• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Pemidanaan yang Berkeadilan Berke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menuju Pemidanaan yang Berkeadilan Berke"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Menuju Pemidanaan Yang Berkeadilan, Berdaya Jera,

Berkepastian, Restoratif, Responsif dan Antisipatif:

Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai

Kerugian Ekonomi

T. J. Gunawan, S.T., MIMS., M.H.1

Diambil dari sinopsis Buku Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi dan Edisi Revisinya.

“To restore both parties to equality, a judge must take the amount that is greater than the equal that the offender possesses and give that part to the victim so that both have no more and no less than the equal - Aristoteles, (http://en.wikipedia.org/wiki/Nicomachean_Ethics)

Abstrak

S

ampai saat ini tidak ditemukan satupun teori yang secara spesifik berbicara tentang rasionalisasi penjatuhan pidana. Itulah sebabnya, belum ada teori yang menjelaskan mengapa seorang terpidana harus dihukum 1 bulan atau 1 tahun. Sampai hari ini tidak ada sistematika maupun teori apapun yang memberi jawaban bagaimana menghitung beban pemidanaan yang adil.

Penulisan yang diambil dari buku Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi ini berusaha menjawab hal tersebut dengan diawali dengan penelitian ilmiah hukum untuk mengidentifikasi mengapa hukum pidana seolah tidak dapat memenuhi tujuannya untuk menjerakan pelaku yang berhasil mengidentifikasi 2 permasalahan besar dalam hukum pidana yang berlaku saat ini yaitu tidak terpenuhinya kriteria crime does not pay, dan elastisitas hukuman (elastisity of sentencing) membuat terpidana seolah berada pada sistem “perjudian” yang tidak adil.

Sebagai perbaikan kondisi tersebut, diajukanlah suatu konsep pemidanaan baru yang bersifat majemuk yang dibangun dari awal dari teori-teori yang ada pada ilmu hukum pidana dan pemidanaan yang menggabungkan teori besar seperti teori keadilan restoratif (restorative justice), double track system sanksi pidana dan sanksi tindakan, dan mengunakan analisis ekonomi mikro untuk membentuk suatu sistematika pemidanaan yang berkeadilan, berdaya jera, berkepastian, restoratif, responsif, dan antisipatif terhadap perkembangan ekonomi.

Konsep ini mengajukan perubahan pola pikir pada kebijakan hukum pidana dan pedoman pemidanaannya agar mengutamakan pada upaya mencari keadilan yang menyeluruh

(2)

dan berimbang dengan memperhitungkan seluruh klaim-klaim kerugian korban dan negara sehingga bisa membentuk suatu sistem pemidanaan yang berupaya mengembalikan keadaan seperti semula yang memastikan minimum adil dengan memastikan dalam segala hal nilai pemidanaan memastikan crime does not pay yang lama tidak diperhatikan ilmuan dan praktisi ilmu hukum pidana.

Merefleksikan diri dari “hukum karma” konsep yang diajukan disini menjadikan hukum pidana yang menerapkan konsep ini menjadi hukum yang menjamin seluruh kerugian korban dan negara pasti harus dibayar pelaku, namun welas asih dengan memastikan hukum pidana yang menerpakan keadilan restoratif yang menjadikannya suatu sistem yang tegas namun berkemanusiaan, efisien dan efektif.

Abstract

N

o specific theory has been found up to date on the rationalization of criminal sentencing. Which is why, there is no theory that explains why a convicted person should be sentenced to 1 month or 1 year. To this day no systematic or theory has given an answer how to calculate a fair burden of punishment/sentencing.

This writing is taken from the book titled: Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi is trying to answer it by; beginning with legal scientific research to identify why the criminal law as unable to meet its objective to ward off the perpetrators, identifying 2 major problems in the current criminal law that is not the fulfilling “crime does not pay” criteria, and the elasticity of sentencing makes the convicts seem to be in an unjust "gambling" system.

