ARTIKEL ILMIAH
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI DALAM GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA 7316140243
Artikel yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister
CONVERSATION AND PREFERENCE STRUCTURES IN THE SPOKEN DISCOURSE
(A Conversation Analysis of the Trial at The District Court in East Jakarta)
REZA ZAHROTUNNISA [email protected]
ABSTRACT
Conversation will always be an interesting topic to be examined. One of the interesting types is conversation in the spoken discourse at the trial. Each participant will have different motives while uttering words. This study aims at discovering the conversation and preference structures in the spoken discourse (a conversation analysis of the trial at the district court in East Jakarta). The method used in this study is qualitative descriptive method. The object for this study is the conversation between the judges, prosecutors and defendants at two witness’ testimony trials, one verdict trial and one criminal lawsuit trial at the district court in East Jakarta. The focused case is drugs case. The result of the study shows that conversation structure in four trials has spoken discourse style which is mostly in the form of high solidarity style. The judge was the central participant who ruled and directed the conversation topic as well as the plot. The conversation pace in all trials was fast and straight to the case point.The judge always stayed as the participant who started the conversation. The other participants merely took over as the judge let them speak. Overlap was always done by the judge while the other participants were speaking. Moreover, the preference structure in all trials consists more of the judge’s utterances. The act representing the preference structure which dominantly appeared was assessment. Almost all acts in the preference structure were accepted by all participants. It happened because all utterances consisted of the preference structure based on the social structure, not individuals’ attitude and wants.
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI DALAM GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA ABSTRAK
Percakapan akan selalu menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Salah satunya percakapan dalam suatu gelar wicara dalam sebuah persidangan. Dalam persidangan setiap partisipan memiliki tujuan yang berbeda dari setiap tuturannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar wicara (analisis percakapan pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timu)r. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian ini adalah percakapan antara hakim, jaksa, dan terdakwa dalam dua sidang keterangan saksi, satu sidang putusan, dan satu sidang tuntutan perkara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Kasus yang diambil adalah kasus narkotika. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur percakapan dalam empat persidangan yang diteliti memiliki gaya bicara yang lebih banyak berupa gaya solidaritas tinggi. Hakim menjadi partisipan sentral yang mengatur dan mengarahkan topik dan alur percakapan. Tempo percakapan dalam seluruh persidangan berjalan cepat dan langsung pada inti permasalahan yang dibicarakan. Hakim selalu menjadi partisipan yang memulai percakapan. Partisipan lain hanya melakukan taking over setelah hakim memberikan giliran bicara. Overlap selalu dilakukan oleh hakim ketika partisipan lain sedang berbicara. Adapun struktur preferensi dalam seluruh persidangan lebih banyak terkandung dalam ujaran hakim. Tindakan yang mewakili struktur preferensi yang paling banyak muncul adalah penilaian. Hampir seluruh tindakan dalam struktur preferensi diterima oleh para partisipan, hal ini dikarenakan dalam setiap ujaran yang mengandung struktur preferensi berlandaskan pada struktur sosial bukan atas sikap dan keinginan seseorang.
A. Pendahuluan
Percakapan terjadi dalam kegiatan formal dan non formal sebagai
suatu media dalam interaksi sosial. Baik dalam kegiatan berbahasa secara formal maupun non formal, percakapan memiliki pola yang umum
yang disebut juga dengan struktur percakapan. Pola ini yaitu “Saya bicara-anda bicara-saya bicara-bicara-anda bicara”. Struktur percakapan adalah apa saja yang sudah diasumsikan sebagai suatu hal yang sudah dikenal baik
melalui diskusi sebelumnya. Pola dasar percakapan ini berasal dari jenis interaksi mendasar yang pertama kali diperoleh dan yang paling sering
digunakan (Yule: 2006).
