• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN VARIABEL CONFOUNDING DALAM MEMPENGARUHI ASOSIASI ANTARA KONSUMSI PANGAN HEWANI, BUAH DAN SAYUR IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA (ANALISIS MANTEL HAENSZEL DENGAN CONFOUNDING : JUMLAH BALITA SERUMAH DAN PENDIDIKAN IBU DI DESA TAWANG KECAMATAN WATES KABUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN VARIABEL CONFOUNDING DALAM MEMPENGARUHI ASOSIASI ANTARA KONSUMSI PANGAN HEWANI, BUAH DAN SAYUR IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA (ANALISIS MANTEL HAENSZEL DENGAN CONFOUNDING : JUMLAH BALITA SERUMAH DAN PENDIDIKAN IBU DI DESA TAWANG KECAMATAN WATES KABUP"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN VARIABEL

CONFOUNDING

DALAM MEMPENGARUHI ASOSIASI

ANTARA KONSUMSI PANGAN HEWANI, BUAH DAN SAYUR IBU

DENGAN STATUS GIZI BALITA

(ANALISIS MANTEL HAENSZEL DENGAN

CONFOUNDING

: JUMLAH

BALITA SERUMAH DAN PENDIDIKAN IBU DI DESA TAWANG

KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI)

Tutut Pujianto

Akademi Gizi Karya Husada Kediri noanpujianto@gmail.com

Abstrak

Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh rutinitas konsumsi makanan sehari-hari, utamanya konsumsi pangan hewani serta konsumsi buah dan sayur. Asosiasi konsumsi pangan hewani serta konsumsi buah dan sayur ibu dengan status gizi balita, dapat terganggu oleh keberadaan variabel confounding yaitu jumlah balita serumah dan pendidikan ibu. Penelitian ini menggunakan desain observasional

dengan pendekatan cross sectional, dengan besar sampel 116 dipilih secara random (simple random sampling). Data konsumsi lauk hewani, buah dan sayur didapatkan melalui proses recall 3 hari kepada ibu balita, sedangkan status gizi balita dihitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) menurut umur. Asosiasi konsumsi pangan hewani serta buah dan sayur terhadap status gizi balita di analisis dengan uji coefisien contingensi. Sedangkan penentuan peran variabel confounding dianalisis dengan

Mantel Haenszel (α : 0,05). Hasil menunjukan tadanya asosiasi antara konsumsi pangan hewani, buah dan sayur dengan status gizi balita. Jumlah balita serumah dan pendidikan ibu mempengaruhi asosiasi antara konsumsi pangan hewani ibu dengan status gizi balita. Tapi Jumlah balita serumah dan pendidikan ibu tidak mempengaruhi asosiasi antara konsumsi sayur dan buah ibu dengan status gizi balita.

Kata kunci : pangan hewani, sayur dan buah, konsumsi, status gizi

1. PENDAHULUAN

Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA), stunting dan obesitas merupakan permasalahan gizi yang ada di Indonesia. Permasalahan-permasalahan tersebut hingga sekarang masih menjadi bahasan yang belum dapat tercapai ujungnya. Sulitnya menetapkan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia, karena kompleksnya permasalahan di dalam masyarakat. Kompleksitas permasalahan gizi masyarakat terjadi karena banyak sektor yang terlibat. Sektor tersebut tidak hanya sektor kesehatan khususnya gizi, tetapi juga di luar sektor gizi.

Supariasa (2014) menyatakan bahwa untuk mengurai permasalahan gizi utamanya malnutrisi yang ada di masyarakat, dapat ditempuh dengan upaya pencegahan pada semua faktor yang terlibat dalam gizi masyarakat. Faktor tersebut meliputi keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya,

sosial ekonomi, produksi pangan, kesehatan dan pendidikan.

Konsumsi makanan pada saat balita merupakan momentum yang sangat potensial yang dapat menentukan status gizi balita. Masa balita merupakan merupakan masa rentan terhadap gangguan kesehatan. Oleh karena itu kedudukan orang tua sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan balita/usia pra sekolah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Rosidi (2012), yang menetapkan bahwa pola makan anak usia prasekolah masih mengikuti pola makan orang tuanya. Kemampuan ibu/pengasuh dalam menata pola makan dalam keluarganya dapat menjadi barometer status gizi balita.

