• Tidak ada hasil yang ditemukan

FINAL media dan partai 08

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FINAL media dan partai 08"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

“SILENT REVOLUTION”:

KAMPANYE, KOMPETISI CALEG, DAN

KEKUATAN PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

Lembaga Survei Indonesia (LSI) Oktober 2008

(2)

Summary

• Dalam empat tahun terakhir terekam kecenderungan yang mengarah

pada perubahan peta kekuatan partai politik. Kekuatan elektoral partai

lama cenderung stagnan atau menurun. PDIP dan Golkar cenderung

stagnan atau tidak mengalami kemajuan elektoral secara berarti.

Sementara PKB, PPP, dan PAN adalah partai lama yang cenderung

mengalami penurunan. Sebaliknya, Demokrat dan PKS cenderung

mengalami kemajuan.

(3)

Summary

• Survey ini menemukan bahwa stagnasi, penurunan, dan peningkatan

kekuatan elektoral berbagai partai tersebut terkait erat dengan gejala

menguatnya peran media massa menggantikan fungsi organisasi partai

politik dalam menjangkau calon pemilih. Inilah “silent revolution”,

revolusi diam-diam, yang sedang terjadi dalam kompetisi antar partai di

Indonesia, yang dicerminkan oleh munculnya televisi sebagai medium

utama penyebaran informasi politik dan sebagai medium persuasi paling

massif. Organisasi partai semakin kehilangan relevansi sebagai saluran

sosialisasi politik.

• Akibatnya, hanya partai yang mampu mengakses media secara

(4)

Latar Belakang

• Pada tahun 1950an, partai politik mengandalkan penetrasi organisasi partai di tingkat cabang dan ranting untuk menjangkau pemilih potensial yang tinggal di perkotaan dan pojok-pojok daerah. Kini, menjelang pemilu 2009, fungsi

organisasi partai itu digantikan oleh iklan politik di televisi, radio, suratkabar dan majalah, yang mana media massa ini menjanjikan cara yang lebih efisien

sebagai alat penyebaran informasi dan alat persuasi. Gejala perubahan ini menandai terjadinya “silent revolution”, revolusi diam-diam, yang mengubah wajah persaingan antar partai belakangan ini.

• Silent revolution ini, disadari atau tidak, juga berdampak pada metode seleksi calon legislative di sejumlah partai. PAN, Golkar, PD, PDIP, dan partai lainnya merekrut artis-artis yang populer melalui media (terutama televisi) dan

memasukkan mereka ke dalam daftar calegnya.

• Arena dan dimensi baru pertarungan politik ini tentu melahirkan sejumlah

(5)

Latar Belakang

• Dengan munculnya trend baru perekrutan caleg berdasar popularitas di media massa, dilema antara popularitas dan kompetensi caleg mengemuka. Artis yang populer belum tentu memiliki kompetensi untuk menjadi legislator. Sebaliknya, politisi yang kompeten belum tentu populer sehingga peluang mereka

memenangkan kursi di sebuah dapil pun mengecil secara drastis. Untuk jangka panjang, jika trend ini terus menguat, ia akan mempengaruhi kualitas dan

kinerja lembaga legislative.

• Dengan mengandaikan kompetisi bebas, bagaimanakah peluang politisi profesional melawan artis populer dalam memenangkan pemilu legislative? Sejauh mana peluang Ferry Mursyidan Baldan, misalnya, jika dikompetisikan dengan Eko Patrio?

• Kompetisi yang berbasis media massa akan berpengaruh juga terhadap pembentukan citra partai. Namun selalu ada kemungkinan bahwa ada

(6)

Pengukuran

• Untuk menjawab serangkaian pertanyaan itu, prospek kemenangan partai politik di pemilu legislative 2009 diukur melalui pertanyaan kepada pemilih: “Jika

pemilu legislative diadakan hari ini, partai manakah yang anda pilih?”

• iklan politik didefinisikan sebagai paket informasi yang dirancang oleh partai atau kandidat politik dan disebarkan melalui media massa dengan imbalan

pembayaran.