Menurut pendapat Douglas Biber and Edward Finegan (1994:15), Proses dari suatu percakapan menjadi hal yang paling fundamental
karena dalam prosesnya, terjadi suatu kegiatan pencocokan antara suara dengan makna yang kemudian mengkonstitusikan makna dari
masing-masing petuturnya dalam komunikasi verbal. Meskipun percakapan merupakan kegiatan menyamakan persepsi, tiap pembicara akan memiliki gaya atau cara yang berbeda dalam menyampaikan tuturannya. Oleh
karena itu, percakapan sebagai suatu media interaksi sosial akan memperlihatkan keanekaragaman gaya berbicara dari tiap-tiap
individunya.
Kegiatan berbahasa, terutama kegiatan berbahasa lisan dalam situasi formal yang memiliki cukup banyak manifestasi dalam struktur
wicara adalah persidangan di pengadilan yang melibatkan beberapa partisipan di dalamnya. Persidangan melibatkan beberapa pihak, seperti
hakim, jaksa, terdakwa, dan pembela.Uniknya, dalam sebuah persidangan masing-masing pihak memiliki tujuan tersendiri yang menyebabkan mereka harus berpartisipasi dalam proses persidangan tersebut. Masing
-masing pihak melakukan tindak tutur untuk mengungkapkan tujuannya dan memaparkan segala hal yang dapat menguatkan argumen untuk
mencapai tujuannya tersebut.
Analisis percakapan adalah pendekatan yang tumbuh dari tradisi etnometodologi. Analisis percakapan melihat beberapa aspek dalam suatu
peristiwa tuturan. Pertama, mengkaji struktur serta pengelolaan percakapan dari para partisipan. Kedua, melihat cara para partisipan
mengorganisasikan pembicaraan masing-masing sehingga menjadi suatu urutan percakapan dan menjadi suatu urutan percakapan yang koheren. Ketiga, melihat kesulitan-kesulitan yang timbul dalam percakapan, baik
ketika membuka, menutup, maupun bercerita dalam suatu percakapan (Anthony: 2007:1)
Struktur percakapan diartikan juga sebagai gejala perpindahan dari partisipan pertama kepada partisipan kedua dengan pola pergantian A-B-A-B di antara keduanya (Levinson: 2008:296). Oleh karena itu, dalam
Selain memerhatikan turn-taking, dalam analisis percakapan hal lain yang perlu dikaji adalah struktur preferensi. Struktur preferensi dapat
diidentifikasi dengan lebih dulu melihat pasangan ajajensi dari tiap tuturan. Pasangan ajasensi (adjacency pairs) adalah pemasangan jenis tuturan oleh penutur yang membutuhkan jenis tuturan dari penutur yang lain.
Tuturan ini terjadi secara berpasangan, yang terdiri atas bagian pertama dan bagian kedua. Struktur preferensi menunjukkan pola struktural
tertentu secara sosial dan tidak mengacu pada sikap seseorang atau keinginan emosi. Struktur preferensi dibagi menjadi dua bagian yaitu: tindakan sosial yang disukai (ada tindak lanjut) dan tindakan sosial yang
tidak disukai (tidak ada tindak lanjut) (Ruminto:2015).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan Struktur percakapan
membahas pola-pola interaksi pembicaraan lewat pengambilan giliran bicara (turn-taking) dalam tempat relevansi pertukaran (TRP) yang mencakup peristiwa Taking The Floor yaitu ketika pembicara mengambil
giliran membuka suatu pembicaraan.Holding The Floor ketika pembicara sedang melangsungkan tuturannya dan Yielding The Floor ketika
pembicara memberikan kesempatan pada lawan tuturnya untuk mengambil alih giliran bicara. Selain struktur percakapan, dalam analisis percakapan dilihat pula bagaimana dampak percakapan yang dilakukan
P
percakapan analisis lanjutannya adalah struktur preferensi. Berikut gambaran kerangka berpikir dari analisis percakapan.