(2)

dengan status gizi. Santoso at all., (2009) menyatakan bahwa konsumsi buah dan sayur secara rutin sangat bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Begitu pentingnya konsumsi buah dan sayur bagi tumbuh kembang balita, maka pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS) (2013), ditetapkan bahwa anak sekolah dianjurka untuk mengkonsumsi sayur dan buah minimal 300-400 gr setiap hari. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan pengaruh jumlah balita serumah dan pendidikan ibu sebagai variabel confounding dalam mempengaruhi asosiasi konsumsi pangan hewani serta buah dan sayur ibu terhadap status gizi balita.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain

observasional dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Desa Tawang Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, pada bulan September-November 2017. Populasi sebanyak 164 balita dengan besar sampel 116 dipilih secara random (simple random sampling). Data konsumsi lauk hewani, buah dan sayur didapatkan melalui proses recall 3 hari kepada ibu balita, sedangkan status gizi balita dihitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) menurut umur. Asosiasi konsumsi pangan hewani serta buah dan sayur terhadap status gizi balita di analisis dengan uji coefisien contingensi dan penentuan peran variabel confounding dianalisis dengan Mantel Haenszel.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Data Demografi

Tabel 1. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. Distribusi Jumlah Balita Serumah

No. Jumlah Balita f %

1. 1 98 84,5

2. 2 18 15,5

Total 116 100 Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat 84,5% balita berada di rumah tanpa ada balita lain, dan sisanya 15,5% balita yang memiliki saudara/teman balita lain serumah. Ini menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana terutama pengaturan jarak kelahiran. Dengan mayoritas balita serumah hanya ada satu, seharusnya dapat menjadi jaminan bahwa balita akan lebih terurus dan terperhatikan terutama kebutuhan konsumsi makan, dan akan berdapak terhadap status gizinya.

Tabel 4. Distribusi Pendidikan Ibu Balita

No. Pendidikan f %

5. Tamat Perguruan Tinggi

9 7,8

Total 116 100 Dari tabel 4 diketahui bahwa 43,1% ibu balita berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan hanya 2,6% yang tidak pernah sekolah. Tingkat pendidikan yang sebagian besar SMA merupakan sebuah potensi untuk bisa dimaksimalkan terutama kelancaran proses edukasi/penyuluhan. Lulusan SMP, SMA dan Perguruan tinggi rata-rata telah melek teknologi. Dengan fasilitas dan kebebasan mengakses informasi yang tanpa batas, dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi seimbang.

b. Data Khusus

Tabel 5. Distribusi Kebiasaan Konsumsi Pangan Hewani Ibu Balita

No. Kebiasaan f %

1. Tidak Setiap Hari 45 38,8

2. Setiap Hari 71 61,2

(3)

bagi anggota keluarga dan terutama balita. Kebiasaan konsumsi pangan hewani akan dapat memberikan pengaruh pada tumbuh kembang balita, jika ibu juga dapat memberikannya kepada balita. Besarnya kebiasaan konsumsi pangan hewani setiap hari, karena setiap hari keluarga yang ada di desa Tawang Kecamatan Wates ini mengonsumsi telur atau ikan yang lainya. Data ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yana Ayu A. (2014) yang menyatakan bahwa 85,7% masyarakat Sukoharjo-Surakarta telah mengkonsumsi telur, ikan dan olahan lainnya setiap hari.

Tabel 6. Distribusi Kebiasaan Konsumsi Buah dan Sayur Ibu Balita

No. Kebiasaan f %

1. Tidak Setiap Hari 59 50,9

2. Setiap Hari 57 49,1

Total 116 100

Dari tabel 6 diketahui bahwa kebiasaan ibu balita dalam mengkonsumsi sayur antara yang setiap hari dan tidak setiap hari cenderung berimbang. Kebiasaan ibu balita ini masih dapat dibanggakan, karena dewasa ini banyak ibu balita yang lebih menyukai makanan kering tanpa sayur dan cenderung tidak menyukai buah. Sebuah angka yang patut diwaspadai untuk segera dicarikan solusinya, agar ibu

balita mau mengkonsumsi buah dan sayur, demi tumbuh kembang balitanya. Penelitian Yunita Dhian S. (2009) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan konsumsi sayur anak sekolah dasar adalah kebiasaan ibu balita dalam mengkonsumsi sayur itu sendiri. Sehingga jika knsumsi buah dan sayur ibunya rendah, maka konsumsi buah dan sayur balita juga rendah.

