• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Hidup Sehat Untuk Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Pedoman Hidup Sehat Untuk Lansia"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia

Pembimbing :

dr. Juliandi Harahap, M. A. Disusun oleh :

Grace Dio Margaretha 100100081

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Ilmu Kedokteran Pencegahan / Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah yang berjudul “Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Juliandi Harahap, MA atas kesediaan beliau sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai pedoman hidup sehat untuk lanjut usia semakin bertambah.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Medan, 02 Maret 2015

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan... 2

1.3. Manfaat... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Lanjut Usia ... 3

2.1.1. Definisi Lanjut Usia... 3

2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia... 3

2.2. Proses Menua... 4

2.3. Perubahan Akibat Proses Menua... 5

2.4. Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia... 9

2.4.1. Kesehatan Fisik ... 9

2.4.2. Kesehatan Mental... 12

2.4.3. Kebutuhan Nutrisi... 12

2.4.4. Pemeriksaan Kesehatan dan Manajemen Penyakit... 13

2.4.5. Pengindaran Faktor Risiko yang Dapat Menggangu Kesehatan... 15

2.4.6. Hubungan Sosial... 15

2.4.7. Kesejahteraan Material... 16

2.4.8. Vitalitas Spiritual... 16

2.4.9. Sikap Positif... 16

BAB 3 KESIMPULAN... 17

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Harapan Hidup/Usia Harapan Hidup (AHH/UHH) penduduk di suatu negara merupakan gambaran tingkat keberhasilan pembangunan negara tersebut. Peningkatan UHH menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan karena negara berhasil meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk.1 Berdasarkan laporan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) 2011, pada tahun 2000-2025 UHH adalah 66,4 tahun (persentase pupulasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%) dan angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan terjadi peningkatan UHH di Indonesia. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%), dan angka ini meningkat menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%).2

Selain peningkatan UHH, indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global dan nasional adalah peningkatan jumlah penduduk usia lanjut. Secara global populasi lansia terus mengalami peningkatan semenjak tahun 1950, sedangkan Indonesia sendiri mulai berstruktur tua pada tahun 2000 yang dapat dilihat dari persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009, dan 2012 yang telah mencapai 7% dari keseluruhan penduduk. Hal ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat.2

Terdapat berbagai dampak dari peningkatan jumlah lansia di bidang kesehatan. Salah satunya ialah transisi epidemiologi, yaitu bergesernya pola penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif, seperti: diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan osteoartritis, yang dalam penanganannya memerlukan waktu lama dan membutuhkan biaya yang cukup besar.3

(5)

Untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul akibat peningkatan jumlah lansia, diperlukan suatu pedoman kesehatan bagi kaum lanjut usia. Pedoman kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaanya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya melalui pedoman hidup sehat khusus bagi lansia.

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai pedoman hidup sehat bagi kaum lanjut usia serta untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia

2.1.1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan dalam daur kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.5 Sementara

Durmin menyatakan bahwa lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas.6

2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia

World Health Organization (WHO) selanjutnya membagi usia lanjut menjadi empat kriteria berikut:

 Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun

 Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun

 Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun

 Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun5

Maryam, dkk. dalam bukunya “Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”, menyebutkan lima klasifikasi lansia:

Pralansia (prasenilis): seseorang yang berusia 45-59 tahun

Lansia: seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

Lansia risiko tnggi: seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

Lansia Potensial: lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa

(7)

2.2. Proses Menua

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia tahap kronologis tertentu yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.Menua didefinisikan sebagai proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi.5 Menua juga didefinisikan sebagai

proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah, rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial. Proses penuaan sebenarnya berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun.7

Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis ketika membicarakan proses menua:

1. Aging (pertambahan umur): menunjukkan efek waktu; suatu proses perubahan, biasanya bertahap dan spontan

2.Senescence (menjadi tua): hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang

(dan seiring waktu akan menyebabkan kematian)

3. Homeostenosis: penyempitan/berkurangnya cadangan homeostasis yang terjadi selama

penuaan pada setiap sistem organ7

Membicarakan fisiologi proses penuaan tidak dapat dilepaskan dengan pengenalan konsep homeostenosis. Seiring bertambahnya usia jumlah cadangan fisiologis untuk menghadapi berbagai perubahan yang mengganggu homeostasis (challange) berkurang. Setiap challenge terhadap homeostasis merupakan pergerakan menjauhi keadaan dasar

(baseline) dan semakin besar challenge yang terjadi maka akan semakin besar cadangan

(8)