Analisis terhadap percakapan di atas memperlihatkan bahwa para partisipan dalam suatu persidangan memiliki gaya tersendiri dalam tiap
pengambilan kesempatan berbicara. Masing-masing partisipan memiliki nalurinya masing-masing dalam mencari waktu yang tepat untuk memulai atau menghentikan pembicaraan. Koding dalam transkripsi pun memiliki
kekhasan tersendiri lewat tanda-tanda gestur serta intonasi yang ada di dalamnya. Selain itu, percakapan juga memperlihatkan bagaimana
tanggapan tiap partisipan dalam menanggapi topik-topik percakapan yang dikaitkan dengan tindakan sosial berkenaan dengan realita yang ada pada umumnya. Oleh karena itu, percakapan dalam persidangan menarik untuk
diteliti terutama dari segi struktur percakapan dan struktur preferensinya.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai Struktur Percakapan dan Struktur Preferensi dalam
Gelar Wicara Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Adapun
secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan struktur
percakapan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 2)
Mendeskripsikan struktur preferensi dalam persidangan di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur. 3) Mendeskripsikan karakteristik struktur
percakapan dan preferensi dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Dalam mengumpulkan data digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Melihat jadwal persidangan di pengadilan Negeri Jakara Timur.
2) Menentukan objek penelitian yaitu mengambil beberapa agenda persidangan untuk dijadikan data kemudian dilakukan reduksi data. 3) Menyaksikan dan merekam proses persidangan dalam bentuk audio dan
video. 4) Melakukan transkripsi ragam lisan ke dalam ragam tulis dengan cara menyimak video hasil rekaman secara berulang agar mendapatkan
data yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Reduksi data dilakukan dengan menyaksikan langsung proses
persidangan pembuktian kemudian merekamnya, setelah itu peneliti melakukan transkripsi ke dalam ragam tulis untuk menentukan pasangan
tuturan dalam dialog. Persidangan yang diperoleh sebanyak 12 persidanga, kemudian dilakukan reduksi sehingga menjadi 4 persidangan yang menjadi objek penelitian. 2) Teknik penyajian data dilakukan
berdasarkan tabel analisis kerja meliputi struktur percakapan dan struktur preferensi dalam dialog sidang putusan dan tuntutan perkara pidana di
Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hasil analisis dialog pada saat persidangan tuntutan dan putusan disajikan dalam pembahasan serta rangkuman. 4) Penarikan kesimpulan, merupakan langkah terakhir dalam
penelitian ini berlangsung.Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang dianalisis dengan pedoman kriteria analisis percakapan berdasarkan
menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini.Langkah-langkah penarikan kesimpulan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
pengumpulan data, lalu data direduksi untuk dianalisis, kemudian disajikan sesuai dengan kriteria analisis. Tahapan terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hal ini dapat dilakukan
terus-menerus hingga data yang dihasilkan lengkap dan permasalahan penelitian dapat terjawab serta penarikan kesimpulan berdasarkan data
yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil Penelitian
Terdapat empat sidang yang menjadi objek penelitian inil. Sidang tersebut di antaranya sidang putusan dengan terdakwa berinisial Yari,
sidang keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Dayat, sidang keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Angga, dan sidang
keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Oke David.
Setiap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, khususnya persidangan perkara pidana ringan dan biasa berdurasi
singkat, termasuk keempat sidang yang dijadikan objek penelitian. Setiap persidangan memiliki pola tersendiri. Pola dalam sidang yang
dan empat, percakapan berjalan lebih interaktif. Terutama dalam sidang keempat.
Beberapa faktor yang menjadi penentu lama atau singkatnya durasi persidangan. Pertama, kelengkapan partisipan persidangan, terutama dalam persidangan keterangan saksi. Jika saksi tidak ada maka
persidangan akan ditunda dan berakhir cepat. Begitu pun dengan sidang tuntutan, jika setelah dibacakan tuntutan terdakwa tidak ada respon maka
hakim akan mengakhiri persidangan. Hal kedua yang menjadi penentu adalah tingkat keaktifan dari para partisipannya sendiri terutama hakim. Jika hakim menghendaki percakapan yang lama maka ia akan turut
menanyakan hal-hal lain pada terdakwa, seperti dalam sidang tiga.
