• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Konstruktivisme - Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Konstruktivisme - Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian

2.1.1 Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah

salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah

konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau

tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah

pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat.

Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia

kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu

konstruksi kognitif.

Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam

tindakan pengamatan. Kemudian keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada

benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema,

kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang di

amati. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang

yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan

begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan sendirilah

yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap

pengalaman mereka (Ardianto, 2007: 154).

Kontruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan

subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak

lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan

dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru

menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta

hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol

terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami,

diatur, dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap

pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan

(2)

analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu

dari komunikasi (Ardianto, 2007: 151).

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi

merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang

dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material.

Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan

bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman

manusia secara terorganisasi dan bermakna.

Keberagaman pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan

historis, kultural, dan personal yang di gali secara terus-menerus. Jadi tidak ada

pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek

yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang

lengkap, dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan-pilihan yang mereka buat

dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman

sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoretis.

Kontruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang

sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa

pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah

pengalaman (Ardianto, 2007: 154). Teori konstruktivisme adalah pendekatan

secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse

Delia dan rekan-rekan sejawatnya (Miller, 2002). Konstruktivisme ini lebih

berkaitan dengan program penelitian dalam komunikasi antarpribadi. Sejak

1970-an para akademisi mengemb1970-angk1970-an komunikasi 1970-antarpribadi secara sistematik

dengan membuat peta terminologi secara teoritis dan hubungannya; dengan

mengolaborasi sejumlah asumsi, serta uji coba teori dalam ruang lingkup situasi

produksi pesan.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme karena di dalam

kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai

interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang

memiliki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat

dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela,

(3)

memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan

subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma

konstrukstivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif

kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan

konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam

komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi

atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu

menimbulkan kesamaan makna (Effendy, 2006: 9). Dengan kata lain, mengerti

bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu.

Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna

dari bahan yang dipercakapkan.

Selain itu juga terdapat sebuah definisi lain yang dibuat oleh kelompok

sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi

antarmanusia (human communication) bahwa: “Komunikasi adalah suatu

transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur

lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2)

melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang

lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book, 1980)

(Cangara, 2009: 20). Everret M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan

Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi,

khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi

adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau

(4)

Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama

D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan

bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk

atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2009: 20).

Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu

pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap

dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari

orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Definisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan

definisi lain, seperti definisi komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Cangara,

2009: 20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai

bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain,

dengan sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada pada komunikasi verbal

saja, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena

itu, jika kita berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa

kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari

simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi.

Dari beberapa definisi tersebut, peneliti dapat memahami bahwa

komunikasi dapat diartikan sebagai pengiriman pesan berupa informasi, pemikiran

dari seorang komunikator kepada komunikan. Komunikasi yang dilakukan

dikatakan sebagai komunikasi yang efektif apabila antara kedua orang yang

melakukan komunikasi tersebut terdapat kesamaan makna tentang hal yang

dikomunikasikan. Terdapat dua jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal dan

komunikasi non verbal.

Defini komunikasi tidak terbatas pada itu saja, terdapat pula definisi lain

menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy 2006: 10), ilmu komunikasi adalah

“Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja

penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public

(5)

kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam

definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland

mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan

secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang

dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of

Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban

dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni komunikator (communicator, source,

sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant,

receiver, recipient), efek (effect, impact). Jadi, berdasarkan paradigma Laswell

tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).

Dengan demikian dari beberapa pengertian komunikasi yang telah

dipaparkan dapat disimpulkan secara singkat bahwa komunikasi adalah

penyampaian informasi dan pengertian dari seorang komunikator kepada

komunikan baik berupa verbal maupun non-verbal dengan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu. Komunikasi akan berhasil jika terjadi kesamaan

makna di antara kedua pihak yang berkomunikasi. Selain itu, komunikasi juga

dilakukan tidak hanya untuk saling bertukar informasi, tetapi juga dapat

digunakan untuk saling mempengaruhi, yaitu agar orang lain bersedia menerima

suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan

lain-lain.

2.2.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi menurut Effendy (2006: 11) pada hakikatnya adalah

prose penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada

orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan

(6)

keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya

yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan buah

pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat

lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran.

Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu,

disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran

disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya

komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak

terkontrol.

Effendy (2006: 11) menyebutkan bahwa proses komunikasi terbagi

menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. Proses komunikasi

secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media.

Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat,

gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu

“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Media primer komunikasi adalah bahasa, karena bahasa yang paling

banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang

mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Pikiran tersebut

dapat berbentuk idea, informasi atau opini; baik mengenai hal yang konkret

maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat

sekarang, melainkan juga pada waktu yang lau dan pada masa yang akan datang.

Berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan; dapat

menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa

yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan datang.

Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, memainkan

jari, mengedipkan mata atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat

mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula isyarat

dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene dan lain-lain serta

warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas

(7)

Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi

memangb melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan

“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tidak melebihi bahasa. Tetapi, demi

efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan

penggunaannya. Walaupun media primer yang paling banyak digunakan dalam

komunikasi adalah bahasa, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat

dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya.

Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi

semua orang. Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses

penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat

atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media

pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan

komunikasinya karena komunikan sebagai sarananya berada di tempat yang relatif

jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio,

televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam

komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang

dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagai diterangkan di atas.

Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini

disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan perasaan – yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon,

radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya

seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin

berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.

Pada dasarnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam

komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentrasmisikan pikiran, ide,

pendapat, dan sebagainya. Karena itu pula kebanyakan media merupakan alat atau

sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa.

Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa, biasanya

(8)

Dalam penelitian ini, proses komunikasi yang dilakukan oleh anak adalah

proses komunikasi sekunder. Hal ini dikarenakan, anak yang di teliti tinggal

terpisah dengan orang tua dan proses komunikasi yang di lakukan menggunakan

media komunikasi. Dalam penelitian ini, media komunikasi yang digunakan yaitu

handphone yang digunakan untuk menelepon dan SMS.

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi

Wiiliam I. Gorden dalam Mulyana, (2007: 5-33) mengkategorikan fungsi

komunikasi menjadi empat, yaitu:

1. Sebagai Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian.

b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

(9)

bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.

2. Sebagai Komunikasi Ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

3. Sebagai Komunikasi Ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

4. Sebagai Komunikasi Instrumental

(10)

Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat juga beberapa

pendapat dari para ilmuwan lain yang bila dicermati saling melengkapi.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Effendy (2006: 8) fungsi komunikasi antara

lain: (a) Menyampaikan informasi (to inform), (b) Mendididik (to educate), (c)

Menghibur (to entertain), (d) Mempengaruhi (to influence).

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D.

Laswell (dalam Cangara, 2009: 59) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi

antara lain, yaitu: (1) manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi

dengan lingkungan tempat mereka berada, serta (3) melakukan transformasi

warisan sosial kepada generasi berikutnya. Selain itu, ada beberapa pihak menilai

bahwa dengan komunikasi yang baik, hubungan antarmanusia dapat dipelihara

kelangsungannya. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa

memperbanyak sahabat, memperbanyak rezeki, memperbanyak dan memelihara

pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan antarmanusia dalam bermasyarakat.

Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan oleh anak dan orang tua

berfungsi untuk saling menyampaikan informasi, misalnya informasi mengenai

keadaan dan kondisi kesehatan. Selain itu komunikasi juga dilakukan oleh ibu

untuk mendidik anak, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bahkan ketika tinggal

terpisah.

2.2.1.4 Tujuan Komunikasi

Menurut Effendi (2006: 8), tujuan komunikasi antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Perubahan Sikap (attitude change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat.

2. Perubahan pendapat (opinion change)

(11)

masyarakat dapat terbentuk untuk mendukung kebijakan tersebut. Perubahan pendapat dapat terjadi dalam suatu komunikasi tergantung bagaimana komunikator menyampaikan komunikasinya.

3. Perubahan perilaku (behaviour change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti perilaku hidup sehat. Perubahan perilaku dapat terjadi bila dalam suatu proses komunikasi komunikator berhasil menyampaikan maksud dari pesan komunikasinya dan hal ini juga bergantung kepada kredibilitas komunikator itu sendiri.

