BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Gigitiruan
Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut, yaitu mencakup beberapa gigi, jaringan lunak dan lengkung edentulus.1,17 Proses perawatan dengan gigitiruan dapat ditunjukkan kepada pasien melalui model gigitiruan.11
Sifat-sifat ideal model gigitiruan, yaitu:13 a. Model gigitiruan harus keras dan kuat.
b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses pengerasan. c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi.
d. Mempunyai setting time yang tepat.
e. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris. f. Cocok dengan semua jenis bahan cetak.
g. Mempunyai warna yang kontras sehingga tidak rusak selama proses pengukiran malam.
h. Resisten terhadap abrasi dan fraktur.
2.1.1 Jenis-jenis Model Gigitiruan
Model gigitiruan dibagi menjadi dua, yaitu model studi (model diagnostik) dan
model kerja. Model studi merupakan model yang digunakan dalam membantu rencana perawatan.1 Kegunaan model studi adalah sebagai berikut:1
b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang.
c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta hubungan rahang.
d. Sebagai media pembelajaran tentang jaringan keras dan lunak dalam
pandangan lingual ketika gigi dioklusikan.
e. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
perawatan.
f. Sebagai media pembelajaran keadaan pasien.
g. Sebagai media rekaman legal mengenai lengkung rahang pasien untuk
keperluan asuransi, gugatan hukum dan forensik.
Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan
sebagai media pembuatan gigitiruan.4
2.2 Gips
Gips merupakan mineral alami yang telah digunakan sebagai model gigitiruan
sejak 1756.20 Gips yang digunakan pada kedokteran gigi merupakan gips yang berbasis kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O) yang dipanaskan pada suhu 110-130oC sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4.1/2H2O) yang digunakan untuk pembuatan model, pengisian kuvet,dai,dan sebagai bahan tanam.8,13 Proses pengerasan gips terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama berupa larutnya hemihidrat dan tahap kedua berupa
mengendap ini akan tumbuh dan membentuk kristal yang menyerupai jarum. Proses ini
akan terus berlanjut hingga seluruh hemihidrat berubah menjadi dihidrat.11
2.2.1 Tipe-tipe Gips
Menurut Spesifikasi ADA (American Dental Association) No. 25, gips dapat
diklasifikasikan menjadi:5,7
a. Tipe I - Impression Plaster
Digunakan untuk mencetak daerah edentulus dan perbaikan gigitiruan. Gips yang digunakan untuk mencetak tidak memerlukan kekuatan yang besar sehingga gips tipe ini dicampur dengan rasio W/P yang lebih besar. Gips tipe ini memerlukan konsistensi
yang lebih tebal dan kaku sehingga menurunkan kemungkinan gips mengalir keluar dari sendok cetak saat dimasukkan kedalam mulut.7
b. Tipe II - Model Plaster
Gips tipe II digunakan pada tahap laboratoris seperti untuk membuat studi model dan untuk menyatukan model kerja dengan artikulator.Gips tipe II dihasilkan dari gips
yang dipanaskan pada suhu 110oC-120oC sehingga menghasilkan senyawa β-hemihidrat yang poreus, mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur dan jarak antar partikel yang
besar yang menyebabkan reaksi pengerasan memerlukan banyak air.7 c. Tipe III - Dental Stone
Gips tipe III biasanya digunakan sebagai model kerja, dan sebagai lawan dari
gigitiruan pada artikulator dalam pembuatan gigitiruan sebagian lepasan.7 Gips tipe III awalnya berwarna putih sehingga sulit dibedakan dengan gips tipe I dan II sehingga
III dihasilkan dari gips yang dipanaskan pada suhu 125oC dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang. Setelah melalui proses dehidrasi, maka akan dihasilkan senyawa α-hemihidrat yang lebih padat, kecil dan seragam. Kekuatan kompresi gips tipe III adalah 20,7 MPa (3000 psi) sampai 34,5
MPa (5000 psi). Gips tipe III lebih kuat dan tahan terhadap abrasi dibandingkan dengan gips tipe II.Setting time gips tipe III berkisar antara 12±4 menit.7-8
d. Tipe IV - Die Stone : High Strength
Gips tipe IV digunakan sebagai dai. Gips tipe IV dihasilkan dengan memanaskan gips kedalam 30% cairan CaCl2 pada suhu 120-130oC yang terkandung didalamnya sehingga dihasilkan senyawa α-hemihidrat yang lebih padat, lebih besar dan lebih kuboidal daripada gips tipe III.7 Pada pencampuran gips tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan gips tipe III sehingga kekerasan gips ini lebih besar dari gips tipe III.5
e. Tipe V - Die Stone : High Strength, High Expansion
Gips tipe V merupakan gips yang memiliki ekspansi yang lebih besar yaitu sekitar 0,1%-0,3% yang digunakan sebagai dai untuk mengimbangi pengerutan casting logam pada saat pendinginan setelah pemanasan pada suhu tinggi.1,2 Proses pembuatan gips tipe IV dan V adalah sama, yang membedakannya adalah pada gips kkkkk
tipe IV dilakukan penambahan garam tambahan untuk mengurangi setting ekspansinya.