2.3. Perubahan Akibat Proses Menua

Perubahan akibat akibat proses menua terjadi pada berbagai aspek fisik, mental, dan sosial. Perubahan fisik yang dapat diamati pada seseorang adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering, dan longgar, mata berkurang penglihatan oleh kelainan refraksi ataupun katarak, daya penciuman menurun, daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang, persendian kaku dan sakit, lepas BAK/BAB (inkontinensia). Perubahan mental yang dialami karena perasaan kehilangan terutama pasangan hidup maupun sanak-keluarga atau teman dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan ketersendirian sampai menjadi lupa (demensia). Perubahan sosial yang paling menonjol dengan meningkatnya keusialanjutan adalah ketidakmampuan merawat diri sendiri dalam hal kegiatan hidup sehari-hari (ADL/IADL) misalnya: mandi, BAB/BAK, berpakaian, menyisir rambut, makan sehingga lambat laun orang tersebut harus dibantu oleh seorang pengasuh baik informal maupun formal. Sedangkan untuk kegiatan hidup instrumental misalnya menghitung uang, menggunakan telepon ataupun komputer, menggunakan mesin cuci dan lain sebagainya akan semakin berkurang kemampuannya seiring kapasitas hidup yang menurun.8

Akibat proses menua yang terjadi dapat terlihat pada berbagai sistem organ yang terangkum pada tabel berikut:

(9)
(10)
(11)
(12)

Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi.5 Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang sering disebut

sebagai a series of I’s, meliputi immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh),

incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection

(infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran),

isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), Insomnia (gangguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh), dan Iatrogenic.9

2.4. Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia

Menua sukses/sehat diyakini dapat dicapai, walaupun definisi dan faktor-faktor yang berperan di dalamnya belum sepenuhnya disepakati. Sebenarnya, konsep menua sukses tidak hanya terpaku pada kesehatan (baik fisik maupun mental) saja, namun juga faktor intelektual, emosional, sosial, dan kultural juga penting dan terbukti berpengaruh pada terciptanya menua yang sukses. Suatu penelitian besar, Mac Arthur Longitudinal Study on Succesful Aging, menyimpulkan bahwa menua yang sukses terdiri dari 3 komponen, yaitu:

1. Rendahnya risiko untuk mengalami sakit dan disabilitas akibat penyakit 2. Kapasitas kognitif dan fisik yang tinggi

3. Kehidupan yang selalu aktif, terdiri atas hubungan interpersonal yang baik serta aktivitas yang produktif7

Diperlukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untu mencapai menua sukses yang terangkum dalam pedoman hidup sehat bagi lanjut usia. Pedoman hidup sehat adalah suatu acuan yang berisi upaya-upaya untuk memberdayakan seseorang agar sadar, mau, serta mampu melakukan perilaku hidup sehat.

2.4.1. Kesehatan Fisik7,11

Walaupun dianjurkan dilakukan sejak muda, latihan fisik teratur yang dilakukan saat usia tuapun tetap memberikan banyak manfaat. Dalam melakukan latihan fisik seyognyanya disertai dengan kontak yang erat dan sehat dengan lingkungan. Keuntungan dari melakukan aktivitas fisik teratur adalah meningkatkan kebugaran jasmani, menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat lansia lebih mandiri dan percaya diri, meningkatkan mood dan mencegah depresi, meningkatkan kualitas tidur, serta menjaga berat badan agar tetap ideal.

(13)

dilakukan. Intensitas adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan biasanya diklasifikasikn menjadi intensitas ringan, sedang, dan berat. Waktu mengacu pada durasi yakni seberapa lama aktivitas tersebut dilakukan dalam satu pertemuan.

Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30 menit dengan intensitas sedang hampir setiap hari (paling tidak 5 hari) dalam seminggu. Namun sebaiknya olahraga dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah (40-50% denyut nadi istirahat) selama 10-20 menit, kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan adaptasi indvidu. Jenis-jenis aktivitas fisik pada lansia meliputi latihan aerobik (meingkatkan kerja jantung dan paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen), penguatan otot, fleksibilitas dan latihan keseimbangan. Latihan aerobik untuk usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan olah raga yang tidak terlalu membebani tulang seperti berjalan, sepeda statis, latihan dalam air (berenang).

(14)

Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan tugas sehari-hari secara teratur. Latihan ini disarankan 2-3 hari perminggu dengan melibatkan peregangan otot dan sendi dan memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri. Latihan dilakukan sebanyak 3-4kali dengan masing-masing tarikan dipertahankan 10-30 detik, dimulai dari otot-otot kecil kemudia ke otot-otot besar. Latihan ini ddapat berupa yoga.

Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah lansia jatuh. Latihan keseimbangan setidaknya dilakukan 3 hari dalam seminggu yang dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi dan penguatan otot dapat memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada lansia. Olahraga dilakukan dengan cara menyenangkan disertai dengan modifikasi, termasuk denga mengombinasikan beberapa aktivitas sekaligus, misalnya berupa berjalan yang bersifat rekreasi atau kombinasi latihan fisik dengan musik atau menari bisa dilakukan.

Olahraga pada lansia dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan, masalah kesehatan, dan kelemahan yang mungkin ada. Masalah kesehatan tersebut diantaranya:

Osteoartritis: olahraga yang direkomendasikan adalah yang bersifat tidak membebani

(15)

dengan melibatkan sendi yang terkena atritis namun dengan batasan ROM yang bebas nyeri. Kontraindikasinya yaitu latihan berat, berulang-ulang pada sendi yang tidak stabil, serta melatih sendi saat tanda-tanda radang masih aktif.

Osteoporosis: latihan jasmani yang dipilih bersifat melawan gravitasi (weight bearing), misalnya berjalan

Penyakit kardiovaskular: latihan aerobik 30-60 menit perhari untuk menurunkan tekanan darah dengan latihan penguatan yang dilakukan denga tahanan lebih rendah namun lebih banyak repetisi.

Diabetes: latihan fisik mempertimbangkan efek insulin dam kadar gula darah. Insulin

disuntikkan 1 jam sebelum latihan. Monitor gula darah dilakukan sebelum, selama, dan sesudah latihan untuk menentukan perlunya penyesuaian dosis insulin.

2.4.2. Kesehatan mental7

Dengan bermain dan bercengkrama dengan cucu-cucu, selain bermanfaat secara fisik, hubungan sosial dan kondisi mentalpun akan tetap terjaga bahkan meningkat sampai tahap optimal. nikmati berbagai aktivitas yang menjaga ketajaman pikiran, seperti: membaca, menulis, mengisi teka-teki silang, atau terlibat dalam pembicaraan atau diskusi yang santai namun serius. Tidur yang cukup sangat dibutuhkan tubuh untuk tetap sehat fisik maupun psikis. PAPDI mennganjurkan paling tidak tidur selama 6 jam setiap hari.

2.4.3. Kebutuhan Nutrisi7,10,12

Walaupun status nutrisi yang buruk lebih mudah didapatkan pada mereka yang berusia lanjut, namun bukan hal yang tidak mungkin mereka mampu mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran fisik. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak semata-mata terbatas pada jenis dan jumlah makanan, tetapi yang tidak kalah penting adalah aktivitas makan yang tentu melibatkan hubungan sosial dan rekreasi yang manfaatnya juga akan sangat dirasakan.

Kebutuhan nutrisi sehat untuk lansia yaitu:

(16)

o Kebutuhan kalori tersebut dipenuhi dari sumber energi karbohidrat 45-65%, lemak 20-35% dengnan lemak jenuh tidak lebih dari 10% dan kolesterol tidak lebih dari 200mg/dl, serta protein sisanya dan dipengaruhi oleh fungsi ginjal

o Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makan besar 3 kali dan selingan 2 kali sehari, sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu dimasak sampai empuk, daging dicincang dan buah dapat dijus/diblender

o Untuk memenuhi kebutuhan cairan minum 6-8 gelas air putih setiap hari

o Menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, lada, gula, untuk meningkatkan cita rasa makanan. Namun tidak menggunakan bumbu yang merangsang seperti pedas atau asam karena mengganggu kesehatan lambung dan alat pencernaan

o Mengurangi pemakaian garam dapur yakni tidak lebih dari 4 gram (satu sendok teh) perhari untuk mengurangi risiko darah tinggi

o Mengurangi santan, daging yang berlemak dan minyak agar kolesterol darah tidak tinggi. Menggunakan sedikit minyak untuk menumis dan kurangi makanan yang digoreng. Memperbanyak makanan yang diolah dengan direbus karena makanan lebih mudah dicerna

o Memperbanyak makanan yang berkalsium tinggi seperti susu dan ikan. Pada lanjut usia khususnya ibu-ibu yang menopause sangat perlu mengonsumsi kalsium untuk mengurangi risiko keropos tulang. Bila perlu dengan suplementasi kalsium hingga memenuhi kebutuhan kalsium >1200mg/ hari bagi yang berusia di atas 51 tahun. Dapat juga dengan berjemur di bawah matahari selama 15 menit setiap pagi hari untuk meningkatkan aktivasi vitamin D dalam tubuh.

