingga Prospektus Bank Mandiri belum
menunjukkan keakuratan yang tinggi tentang informasi dari sebuah emiten yang
besar. Go publicnya Bank Mandiri lebih didominasi oleh kepentingan politik
keuangan negara yang menargetkan percepatan privatisasi BUMN, sehingga
keterbukaan dalam go publicnya Bank Mandiri belum tersentuh secara substansial.
Perlindungan investor belum terjamin dalam go publicnya Bank Mandiri ini, yaitu
karena prospektus Bank Mandiri kurang akurat dalam mengungkap pernyataan
utang, kecukupan modal, resiko usaha dan prospek usaha, tetapi Bapepam
meloloskannya. Kesimpulan dalam penelitian tesis ini juga mengemukakan
mengenai perbedaan masa tenang menjelang IPO antara Hukum Pasar Modal di
6. Penelitian tesis berjudul “Prinsip Keterbukaan dalam Laporan Keuangan Perusahaan
Penanaman Modal Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal” oleh R.A. Dyna Ramadhani, diselesaikan pada tahun 2008.
Penelitian tesis ini memuat kesimpulan bahwa keterbukaan berlaku bagi perusahaan
penanaman modal dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk keterbukaan
dalam laporan keuangan. Perlunya prinsip keterbukaan ini didasarkan kepada 6
(enam) pertimbangan mendasar. Laporan keuangan merupakan salah satu aspek
penting dalam penerapan asas keterbukaan di perusahaan penanaman modal.
Laporan keuangan tidak saja merupakan informasi penting bagi pemegang saham
(penanam modal) untuk mengukur kinerja pengurusan perusahaan, tetapi juga bagi
pemerintah dalam pemenuhan kewajiban fiskal perusahaan penanaman modal
tersebut dan untuk meningkatkan kepercayaan investor, dan juga penting bagi
masyarakat untuk pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang berasal dari
alokasi beban biaya perusahaan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Pasar Modal sebagai media investasi publik membutuhkan pengaturan yang
mampu memberikan rasa aman bagi masyarakat investor maupun masyarakat pada
ketentuan-ketentuan yang komprehensif, termasuk tuntutan pelaksanaan prinsip
keterbukaan yang semakin kuat.18
“Keterbukaan ini diharuskan karena pada dasarnya para calon investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan uangnya, maka untuk itu harus dapat dimengerti pula bahwa hal tersebut juga merupakan suatu tahap dari peralihan dari perusahaan privat menjadi perusahaan publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan manajemennya.”
Dikatakan oleh Asril Sitompul:
19
Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap potensi dana yang dimiliki
masyarakat sangat penting artinya karena perusahaan yang bersangkutan akan
memanfaatkan dana masyarakat yang relatif murah untuk kepentingannya sendiri.
Pasal 78 ayat (1) UU Pasar Modal mengharuskan keterbukaan fakta materil
telah dimulai sejak prospektus perusahaan diajukan kepada Bapepam-LK dalam
rangka penawaran perdana (Initial Public Offering atau IPO) di Bursa Efek.
20
18
Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum dalam Pembangunan pada Era Globalisasi: Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia,” disampaikan pada pengukuhan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum UI, Jakarta, 4 Januari 1997, hal.14.
19
Asril Sitompul, (I), Pasar Modal, Penawaran Umum dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal.56.
20
Penawaran umum akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pemilikan perusahaan. Ini disebabkan porsi pemilikan suatu perusahaan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan modal yang ditanamkan investor pada perusahaan tersebut. Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal.5. Pendapat ini senada dengan Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal.47, yang menyatakan besarnya pemilikan tergantung dari besarnya persentase saham yang dimiliki oleh penanam modal.
Setiap
calon emiten (perusahaan publik) demi hukum secara institusional mempunyai
tanggung jawab menyampaikan kebenaran informasi materil di dalam prospektus
Bapepam-LK.21
Keharusan keterbukaan (disclosure) dalam Hukum Pasar Modal
mengandung aspek yang cukup luas, sehingga Bapepam-LK mewajibkan pihak
manajemen perusahaan untuk membuka seluruh informasi yang dibutuhkan publik.