4. Perubahan sosisal (social change)

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi dalam tatanan masyarakat itu sendiri sesuai dengan lingkungan ketika berlangsungnya komunikasi.

Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk

menyampaikan informasi, agar terjadinya perubahan sikap dan perilaku.

Komunikasi juga dilakukan untuk membuat kesamaan pendapat di antara anak

dan orang tua, sehingga jika terdapat kesamaan pendapat dapat mengurangi

konflik di antara kedua belah pihak.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Menurut DeVito (Liliweri, 1991: 12), komunikasi antarpribadi

merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain

atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Sedangkan

Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi

adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi

jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Arus balik

bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,

pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah

komunikasinya positif atau negative, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat

memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Liliweri,

(12)

Dalam bukunya The interpersonal Communication Book 11th ed, DeVito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai “the communication that takes place between two persons who have an etablished relationship; the people are in some way “connected”. Yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara dua orang yang membangun hubungan dan

orang-orang tersebut dalam hal tertentu memang terhubung (DeVito, 2007: 5).

Komunikasi antarpribadi dapat terjadi antara lain pada anak dan ayahnya, seorang

atasan dan bawahan, kakak dan adik, guru dan murid, sepasang kekasih, dua

orang sahabat, dan lain sebagainya. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi

ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan dua orang secara tatap muka, yang

memungkinkan setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik

secara verbal ataupun nonverbal.

Dengan demikian, dari kedua pengertian komunikasi antarpribadi

tersebut dapat diketahui bahwa karakteristik komunikasi antarpribadi adalah

terjadi diantara dua orang yang memiliki hubungan yang jelas, berlangsung secara

tatap muka, bersifat interaktif dimana para pelaku komunikasi dapat saling

bereaksi satu sama lain. Selain itu, terdapat juga pendapat lain dari Dean C.

Barnlund (dalam Liliweri, 1991: 12) mengemukakan bahwa komunikasi

antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga

orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak

berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan

komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara

beberapa pribadi. Sedangkan Tan mengemukakan bahwa interpersonal

communication adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih orang.

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua

macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication). Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka.

Komunikasi diadik menurut menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk,

yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana

yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim,

(13)

adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi

menjawab. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang

berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana

anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya (Cangara, 2009: 32).

Memperhatikan karakteristik komunikasi antarpribadi tersebut, maka

dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses

komunikasi yang paling efektif, karena para pelaku komunikasi dapat terus

menerus saling menyesuaikan diri baik dari segi isi pesan maupun dari segi

perilaku, demi tercapainya tujuan komunikasi. Komunikasi antarpribadi dapat

meningkatkan hubungan kemanusiaan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

Dalam hidup bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan

dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi

antarpribadi juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga

dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara kita, apakah

dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara, 2009: 61)

Dari beberapa definisi komunikasi antarpribadi yang telah dipaparkan,

peneliti memahami komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai suatu bentuk

komunikasi yang terjadi antara dua oang atau lebih dari satu orang yang memiliki

hubungan. Dalam penelitian ini, definisi yang peneliti pakai adalah definisi

DeVito karena komunikasi yang diteliti adalah antara anak dan orang tua, di mana

komunikasi tersebut terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan yaitu

sebagai anak dan orang tua. Namun pada kasus ini anak dan orang tua tersebut

tinggal terpisah sehingga komunikasi antarpribadi yang mereka lakukan

(14)

2.2.2.2 Elemen Komunikasi Antarpribadi

Gambar 2.1

Proses Komunikasi Antarpribadi

Messages

Feedback Context

Channel

Feedforward

Feedforward

Channel

Feedback

Messages

Sumber : The Interpersonal Communication Book ed 11th (DeVito, 2007: 12)

Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan competence” (DeVito, 2007: 10-20).

Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah source-receiver. Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan receiver

adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi

antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu.

Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding

merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk

memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini

Source/ receiver

Competence

Source/ receiver

(15)

dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi

mereka.

Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang

menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan

nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan

bahasa dan kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan

tanpa menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh,

senyum, atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu

“feedback dan feedforward”.