Adapun dalam persidangan yang lengkap para partisipannya
seperti sidang empat , maka percakapan dalam persidangan akan berjalan lama. Hal ini dikarenakan Hakim menggali informasi dari saksi dan terdakwa, sehingga mengharuskan adanya percakapan yang
mendalam. Hakim juga memberikan kesempatan pada jaksa dan penasihat hukum untuk melangsungkan percakapan pada partisipan lain.
Adanya durasi yang berbeda, membentuk pola percakapan yang berbeda pula. Oleh karena itu, dalam tiap persidangan temuan struktur percakapan dan struktur preferensi memiliki karakteristiknya tersendiri.
Hasil temuan penelitian struktur percakapan dalam gelar wicara persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat dilihat dalam tabel
Tabel 4.9 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PERCAKAPAN No Sidang Taking The Floor Holding
The
Up TakingOver Interupsi Overlap
1. I 2 0 0 0 1 1
2. II 5 4 0 1 2 3
3. III 6 6 3 0 8 7
4. IV 39 43 15 3 20 27
Jumlah 52 53 18 4 31 38
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa sidang yang paling banyak
mengandung poin-poin dalam struktur preferensi adalah sidang empat, karena percakapan yang berdurasi lama dan terdiri dari percakapan yang
lebih banyak dibandingkan sidang yang lainnya. Peristiwa yang paling banyak terjadi dalam persidangan adalah pengambilan giliran bicara dengan cara starting up sebanyak 52 percakapan dan taking over
sebenyak 53 percakapan. Interupsi berada di posisi ketiga setelah taking over dan starting up. Adapun peristiwa overlap hanya terjadi adlam 4
percakapan. Antara holding the floor dengan yielding the floor, lebih banyak yielding the floor dalam 38 percakapan dan holding the floor dalam 31 percakapan. Hal ini menandakan bahwa dari rekapitulasi data terlihat
bahwa gaya bicara dalam keseluruhan sidang merupakan gaya bicara pelibatan tinggi yang menghendaki adanya pergantian giliran bicara yang
adil dan bergantian secara cepat antara partisipan dan dari topik satu ke topik lainnya.
Tabel 4.10 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PREFERENSI No Sidan
g
Penilaian Ajakan Tawaran Proposal Permohonan S TS M+ M- M+ M- S TS M+
M-Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa seluruh struktur preferensi
terkandung dalam tiap persidangan. Berbeda dengan struktur percakapan yang banyak terkandung dalam percakapan, struktur preferensi lebih
sedikit terkandung dalam percakapan. Hal ini dikarenakan ujaran Hakim merupakan pertanyaan yang cenderung netral, tidak mengarah pada tindakan yang bersinggungan seperti disukai dan tidak disukai, diterima
maupun tidak diterima, serta disetujui maupun tidak disetujui. Meskipun secara harfiah struktur preferensi, banyak ujaran para partisipan
merupakan ujaran berisi kalimat tanya yang diiringi jawaban, namun tidak seluruh percakapan mengandung poin-poin tindakan yang mewakili struktur preferensi.
Terlihat dalam tabel, poin yang banyak terkandung adalah penilaian yang ada dalam 9 percakapan. Selanjutnya, adalah proposal yang
terkandung dalam 8 percakapan, tawaran dalam 4 percakapan, ajakan dalam 2 percakapan, dan permohonan dalam 1 percakapan. Dari tiap-tiap poin tindakan yang mewakili struktur preferensi, sebagian besar
tindakan yang tidak disukai lebih sedikit dibandingkan persentasi tindakan yang disukai.
b. Pembahasan
Para partisipan memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing dalam suatu persidangan, tentunya gaya berbahasa yang digunakan oleh
masing-masing pihak akan berbeda. Dalam contoh 6 di bawah ini beberapa contoh percakapan yang mewakilkan peristiwa percakapan
dalam gelar wicara di persidangan yang terdapat partisipan lengkap di dalamnya.