Keterbukaan mencakup pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan publik
dan kemudian menyediakannya secara jelas, terbuka dan benar, guna meningkatkan
minat investor. Prinsip keterbukaan ini salah satunya tampak dalam peraturan yang
menegaskan bahwa setiap prospektus (dokumen penawaran) dilarang memuat
keterangan yang tidak benar tentang fakta materil (misrepresentation), atau tidak
memuat keterangan yang benar tentang fakta materil (omission), yang diperlukan
agar prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan (misleading).
Kewajiban ini bukan hanya dibebankan kepada direksi dan komisaris perusahaan,
tetapi juga setiap pihak yang menandatangani pernyataan pendaftaran yang diajukan
kepada Bapepam-LK, termasuk penjamin emisi efek dan profesi penunjang Pasar
Modal yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat
dalam pernyataan pendaftaran.
Ketentuan ini dapat diterima secara teoritis, sebab publik menilai kelayakan
berinvestasi pada suatu perusahaan publik adalah berdasarkan prospektus yang
diajukan perusahaan tersebut.
22
Dikatakan oleh Bismar Nasution, bahwa prinsip keterbukaan merupakan
jiwa Pasar Modal, sedangkan fakta materil merupakan inti dari prinsip keterbukaan
21
Sri Redjeki Hartono, (I), Kapita Selekta Hukum Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal.48-49.
22
tersebut.23
Ada tiga fungsi prinsip keterbukaan dalam Pasar Modal, yaitu:
Artinya, prinsip keterbukaan mengacu kepada analisis tuntas terhadap
esensi dan batasan fakta materil.
24
1. Prinsip keterbukaan berfungsi memelihara kepercayaan publik terhadap pasar.
Keputusan investor untuk melakukan investasi terbentuk oleh penilaian dan
pilihan terhadap kelengkapan, kejelasan dan kepastian informasi yang diberikan
oleh emiten, sehingga kepercayaan investor terhadap mekanisme pasar ditentukan
oleh adanya keterbukaan dalam Pasar Modal.
2. Prinsip keterbukaan berfungsi utama menciptakan mekanisme pasar yang efisien,
baik dalam penciptaan harga, pengalokasian modal maupun perlindungan
investor. Berfungsinya keterbukaan menyebabkan pelaku pasar dapat melakukan
market discipline, sebab terbukanya arus informasi berperan menciptakan
informasi yang benar dan akurat. Harga saham sepenuhnya merupakan refleksi
dari seluruh informasi yang tersedia, sehingga manajemen perusahaan harus
menjaga harga pasar dan peluang penjualan saham dengan mengemukakan
informasi yang relevan.
3. Prinsip keterbukaan berperan penting untuk mencegah penipuan (fraud),
termasuk mencegah terjadinya penyesatan dan kekeliruan informasi yang
diperoleh investor.
23
Dikatakan Bismar Nasution, prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti di Pasar Modal, sekaligus merupakan jiwa Pasar Modal itu sendiri. Lebih lanjut dikatakannya, karena prinsip keterbukaan adalah jiwa Pasar Modal itu sendiri, maka perlu dilakukan pengkajian mendalam tentang bagaimana sesungguhnya pelaksanaan prinsip keterbukaan dan penentuan fakta materil di Indonesia. Lihat, Bismar Nasution, (I), op.cit., hal. 1.
24
Perusahaan- perusahaan publik semakin banyak bergantung
pada modal ekstern ( modal ekuitas dan pinjaman) guna
pembiayaan aktifitas perusahaan, melakukan investasi dan
menciptakan pertumbuhan. Untuk kepentingan pihak pemodal
ekstern, perusahaan perlu meyakinkan mereka bahw a manajemen
akan melakukan tindakan terbaik untuk kepentingan perusahaan
dengan menggunakan dana- dana tersebut secara tepat dan efisien.