Proposed as remedy of that conditions above, a new multi-faceted/composite conception was proposed that was built from the ground up from existing theories of criminal law and criminal sentencing that combines major theories such as restorative justice theory, double track system of criminal penal sentences and action/administrative sentences, and using micro economic analysis of law to establish a systematic sentencing that is able to deliver justice, deterrent, definite/determinate, restorative, responsive, and anticipative to economic growth.

This concept proposes a change of mindset on criminal law policy and its criminal sentencing guidance to prioritize a comprehensive and balanced justice effort by taking into account all claims of victim and state losses in order to establish a criminal system that seeks to restore the original state which ensures a fair minimum by ensuring that; in all cases, the value of criminal punishment ensures “crime does not pay” criteria which has been a long time unnoticed by scientists and criminal law practitioners.

(3)

Isi

S

eperti dikatakan John Kaplan, kebijakan pidana dalam hukum pidana di berbagai negara cenderung tidak rasional. Menurutnya, sanksi-sanksi yang tersedia untuk delik-delik yang berbeda, sama sekali tanpa suatu dasar atau landasan rasional2. Sanksi-sanksi yang berbeda itu,

menurut Kaplan, sering kali hanya merupakan refleksi dari perbedaan-perbedaan yang kecil yang tidak krusial. Bahkan bagi Guru Besar Hukum Pidana University Of Nijmigen, J.P. Peter, di Belanda yang sistem peradilan pidananya relatif maju dan modern, terdapat juga ketidakjelasan kriteria dalam kebijakan penalisasi. Ketidakjelasan itu mencakup seluruh dimensi pidana, yakni

Strafsoort (jenis pidana), Strafmaat (berat-ringannya pidana), dan Strafmodus-nya (bentuk pengenaan pidananya)3.

Dalam penelitian yang berujung pada penulisan buku dengan judul Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi ini dimulai dari indikasi-indikasi bahwa Hukum Pidana dan pemidanaan tidak mampu mencapai tujuannya untuk menjerakan. Dan oleh karenanya dilakukan analisis sederhana yang kemudian hari ditemui teori yang disebut analisis

risk-benefit ratio (rasio resiko dan keuntungan) pelaku; suatu bentuk analisis ekonomi terhadap hukum pidana, sehingga didapat temuan-temuan di bawah ini. Hukum pidana Indonesia belum mampu memberi keadilan, apalagi daya deteren karena fakta yang sangat sederhana: besar penjatuhan hukuman pidana yang tanpa dasar hitungan yang pasti cenderung subjektif dan tidak adil karena:

1. Untuk kejahatan dengan nilai kerugian kecil cenderung Over-Criminalization atau pemidanaannya terlalu berlebih;

2. Untuk kejahatan dengan nilai kerugian sedang sampai sangat besar cenderung Under Criminalization atau pemidanaannya terlalu ringan karena berbagai pembatasan dalam ketentuan hukum pidana yang ada saat ini sehingga membatasi hukum dalam memberi perlindungan terhadap masing-masing rumusan delik;

3. Hukum pidana saat ini tidak bisa memberi keadilan dan tidak memiliki daya deteren (daya tangkal ataupun daya tangkis-prevensi) karena sistem hukum pidana Indonesia saat ini mayoritas tidak dapat memastikan pengambilan keuntungan perbuatan pidana; apalagi memastikan pengembalian kerugian koran dan/atau negara. Sehingga; dengan kata lain: hukum pidana saat ini menguntungkan pelaku kejahatan.

Hal ini di atas memperkuat argumen penulis bahwa esensi hukum pidana adalah pemidanaannya. Jadi perlu suatu sistem pemidanaan yang menjamin tidak terlalu berlebih, tidak kurang yang memastikan pemenuhan crime does not pay, dan terukur sehingga 2 kasus atau lebih yang sama bisa memiliki beban pidana yang paling tidak sama. Berdasarkan temuan dalam penelitian yang berujung Konsep Pemidanaan ini; besar sanksi pidana yang adil, berdaya jera, berkepastian (tepat) dan transparan (akuntabel)-lah yang penting agar Hukum Pidana bisa mencapai tujuannya.

