• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal pikiran dan rasa. Di dalam

kehidupan yang dijalani manusia, banyak terdapat cara hidup yang kompleks.

Cara hidup tersebut dapat berupa aturan bermasyarakat, pengelolaan sistem

ekonomi, penciptaan, ide, dan lain sebagainya, yang apabila sudah menjadi

suatu kebiasaan hidup maka hal tersebut menjadi budaya, termasuk di

dalamnya sistem religi.

Sistem religi adalah salah satu unsur kebudayaan universal, terdiri dari

bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan

teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian

(Koentjaraningrat, 2005:81). Manusia percaya ada kekuatan yang lebih besar

dari manusia itu sendiri di alam semesta ini. Terdapat berbagai agama di

antaranya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain

sebagainya. Masing-masing dari agama tersebut mempunyai aturan, ritual, dan

tata cara pemujaan Tuhan yang berbeda-beda. Namun, dari semua ajaran

agama tersebut, tentu saja diharapkan membawa kedamaian dan kebaikan

terhadap dunia.

Di daratan India, banyak lahir dan berkembang ajaran agama, di

antaranya yang besar adalah Hindu dan Budha. Agama Hindu di India sangat

berkembang pesat karena dari sanalah agama tersebut berasal. Agama Budha

juga berasal dan berkembang di India, agama ini juga memiliki hubungan

(2)

diperkirakan berkembang sejalan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara

sesudah memasuki zaman sejarah sejak abad pertama. Perkembangan agama

Hindu dari India ke Indonesia disebarkan oleh para Brahmana/Resi atau

sarjana-sarjana agama Hindu (Ardhana, 2002: 23). Di Nusantara agama Hindu

banyak berbaur dan bercampur dengan masyarakat dan kebudayaan setempat

dimana para Resi tersebut berada dan bertempat tinggal.

Penyebaran agama Hindu di Sumatera Utara, tidak terlepas dari

kedatangan bangsa India melalui jalur perdagangan dimana pantai barat

Sumatera menjadi pintu masuknya. Hal ini ditandai dengan ditemukannya

prasasti berbahasa Tamil yang bertarikh 1088 M bertanda Raja Chola yang

ke-9. Oleh karena itu, Sumatera Utara kemungkinan besar menerima pengaruh

lebih dominan dibandingkan kawasan lain di Nusantara terutama dari etnis

Tamil yang datang dan menetap di kawasan ini. Bukti ini dapat dilihat dari

ditemukannya 175 istilah dalam bahasa Karo yang berasal dari bahasa Tamil,

di antaranya: Colia, Pandia, Meliala, Depari, Muham, Pelawi, Tukham,

Brahmana (Mahyuddin, 2014:3). Melalui hubungan perdagangan dapat

diperkirakan bahwa bangsa India yang datang ke Sumatera Utara juga

membawa nilai-nilai kehidupan mereka termasuk ajaran Hindu. Ajaran tersebut

kemudian diterima dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

Seiring perkembangan zaman, keturunan bangsa India tersebut telah

bercampur dan menjadi masyarakat setempat. Begitu pula dengan kebudayaan

dan ajaran Hindu yang kemudian menjadi salah satu agama yang diakui di

Indonesia. Di Kota Medan sendiri banyak terdapat masyarakat yang beragama

Hindu terutama dari etnis yang berasal dari tanah India antara lain Tamil,

(3)

2014:28). Masyarakat tersebut hidup berdampingan dengan masyarakat lain

yang berbeda baik dari sisi etnis maupun dari sisi keyakinan. Perbedaan dan

ragam budaya tersebut semestinya bisa dikelola demi kebaikan dan kekayaan

budaya di Kota Medan.

Dalam setiap ajaran agama terdapat tata cara, ritual, doa dan pemujaan

kepada Tuhan yang memiliki kekhasan masing-masing. Begitu pula agama

Hindu terdapat banyak cara dan teknik upacara pemujaan Tuhan, salah satunya

adalah Bhajan. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam

perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan

penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun:V). Pada

praktiknya dalam melakukan Bhajan, penganut agama Hindu menyanyikan

mantra dan nama-nama suci Tuhan secara beramai-ramai. Bhajan bisa

dilakukan di kuil atau tempat khusus tertentu.