Kepastian seperti ini diberikan oleh sistem “tata kelola perusahaan
yang baik”, atau lebih dikenal dengan istilah “Go o d Co r p o r at e
Go v er n an ce”, dan selanjutnya akan dipakai singkatan “GCG”, yang
dapat diartikan sebagai:
“sistem dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan
tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (sh ar eh o ld er s
v alu e) serta mengakomodasi berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan”.25
Pengertian ini menunjukkan bahw a GCG merupakan suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan, yaitu menyangkut
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus ( pengelola perusahaan) , pihak kreditor,
pemerintah, karyaw an, serta para pemegang kepentingan intern
25
dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak- hak dan kew ajiban
mereka.26
GCG mensyaratkan adanya struktur dan perangkat untuk
mencapai tujuan dan pengaw asan atas kinerja. Penerapan GCG
akan mampu memberikan insentif yang baik bagi manajemen
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki perusahaan dan
pemegang saham, dan juga memfasilitasi pemonitoran yang efektif
guna mendorong perusahaan menggunakan sumber daya secara
efisien.27
a. Fair n ess ( Kew ajaran) .
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting GCG
ini, Or g an izat io n f or Eco n om ic Co r p o r at io n an d Dev elo p m en t
( OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip- prinsip GCG
yang dapat diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan,
budaya dan tradisi di masing- masing negara. Prinsip- prinsip yang
dikembangkan oleh OECD tersebut mencakup empat bidang
utama, yaitu:
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi
yang penting serta melarang pembagian untuk pihak
26
Lihat, I Nyoman Tjager, et.al., Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: Prenhallindo, 2003), hal.25-26.
27
sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (in sid er t r ad in g) .
b. Disclo su r e an d Tr an sp ar an cy ( Keterbukaan dan
Transparansi) .
Hak- hak para pemegang saham atas penerimaan informasi dengan benar dan tepat pada w aktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan- perubahan
yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaaan.
c. Acco u n t ab ilit y ( Akuntabilitas) .
Tanggung jaw ab manajemen melalui pengaw asan yang efektif berdasarkan b alan ce o f p o w er ( keseimbangan kekuasaan) antara manajer, pemegang saham, Dew an
Komisaris, dan auditor, merupakan bentuk
pertanggungjaw aban manajemen kepada perusahaan dan para pemegang saham.
d. Resp o n sib ilit y ( Pertanggungjaw aban) .
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara
perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, perusahaan yang
sehat dalam aspek keuangannya.28
Setiap perusahaan harus menyadari betapa pentingnya
penerapan GCG karena manfaat GCG dapat dipetakan ke dalam
lima kelompok, yaitu:
Prinsip- prinsip ini diharapkan menjadi rujukan bagi pemerintah
dalam membangun ruang lingkup bagi penerapan GCG. Bagi pelaku
usaha dan Pasar Modal, prinsip- prinsip ini dapat menjadi pedoman
dalam menentukan tindakan terbaik untuk peningkatan nilai dan
keberlangsungan perusahaan.
28
a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
b.Mendapatkan co st o f cap it al yang lebih murah.
c. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam
meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
d. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan sh ar eh o ld er s
dan st ak eh o ld er s terhadap perusahaan.
e. Melindungi Direksi, Komisaris/ Dew an Pengurus dari
tuntutan hukum.29
Manfaat- manfaat yang akan diperoleh perusahaan dengan
menerapkan GCG ini tentunya akan meningkatkan nilai
perusahaan, meningkatkan kepercayaan publik dan yang paling
utama adalah menghasilkan kemajuan bagi perusahaan.
2. Konsepsi
Penulis akan mengemukakan beberapa konsepsi untuk
menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah- istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.Modal adalah adalah efek atau sekuritas (secu r it ies) , yaitu setiap
surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights,
w aran, opsi, atau setiap derivatif dari efek, atau setiap
29
instrumen yang ditetapkan sebagai sekuritas atau efek oleh
pihak yang berw enang di bidang Pasar Modal.30
2.Pasar Modal, atau sering pula disebut bursa efek, adalah “suatu
pasar yang terorganisir dimana berbagai jenis efek- efek
diperdagangkan”.31
3.Emiten, yang sering pula disebut perusahaan publik, adalah
Pihak yang melakukan Penaw aran Umum di Pasar Modal.