Setelah pesan, elemen berikutnya adalah channel. Channel adalah media yang dilewati oleh pesan. Itu adalah jembatan yang menghubungkan sumber pesan dan

penerima pesan. Dalam komunikasi face-to-face, channel tersebut dapat berupa indera pendengaran atau indera penglihatan. Sedangkan dalam komunikasi

(antarpribadi) bermedia, channel tersebut dapat berupa telepon atau alat elektronik yang digunakan untuk mengirimkan pesan.

Elemen berikutnya adalah noise. Noise adalah segala sesuatu yang mengganggu isi pesan dan mengakibatkan penerima tidak dapat menerima pesan yang

disampaikan oleh sumber. Ada empat macam noise yaitu gangguan fisik, gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik

merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya

adalah suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan

gangguan yang meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai

contoh adalah tuli, artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga

gangguan psikologi yaitu gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi,

pikiran yang tidak terbuka dan lain sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik

adalah perbedaan makna antara komunikator dan komunikan yang diakibatkan

karena pemakaian bahasa yang berbeda.

Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa macam konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosial-psikologikal, dan

konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi berlangsung.

Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi. dimensi

(16)

komunikasi antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di anut

oleh pelaku komunikasi antar pribadi.

Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau etika. Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif perlu

memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar pribadi

adalah competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi antar pribadi tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi

tersebut. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas

penampilan baik secara intelektual maupun secara physical.

2.2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan tujuan untuk belajar,

berhubungan dengan orang lain, mempengaruhi orang lain, bermain, dan

menolong orang lain (DeVito, 2007: 7). Komunikasi untuk belajar; melalui

komunikasi antarpribadi seseorang dapat belajar untuk mengenal dunia luar, suatu

peristiwa, orang lain dan juga belajar tentang dirinya sendiri. Dari hasil

komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia dapat bertukar informasi

sehingga dapat belajar lebih banyak tentang dunia luar. Selain itu melalui

komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia juga dapat mengetahui

bagaimana pandangan orang lain mengenai diri mereka sehingga dapat belajar

tentang diri sendiri. Semakin banyak kita berkomunikasi dengan orang lain,

semakin banyak mengenal orang dan kita juga semakin mengenal diri kita sendiri.

Semakin banyak kita berkenalan dengan orang maka semakin banyak

pengetahuan kita tentang lingkungan di sekitar kita dan bahkan tentang dunia.

Komunikasi antarpribadi selain untuk belajar juga bertujuan untuk

berhubungan atau membentuk hubungan antarpribadi dengan orang lain. Motivasi

yang mendasari tujuan ini yaitu keperluan untuk berinteraksi dan berhubungan

dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat berkenalan dengan

seseorang dan berkomunikasi. Dengan melakukan komunikasi antarpribadi

seseorang dapat mengapresiasikan perasaan yang mereka miliki sehingga dapat

(17)

kesepian mereka. Hubungan antarpribadi yang intensif dan efektif bisa

menciptakan suatu ikatan bathin yang erat. Hal ini terjadi ketika kita membangun

dan memelihara persahabatan dengan orang lain yang sebelumnya tidak kita

kenal. Disamping itu, melalui komunikasi antarpribadi ikatan kekeluargaan tetap

bisa dipelihara dengan baik.

Komunikasi antarpribadi juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain.

Dalam hal ini kegiatan komunikasi ditujukan untuk memengaruhi atau membujuk

agar orang lain memiliki sikap, pendapat dan atau perilaku yang sesuai dengan

tujuan kita. Walaupun tidak selalu, akan tetapi melalui komunikasi antar pribadi

dapat memberikan sesuatu untuk dipertimbangkan oleh orang lain. Dan tidak

menutup kemungkinan bahwa seseorang dapat terpengaruh untuk melakukan

sesuatu dari hasil komunikasi antarpribadi yang dilakukannya. Misalnya

mempengaruhi untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan dan contoh lainnya

adalah ketika seorang pramuniaga menawarkan produk yang dijualnya.

Tujuan komunikasi antarpribadi yang lain adalah untuk bermain. Dalam

hal ini, komunikasi dilakukan untuk hiburan atau menenangkan diri sendiri.