o Memperbanyak makanan serat, sayuran dan buah-buahan paling tidak 5porsi sehari agar pencernaan lancar dan tidak sembelit

o Menggurangi mengonsumsi gula dan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi agar gula darah normal khususnya bagi penderita kencing manis agar tidak terjadi komplikasi lain

(17)

2.4.4. Pemeriksaan Kesehatan dan Manajemen Penyakit7,10,13

Semenjak usia 40 tahun, setiap orang sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, terutama jika memiliki faktor risiko penyakit tertentu dari keluarga. Upaya ini dapat diakukan untuk mencegah, menunda, atau menemukan dan mengenali secara dini berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakit yang muncul untuk mencegah komplikasi. Penyakit yang paling sering dialami kaum lanjut usia diantaranya adalah: penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, diabetes melitus, pernyakit kanker, dan penyakit sendi dan tulang. Deteksi dini diperlukan agar dapat menatalaksana penyakit sedini mungkin pula. Hal ini dapat berupa:

o Kanker: pemeriksaan pap smear setiap 1-3 tahun, pemeriksaan payudara sendiri (sadari), setiap bulan setelah selesai menstruasi, dan pemeriksaan payudara oleh dokter setiap tahun setelah usia 40 tahun, mamografi setiap tahun setelah usia 40 tahun. Pemeriksaan rektal (colok dubur) setiap tahun pada orang dewasa setelah usia 40 tahun. Endoskopi pada semua usia lanjut setelah usia 50 tahun, setiap 5 tahun. Pemeriksaan pemeriksaan PSA setiap tahun antara 50 sampai dengan 70 tahun

o Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun

o Pemeriksaan rutin kimia darah, darah perifer lengkap, dan pemeriksaan urin lengkap

o Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun bila. Bila pasien telah menderita darah tinggi, sangat dianjurkan untuk mengevaluasi tekanan darah 2-4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan terapi. Target tekanan darah bagi lansia diatas 60 tahun tanpa penyakit penyerta (gagal ginjal kronis dan diabetes): sistole: <150 mmHg dan diastole <90 mmHg. Bila lansia dengan penyerta target sistole adalah <140 mmHg.

o Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG): berikan 1 kopi hasil EKG tersebut kepada pasien. Manakala pasien mengalami masalah jantung (nyeri dada), hasil EKG tersebut dapat diberikan ke dokter yang melayaninya untuk digunakan oleh sang dokter dalam membuat penilaian klinis

o Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan penapisan glaukona setiap 1-3 tahun setelah usia 50 tahun.

(18)

o Pemeriksaan dan perawatan gigi-geligi paling tidak enam bulan sekali. Bila perlu menggunakan gigi palsu

o Pengkajian fungsi fisik dan mental

Apabila pasien terbukti mengidap penyakit atau gangguan kesehatan, maka pengelolaan penyakit secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit.

Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup. Tidak jarang pasien merasa bosan dan akhirnya menghentikan pengobatannya sehingga penyakit menjadi tidak terkendali dan kemudian timbul berbagai komplikasi yang tidak jarang sampai mengancam nyawa.

2.4.5. Penghindaran Faktor Risiko yang Dapat Menggangu Kesehatan7

Hal ini dapat berupa penghindaran stres (meningkatkan rasa percaya diri, selalu berfikir positif, mengatur waktu dengan baik, mengetahui dan menerima keterbatasan diri, hilangkan ketegangan, dan berbuat sesuatu yang positif), penghindaran diri dari kecelakaan (tidak bepergian seorang diri terutama bagi yang sudah memiliki gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan pendengaran), mengurangi dan berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol.

2.4.6. Hubungan sosial7

(19)
(20)

2.4.7. Kesejahteraan Material7

Walaupun kekayaan dan kesejahtraan material bukan merupakan hal penting dalam kehidupan, kemampuan pemenuhan kebutuhan material baik untuk diri sendiri maupun keluarga berdampak pada kesehatan fisik, mental, maupun sosial. Bagi seorang yang akan memasuki usia pensiun, adalah sangat tepat dan bermanfaat bila dapat merencanakan masa-masa pensiunnya tanpa harus kekurangan materi.