(7)

Pengukuran

• Keberhasilan sebuah iklan politik dilihat berdasar kemampuan calon pemilih untuk mengidentifikasi partai mana yang beriklan, serta pesan apa yang

disampaikan melalui iklan. Pengukuran kemampuan identifikasi ini menunjukkan tingkat kesadaran atau awareness calon pemilih terhadap partai yang sedang beriklan.

• Selanjutnya, untuk mengetahui efektifitas iklan, survey LSI melihat sejauh mana pemilih menganggap bahwa informasi yang diperoleh dari iklan bisa dipercaya. Artinya, pemilih bisa memperlakukan iklan sebagai sumber informasi yang

kredibel untuk mengevaluasi partai dan kandidat, atau sebaliknya, menganggap bahwa iklan bukanlah sumber informasi politik yang patut diperhatikan.

• Kredibilitas iklan sebagai sumber informasi juga dipengaruhi oleh sikap

partisanship dari calon pemilih. Pemilih yang sudah menentukan pilihan partai jauh sebelumnya akan cenderung melihat iklan partai tersebut dan

(8)

Pengukuran

• Untuk mengetahui apakah faktor popularitas artis lebih menentukan pilihan

pemilih dibandingkan dengan faktor kompetensi politisi, survey ini menjalankan “eksperimentasi” dengan memasang 10 artis dan 10 politisi dalam daftar pilihan caleg. Pemilih diminta untuk menentukan satu pilihan yang diambil dari daftar tersebut.

• Aspek lain yang dilacak adalah sifat partai yang ideal di benak pemilih, yakni sifat yang ikut menentukan pilihan partai. Sifat ideal ini mencakup empati,

(9)

Metode dan Data

• Survei nasional terakhir dilakukan 8-20 September 2008.

• Populasi survei: warga Indonesia berumur 17 tahun atau lebih

secara nasional (dari Sabang sampai Merauke)

• Sampel: nasional, dipilih secara random dengan teknik

multistage random sampling: proporsional atas populasi provinsi,

desa-kota, dan jender.

• Jumlah sampel : 1249

(10)

Populasi desa/kelurahan tingkat Nasional

Desa/kelurahan di tingkat

Propinsi dipilih secara random dengan jumlah proporsional

Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK

Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan

Laki-laki Perempuan

Di setiap desa/kelurahan dipilih sebanyak 5 RT dengan cara random

(11)

DEMOGRAFI

KATEGORI LSI BPS KATEGORI LSI BPS

LAKI-LAKI 50.1 50.0 <= SD 52.5* 60.0

PEREMPUAN 49.9 50.0 SLTP 20.3 19.0

SLTA 20.4 18.0

DESA 60.9 59.0 Universitas 6.8 4.0

KOTA 39.1 41.0

Islam 89.0 87.0

<= 19 tahun 3.6* 15.1 Kristen 8.7 10.0

20 - 29 tahun 20.8 27.1 Hindu 2.2 2.0

30 - 39 tahun 29.4 22.4 Lainnya 0.2 1

40 - 49 tahun 22.6 15.8

>= 50 tahun 23.5 19.6 Jawa 39.8 41.6

Sunda 14.6 15.4

< 400 ribu 37.1 42.0 Melayu 7.4 3.4

400 - 999 ribu 36.3 38.0 Madura 4.0 3.4

>= 1juta 26.6 20.0 Bugis 1.4 2.5

Betawi 1.8 2.5

Minang 3.8 2.7

Lainnya 27.3 28.5

PENDAPATAN

KELOMPOK PENDIDIKAN

ETNIS AGAMA JENIS KELAMIN

DESA-KOTA

KELOMPOK USIA

(12)