Banyak komunikasi antarpribadi yang kita lakukan. yang sepertinya tidak

memiliki tujuan yang jelas, hanya mengobrol kesana-kemari, untuk sekedar

melepaskan kelelahan setelah seharian bekerja, atau hanya untuk mengisi waktu

ketika harus menunggu giliran diperiksa di rumah sakit. Sepertinya ini merupakan

hal yang sepele, tapi komunikasi seperti itu pun penting bagi keseimbangan

emosi, dan kesehatan mental. Tujuan ini dapat dilihat pada saat seseorang

bercanda atau membicarakan hal-hal lucu bersama orang lain. Melalui

pembicaraan yang ringan atau lucu, seseorang dapat memperoleh hiburan

sehingga dapat dikatakan sebagai fungsi bermain.

Tujuan komunikasi antarpribadi yang terakhir adalah menolong orang

lain. Melalui komunikasi antar pribadi yang dilakukan dengan orang lain,

seseorang dapat menawarkan bantuan kepada orang lain. Komunikasi yang terjadi

misalnya ketika kita sedang mendengarkan seorang teman yang mengeluhkan

sesuatu (curhat) atau seorang klien bekonsultasi dengan seorang psikolog. Proses

(18)

bertujuan untuk menolong orang lain memecahkan masalah yang dihadapinya

dengan bertukar pikiran.

Pada penelitian ini, tujuan komunikasi antarpribadi yang dilakukan

adalah untuk berhubungan dengan orang lain. Anak dan orang tua (ibu)

melakukan komunikasi untuk tetap menjaga hubungan mereka sebagai anggota

keluarga. Dengan adanya komunikasi di dalam keluarga, permasalahan yang

terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi

terbaik. Begitu juga halnya dengan anak dan orang tua yang tinggal terpisah,

sangat dibutuhkan komunikasi yang baik agar tetap dapat menjaga hubungan yang

baik walaupun mereka tinggal terpisah.

2.2.2.4 Hambatan Komunikasi AntarPribadi

Menurut DeVito (2007: 17), hambatan komunikasi antarpribadi terdiri

dari 4 macam, yaitu:

1. Hambatan Fisik

Hambatan fisik adalah gangguan yang berada di luar kedua pembicara dan pendengar. Gangguan tranmisi fisik isyarat atau pesan yang lain. Akibatnya bisa membuat pesan tersebut tetap ada atau menghilangkannya. Dalam komunikasi antarpribadi contohnya adalah suara bising yang mengganggu pembicaraan dan bisa menjadi hambatan fisik antara sumber dan penerima pesan.

2. Hambatan Fisiologis

Hambatan Fisiologis merupakan hambatan internal yang terjadi karena adanya keterbatasan fisik (bersifat biologis) sumber atau penerima pesan yang melakukan komunikasi antarpribadi. Hambatan fisiologis ini anntara lain adanya gangguan pendengaran pada sumber atau penerima pesan, masalah artikulasi dalam pengucapan pesan, dan kehilangan ingatan.

3. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis merupakan gangguan pikiran atau gangguan mental. Hambatan ini berhubungan dengan prasangka di antara pengirim dan penerima pesan. Pada komunikator hambatan psikologis terjadi karena adanya kecenderungan bias atau prasangka yang dimiliki oleh komunikator terhadap satu sama lain atau terhadap pesan. Sedangkan pada komunikan hambatan yang dimiliki akibat kecenderungan acuh tak acuh, pikiran yang tertutup, salah menafsirkan, atau tidak mampu mengingat pesan yang diterima dari komunikator.

4. Hambatan Semantik

(19)

penerima pesan tidak dapat menangkap makna pesan dengan baik. Hambatan semantik ini antara lain terjadi, ketika orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa yang berbeda dan komunikator menggunakan istilah yang terlalu rumit tidak dimengerti oleh pendengar.

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi Bermedia

Di era modern saat ini, manusia tidak dapat lepas dari teknologi yang juga

mengikuti perkembangan zaman. Kecanggihan teknologi saat ini juga turut

menjadi salah satu media pendukung setiap orang dalam berkomunikasi. Dapat

dilihat, kecanggihan teknologi komunikasi dalam kehidupan saat ini seperti

berbagai fitur-fitur computer dan ponsel. Dahulu, sebelum adanya kecanggihan

teknologi seperti ini, orang-orang menggunakan media surat dalam mengirimkan

pesan untuk berkomunikasi dengan kerabat keluarga. Tetapi saat ini, masyarakat

mulai satu persatu meninggalkan media surat tersebut. Media surat saat ini pun

hanya digunakan di kalangan instansi perusahaan saja.