Bhajan juga dipraktikan oleh para Sai Bhakta, yaitu orang-orang yang

mengikuti ajaran Sathya Sai Baba. Sathya Sai Baba adalah seorang Guru,

orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan, orator,

pencipta lagu/puisi, dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan sebagai

orang suci, (lahir 23 November 1926 – meninggal 24 April 2011 pada umur 84

tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India

Selatan (Kasturi, 2009:1).

Di Kota Medan terdapat orang-orang yang menjadi Sai Bhakta.

Meskipun pada umumnya mayoritas masyarakat Hindu Tamil, namun tak

sedikit pula berasal dari masyarakat Tionghoa, pelaku ajaran spiritual, warga

negara asing yang berkebetulan ada di Medan serta orang-orang dari berbagai

(4)

beberapa orang, yaitu Bapak Ram S. Galani, Bapak Mohan Leo, dan Bapak

Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktivitas Bhajan di Jalan

Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama

Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun

pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di

tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena

itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa, dan Bapak Ganapathi

selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti

Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di Jalan Imam Bonjol nomor

21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September

1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor

18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan

pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September

2000.1

Secara khusus, penulis mengadakan observasi terlibat dengan para Sai

Bhakta yang mengadakan Bhajan di Kumara Shanti Sai Centre, Jalan Lobak

nomor 18, Kecamatan Medan Baru, Medan. Di tempat ini kegiatan Bhajan

telah terjadwal, yaitu setiap hari Minggu dimulai dari jam 19.00 WIB sampai

dengan 20.00 WIB. Para peserta Bhajan berasal dari berbagai latar belakang

antara lain etnis Tamil, Tionghoa, etnis lainnya, dan bahkan warga negara

asing yang berkebetulan sedang berada di Indonesia.

Upacara Bhajan tersebut dilakukan dengan melantunkan nama suci

Tuhan yang bertujuan untuk mensucikan batin dan merasakan kedekatan

dengan Tuhan. Selama rentang waktu mengadakan Bhajan, para Bhakta yang

1

Wawancara dengan Bapak Ram S Galani, di Jalan Jenggala, 28 Januari 2015.

(5)

mengikuti Bhajan diharuskan menjaga kesucian diri dengan cara tidak

mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani melainkan menjadi

vegetarian. Pada upacara Bhajan, para Bhakta menyanyikan puji-pujian dan

pengagungan nama-nama Tuhan, suara yang mereka keluarkan tidak hilang

dan menjadi kekuatan positif yang membersihkan hal-hal negatif yang ada di

bumi ini.2

Fungsi dari Bhajan ini dipercayai oleh Bhakta dapat membuat hati suci,

dan mendapatakan kedamaian atau ketenangan dalam diri sendiri. Dalam

menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian

menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria

dan enam wanita. Saat berjalannya Bhajan ada juga instrumen musik yang

mengiringi penyanyi, yang terdiri dari: gendang tabla, harmonium, dan rebana,

tidak ketinggalan juga adanya mikrofon.

Di sini yang menjadi objek penelitian penulis adalah nyanyian dalam

Bhajan. Penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai aspek dalam Bhajan

yang mencakup sejarah, proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam

nyanyian Bhajan.

Dari latar belakang keberadaan Bhajan seperti terurai di atas, maka

dalam skripsi sarjana ini penulis mengkajinya dengan pendekatan

etnomusikologi, sebagai bidang ilmu yang penulis tekuni selama empat tahun

terakhir ini. Seperti diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi musik di

dalam kebudayaan. Tentang definisi etnomusikologi ini Merriam (1964)

menyatakan bahwa disiplin ini adalah studi musik dalam kebudayaan.

2

(6)

Etnomusikologi adalah fusi (gabungan) dari dua disiplin ilmu yaitu antropologi

(etnografi) dan musikologi. Etnomusikologi masuk ke dalam kategori disiplin

ilmu sosial dan juga ilmu humaniora sekaligus. Di dalam ilmu sosial musik

dipandang sebagai bahagian dari kehidupan masyarakat. Selanjutnya sebagai

disiplin ilmu humaniora, musik dipandang sebagai proses kreativitas yang

memiliki unsur estetik dan struktural.