(4)

Pemidanaan adalah esensi dari sistem hukum pidana karena yang terpenting dari semua pencapaian tujuan hukum pidana mengarah ke besaran pemidanaan yang dapat mengembalikan keadaan: baik secara teori relatif maupun teori retributif (murni maupun tidak murni), dari yang tidak adil menjadi adil. Keberhasilan tujuan pemidanaan dan sistem hukum pidana sangat erat dengan perlakuan dalam pemidanaan yang menekankan:

a. Perlakuan sikap yang fair, memastikan pemidanaan yang sebanding (atau lebih besar) dengan nilai kejahatan yang timbul (Didukung oleh: Aristoteles, Cesare Beccaria, Jeremy Bentham, David Fogel, Sue Titus Reid, dan lain-lain);

b. Menimbulkan efek jera (deterrent effect), dan baru kemudian;

c. Menekankan pada tujuan akhir yaitu upaya pengembalian dari sikap mental yang sakit untuk diobati dan dikembalikan pada masyarakat.

Konsep ini mengusulkan perubahan utama dalam perumusan penjatuhan sanksi pidana dengan ketentuan:

1. Perumusan pemidanaan yang terlimitasi rumusan namun melepas semua limitasi maksimum sanksi pidana secara keseluruhan:

a. ada maksimum untuk nilai kerugian sosial, namun tidak ada maksimum untuk nilai kerugian ekonomis;

b. limitasinya adalah harus paling tidak lebih besar sama dengan nilai kerugian ekonomis korban – untuk memenuhi crime does not pay;

2. perumusan pemidanaan dalam segala hal harus memenuhi ketentuan crime does not pay;

3. perumusan pemidanaan yang mengedepankan sanksi pidana lain; seperti pengembalian, selain sanksi pidana penjara:

a. oleh karenanya sanksi pidana penjara harus menjadi titik yang paling kurang menguntungkan bagi terpidana dengan pemberatan yang memastikan pengembalian lebih dari apa yang ditimbulkan pada korban, dan baru kemudian;

b. diharapkan secara sistematis sudah disediakan alternatif sanksi pidana yang lebih diharapkan hukum seperti pengembalian kerugian kepada korban, atau pengembalian kerugian kepada negara yang langsung akan mengurangi sanksi pidana penjara yang harus dijalani;

(5)

Meskipun titik awal penelitian ini menyerang “sistem” penjatuhan sanksi pidana penjara4, pada akhirnya pembentukan konsep ini berbicara banyak hal dalam pemidanaan yang

pada edisi revisi ini dipertegas dan diberi nama, yakni antara lain:

1. Mengajukan konsep/teori menggunakan 1 (satu) standar menghitung sanksi pidana dan pemidanaan yang menggunakan Nilai Ekonomi (NE); yang paling tidak satu pandangan dengan teori Analisis Ekonomi Micro Terhadap Hukum Pidana. Nilai Ekonomi (NE) adalah bobot nilai yang dihitung dengan nilai ekonomi. Ini adalah hasil sintesa pemikiran sederhana jika hukum bisa dianalisa dengan ilmu ekonomi maka “sistem” hukum sangat mungkin dibangun dengan variabel atau nilai ekonomi.

2. Mengajukan konsep/teori pemidanaan dan tujuan pemidanaan yang diajukan untuk menjembatani 2 konsep besar yang selama ini dianggap terpisah; teori tujuan pemidanaan retributif dan tujuan pemidanaan relatif, menjadi 1 konsep: konsep/teori tujuan pemidanaan pemenuhan crime does not pay atau yang pada edisi revisi ini disebut ratio-legis pemidanaan5 yang intinya penjatuhan sanksi pidana; bukan sebagai

bentuk balas dendam namun, sebagai bentuk pembayaran hutang kerugian yang timbul dari tindak pidana kepada semua pihak yang terkena rugi yaitu korban dan negara (serta/atau masyarakat). Rumusannya:

NE Pemidanaan = Kerugian Ekonomis Korban + Kerugian Sosial

Sedikit mundur ke belakang, Konsep kesetaraan nilai pemidanaan dengan nilai Kerugian Ekonomi Korban dan nilai ekonomis Kerugian Sosial paling tidak didukung oleh teori-teori sebelumnya yaitu:

 Nigel Walker (1971) :

Dasar tujuan pemidanaan “retributif adalah beratnya sanksi harus berhubungan dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh pelanggar”6.

 Jeremy Bentham (1780:

Nilai penghukuman harus tidak boleh kurang dalam segala kasus terhadap apa yang cukup untuk menimbang berat keuntungan pelanggaran7.

 Aristoteles (340 SM) :

Untuk mengembalikan kondisi para pihak kembali berimbang, seorang hakim harus mengambil jumlah yang lebih dari yang sama yang dimiliki pelanggar8.

4 Sanksi pidana penjara yang tidak memenuhi kriteria tindak pidana tidak menguntungkan (crime does not pay),

dan elastisity of sentencing (elastisitas penjatuhan sanksi) yang menimbulkan rasa tidak adil; sebagaimana diungkap juga oleh David Fogel, dibuktikan pada penulisan buku Konsep PBNKE ini sebagai alasan gagalnya hukum pidana dan pemidanaan mencapai tujuannya.

5 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP baru), Kencana, Jakarta, 2011, hlm.81

6 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana – Ide Dasar Double Track System & Implementasinya,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 36-37.

(6)

Yang Notasi matematisnya adalah:

NE Pemidanaan Kerugian Ekonomi Korban

Untuk memastikan pencapaian yang pasti dan adil bagi terpidana maka seberapa besar bobot nilai ekonomi Pemidanaan yang mungkin lebih dari nilai Kerugian Ekonomi Korban, serta sebagai penerapan teori tujuan pemidanaan relatif yang menekankan bobot nilai pemidanaan sebagai bobot kerugian negara dan/atau masyarakat atas sikap mental yang sakit maka ditambahkan variabel nilai ekonomi Kerugian Sosial.

3. Mengajukan konsep/teori pemidanaan menjadi 1 rumusan bahwa nilai pemidanaan secara keseluruhan adalah total nilai semua tipe sanksi pidana yang bisa dijatuhkan pada terpidana; dan bukan seperti yang berlaku pada Hukum Indonesia saat ini yang terpisah-pisah (pemisahan pidana dan perdata), serta tidak ada kesetaraan dan cenderung tidak rasional antara sanksi pidana penjara dan sanksi pidana tindakan yang lain seperti pidana denda, pencabutan hak, dan sanksi-sanksi pidana tindakan lain. Ini merupakan penerapan Teori Double Track System dalam sanksi-sanksi hukum pidana oleh M. Sholehuddin yang mendorong kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan (atau sanksi administratif)9. Dengan mempertimbangkan masukan para senior yang

menekankan pentingnya masing-masing variabel yang ada dalam pemidanaan yang menekankan pemisahan sanksi tindakan/administratif terlepas dari pengembalian / restitusi pada korban, maka Pemidanaan secara sekeluruhan berisi sanksi pidana, sanksi tindakan, dan restitusi/pengembalian yang mana harus setara dan secara total merupakan nilai pertanggung jawaban terpidana secara menyeluruh. Maka penulis mengembangkan rumusannya:

NE Pemidanaan = NE Sanksi Pidana + NE Sanksi Tindakan + Pengembalian

4. Mengajukan konsep/teori kesetaraan sanksi pidana penjara yang nilai ekonomis per waktu harus menggambarkan kesetaraan dengan nilai ekonomis orang lain bekerja secara sah dalam kondisi yang kurang beruntung. Yag mana rumusannya:

NE Sanksi Pidana (/ Bulan) = UMR

Dimana: Nilai Upah Minimum Regional / Bulan = UMR

Jadi, Nilai Ekonomi Sanksi Pidana atau yang rumusannya disebut NE Sanksi Pidana

adalah:

NE Sanksi Pidana = Pidana Penjara (/Bulan) x UMR

5. Atas konsep-konsep yang diajukan di atas didapat suatu rumusan sanksi pidana penjara yang harus dijalani menjadi satu konsep yaitu konsep sanksi pidana penjara berbasis nilai ekonomi yang memperhatikan keseimbangan terpidana dengan klaim kerugian-kerugian ekonomis korban dan negara yang diterima hakim, sehingga rumusannya menjadi:

9 Nama yang teridentifikasi disebut oleh Romly Atma yang mengutip Oswald Jansen (2013) lihat: Romly

(7)

NE Sanksi Pidana + NE Sanksi Tindakan + Pengembalian =

Kerugian Ekonomis Korban + Kerugian Sosial

Pidana Penjara (/Bulan) x UMR + NE Sanksi Tindakan + Pengembalian =

Kerugian Ekonomis Korban + Kerugian Sosial

Pidana Penjara (/Bulan) x UMR =

Kerugian Ekonomis Korban + Kerugian Sosial

-NE Sanksi Tindakan – Pengembalian

Jika ada sanksi Pidana Penjara biasanya Sanksi Tindakan adalah tidak ada (0), maka:

Pidana Penjara = Kerugian Ekonomis + Kerugian Sosial –

Pengembalian

(dalam Bulan) UMR

Rumusan di atas adalah rumusan akhir yang didapat untuk menjelaskan secara

Kepentingan

Pelaku

Kepentingan

Korban + Negara

Pemidanaan,

dan/atau

Tindakan

Pengembalian

Kerugian Ekonomis

Korban

(8)

terdiri dari beberapa sub konsep, namun rumusan di atas masing-masing bukanlah keseluruhan ataupun inti dari konsep PBNKE. Konsep ini adalah gabungan konsep-konsep di atas yang menekankan pada pentingnya keadilan dengan mengutamakan upaya pengembalian keadaan supaya adil. Sehingga sangat penting dalam konsep ini untuk mencari keseimbangan yang menyeluruh terhadap klaim-klaim kerugian para pihak.

Dengan rumusan yang adil demikian, penulis berpendapat bahwa tujuan hukum pidana dapat tercapai karena secara sistematika sudah menekankan upaya mencari titik tengah yang adil yang tidak membutuhkan upaya tambahan dari para pihak untuk bisa menggeser hukum pidana sesuai arah yang dikehendaki. Dengan pola pikir (mindset) pemidanaan bukan sebagai penistaan melainkan sebagai bentuk kontrak kerja paksa sosial untuk membayar hutang yang ditimbulkan akibat tindak pidana pelaku yang menimbulkan kerugian terhadap korban dan negara. Paling tidak, hal ini setara dengan apa yang diungkapkan pada simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional pada tahun 198010.

Konsep ini menggalih lebih dalam apa yang diajukan Cesare Beccaria (1764) dan Jeremy Bentham (1770); yang diungkap Romli Atmasasmita sebagai awal penerapan ilmu analisa ekonomi terhadap hukum, dengan pendekatan risk-benefit ratio yang kemudian menambahkan variabel UMR sebagai satuan pembandingnya. Konsep ini sedikit berbeda pendekatan dengan sering digaungkan dari analisis ekonomi terhadap hukum kriminal (hukum pidana) yang menggunakan pendekatan cost-benefit ratio penegakan hukum saja sehingga melupakan variabel kerugian korban, kerugian sosial oleh negara dan/atau masyarakat, dan tidak terpenuhinya kriteria crime does not pay.

Dengan melihat teori keadilan korektif Aristoteles yang berisi ketentuan yang sangat relevan dengan penerapan keadilan restoratif modern yang sinergi dengan hukum karma, konsep ini mengajukan sistematika pemidanaan dan sanksi pidana penjara yang jauh lebih adil yang memberi jaminan minimum yang jelas sehingga terbentuk suatu sistematika pemidanaan yang tidak lebih dan tidak kurang dari pada apa yang adil untuk membayar kerugian korban dan negara.

Bisa dikatakan penerapan konsep ini adalah pengembangan lebih dari analisis ekonomi terhadap hukum pidana (penal law ataupun criminal law): yang mana konsep ini merupakan pembangunan hukum pidana dengan variabel-variabel dan rumusan ekonomi dengan keunggulan adanya jaminan titik minimum keadilan. Selain itu juga mengajukan pandangan Hukum Pidana yang tidak hanya memperhatikan perbuatan dan pelaku11 (dari sudut pandang

pelaku) saja namun pada Hukum Pidana yang memperhatikan kesimbangan pelaku-korban dan negara12 (Dader-Slachtoffer-State Strafrecht).

Atas kondisi di atas, serta temuan atas keadaan Hukum Pidana Indonesia yang menguntungkan pelaku tindak-tindak pidana dengan nilai kerugian yang sedang ke atas maka penulis sekali lagi menekankan perlunya sesegera mungkin Sistem Hukum Pidana Indonesia diperbaiki (urgensi perubahan KUHP) karena seyogyanya kondisi ini memberi pesan bahwa di Indonesia ini berbuat jahat merupakan hal yang menguntungkan.

10 Baca bab Error: Reference source not found hal: Error: Reference source not found 11 Daad-dader Strafrecht

12 Paling tidak, hal ini setara dengan apa yang diungkapkan pada simposium Pembaharuan Hukum Pidana

(9)

Sebagai penutup penulis memberikan ilustrasi tabel nilai di bawah yang menunjukan keunggulan konsep ini dibanding hukum pidana yang berlaku saat ini karena: mampu berkembang mengikuti perkembangan ekonomi: tidak terbelenggu sehingga mampu menjawab kerugian yang sangat besar, dan memiliki standar perhitungan yang pasti yang bisa diterima semua.

Nilai UMR:

2,500.000,-Nilai Kerugian Lama Sanksi Pidana Menurut Konsep (/ Tahun) 30,000,000 1

60,000,000 2 90,000,000 3 120,000,000 4 150,000,000 5 300,000,000 10 600,000,000 20 1,200,000,000 40 3,000,000,000 100 30,000,000,000 1,000 60,000,000,000 2,000 90,000,000,000 3,000 300,000,000,000 10,000 1,000,020,000,000 33,334

Gambar

Tabel : Perbandingan Nilai Kerugian Dibandingkan Sanksi Pidana Penjara Konsep ini.

Referensi

Dokumen terkait

penerimaan sumber pendapatan negara yang diperoleh dari kontribusi wajib pajak.. rakyat, dimana peraturan pungutannya diatur dalam undang-undang

Secara Keseluruhan Bukti Langsung, Empati, Kehandalan, Daya Tanggap, dan Kepastian terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Swasta di Bandung berada pada kategori

Manfaat dari pelatihan khitobah pada UKM Kordais bagi mahasiswa dapat diaplikasikan melalui presentasi di kelas, forum diskusi, praktek pidato, Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)

Selama Polis masih berlaku apabila Pemegang Polis mengakhiri Polis ini atau Tertanggung meninggal dunia sebelum Tanggal Berakhirnya Polis, atau Tertanggung masih hidup

Alur Kebijakan Penyediaan DDUB Dalam rangka pelaksanaan PP tersebut di atas Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan bendahara umum negara menetapkan Peraturan

MARYANI, Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pemasaran Industri Keripik Ubi Kayu di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan (dibimbing oleh MARYADI dan THIRTAWATI). Tujuan dari

Kompleks enzim selulase umumnya terdiri dari tiga unit enzim utama yaitu Endo β-(1,4)-glucanase (cx) yang berperan terutama pada bagian amorf pada rantai selulosa, membelah

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pariwisata pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. ©Tiara Ramdan 2016