Komunikasi antarpribadi bermedia (Mediated Interpersonal Communication) didefinisikan sebagai “a specialized type of interpersonal communication that is assited by a device such as a pen or pencil, a computer, or a telephone” (Turrow, 2010: 8) yang dalam bahasa Indonesia berarti sebuah jenis komunikasi antarpribadi yang dibantu oleh peralatan seperti pena atau pensil,

komputer atau telepon. Komunikasi antarpribadi bermedia dapat dilakukan dalam

jarak yang jauh karena disambungkan melalui media, sehingga orang yang ingin

berkomunikasi tidak perlu bertemu tetap dapat berkomunikasi. Pada komunikasi

antarpribadi bermedia, komunikator dan komunikan berada di tempat yang

berbeda. Sehingga masing-masing tidak mengetahui kesibukan lawan bicaranya.

Komunikasi antarpribadi bermedia itu efisien, tapi kurang efektif. Sebaliknya, komunikasi bertatap muka itu kurang efisien, tapi efektif. Bila kita membutuhkan kecepatan (atau pun keluasan) penyampaian informasi, maka komunikasi antarpribadi bermedia merupakan pilihan yang lebih tepat. Namun bila kita memerlukan kedalaman (atau keakuratan) isi informasi, maka komunikasi tatapmukalah yang lebih tepat. Tatap muka menjadi lebih efektif sebab, pesan nonverbal (di balik kata-kata) lebih tampak jelas dalam komunikasi tatap muka. Dalam komunikasi antarpribadi tatap muka komunikator juga bisa mendapatkan feedback langsung dari komunikan dan lebih efektif karena keakuratan informasinya.

(20)

Kelebihan komunikasi antarpribadi bermedia antara lain adalah

jangkauan luas hingga bisa diakses sampai ke daerah-daerah, lebih menghemat

waktu dan tenaga. Apalagi jika orang yang saling ingin berkomunikasi ini

terhalang jarak yang jauh, tentu akan sangat dipermudah jika melakukan

komunikasi menggunakan media, dapat menghemat waktu dan juga biaya.

Sedangkan, kelemahannya adalah tidak efektif karena kurang akurat dan tidak

langsung mendapatkan feedback dari komunikan.

Perbedaan lain dari komunikasi antarpribadi tatap muka dan komunikasi

antarpribadi bermedia adalah sarana yang digunakan dalam berkomunikasi. Kalau

komunikasi interpersonal tatap muka tidak menggunakan alat atau media apapun

dalam melakukan komunikasi sedangkan kalau komunikasi antarpribadi bermedia

harus menggunakan alat atau media seperti telepon atau internet untuk melakukan

komunikasi. Sehingga jika ingin berkomunikasi, harus dipastikan komunikator

dan komunikan memiliki media yang sama untuk dapat melakukan komunikasi,

jika salah satu komunikan tidak memiliki media tersebut, tentunya komunikasi

tidak dapat terjadi. Ketersediaan media adalah hambatan yang dimiliki

komunikasi antarpribadi bermedia, apalagi jika ingin melakukan komunikasi

dengan orang yang berada di pedalaman yang jaringan telepon belum sampai

disana. Selain itu, hambatan pada komunikasi antarpribadi bermedia jika media

komunikasi yang di gunakan memiliki gangguan, hal itu menjadi hambatan untuk

dilakukannya komunikasi.

Pada penelitian ini, peneliti meneliti komunikasi antarpribadi bermedia

karena melibatkan dua orang yaitu anak dan orang tua (ibu). Dan komunikasi

antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan

elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS. Anak dan orang tua (ibu) melakukan komunikasi antarpribadi bermedia karena tinggal

terpisah, dikarenakan anak sedang melanjutkan kuliah di kota Medan.

2.2.4 Komunikasi Keluarga

(21)

kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. (Murdok 1949 dikutip oleh Dloyana, 1995: 11).

Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997: 30). Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pnengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly, 2002: 1). Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

Hubungan yang baik dapat dicapai dengan membina dan memelihara

komunikasi yang baik di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga.

Hubungan antara anggota keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik.

Hubungan yang baik, kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang

memberi rasa aman bagi anak-anak. Hubungan serasi ayah-ibu memberi rasa

tenang dan keteladanan bagi anak dan keluarga yang kelak dibentuknya.

Komunikasi yang baik terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara

ayah, ibu, dan anak (Gunarsa, 2000: 205).

2.2.5 Konflik

Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin ‘configere’yang berarti saling memukul. Dari bahasa Latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, konflik (Wirawan, 2010: 4).

(22)

yang mempunyai karakteristik yang beragam. Selama perbedaan karakteristik

tersebut masih ada, konflik tidak dapat dihindari dan akan selalu terjadi.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).

Robbins dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti, bila kita ingin mengetahui konflik, kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.

Berbagai mitos tentang konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu tradisional maupun kontemporer. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Bahkan sering kali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Sebaliknya, pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan.

(http://rimuu.wordpress.com/2010/04/02/konflik-dalam-hubungan-antarpribadi/)

Menurut DeVito (2007: 286), konflik adalah pertentangan antara

orang-orang yang berhubungan: teman dekat, kekasih, anggota keluarga, atau rekan

kerja. Kata "berhubungan" menekankan fakta bahwa posisi masing-masing orang

dan tindakan setiap orang mempengaruhi orang lain. Konflik merupakan sesuatu

yang tidak dapat dihindari pada suatu hubungan, termasuk pada hubungan antara

orangtua dan anak. Apabila konflik yang muncul tidak dihadapi dengan benar,

akan dapat menimbulkan dampak negative pada hubungan antara orang tua dan

anak seperti menurunnya kepercayaan, menyebabkan perubahan sikap

masing-masing pihak dan menimbulkan jarak di antara mereka. Selain itu konflik antara

(23)

konflik dihadapi dengan benar akan dapat menimbulkan dampak positif yaitu

semakin eratnya hubungan antara anak dan orang tua.

Pada penelitian ini, konflik didefinisikan sebagai pertentangan antara

anak dan orang tua yang tinggal terpisah, baik pertentangan tersebut disebabkan

oleh perbedaan keinginan, perasaan, maupun perilaku antara anak dan orang tua.

Konflik lain diantaranya berupa masalah keuangan yang tidak dapat terpenuhi

dengan baik. Konflik-konflik tersebut dapat terjadi karena kurangnya intensitas

komunikasi tatap muka antara anak dan orang tuanya. Untuk memperjelas dan

menyederhanakan apa yang telah diuraikan, berikut peneliti skemakan model

teoritik dalam pelaksanaan penelitian ini pada gambar 2.2.

2.3 Model Teoritik

Gambar 2.2 Model Teoritik

Sumber : Penelitian 2013 Komunikasi bermedia antara anak dan

orang tua yang tinggal terpisah

Konflik yang terjadi Elemen komunikasi antar

Gambar

Gambar 2.1 Proses Komunikasi Antarpribadi
Gambar 2.2 Model Teoritik

Referensi

Dokumen terkait

Sejajar dengan arus globalisasi dan peningkatan penduduk global, isu penyeludupan, pengedaran dan penagihan dadah telah dilihat sebagai satu bentuk ancaman keselamatan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada

Good comparison testing is the key to a good translation. The purpose of this test is to see whether or not the translation is understood correctly by

Selanjutnya, penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan karya tulis ini dan telah berusaha semaksimal mungkin walaupun hasilnya masih

Jika sebelum adanya sistem pendukung kreatifitas rata-rata ide yang dihasilkan setiap sesi pertemuan R&D adalah 5 ide, maka kini untuk setiap pertemuan R&D

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Memperkuat teori yang menyatakan bahwa keterampilan konseling dapat dilakukan secara yang menyatakan bahwa keterampilan konseling dapat dilakukan secara efektif dan dikuasai

(1) Pedoman Pengembangan Karakter Bela Negara Dalam Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Bela Negara Bagi Mahasiswa Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1