Contoh (6
Konteks: Hakim sedang meminta keterangan saksi mengenai jumlah ganja yang dibawa oleh terdakwa. Hakim memberikan kesempatan pada jaksa dan penasihat hukum untuk memberikan pertanyaan
(1) Hakim : satu linting ya:::? Gitu ya?
Jeda (2.0)
Jaksa ada pertanyaan?
(2) Jaksa : di mana kamu menemukan barang bukti?⁰ ⁰
(3) Saksi : >saku celananya<↓
(4) Hakim : Penasihat hukum ada pertanyaan? (5) Penasihat :: waktu pada saat digeledah itu::?
(Jeda 1.0)
>Di saku mana ada menemukan?< (6) Saksi : saku sebelah kanan↓
Contoh 6 di atas memperlihatkan struktur percakapan antara
hakim, jaksa, dan terdakwa. Dalam percakapan di atas terlihat hakim yang menjadi partisipan sentral dalam percakapan. Dapat dikatakan dalam
bicara dalam percakapan yang berlangsung. Hal ini terlihat dalam beberapa paparan sebelumnya, bahwa gaya bicara baik pelibatan tinggi
maupun solidaritas tinggi akan bergantung pada bagaimana hakim memulai percakapan, mempertahankan giliran bicara maupun memberikan giliran bicara.
Struktur percakapan dan struktur preferensi dalam seluruh persidangan lebih banyak memiliki kesamaan dibandingkan
perbedaannya. Hal yang paling mendasar adalah dalam seluruh persidangan adanya partisipan sentral percakapan dalam gelar wicara adalah Hakim. Partisipan lain hanya melakukan taking over jika hakim
memberikan giliran berbicara. Sementara hakim sebagai partisipan sentral lebih banyak melakukan penahanan giliran bicara (holding the floor),
sehingga terdakwa, jaksa, maupun saksi, menjadi partisipan pasif. Tempo pembicaraan dalam persidangan lebih banyak menggunakan tempo cepat. Artinya setiap ujaran digiring untuk dinyatakan secara lugas dan
tidak bertele-tele. Adapun dari segi volume dan kejelasan suara, hakim sebagai partisipan utama yang paling jelas terdengar dan lantang.
Sementara terdakwa, Jaksa, maupun saksi lebih banyak bertutur dengan volume yang cenderung lembut dan tempo yang sedang.
Sebagian besar gaya persidangan adalah gaya solidaritas tinggi, di
mana para partisipan selain hakim memberikan keleluasaan pada hakim untuk mempertahankan dan menyelesaikan giliran bicaranya tanpa ada
menginginkan adanya gaya pelibatan tinggi sehingga dalam beberapa percakapan terjadi overlap antara percakapan hakim dengan jaksa dan
hakim dengan saksi. Adapun percakapan antara hakim dan terdakwa seluruhnya berpola gaya bicara solidaritas tinggi.