Tabel 7. Distribusi Status Gizi Balita

No. Status Gizi f %

1. Kurang 30 25,9

2. Baik 86 74,1

Total 116 100

Dari tabel 7 diketahui bahwa 74,1% balita berada pada status gizi baik dan sisanya berstatus gizi kurang. Pengukuran status gizi yang dinilai dari Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan pada berat badan dan tinggi badan ini menjadi cerminan tumbuh kembang yang baik. Tumbuh kembang balita yang baik dapat dipengaruhi oleh konsumsi makanannya terutama peran pangan hewani dan konsumsi buah dan sayur.

Analisis Variabel Confounding Dalam Mempengaruhi Hubungan Antara Konsumsi Lauk Hewani , Buah dan Sayur Dengan Status Gizi Balita dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 8. Hasil Pengujian Coefisien Contingensi dan Mantel Haenszel Hubungan Konsumsi Pangan Hewani dengan Status Gizi Balita

No. Parameter p value confounding Kesimpulan

Jumlah balita

Pendidikan ibu

1. Coefisien Contingensi 0,020 0,020 Ada hubungan antara konsumsi lauk hewani dengan status gizi

2. Mantel Haenszel Conditional Independence

0,035 0,027 Jumlah balita serumah dan pendidikan ibu menjadi confounder

3. Mantel Haenszel Common OR Estimate

2,634 2,863

Dari nilai tabel hasil pengujian dengan coefisien contingensi (α = 0,05) disimpulkan bahwa ada asosiasi antara konsumsi pangan hewani ibu terhadap status gizi balita (p=0,020). Kebiasaan ibu dalam mengkonsumsi pangan hewani yang sebaian

(4)

hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi balita (p=0,01). Sedangkan penelitian Fitrah E. (2016) menyatakan bahwa konsumsi protein nabati dan hewani antara stunting dan gizi kurang, lebih rendah dibandingkan yang bertatus gizi baik.

Hasil analisis peran variabel confounding (jumlah balita serumah dan pendidikan ibu) terhadap asosiasi konsumsi pangan hewani dengan status gizi balita, menunjukkan signifikansi < α (0,035 dan 0,027). Nilai signifikansi < α, diartikan bahwa jumlah balita serumah akan mempengaruhi asosiasi konsumsi pangan hewani dengan status gizi balita. Jumlah balita serumah yang rata-rata hanya satu, memungkinkan ibu balita dapat lebih mudah memberikan asupan yang lebih baik serta dapat selalu memantau tumbuh kembang balita. Demikian juga dengan tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pendidikan ibu

akan semakin tinggi pula dalam mendapatkan informasi gizi seimbang, serta informasi kesehatan lainnya.

Hasil perhitungan Odds Ratio (OR) untuk jumlah balita serumah = 2,634 artinya bahwa jumlah balita yang serumah sama dengan 1 memiliki resiko staus gizi baik sebesar 2,634 kali dibadingkan dengan yang jumlah balita serumahnya sama dengan 2. Sedangkan nilai Odds Ratio (OR) pendidikan ibu = 2,863 artinya bahwa pendidikan ibu yang lebih tinggi memiliki resiko staus gizi baik sebesar 2,863 kali dibadingkan dengan yang pendidikan ibunya lebih rendah. Ini berati dengan menurunkan jumlah balita serumah akan menaikan status gizi balita. Demikian juga dengan pendidikan ibu, semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin besar pula status gizi balita baiknya.

Tabel 9. Hasil Pengujian Coefisien Contingensi dan Mantel Haenszel Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Status Gizi Balita

No. Parameter p value confounding Kesimpulan

Jumlah balita

Pendidikan ibu

1. Coefisien Contingensi 0,044 0,044 Ada hubungan antara konsumsi Buah dan sayur dengan status gizi

2. Mantel Haenszel Conditional

coefisien contingensi (α = 0,05) disimpulkan

bahwa ada asosiasi antara konsumsi buah dan sayur ibu terhadap status gizi balita (p=0,044). Walaupun kebiasaan ibu dalam mengkonsumsi buah dan sayur sebagian belum setiap hari tetapi juga membawa akibat terhadap perbaikan status gizi balita terutama dalam mencegah terjadinya infeksi saluran pencernaan makanan. Peran yang cukup besar dari ibu dalam konsumsi buah dan sayur untuk meningkatkan status gizi balita sesuai denga penelitian Pearson (2009), yang menyatakan bahwa orang tua/ibu menjadi faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi sayur anak pra sekolah.