Gips tipe V mempunyai kekuatan kompresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gips tipe IV. Partikel gips tipe V sangat halus dan memiliki rasio W/P yang lebih rendah sehingga dihasilkan kekuatan kompresi gips yang lebih tinggi.7
Karakteristik gips meliputi:8 a. Perubahan dimensi
Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dari gips. Gips tetap akan mengerut selama proses pengerasan dan tidak dapat kembali ke dimensi awalnya yang
disebut juga dengan terjadinya perubahan dimensi, yaitu sekitar 0,12%. b. Kekuatan kompresi
Kerapuhan gips disebabkan oleh pengerutan volume gips selama proses hidrasi dan kandungan air yang terlalu banyak air. Model gigitiruan harus menggunakan gips yang tahan terhadap fraktur dan abrasi.1,4
c. Setting time
Hidrasi gips dipengaruhi oleh banyaknya kandungan air. Penambahan air pada
pemanipulasian gips berguna untuk proses pengerasan gips, namun bila kandungan air terlalu besar akan mengakibatkan setting time menjadi lebih panjang.1,4
d. Rasio bubuk dan air (W/P)
Rasio W/P tiap jenis gips berbeda-beda tergantung pada jarak, ukuran dan bentuk dari kristal kalsium sulfat hemihidratnya. Gips tipe II membutuhkan lebih banyak air pada pengadukan dikarenakan bentuk partikel gips tipe II tidak beraturan dan lebih
poreus. Gips tipe III membutuhkan lebih sedikit air daripada gips tipe II namun gips tipe III membutuhkan lebih banyak air daripada gips tipe IV. Jika air yang ditambahkan
terlalu banyak, adonan menjadi lebih tipis dan lebih mudah dituang kedalam mould
Selama proses pengerasan gips, seluruh tipe gips secara alamiah akan mengalami
ekspansi, namun hal ini harus dihindari semaksimal mungkin dalam pembuatan model gigitiruan karena dapat mempengaruhi perubahan dimensi gips. Cara yang paling efektif dalam mengontrol setting ekspansi adalah dengan penambahan bahan kimia. Setting
ekspansi dapat dikurangi dengan menambahkan K2SO4, NaCl atau boraks.
Tabel 1. TABEL KARAKTERISTIK GIPS2,6-7 Tipe gips Setting
time
Setting time merupakan waktu yang diperlukan untuk pengerasan suatu bahan
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Setting Time
Faktor-faktor yang mempengaruhi setting time berupa waktu dan kecepatan pengadukan, aselerator dan retarder, rasio W/P, suhu dan tekanan atmosfer, dan kemurnian bubuk gips.2,5,7,9
2.3.1.1 Waktu dan Kecepatan Pengadukan
Semakin cepat pengadukan, maka pengerasan gips akan lebih cepat tercapai. Pada
saat dimulainya pengadukan, kristalisasi gips yang terbentuk akan bertambah. Pada saat yang sama, kristalisasi nuklei dan gips akan pecah oleh adukan spatula sehingga jumlah kristal yang terbentuk akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan setting time
akan lebih cepat tercapai. 2,5,8
2.3.1.2 Rasio Bubuk dan Air (W/P)
Setting time sangat dipengaruhi oleh rasio W/P, misalnya semakin tinggi rasio
W/P semakin lama pula setting time dan sebaliknya semakin rendah rasio W/P semakin singkat pula setting time.7 Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, adonan menjadi lebih tipis dan lebih mudah dituang kedalam mould tetapi setting time akan lebih panjang dan gips cenderung lebih lemah.Rasio W/P gips tipe III adalah 0,30 atau 100 gr
bubuk : 30 mL air.7
2.3.1.3 Aselerator dan Retarder
Aselerator merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gips dan
2-3%, NaCl 2%, natrium sulfat 3,4%, terra alba, dll. Penambahan NaCl meningkatkan
pertumbuhan kristal gips. Penambahan kristal nuklealisasi dihidrat gips akan menyebabkan senyawa hemihidrat larut lebih cepat sehingga setting time menjadi lebih cepat. Menurut Ratwita DF (1994), penggunaan NaCl<20% bertindak sebagai
aselerator, namun sebaliknya bila konsentrasinya >20% maka NaCl akan bertindak sebagai retarder yang justru memberikan pengaruh memperlambat reaksi pengerasan.