Lebih jauh lagi dalam situasi masa sekarang, laman web

etnomusikologi dunia yang dikelola oleh Society for Ethnomusicology (SEM)

memberikan pengertian apa itu etnomusikologi sebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music. European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to

play the community’s types of music. Ethnomusicologists may

also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the

world’s music. Many colleges and universities have programs in

ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology.(http://webdb.iu.edu).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi

mengenai terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa lampau sampai

(7)

kegiatan, alat-alat musik dan suara dalam konteks masyarakat penghasil musik

tersebut. Berbagai musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, musik son di

Kuba, hip hop, juju di Nigeria, gamelan Jawa, ritus penyembuhan pada

masyarakat Navaho Indian, nyanyian chanting masyarakat Hawaii, adalah

beberapa contoh dari kajian budaya musik oleh para etnomusikolog.

Etnomusikologi secara keilmuan bersifat interdisiplin, beberapa etnomusikolog

berlatar belakang bukan hanya ilmuwan musik, tetapi juga berlatar belakang

disiplin antropologi, folklor, tari, bahasa, psikologi, dan sejarah. Para

etnomusikolog biasanya melibatkan metode etnografi di dalam penelitiannya.

Mereka mendatangi informan dan masyarakat yang diteliti dalam waktu yang

relatif panjang, mengamati dan mendokumentasikan apa yang terjadi,

melakukan pertanyaan-pertanyaan, dan adakalanya ikut terlibat dalam

memainkan musik yang sedang ditelitinya. Selanjutnya pekerjaan

etnomusikolog bisa saja di arkaif, perpustakaan, dan museum terutama yang

berkaitan dengan sejarah musik tradisi. Ada kalanya etnomusikolog membantu

orang-orang atau masyarakat untuk mendokumentasikan dan mempromosikan

praktik musik mereka. Sebahagian besar etnomusikolog bekerja sebagai

profesor di berbagai universitas, mereka mengajar dan juga penelitian.

Dalam kaitannya dengan skripsi ini, Bhajan dipandang sebagai salah

satu ekspresi dari gagasan dan akitivitas religius masyarakat pendukungnya,

yang berakar dari ajaran-ajaran agama Hindu. Bhajan memiliki berbagai guna

dan fungsi sosial budaya. Begitu pula Bhajan memiliki struktur, yang terdiri

dari struktur teks dan musik.

Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga

(8)

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dengan demikian penulis memberi judul: “Analisis Nyanyian Bhajan Pada

Sekte Sai Baba di Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin penulis kaji adalah analisis nyanyian

Bhajan pada sekte Sai Baba di Medan yang mencakup:

- Bagaimana struktur nyanyian Bhajan sekte Sai Baba di kota Medan,

pokok masalah ini akan didukung pula oleh deskripsi tentang: sejarah,

proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam nyanyian Bhajan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui struktur musik dalam nyanyian Bhajan pada

sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Untuk mengetahui sejarah Bhajan pada sekte Sai Baba di kota

Medan.

c) Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bhajan pada sekte Sai Baba

di kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tulisan dalam bentuk skripsi Departemen Etnomusikologi,

(9)

a) Memberikan informasi kepada para pembaca tentang struktur

nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Tulisan ini dapat memberi informasi dan masukan kepada para

pegiat, pengamat/pemerhati, akademisi, dan masyarakat yang punya

minat pada nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

c) Untuk memenuhi tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi strata satu dalam rangka mencapai

sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.

R.Merton mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu

diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin

menentukan hubungan empiris” (Merton dalam Koentjaraningrat, 1963: 89).

Konsep berfungsi untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang hal-hal

yang akan diteliti. Selain itu, secara tidak langsung konsep mampu menjadi

bingkai masalah penelitian agar tetap fokus dan tidak melebar terlalu luas.

Dalam konteks penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian

beberapa kata kunci yang menjadi bingkai masalah penelitian, yaitu : analisis,

nyanyian, upacara, Bhajan, Sai Bhakta, dan Sai Baba. Dalam konteks

penelitian ini, analisis yang dipakai adalah analisis data kualitatif, yaitu upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

(10)

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

(Moleong, 2012: 248).

Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat (1992:252)

disebut sebagai kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga

takut, ngeri, dan lain sebagainya) yang bertujuan untuk mencari hubungan

dengan dunia gaib. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam

perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan

penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun: V).