Pasar Modal merupakan tempat bertemunya
investor dengan emiten untuk mengadakan transaksi jual beli
efek.
32
4.I nvestor ( pemodal) adalah pihak yang membeli sekuritas yang
diterbitkan oleh emiten sebagai cara untuk menanamkan
modalnya pada perusahaan emiten tersebut.
5.Saham adalah selembar catatan yang memuat nilai nominal
sebagaimana telah ditetapkan oleh emiten yang menunjukkan
jumlah batas hak dan tanggung jaw ab dari pemiliknya terhadap
perusahaan.
6.Fakta materil adalah informasi atau fakta penting dan relevan
mengenai peristiw a, kejadian atau fakta, yang dapat
mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek ( Pasar Modal) dan
30
Asril Sitompul, (I), op.cit., hal.3. 31Ibid.
32
atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang
berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.33
7.Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada
Undang- undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat
dalam w aktu yang tepat seluruh informasi material mengenai
usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari
Efek tersebut.34
G. Metode Penelitian
Rangkaian kegiatan penelitian ini, sejak pengumpulan data hingga analisis data,
dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah.
Kaidah-kaidah metode penelitian ilmiah tersebut terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian berfungsi menjelaskan jenis penelitian, pendekatan
penelitian dan sifat penelitian. Ketiga aspek ini merupakan acuan dalam merumuskan
aspek-aspek lain dari metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
33
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 7. 34
Sesuai karakteristik rumusan permasalahan, penelitian ini tergolong ke dalam
jenis “penelitian hukum normatif”. Yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif,
atau disebut juga penelitian hukum doktrinal (doctrinal research), adalah suatu
penelitian yang menganalisis permasalahan yang ada berdasarkan norma-norma hukum
yang tertulis dalam berbagai literatur (law in written in book) maupun hukum yang
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge
through judicial process).35
Penelitian ini bersifat “deskriptif analitis”, artinya penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan ketentuan-ketentuan dan permasalahan-permasalahan hukum
mengenai pengaturan ketentuan fakta materil dalam Hukum Pasar Modal di Indonesia,
dan sekaligus menganalisis ketentuan dan permasalahan tersebut guna menemukan Oleh karena itu, penelitian ini menjadikan kaidah hukum
sebagai premis utama dan sebagai hasil penelitian.
Berdasarkan jenis penelitian tersebut di atas, penelitian ini menggunakan
“pendekatan yuridis normatif” dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang
berlaku dalam Hukum Pasar Modal di Indonesia. Dalam penelitian ini, hukum
dipandang sebagai kaidah atau norma yang bersifat otonom, bukan sebagai sebuah
fenomena sosial. Penelitian mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat di
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, yaitu mengumpulkan
dan menganalisis kecukupan dan kejelasan kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Pasar
Modal mengenai ketentuan fakta materil.
35
solusi yang dapat digunakan dalam penyempurnaan ketentuan yang ada. Spesifikasi ini
menunjukkan bahwa penelitian ini membatasi kerangka studi pada suatu pemberian,
suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji
hipotesa-hipotesa atau teori-teori.36
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari studi kepustakaan (library research). Oleh karena itu, data sekunder
dalam penelitian ini berfungsi sebagai data utama atau data pokok penelitian.37
Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,
38
a. bahan hukum primer, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang
Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Peraturan Menteri
Keuangan, Peraturan Bapepam-LK, Keputusan Kepala Bapepam-LK, dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang relevan;
sebagai berikut:
36
Alvi Syahrin, (I), Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 17.
37
Bambang Sunggono, Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal.194-195.
b. bahan hukum sekunder, terdiri dari buku-buku karya para ahli hukum, jurnal dan
artikel ilmiah, hasil penelitian, majalah, surat kabar, situs internet dan lain-lain;
c. bahan huku m tertier, terdiri dari kamus-kamus hukum, ensiklopedi, dan lain-lain.