Hasil analisis peran variabel confounding

(jumlah balita serumah dan pendidikan ibu)

(5)

4. KESIMPULAN

Terdapat asosiasi antara konsumsi pangan hewani ibu dengan status gizi balita. Terdapat asosiasi antara konsumsi buah dan sayur ibu dengan status gizi balita. Jumlah balita serumah dan pendidikan ibu mempengaruhi asosiasi antara konsumsi pangan hewani ibu dengan status gizi balita. Jumlah balita serumah dan pendidikan ibu tidak mempengaruhi asosiasi antara konsumsi sayur dan buah ibu dengan status gizi balita.

REFERENSI

1. Anggraeni, Diah at all (2016) Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Balita Usia 6 – 24 Bulan, Prodi Kesmas Pascasarjana Universitas Syah Kuala Banda Aceh

2. Ardhyati, Yana Ayu (2014), Hubungan Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi Anak SD Negeri Kudu 02 Sukoharjo, FIK UNMUH Surakarta

3. Astawan M., (2008), Sehat Dengan Hidangan Hewani, Penebar Swadaya, Depok

4. Dep. Kes RI (2013), Pedoman Gizi Seimbang, Jakarta

5. Ermawati, Fitri at all (2016) Gambaran Konsumsi Protein Nabati dan Hewani Pada Anak Balita Stunting dan Gizi Kurang di Indonesia, P3Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan dan BPPK, Jakarta

6. Fitriastuti, Yunita Dian (2009) Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Konsumsi Sayuran Pada Anak SD Kebayarum 01/02 Semarang

7. Gibney, Michael J. (2015) Gizi Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta

8. Natalie, Perason at all (2009) Parenty Style Family Structure and Andolencent Dietari Behavior, Publich Helath Nutrition

9. Nurjanah, at all (2015) Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Ikan Pada Wanita Dewasa di Indonesia, Departeme Gizi Fakultas Gizi Ekonomi Manusia, IPB 10. Putra, Windi Kharisma (2016), Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Buah dan Sayur Pada Anak Sekolah Dasar, IKM UNNES Semarang

11. Rosidi, A. (2012), Peran Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Dalam Konsumsi Sayur

Anak Pra Sekolah , Jurnal Gizi UNMUH Semarang

12. Santoso, S., at all (2009), Kesehatan dan Gizi, Rineka Cipta, Jakarta

Gambar

Tabel 8. Hasil Pengujian Coefisien Contingensi dan Mantel Haenszel Hubungan Konsumsi Pangan Hewani dengan Status Gizi Balita
Tabel  9.  Hasil Pengujian Coefisien Contingensi dan Mantel Haenszel Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Status Gizi Balita

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak yang mendapat perlakuan P2 dan P3 menujukkan gejala estrus dengan intensitas yang lebih tinggi yaitu skor 3 daripada

Dalam hal ini nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelompokan RVI bangunan berdasarkan bentuk atap tidak

Hasil penelitian menjelaskan, berdasarkan data sejarah dan bukti-bukti arkeologi, Tidore berkembang sebagai pusat kekuasaan dengan ciri sebagai kota kesultanan,

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa secara bersama-sama variabel struktur modal, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan

sebab yang lain, pada tahap yang sangat penting, justru ketika mereka telah memungkinkan untuk mencapai kekuatan yang lebih besar, baik itu bahan-bahan,

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to,

Berangkat dari permasalahan tersebut perancang merancang karakter dari naskah untuk perancangan animasi pendek 2D menggunakan metode kualitatif dengan cara literatur

1) Hasil dari analisis karakterisitik campuran beton aspal diperoleh kadar aspal optimum 6,4 % dengan menggunakan variasi pasir laut yang dipengaruhi pasang surut. Hal