Konsentrasi NaCl yang memberikan setting time tercepat, yaitu 210 detik, adalah 2%.3,7,15
Penambahan NaCl>20%, kristal NaCl yang berlebih akan menumpuk di
permukaan gips sehingga menghambat pertumbuhan kristal gips dan memperlambat
setting time.1 Hasil penelitian Shen C, dkk. (1981) menyatakan bahwa setting time yang diperoleh pada kelompok dental stone yang ditambahkan K2SO4 2% (6,78±0,3 menit) lebih pendek daripada kelompok dental stone tanpa penambahan aselerator (15,17±0,46 menit).21
Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gips dan berguna untuk memperlambat setting time. Pada konsentrasi yang kecil banyak garam inorganik berfungsi sebagai aselerator, namun dalam konsentrasi yang lebih besar berfungsi
sebagai retarder, seperti NaCl>20%, natrium sulfat>3,4%, dll. Beberapa contoh retarder adalah boraks, NaCl>20%, natrium sulfat>3,4%, asetat, dll.2-3
2.3.1.4 Suhu dan Tekanan Atmosfer
Kenaikan suhu air akan mempercepat reaksi kimia gips. Perubahan kecil terjadi
maka reaksi kimia gips tidak akan terjadi, hal ini dikarenakan pada suhu 100oC kelarutan hemihidrat sama dengan dihidrat sehingga reaksi pengerasan tidak dapat terjadi.8-9,14 Menurut Yosi KE, dkk. (1998), suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi mempercepat waktu pengerasan secara bermakna pada gips tipe III.22
2.3.1.5 Kemurnian Bubuk Gips
Semakin murni suatu partikel hemihidrat, maka proses pengerasan gips akan lebih
cepat tercapai. Hal ini bukan hanya dikarenakan oleh kelarutan hemihidrat, namun juga dikarenakan oleh nukleus gips yang lebih banyak, sehingga kecepatan kristalisasi gips semakin besar.8
2.3.2 Cara Pengukuran Setting Time
Setting time terbagi menjadi empat yaitu mixing time, working time, setting awal
dan setting time akhir.23
Mixing time adalah waktu dari dimulainya penambahan bubuk gips kedalam air
hingga pengadukan selesai (homogen) yaitu 20-30 detik bila menggunakan alat
pengaduk (mixer) dan 1 menit bila menggunakan spatula.2,23
Working time adalah waktu hingga gips dapat dimanipulasi, umumnya dibutuhkan
waktu minimal 3 menit agar adonan adekuat. Pada keadaan ini, konsistensinya semi cair dan dapat dituang ke dalam mould dalam bentuk apapun.2,23
Setting awal adalah waktu dari dimulainya pengadukan hingga adonan kehilangan
kekilapannya karena berlangsungnya reaksi berupa sebagian kelebihan air digunakan dalam mengubah hemihidrat menjadi dihidrat. Setting awal yang dibutuhkan pada gips
kehilangan kekilapannya, senyawa hemihidrat gips akan berubah kembali menjadi
dihidrat dan selama reaksi ini berlangsung adonan akan terasa panas (reaksi eksotermis).12
Setting time akhir merupakan waktu sesaat setelah adonan mencapai suhu
maksimum dan pada keadaan ini, gips telah sepenuhnya bereaksi dan keras. Setting time
akhir yang dibutuhkan pada gips tipe III berkisar antara 8-16 menit. Pada tahap ini, gips
telah dapat dikeluarkan dari cetakan tanpa terjadi kerusakan. Pengukuran setting time
dapat juga menggunakan jarum Vicat dan Gillmore.13
2.4 Kekuatan Kompresi
Kekuatan kompresi adalah kekuatan yang diukur dengan cara memecahkan spesimen dengan alat uji tekan. Kekuatan kompresi dikalkulasikan dari kegagalan
spesimen menahan beban dibagi dengan cross-sectional area beban dan hasilnya dinyatakan dalam satuan kekuatan per square inch (psi) dalam satuan US customary
dinyatakan dalam satuan kekuatan per square inch (psi) dalam satuan US customary
atau megapascals (MPa) dalam satuan SI.10 Adonan gips yang dianggap siap untuk digunakan adalah apabila adonan telah mengeras minimal 80% yang dapat dicapai pada