DEMOGRAFI

KATEGORI SAMPEL BPS KATEGORI SAMPEL BPS

NAD 2.3 1.9 BALI 2.3 1.5

SUMUT 4.6 5.3 NTB 2.3 2.0

SUMBAR 3.1 2.1 NTT 2.3 2.0

RIAU 2.3 2.2 KALBAR 2.3 1.9

JAMBI 0.8 1.3 KALTENG 1.5 0.9

SUMSEL 3.1 3.2 KALSEL 2.3 1.5

BENGKULU 0.8 0.8 KALTIM 1.5 1.4

LAMPUNG 3.1 3.4 SULUT 1.5 1.0

BABEL 0.8 0.5 SULTENG 0.8 1.1

KEPRI 0.8 0.6 SULSEL 3.1 3.5

DKI 3.9 3.5 SULTRA 0.8 0.9

JABAR 15.3 17.4 GORONTALO 0.8 0.4

JATENG 13.9 15.2 SULBAR 0.8 0.5

DIY 1.5 1.6 MALUKU 0.8 0.6

JATIM 14.6 16.7 MALUKU UTARA 0.8 0.4

BANTEN 3.9 4.1 PUPUA 0.8 0.9

IRJABAR 0.8 0.3

(13)
(14)
(15)

Partai yang dipilih bila pemilihan angota DPR diadakan

sekarang, Sep 2008, dibanding hasil pemilu 2004 (%)

18.5

PDIP Golkar PD PKS PKB Gerinda PAN PPP Hanura PMB

Lain-lain

Belum tahu

(16)

Partai yang dipilih bila pemilihan angota DPR

diadakan sekarang, Sep 2008 (%)

18.6 18.5

12.1

PDIP Golkar PD PKS PKB Gerinda PAN PPP Hanura PMB

(17)

Partai apa yang akan dipilih bila pemilu diadakan hari ini?

Trend 2004-2008 (%)

14

17.5 17.5

(18)

Partai apa yang akan dipilih bila pemilu diadakan hari ini?

Trend 2004-2008 (%)

(19)

TEMUAN

• Studi ini menemukan kecenderungan perubahan kekuatan partai politik dalam empat tahun terakhir.

• Partai lama cenderung stagnan atau menurun secara signifikan kecuali Partai Demokrat, yang tidak pernah mendapat dukungan di bawah perolehan suara pemilu 2004.

• Partai Golkar dan PDIP untuk sementara masih berada pada posisi di atas tetapi tidak mengalami kemajuan berarti dibanding hasil pemilu 2004. PPP, PKB, dan PAN cenderung mengalami penurunan. Sedangkan PKS menunjukkan tanda-tanda kemajuan.

• Sementara partai-partai baru gagal menampilkan diri sebagai kekuatan yang kompetitif selain Gerindra.

• Pertanyaannya, mengapa terjadi kecenderungan peta politik di atas? Studi ini menemukan fenomena yang kami sebut “silent revolution”, yang bisa

(20)
(21)

Memori terhadap Iklan di TV dari partai … (%)

51

42

31

27 27

22.6

12 11

5

0 10 20 30 40 50 60

(22)

Memori terhadap Iklan di Surat Kabar dari partai … (%)

12 12 12

9

7 7

6

5

2 2

0 5 10 15 20 25

(23)

Memori terhadap Iklan Di Radio dari partai … (%)

5 5 5

4

3 3

2 2

1 1

0 2 4 6 8 10

(24)

Memori terhadap Iklan di Spanduk, Poster, baliho, stiker,

dll., dari partai … (%)

40 39

30 29

23

20

18

15

13

6

0 10 20 30 40 50

(25)

VIEWERSHIP IKLAN PARTAI POLITIK DI TV (%)

Iklan Partai Gerindra paling banyak ditonton, di mana 66% responden menyatakan pernah melihat iklan partai Gerindra di TV.