Struktur Preferensi dalam seluruh persidangan lebih banyak
terkandung dalam ujaran hakim. Hakim banyak melakukan penilaian terhadap terdakwa atas apa yang dikatakannya. Pola struktur preferensi
dalam persidangan di awali dengan pertanyaan hakim, lalu jawaban dari terdakwa, hingga adanya pertanyaan kembali dari hakim yang merupakan tanggapand ari ujaran terdakwa. Ujaran hakim setelah
terdakwa dalam percakapan ini yang biasanya mengandung struktur preferensi. Struktur preferensi yang diwakili oleh lima tindakan yaitu,
penilaian, ajakan, tawaran, proposal, dan permohonan terkandung dalam percakapan pada empat persidangan yang diteliti. Seluruh percakapan yang mengindikasikan struktur preferensi sebagian besar adalah
percakapan dari hakim terhadap partisipan lainnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar wicara
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur didominasi oleh Hakim. Hakim menjadi partisipan sentral yang menentukan struktur percakapan termasuk gaya bicara selama percakapan berlangsung. Partisipan
lainnya, yaitu jaksa, terdakwa, maupun saksi menjadi partisipan yang lebih banyak melakukan pengambilan giliran bicara berdasarkan ketentuan
dibandingkan melakukan starting up. Hal ini terjadi karena hakim adalah partisipan yang diberikan giliran berbicara pertama sesuai dengan
prosedur persidangan bahwa persidangan dibuka oleh hakim. Struktur preferensi dalam percakapan lebih banyak diterima dibandingkan tidak diterima karena berhubungan dengan verifikasi hakim terhadap
tindakan-tindakan terdakwa. Adapun tindakan-tindakan yang terindikasi tidak disukai adalah ketika percakapan berlangsung dengan topik mengenai kaitan tindakan
salah terdakwa dengan keharusan terdakwa yang dikemas oleh hakim dalam percakapan yang cenderung menyudutkan.
D. Simpulan dan Rekomendasi a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan
gambaran tentang struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar wicara persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat disimpulkan
secara keseluruhan dalam gelar wicara persidangan yang terdiri dari 4 persidangan, struktur percakapan yang terlihat yaitu semua percakapan diawali hakim dengan jenis ujaran yang sama. Hakim menjadi partisipan
sentral dalam percakapan. Hakim mendominasi kegiatan percakapan dan lebih banyak mengawali percakapan. Hakim menjadi partisipan yang
selalu melakukan starting up terhadap partisipan lain. Baik jaksa, terdakwa, maupun saksi. Jaksa dalam gelar wicara tidak terlalu aktif dalam melakukan percakapan. Jaksa hanya melakukan pengambilan
lebih banyak berinteraksi dengan hakim dibandingkan dengan jaksa maupun saksi. Terdakwa selalu dalam posisi melakukan taking over
karena ia hanya diberikan keleluasan untuk menjawab setiap pertanyaan yang diujarkan hakim. Saksi hanya terdapat dalam sidang 4, saksi dan hakim cukup banyak berinteraksi. Namun, saksi memiliki kedudukan yang
sama baik dengan jaksa maupun terdakwa. Saksi hanya sebatas mengambil alih giliran bicara jika hakim telah memberikan giliran bicara
padanya.
b. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran untuk guru, model pembelajaran Bahasa Indonesia, dan untuk
peneliti selanjutnya. Bagi guru, hendaknya mengembangkan media dalam pembelajaran membuat teks, khususnya teks eksposisi. Agar siswa benar – benar mendapatkan pedoman dan bisa lebih mengetahui bahan untuk
membuat teks ekposisi . Salah satunya dengan tayangan video persidangan. Bagi keilmuan khususnya ilmu linguistik forensik, penelitian
ini dapat dijadikan bahan untuk menganalisis lebih jauh mengenai struktur percakapan dan struktur preferensi yang dapat memengaruhi bagaimana saksi, maupun terdakwa dalam memberikan keterangan mengenai suatu
objek maupun metode penelitiian. Objek yang dipakai tidak terbatas pada persidangan perkara pidana saja, tetapi bisa menggunakan objek lain
seperti debat, film, naskah drama, dsb. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan kajian teori sehingga dapat membuat analisis yang lebih baik, tepat, dan akurat.
Daftar Pustaka
Biber, Douglas and Edward Finegan. Sociolinguistics Perspectives On
Register. New York: Oxford University Press, 1994.
Levinson, Stephen C. Pragmatics. New York: Cambridge University Press,
2008.
Liddicoat, Anthony J. An Introduction to Conversation Analysis. London:Continuum, 2007.
Ruminto, Nurlaksana Eko. Analisis Wacana:Kajian Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu,2015.
Yule, George. Kajian Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.