2.4.8. Vitalitas Spiritual7,10

Kehidupan spiritual yang baik, di masyarakat dan kultur kita, telah diyakini dapat memberikan makna lebih dalam menjalani kehidupan, terutama bagi mereka yang menuju usia senja. Hal yang samapun juga terjadi di negara barat yang selama ini terkesan cenderung memisahkan agama dari kehidupan. Larry Dorsey, seorang peneliti, dokter, dan penulis buku terkemuka, setelah mengamati berbagai studi menyimpulkan bahwa paling tidak terdapat 250 studi yang menunjukkan bahwa mereka yang taat menjalankan ibadahnya lebih sehat selama kehidupannya dibanding mereka yang tidak, terbukti dari jarangnya sakit, jarangnya kunjungan ke dokter, dan biaya yang rendah untuk biaya kesehatan pada mereka yang taat beribadah.

2.4.9 Sikap Positif7

(21)

BAB III KESIMPULAN

Keberhasilan pembangunan global dan nasional menyebabkan meningkatnya usia harapan hidup dan jumlah penduduk lanjut usia. Hal ini bukan saja menandakan sebuah kesuksesan pembangunan, tetapi juga menjadi tantangan pembangunan bagi suatu negara karena menimbulkan beberapa masalah baru. Masalah tersebut diantaranya adalah transisi epidemiologi penyakit dan peningkatan jumlah pasien geriatri yang penangannya kompleks. Hal inilah tidak hanya menjadi masalah global, tetapi juga menjadi masalah negara Indonesia.

Pada kaum lanjut usia proses menua, suatu proses fisiologis yang berlangsung gradual dan tidak dapat dihindari ditandai dengan penurunan fungsi sistem faal tubuh sehingga rentan untuk menderita berbagai penyakit. Proses ini tidak hanya menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga menyebabkan perubahan mental dan sosial. Perubahan-perubahan yang dialami oleh lansia akan menimbulkan banyak masalah, yang sering dikenal dengan a series of I’s, yaitu: immobility, instability, incontinence, intellectual impairment, infection, impairment of vision and hearing, isolation, inanition, insomnia, immune deficiency, dan iatrogenic.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaja S. Analisis Penyebab Kematian dan Tantangan yang Dihadapi Penduduk Lanjut Usia di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar 2007. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2012 Okt;15(4):323-30.

2. Kemenkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:1-17.

3. Nasution, Z. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Kader terhadap Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Thesis. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2013. H.1-5.

4. Soejono CH. Pengkajian Paripurna pada Pasien Geriatri. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.768-70.

5. Astari P. Hubungan Coated Tongue dengan Candida sp. dan Faktor-Faktor Resiko Lainnya Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai Sumatera Utara tahun 2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara; 2011. H. 1-5.

6. Sihombing HC. Karakteristik Kasus Menopause Osteoporosis di Makmal Terpadu Immunoendrokinologi FK UI Tahun 2006-2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;2009. H. 1-10.

7. Setiati S, Harimurti K, Govinda AR. Proses Menua dan Implikasi Klinis. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.757-66.

8. Abikusno N. Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Sehat untuk Segala Usia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:25-28.

9. Asfriyati. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut. Thesis. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;2003. H. 2-5.

(23)

11. Ambardini RL.Aktivitas Fisik pada Lanjut Usia. Paper. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keguruan Universitas Negeri Yogyakarta:2009. H. 4-9.

12. Wellman NS, Kamp JB. Nutrition in Aging. In: Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Ed. 12. Canada: Elsevier; 2008. H. 299-300.

Gambar

Gambar  1. Skema homeostenosis7

Referensi

Dokumen terkait

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu yang mengalami engorgement antara lain adalah : keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih

Menurut mereka peran media massa dalam membentuk gaya dalam hal berpakaian sangat berperan, karena saat mereka menyaksikan sebutnya saja Film, sinetron, atau

Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Raya dan Pembimbing Dua yang penuh perhatian dan ketulusan memberikan koreksi teknis dalam penulisan tesis

Uji Biokimia Awal Pada Media BSA Uji Biokimia awal pada media BSA, menunjukkan hasil yang positif (pd sampel uterus dan telur), yaitu tdpt koloni warna hitam atau abu-abu,

Hasil pengukuran selama 5 menit menunjukkan nilai kebisingan yang tidak berbeda secara signifikan (p= 0,968 pada pengukuran 80 dB dan p= 0,202 pada pengukuran 85dB) pada

Dengan memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung dalam tiga momen dialektis yang simultan (eskternalisasi, objektivasi, dan internalisasi) serta masalah

Oleh karena itu penerapan tema Healing Garden dengan mempertimbangkan aspek sirkulasi dan suasana ruang yang baik dengan menerapkan elemen alam pada interior

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di masa produksi kopra yang begitu massif, kelapa menjadi komoditi yang disembah bagi masyarakat Selayar dan memiliki makna