21

Tidak pernah melihat

Sekali

Beberapa kali

Hampir tiap hari ketika ditayangkan

(26)

17 Tidak dekat dgn parpol manapun

Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

VIEWERSHIP IKLAN

PARTAI DEMOKRAT

DI TV (%)

Crossed by Party ID

(27)

9 Tidak dekat dgn parpol manapun

Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

VIEWERSHIP IKLAN

PDIP

DI TV (%)

Crossed by Party ID

(28)

33 Tidak dekat dgn parpol manapun

Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

VIEWERSHIP IKLAN

GERINDRA

DI TV (%)

Crossed by Party ID

(29)

29

Lembaga yang paling bisa menyuarakan keinginan rakyat

(%)

31

24

11 11

1

23

0 10 20 30 40 50

Media massa Ormas Birokrasi Partai Lembaga lain Tidak tahu

(30)

TEMUAN

• Memori pemilih secara umum dibentuk oleh iklan televisi ketimbang oleh iklan radio dan suratkabar. Secara berurutan, iklan televisi jauh lebih berpengaruh pada memori pemilih; diikuti kemudian oleh alat sosialisasi non-media (spanduk, poster, dll); baru kemudian oleh suratkabar dan akhirnya radio.

• Di samping itu, kredibilitas media massa juga lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga-lembaga politik. Dengan demikian, informasi yang datang dari iklan politik di media bisa pula dianggap pemilih sebagai informasi yang patut

dipercaya.

(31)

TEMUAN

• Setelah hampir tiga bulan masa kampanye, sangat sedikit di antara partai baru yang mampu melakukan sosialisasi diri sehingga publik pada umumnya tidak tahu partai-partai tersebut.

• Karena itu, jangankan dipilih, dikenalpun tidak. Partai-partai baru ini bisa dikatakan kurang bertanggung jawab, dan hanya memperumit sistem kepartaian.

• Mereka tak mampu memanfaatkan media massa untuk menyebarkan informasi. Lebih parah lagi, mereka pun tak mampu mengenalkan partai ke khalayak

(32)

Eksperimen:

(33)

Eksperimen:

Bila pemilihan anggota DPR diadakan sekarang siapa yang akan dipilih

dari nama-nama berikut? 10 politisi dan 10 artis (%)

0.1

Ferry MB Venna Melinda Priyo BS Wulan Guritno Wanda Hamidah Zulkifli H. Zulifli Hasan MS. Kaban Lukman S. Tifatul S. Anas U Nurul Arifin Dedi Gumelar Angelina Sondakh Pramono Anung Muhamimin Iskandar Ikang Fauzie Adji Masaid Marisa Haque Eko Patrio Agung Laksono

(34)

TEMUAN

• Ada kecenderungan calon dipilih karena alasan yang sangat minimal, yakni

aware dengan calon legislatif bersangkutan. Bukan karena track record calon atau alasan kompetensi lainnya.

• Satu eksperimen menunjukan bahwa politisi yang secara kualitatif dinilai jauh lebih berpengalaman dan kompeten seperti Ferry Mursidan tidak akan menang kalau harus bersaing bebas dengan calon-calon lain yang jauh lebih dikenal seperti Eko Patrio.

• Temuan ini menunjukkan bahwa popularitas bisa menjadi faktor yang lebih penting ketimbang kompetensi (profesionalitas) dalam mengarahkan perilaku pemilih. Bahwa Agung Laksono berada pada pilihan teratas juga berkaitan dengan seringnya dia tampil di media massa, bukan semata karena

(35)
(36)

CITRA KARAKTER IDEAL PARTAI

• Empati: Peduli pada persoalan yang dirasakan rakyat

• Kompeten: Memiliki program yang masuk akal dan dianggap

bisa menyelesaikan persoalan yang dirasakan rakyat

(37)

Sifat paling penting bagi partai sehinggi pemilih mau

memilihnya (%)

32

29

12

29

0 10 20 30 40 50

(38)

Partai paling punya program-program bagus untuk rakyat (%)

16

14

9

5 4

2 2 2 4

42

0 10 20 30 40 50

Golkar PDIP PD PKS Gerindra PKB PAN PPP Partai

lain

(39)

Partai paling bersih dari korupsi (%)

10

7 6

4

2 2 2 4

63

0 10 20 30 40 50 60 70

(40)

Partai paling peduli pada kepentingan rakyat (%)

16 15

10

6

3 2 2 2 4

40

0 10 20 30 40 50

PDIP Golkar PD PKS Gerindra PKB PAN PPP Partai lain

(41)

Temuan

• Golkar, PDIP, dan PD dianggap pemilih sebagai partai yang paling peduli dengan rakyat (empati) serta dianggap sebagai partai yang punya program paling baik (kompetensi). Sementara citra partai yang paling bersih dari korupsi (integritas), berurutan PKS, PD, PDIP, dan Golkar.