Keseluruhan data sekunder yang diperoleh ditujukan untuk mendapatkan
konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi mengenai permasalahan yang akan dibahas.
Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder, dan tidak menggunakan data
primer berdasarkan hasil wawancara terhadap para ahli hukum, ahli ekonomi dan
praktisi Pasar Modal yang berkiprah di Bursa Efek Indonesia. Keberadaan penulis yang
sejak 4 (empat) tahun terakhir ini berdomisili Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman
Provinsi Sumatera Barat menyebabkan peneliti mempunyai keterbatasan waktu, biaya
dan tenaga untuk melakukan penelitian lapangan (field research) guna mendapatkan
data primer yang relevan dan signifikan dalam menyempurnakan analisis penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research) sebagai alat
pengumpul data untuk memperoleh data sekunder. Studi pustaka sebagai teknik
pengumpulan data dilakukan terhadap bahan-bahan pustaka yang ada, termasuk
peraturan perundang-undangan dan surfing di internet. Studi pustaka dilakukan dengan
memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu relevansi dengan penelitian, akurasi data
dan aktualitas masalahnya.
Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi pustaka adalah data-data
sebagai perbandingan dan pedoman dalam menguraikan permasalahan yang dibahas.
Semua data yang telah dikumpulkan selanjutnya diseleksi dan diolah.
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang
didukung logika berpikir deduktif. Pendekatan kualitatif dalam analisis data ini
merupakan usaha menganalisis data secara mendalam dan integral (holistic), untuk
kemudian dilakukan penafsiran. Sesuai spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif
analitis, analisis data ditujukan untuk menggambarkan dan mengungkapkan
permasalahan yang terjadi dan sekaligus memahaminya, dan selanjutnya diharapkan
dapat memberikan solusi dalam penelitian ini.
Metode analisis kualitatif digunakan karena berbagai pertimbangan, sebagai
berikut:
Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), yang menuntut tersedianya informasi yang mendalam (indepth information).39
Berdasarkan pertimbangan ini, penggunaan metode analisis kualitatif diharapkan dapat
memberikan jawaban yang memuaskan atas permasalahan penelitian tesis ini.
39
5. Jalannya Penelitian
Penelitian tesis ini dimulai dengan penelitian kepustakaan (library research)
untuk memperoleh data sekunder. Seluruh data sekunder yang diperoleh dalam
penelitian ini dikumpulkan berdasarkan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data
terhadap bahan pustaka yang ada. Studi pustaka terutama ditujukan untuk terlebih
dahulu memahami berbagai teori, doktrin, peraturan perundang-undangan dan
konsepsi-konsepsi yang relevan dengan masalah penelitian ini.
Pengumpulan dan pengolahan data sekunder dimulai berdasarkan literatur dan
peraturan perundang-undangan yang relevan, baik yang langsung mengenai masalah
yang akan diteliti maupun yang dinilai berkaitan atau berhubungan. Pengumpulan dan
pengolahan data ditujukan guna memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah
dan bahan-bahan yang bersifat yuridis normatif sebagai pedoman dan perbandingan
dalam memahami dan menguraikan permasalahan yang dibahas.
Data sekunder yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, selanjutnya
diseleksi, diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, dan kemudian diolah supaya
dapat dihindarkan kesalahan dan kekurangan pada data-data tersebut. Dengan cara
demikian, diharapkan data yang diperoleh adalah reliable dan valid.
Data-data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan
dengan tetap berada dalam lingkup permasalahan yang akan dijawab, yaitu dengan
mengaplikasikan teori, konsep dan norma hukum yang relevan untuk menjelaskan dan
menunjukkan hubungan atau komparasi terhadap data-data yang diperoleh di dalam
dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan
antara berbagai jenis data, sehingga selain mampu menggambarkan dan
mengungkapkan permasalahan yang terjadi, juga sekaligus diharapkan akan dapat