Nyanyian dalam konteks ini adalah mantra yang dinyanyikan para

peserta upacara Bhajan, nyanyian ini diambil dari berbagai mantra yang

memuja Dewa-dewi dimana mantranya ada yang berbahasa Sanksekerta,

Inggris dan juga Indonesia. Konsep tentang pengucapan mantra secara

etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal yang berpedoman pada

pengertian musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan

dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai

komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau

tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).

Sai Bhakta merupakan penggabungan dari dua kata yaitu Sai dan

Bhakta. Menurut Bapak Mohan Leo3 Sai itu bahasa Sanksekerta yang berarti

Suci. Sai dalam hal ini merujuk kepada Sai Baba. Sai Baba adalah seorang

Guru, orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan,

orator, pencipta lagu/puisi dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan

sebagai orang suci, (lahir 23 November 1926, meninggal 24 April 2011 pada

3

(11)

umur 84 tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh,

India Selatan (Kasturi N., 2009:1). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan

Bhakti. Sekitar tahun 500 S.M. muncul beberapa kecenderungan yang

kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti, yang menekankan pengertian

“pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat

dan berserah diri kepada dewa (Djam’annuri, 1988:76). Sai Bhakta adalah

orang-orang yang berbakti, memuja, dan mengikuti ajaran Sai Baba yang

dianggap sebagai perwujudan Dewa di muka Bumi untuk mensucikan diri.

Menurut Axel Michaels, seorang Indiolog menulis dalam bukunya

tentang Hinduisme bahwa dalam konteks India kata “sekte” tidak menunjukan

adanya perpecahan atau komunitas yang terasingkan, melainkan lebih pada

suatu tradisi yang terorganisir yang biasanya didirikan oleh pendiri yang

melakukan praktik-praktik asketik. Dan menurut Michaels, “sekte” India tidak

memusatkan perhatian pada ajaran sesat, karena tidak adanya pusat yang

menuntut membuat hal ini tidak mungkin. Sebaliknya, fokusnya adalah pada

para penganut dan pengikutnya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sekte, 04

Februari 2015).

1.4.2 Teori

Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk

melakukan kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara, agar

penelitian tidak melebar ke mana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan,

ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah sebabnya teori harus dibangun

terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin akan digunakan (Suwardi,

(12)

Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang

berhubungan dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan

pendapat Koentjaraningrat (1977:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh

dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan

landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori

yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan

acuan dalam membahas tulisan ini.

Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:

1. Untuk menganalisis nyanyian Bhajan penulis akan menggunakan

teori weighted scale dari William P.Malm (1977:8) yang

mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus

diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale

(tangga nada), (2) nada dasar (pitch center), (3) range (wilayah

Nada), (4) frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) prevalent

Intervals (interval yang dipakai), (6) cadence patterns (pola-pola

kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula melodi), (8)

contour (kontur).

2. Untuk mengkaji upacara Bhajan, penulis menggunakan konsep

unsur-unsur pendukung upacara yang dikemukakan

Koentjaraningrat (1985:168) bahwa upacara keagamaan terbagi atas

4 komponen, yaitu : (a) tempat upacara, (b) saat upacara, (c)

benda-benda dan alat-alat upacara, (d) orang-orang yang melakukan dan

(13)

1.5 Metodologi Penelitian

Sebagai ilmu yang mempelajari budaya, penelitian etnomusikologi tentu harus mampu melihat budaya dan manusia sebagai satu kesatuan utuh.

Berhubungan karena sifat budaya yang selalu berubah-ubah seiring dengan

perubahan manusianya, maka metode penelitian yang digunakan pun harus

mampu menjadi acuan kerja penelitian yang jelas dan sesuai agar tujuan yang

ingin dicapai dapat terwujud.

1.5.1 Metode Penelitian Kualitatif

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih metode penelitian

kualitatif. Alasan memilih metode kualitatif karena penulis ingin menganalisis

struktur nyanyian dan konteks upacara Bhajan pada sekte Sai Baba di kota

Medan.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah (Moleong, 2012: 6).