• Namun demikian, jauh lebih banyak pemilih yang mempunyai persepsi bahwa semua partai politik itu tidak memiliki empati (40%), tak memiliki program yang baik (42%), dan tidak ada yang bersih dari korupsi (63%). Dengan kata lain, lebih banyak pemilih yang tidak mampu menilai secara positif tentang partai politik.

(42)

Kesimpulan

Dalam empat tahun terakhir terlihat kecenderungan yang mengarah pada

perubahan peta kekuatan partai politik. PDIP dan Golkar cenderung tidak

mengalami kemajuan elektoral secara berarti. Sementara PKB, PPP, dan

PAN cenderung mengalami penurunan. Demokrat dan PKS cenderung

mengalami kemajuan. Dari partai-partai baru, hanya Gerindra yang

menunjukkan kekuatan elektoral secara berarti dan dalam waktu yang

relatif cepat. Kalau tidak ada perubahan strategi dan intensitas sosialisasi

dari partai-partai di atas, maka kecenderungan ini akan berlanjut hingga

Pemilu 2009.

(43)

Kesimpulan

Studi ini menemukan sebuah gejala yang kami sebut “silent revolution”,

dengan sifat-sifat sebagai berikut :

Media massa, terutama televisi, menggantikan fungsi organisasi partai

politik untuk menjangkau calon pemilih. Inilah “silent revolution” yang

sedang terjadi dalam kompetisi antar partai di Indonesia, yang

dicerminkan oleh munculnya televisi sebagai medium utama penyebaran

informasi politik dan sebagai medium persuasi paling massif.

Namun kekuatan media massa ini tidak secara merata mampu diakses

oleh partai politik. Akibatnya, hanya partai yang mampu dan secara

(44)

Kesimpulan

Dampak “silent revolution” ini juga muncul dalam proses rekrutmen caleg

oleh partai politik dimana mereka mencomot artis-artis yang populer di

televisi dalam daftar calegnya. Kesimpulan berikutnya, faktor popularitas

caleg bisa lebih berpengaruh terhadap perilaku pemilih ketimbang

kompetensi mereka. Artis populer di televisi, dalam eksperimentasi

kompetisi bebas, bisa mengalahkan politisi berpengalaman secara telak.

Akibatnya, popularitas bisa mengalahkan kompetensi.

Berikutnya, dampak silent revolution juga menimpa partai-partai baru.

Kegagalan mereka memanfaatkan media massa memangkas peluang

elektoral mereka hampir mendekati nol. Sementara kapasitas

organisasional mereka dalam menjangkau pemilih sangat rendah. Karena

itu mereka hanya memperumit sistem kepartaian tanpa memberikan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan tahapan pertama, maka tahap kedua dilakukan ekstraksi fitur pada gambar objek Setelah titik-titik rangka berhasil dideteksi, maka hasil tersebut

Pada bagian di atas kolarn reaktor, kondensat hasil pendinginan sistem ventilasi kolarn reaktor (KLA 60) di kembalikan ke kolarn penyimpanan bahan bakar bekas (JAA 02).

Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isa bin Yunus] dari [Hisyam bin Hasan] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] bahwasanya

Dari Hasil kuisioner dengan 9 pertanyaan yang berkaitan dengan fungsional game dan 10 pertanyaan yang berkaitan dengan materi game, telah didapatkan data

Analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural (SEM) dan terlebih dahulu dilakukan analisis faktor konfirmatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi

Keterbatasan dari penelitian ini yaitu adanya perbedaan yang berrmakna pada usia subjek penelitian, secara spesifik perbedaan yang bermakna terletak pada atlet

abnormal, dan benih yang belum tumbuh), laju perkecambahan, indeks vigor, bobot segar kecambah, dan bobot kering kecambah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa