Page
1
of
4
HBD
KE
‐
42
PONTIANAK
POST:
PERANMU
NYATA
ADANYA
1
Oleh Dr. Erdi, M.Si.
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Tanjungpura
Tidak berlebihan bilamana saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah pernyataan bahwa Dalam usia 42 tahun, Pontianak Post adalah media yang sangat luar biasa karena telah lolos mengarungi lika-liku kehidupan yang sangat panjang. Pontianak Post tidak saja memiliki manajemen handal bernaruli bisnis, tetapi juga mampu mengkombinasikan keinginan khalayak dengan kebutuhan pemerintah, dengan tetap berpegang pada ketentuan pemerintah seperti diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Dalam kontek jurnalistik, Pontianak Post tentu menjadi media informasi yang dituntut untuk memiliki fungsi pendidikan, fungsi hiburan dan fungsi kontrol social seperti dinyatakan Craig (2003) dan Aldridge (2007) tentang peran jurnalistik. Dengan tiga peran itu, Pontianak Post selain membutuhkan SDM handal; juga konsisten menjadi corong bagi pemerintah dan juga menjadi media masyarakat dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah seperti dinyatakan oleh Lawrence (2000) tentang peran media. Tampaknya, pilihan masih tetap pada Pontianak Post sebagai barometer kehadiran media di tengah masyarakat modern di Kalimantan Barat. Pilihan public pada Pontianak Post hingga hari ini yang masih konstan dan bahkan membentuk
Page
2
of
4
image yang kental bahwa “Belum lengkap informasi hari ini bilamana belum membaca Pontianak Post” merupakan realisasi dari perannya yang nyata dalam masyarakat (lihar Couldry, 2001).
Saya tidak ingin membahas sisi lemah dari media ini, tetapi pembahasan akan saya fokuskan pada 7 peran yang dikembangkan dari tiga peran utama pers sebagaimana tersebut di atas. Ketujuh peran ini, mungkin masih kurang, tetapi saya cukup melihat ketujuh peran itu, yakni:
Pertama, sebagai media pelopor yang tak akan pernah tergantikan di Kalbar karena koran ini bermula sejak masa Orde Baru dimana peran sosial pers hampir tidak tampak. Pemerintah saat itu tidak mau borok dan kekurangan mereka diketahui public sehingga pers diarahkan untuk berperan hanya sebagai media pendidikan dan hiburan, atau bahkan harus menjadi corong pemerintah. Masa ini merupakan kondisi yang paling sulit bagi Harian Akçaya tetapi ia tetap sukses dan lolos melewati masa sulit ini sehingga membentuk imunitas hingga kini. Memasuki era reformasi, Pontianak Post telah meninggalkan peran sebagai corong pemerintah dan beralih ke peran social control secara berimbang; tidak saja kepada pemerintah tetapi juga kepada masyarakat secara timbal balik.
Kedua, masih di tahap pertumbuhannya, Harian Akçaya waktu itu mampu menjadi pilihan public untuk “mengkorankan” berbagai prestasi yang dicapai oleh pemerintah dan masyarakat dan sekaligus menjadikan mereka yang masuk koran merasa bangga; tetapi sebaliknya ada rasa ketakutan ketika masalah-masalah pubik yang tidak tuntas (baik di pemerintah maupun di swasta dan masyarakat) tercium oleh wartawan dan kemudian terpublikasi ke dalam koran ini. Harian Akçaya selain mendorong public dan pemerintah untuk berprestasi lebih baik, juga ada “rasa takut” yang kemudian berupaya menyembunyikan masalah public, sedemikian rupa tidak terpublikasi pada Pontianak Post. Jadi, Pontianak Post sejak awal telah menjadi media yang mampu mengawal agar good governance, baik dari sisi pemerintahan maupun kemasyarakatan berjalan baik dan normal.
Page
3
of
4
menjadi jembatan penurun ketegangan karena berita dibuat sedemikian rupa bersifat exchange antar pihak dan menanamkan nilai perdamaian sebagai kebutuhan bersama.
Keempat, porsi jenis berita dalam setiap terbitannya cukup untuk mewakili kalangan pembaca dari berbagai golongan, profesi dan usia. Rubrik dalam koran ini sangat lengkap, terdiri dari berita nasional, berita internasional, info bisnis, selebritas, metropolis, opini, pro kalbar (untuk berita local berbasis wilayah), serta arena untuk berita olah raga telah memenuhi kebutuhan pembaca dari berbagai usia dan kalangan. Kesempurnaan ini kemudian ditambah dengan membedakan terbitan hari biasa dengan edisi minggu agar lebih bervariasi, dengan sisipan For Her yang merupakan rubrik modern life-style
yang ternyata sangat digemari oleh wanita, kaum muda, remaja dan bahkan dunia anak. Jadi, koran ini menjadi koran leader dan terlengkap dalam setiap terbitannya.
Kelima, berfungsi sebagai koran barometer (newspaper benchmarking) bagi media cetak lain dalam wilayah Kalbar, tidak saja menyangkut tampilan (layout), keragaman dan kelengkapan berita/isi, tetapi juga profesionalisme jurnalistik dan bahkan menjadi barometer harga jual. Ketika harian Pontianak Post yang berjumlah 36 halaman ini hanya dijual sebesar Rp 3000.00 maka koran lain yang kurang dari halaman Pontianak Post akan berfikir untuk menjual dengan harga sama, apalagi di atasnya. Jadi, Harian Pontianak Post menjadi pemegang kendali dalam banyak hal seperti disebutkan di atas.
Keenam, menjadi corong untuk publikasi inovasi dan perbaikan kualitas layanan public oleh pemerintah dan swasta. Melalui gengsi otonomi award yang diberikannya, pemerintah daerah se Kalbar secara konsisten mempublikasikan akuntabilitas penyelenggaraan tata-kelola pemerintahan yang baik dengan memilih Pontianak Post sebagai media publikasi.
Page
4
of
4
Demikian yang dapat saya sampaikan untuk memperingati 42 tahun Harian Pontianak Post. Dengan tujuh peran di atas, harian ini, selain telah melaksanakan fungsi pers (lihat Perse, 2008), juga menyuarakan demokrasi, efisiensi dan akuntalibitas dalam rangka good governance menuju good government (Kettl, 2005). Selamat Ulang Tahun ke-42 dan terus berkontribusi untuk mewujudkan Kalbar hebat!
Referensi
Aldridge, Meryl. 2007. Understanding the Local Media. Open University Press. McGrow Hill Book. New York.
Couldry, Nick. 2001. The Place of Media Power: Pilgrims and Witnesses of the Media Age. Routledge. London.
Craig, Geoffrey. 2003. The Media, Politics and Public Life. Allen and Unwin. Australia
Kettl, Donal F. 2005. The Global Public Management Revolution. Second Edition. Brooking Institution Press. Washington D.C.
Lawrence, Regina G. 2000. The Politics of Force: Media and the Construction of Police Brutality. University of California, Berkeley.