Suwardi (2006:93-94) menyatakan ada tiga hal yang menjadi

karakteristik penelitian kualitatif: 1) proposal bersifat lentur, masih dapat

berubah sesuai kondisi lapangan, 2) kerjasama peneliti dan yang diteliti amat

diperlukan untuk menentukan proses dan hasil penelitian, 3) memerlukan

(14)

1.5.2 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari informasi, teori, dan mempelajari

untuk mencapai penulisan suatu ilmiah yang tidak hanya mampu memberi

jawaban atas permasalahan, tetapi juga layak untuk menjadi suatu karya ilmiah

karena memenuhi persyaratan keilmiahan. Penulis kemudian membaca bahan

bacaan tersebut guna menambah khazanah berpikir dan sebagai salah satu

sumber informasi pendukung. Penulis mengumpulkan bacaan tentang kajian

sastra, kajian kebudayaan, musikologis, dan juga tulisan hasil penelitian.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa hasil

penelitian dalam bentuk skripsi sebagai acuan study kepustakaan. Di antaranya

adalah skripsi Destri Damayanti Purba, 2011, yang menulis skripsi bertajuk

Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula Pada

Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan:

USU. Skripsi ini mendeskripsikan pertunjukan musik religi yang digunakan

dalam upacara adhi triwula di dalam peradaban masyarakat Hindu Tamil di

Kuil Shri Singgama Kali Koil Medan. Pendekatan yang digunakan adalah

secara etnomusikologis terutama pendekatan struktural musik dan upacara.

Skripsi lainnya adalah Sandro Batubara, 2012, yang berjudul Studi

Deskriptif Musikal Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam pada

Masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan.

Medan: USU. Di dalam skripsi ini Sandro Batubara mendeskripsikan musik

yang digunakan di dalam upacara mandalabhisekam pada masyarakat Hindu

Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Sama dengan Destri

(15)

dalam salah satu upacara masyarakat Hindu Tamil. Pendekatan yang dilakukan

juga secara etnomusikologis, terutama pada aspek teks dan musik.

1.5.3 Penelitian Lapangan

Sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari manusia dan produk budayanya, khususnya musik, displin etnomusikologi tentu tidak terlepas dari kerja lapangan. Karena budaya dan musik khususnya nyata serta jelas berada di

tengah-tengah manusia yang dinamis sehingga perlu diadakan penelitian

lapangan agar mampu melihat realitasnya secara objektif dan faktual. Dalam

konteks ini penulis melakukan kerja lapangan yaitu wawancara dan

pengamatan.

1.5.3.1 Wawancara

Untuk lebih melengkapi data penelitian, penulis juga melakukan wawancara. Wawancara adalah sebuah proses pengumpulan informasi

keterangan dengan tujuan penelitian melalui tanya-jawab antara penulis dengan

informan maupun responden.

Dalam hal melakukan wawancara, penulis akan berpedoman kepada

metode wawancara, bentuk pertanyaan, persiapan wawancara, dan pencatatan

hasil wawancara, seperti dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 :

hlm.129-155), yaitu :

a) Metode wawancara dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :

wawancara berencana dan wawancara tidak berencana. Daftar

pertanyaan pada wawancara berencana telah disusun dalam daftar

(16)

pada wawancara tidak berencana tidak terdapat daftar pertanyaan

sebelum dilakukan wawancara. Di dalam wawancara tidak

berencana juga terdapat bentuk wawancara terfokus, yaitu

wawancara terpusat pada pokok permasalahan, wawancara bebas,

yaitu pertanyaan yang diajukan tidak terpusat dan dapat beralih dari

satu pokok ke pokok yang lain tapi tetap mendukung informasi

penelitian dan wawancara sambil lalu, pembedaanya dalam

wawancara sambil lalu orang-orang yang akan diwawancarai tidak

diseleksi terlebih dahulu.

b) Berdasarkan bentuk pertanyaannya wawancara terbagi atas dua,

yaitu, wawancara tertutup dan wawancara terbuka. Perbedaan

keduanya terletak pada jawaban yang dikehendaki dari informan.

Pada wawancara tertutup, pertanyaannya dirancang sedemikian rupa

agar jawaban dari informan terbatas dan sudah ditentukan

sebelumnya, sedangkan pada wawancara terbuka, pertanyaannya

dirancang sedemikian rupa sehingga jawaban responden atau

informan tidak terbatas dalam beberapa kata atau kalimat.

c) Persiapan wawancara, ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum

wawancara, yaitu : 1) seleksi individu untuk diwawancara, dimana

orang-orang yang akan diwawancarai harus terlebih dahulu

diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu, wawancara untuk

mendapatkan keterangan dan data informasi dari orang-orang yang

mempunyai keahlian tentang pokok wawancara yang disebut

informan dan wawancara untuk mendapatkan keterangan, data, dan

(17)

orang tertentu disebut responden. 2) pendekatan terhadap orang

yang telah diseleksi. 3) pengembangan suasana lancar dalam

wawancara. Setelah membangun hubungan emosional dan

komitmen dengan orang yang akan diwawancara harus juga

dipikirkan cara agar informan mampu menjawab dengan lancar,

bersedia memberi informasi sebanyak-banyaknya, dan bersikap

kooperatif.

d) Pencatatan hasil wawancara. Hal ini bisa dilakukan pada saat

wawancara berlangsung maupun setelah wawancara selesai. Secara

umum ada lima cara pencatatan hasil wawancara, yaitu: 1)

pencatatan langsung, dilakukan pada saat wawancara berlangsung,

2) pencatatan dari ingatan, dilakukan setelah wawancara selesai, 3)

pencatatan dengan alat perekam, pencatatan yang dilakukan

dengan bantuan tape recorder, 4) pencatatan dengan angka

ataukata-kata yang mempunyai nilai, pencatatan yang dilakukan

berdasarkan nilai kategori jawaban, 5) pencatatan dengan kode,

pencatatan yang dilakukan berdasarkan kode kategori jawaban.

Mengingat penelitian yang akan penulis lakukan bersifat kualitatif,

maka teknik pencatatan hasil wawancara seperti tertera pada nomor

4 (empat) dan nomor 5 (lima) di atas, tidak digunakan.

Secara teknis, selain mengacu pada cara kerja di atas, penulis juga akan

mempersiapkan kelengkapan peralatan wawancara. Seperti alat tulis, kertas,

tape recorder, kaset, dan keperluan lainnya yang mendukung proses wawancara

(18)

1.5.3.2 Pengamatan di Lapangan

Pengamatan adalah melihat secara langsung objek penelitian di

lapangan guna mendapatkan informasi dan data tambahan. Pengamatan atau

observasi adalah suatu penelitian secara sistematis menggunakan kemampuan

indra manusia (Suwardi, 2006:133). Meskipun indra manusia menjadi

instrumen utama, pendokumentasian hal-hal tertentu di lapangan dengan

menggunakan video maupun tape recorder diharapkan dapat lebih

memantapkan proses pengamatan dan hasil yang diperoleh.

Sebagai bahan acuan penulis dalam melakukan pengamatan, penulis

merujuk pada rangkuman Posman Simanjuntak dalam buku Berkenalan

dengan Antropologi (2000:hlm.8-10) yang berisi pendapat para antropolog

tentang bahan amatan, metode pengamatan berdasarkan keterlibatan, dan

metode pengamatan berdasarkan cara yang dilakukan, yaitu :

a) Bahan amatan. Terbagi atas 8 (delapan) hal, yaitu: 1) pelaku atau

partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan

yang diamati, 2) kegiatan, yaitu menyangkut bentuk, bagaimana,

dan apa akibat yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan

partisipan, 3) tujuan, menyangkut apa yang menjadi tujuan

partisipan melakukan hal yang diamati, 4) perasaan, menyangkut

ungkapan-ungkapan emosi partisipan, baik dalam bentuk tindakan,

ucapan, ekspresi muka, atau gerak tubuh, 5) ruang atau tempat,

yaitu lokasi dari peristiwa yang diamati, 6) waktu, menyangkut

jangka waktu kegiatan yang diamati, 7) benda atau alat,

(19)

yang dipakai, 8) peristiwa, menyangkut kejadian-kejadian lain yang

terjadi secara bersamaan dengan kegiatan yang diamati.

b) Berdasarkan keterlibatan peneliti, metode pengamatan dibedakan

sebagai berikut: 1) pengamatan biasa, dalam pengamatan ini

peneliti tidak memiliki keterlibatan apapun dengan pelaku yang

menjadi objek penelitian, 2) pengamatan terkendali, juga

pengamatan yang tidak terlibat dengan objek, namun, dalam

pengamatan ini peneliti mengamati objek pada lingkungan yang

terbatas untuk meningkatkan ketepatan data dan informasi, 3)

pengamatan terlibat, dalam pengamatan ini pengamat ikut

berpartisipasi pada kegiatan yang diamati.

c) Berdasarkan cara yang dilakukan, metode pengamatan dibedakan

atas: 1) pengamatan tidak berstruktur, dalam pengamatan ini tidak

terdapat format pencatatan dan ketentuan yang baku, selain itu

pengamatan ini bersifat eksploratif, 2) pengamatan berstruktur,

dalam mengumpulkan data, peneliti berpedoman secara sistematis

kepada format pencatatan dan ketentuan baku yang telah ditetapkan

sebelumnya.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data di lapangan, penulis akan mulai mengolah data tersebut ke dalam bentuk laporan penelitian. Data tersebut berupa

catatan-catatan, rekaman hasil wawancara penulis dengan narasumber. Pada kerja

laboratorium ini penulis juga akan mengambil beberapa buah sampel lagu

(20)

1.6 Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian, paling tidak ada dua kriteria yang

harus diperhatikan, yaitu: (1) menguntungkan atau tidak tempat yang dipilih

untuk pengambilan data yang lengkap dan (2) apakah orang-orang yang ada di

tempat itu benar-benar siap dan respek dijadikan subjek penelitian (Suwardi,

2006:108).

Merujuk pendapat diatas, penulis melihat bahwa Kumara Shanti Sai

Centre yang beralamat di Jln. Lobak no.18, kelurahan Darat, kec Medan Baru,

Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu :

1) Di tempat ini penulis bisa mendapat data penelitian yang

lengkap dan representatif tentang Bhajan karena Bapak Mohan

Leo yang juga seorang pendiri Sai Study Group tinggal di lokasi

penelitian ini.

2) Di lokasi penelitian ini upacara Bhajan rutin diadakan seminggu

sekali sehingga penulis bisa melakukan observasi dan

pengumpulan data.

3) Di lokasi penelitian ini dapat beberapa nara sumber yang layak

dan mendukung penuh penulisan karya ilmiah ini, seperti

memberi bahan bacaan, dokumentasi, meluangkan waktu untuk

diwawancarai, dan sebagainya.

4) Lokasi penelitian ini relatif terjangkau sehingga meningkatkan

efesiensi penelitian, pendalaman materi-materi penelitian,

pelibatan penulis sebagai pengamat terlibat (paticipant

(21)

1.7 Pemilihan Narasumber (informan)

Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa

informasi yang dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan

dengan objek penelitian ini. Hal ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat

(1977:163-164) mengenai informan pangkal dan informan pokok.

1) Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk

kepada peneliti tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang

dapat memberikan berbagai keterangan yang diperlukan.

Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah:

1. Bapak Drs. Selwa Kumar yaitu yang telah memberikan

informasi tentang adanya upacara Bhajan dan nyanyian pada Sai

Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan.

2) Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang

sektor-sektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita

ketahui.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah:

1. Bapak Mohan Leo (umur 68 tahun, praktisi Bhajan sekaligus

pendiri Kumara Shanti Sai Centre Medan). Bapak Mohan Leo

ini beragama Hindu.

2. Ibu Tia Poh Hoa (umur 49 tahun, praktisi Bhajan). Beliau

(22)

3. Bapak Zulkarnen Tanbrin (umur 56 tahun, praktisi Bhajan

sekaligus ketua Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre

Medan). Beliau juga beragama Budha.

4. Bapak Ram S. Galani (umur 75 tahun, pendiri sekaligus praktisi

pertama Bhajan Sai Study Group di Medan). Beliau beragama

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin darah terhadap 12 responden anggota fitnes yang mengkonsumsi suplemen di banjarbaru pada bulan Maret

Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden, lansia yang tinggal di Panti Werdha Griya Asih

yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 4.093.805.000 dan. Belanja Langsung sebesar

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, pendanaan penyelenggaraan pemerintahan telah diatur sesuai kewenangan yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk

7) Pengesahan fotokopi ijazah/STTB, syahadah dari satuan pendidikan yang terakreditasi, sertifikat, dan surat keterangan lain yang menerangkan kelulusan dari

Silase dibuat dengan mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya kedalam ruang kedap udara.Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan

Untuk mencari nilai h, kita harus memenuhi persamaan (12), di mana nilai yang dibutuhkan pada karakteristik udara pada suhu 55 o C dapat dilihat pada tabel 2... Untuk mencari

Tujuan merancang sebuah antenna J-Pole yang bekerja pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz dengan polaradiasi J-pole berpolarisasi vertikal dengan arah pancaran yang omnidirectional