1 jam setelah pengadukan. Pada keadaan ini, gips dapat diuji kekuatan kompresinya.2 Pengerasan maksimum dicapai pada 1 hari (24 jam) setelah pengadukan.4,8
2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Kompresi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi berupa waktu dan kecepatan pengadukan,aselerator dan retarder, rasio W/P, suhu dan tekanan atmosfer,
2.4.1.1 Waktu dan Kecepatan Pengadukan
Waktu dan kecepatan pengadukan mempengaruhi kekuatan kompresi gips. Peningkatan waktu pengadukan dapat meningkatkan kekuatan kompresi gips, namun bila waktu pengadukan melebihi 1 menit akan menyebabkan kristal-kristal gips menjadi
pecah yang menyebabkan interlocking kristalin menjadi lebih sedikit sehingga kekuatan kompresi akan menurun.2,8 Bila pengadukan dilakukan menggunakan spatula, sebaiknya dilanjutkan dengan menggunakan vibrator untuk mencegah terperangkapnya udara selama proses pengadukan yang dapat menyebabkan poreus sehingga kekuatan adonan menurun dan adonan menjadi tidak akurat. Adukan harus cepat dan secara periodik
spatula menyapu seluruh gips didalam mangkuk pengaduk untuk menjamin pembasahan semua bubuk serta memecahkan endapan dan gumpalan. Pengadukan harus terus
berlangsung sampai diperoleh adukan yang halus. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk berulang-ulang untuk mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari karena hal ini menyebabkan ketidakseragaman pengerasan dalam massa adukan sehingga kekuatan
gips menjadi lebih lemah dan distorsi. Metode yang dianjurkan adalah masukkan air yang telah diukur kemudian masukkan bubuk secara perlahan dan aduk dengan spatula
kurang lebih 15 detik , diikuti pengadukan dengan vacuum mixer selama 20-30 detik dengan mixer.8
2.4.1.2 Rasio Bubuk dan Air (W/P)
Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh rasio W/P. Penggunaan air yang melebihi rasio W/P akan menghasilkan adukan yang lebih halus yang dapat dituang kedalam
rasio W/P, porositas gips semakin meningkat, akibat porositas gips yang semakin besar,
jumlah kristal per volume gips akan menurun sehingga kekuatan kompresi semakin menurun.8,24 Menurut Hasan RH, dkk. (2005), rasio W/P yang diperlukan dalam pencampuran gips lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan air dalam reaksi kimia
gips sehingga setelah selesainya reaksi kimia gips masih akan terdapat kelebihan air yang mempengaruhi kekuatan gips yang dinamakan dengan kekuatan basah (1 jam
setelah pengadukan). Gips akan mengering sepenuhnya setelah 7 hari pengeringan yang dikenal dengan kekuatan kering (2-3 kali lebih besar dibandingkan kekuatan basah), namun kekuatan gips tidak akan bertambah lagi setelah 1 hari pengeringan sehingga
besar kekuatan gips setelah pengeringan selama 1 hari dan 7 hari adalah sama. Hasil penelitian Hasan RH, dkk. (2005) menunjukkan bahwa kekuatan kompresi maksimum
gips diperoleh setelah pengeringan udara selama 1 jam dan pengeringan sampel gips dengan metode pengeringan udara secara signifikan lebih kuat dibandingkan dengan metode pengeringan dengan microwave dan metode pengeringan dengan oven.4
2.4.1.3 Aselerator dan Retarder
Aselerator merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gips dan
berguna untuk mempercepat setting time.8Beberapa contoh aselerator adalah K2SO4 2-3%, NaCl 2%, natrium sulfat 3,4%, terra alba, dll. Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gips dan berguna untuk memperlambat setting time.
Beberapa contoh retarder adalah boraks, NaCl>20%, natrium sulfat>3,4%, asetat, dll.2,3 Penambahan bahan aselerator dan retarder menurunkan kekuatan kompresi gips yang
aselerator dan retarder diakibatkan oleh bahan kimia ini menempati ruang interkristalin
sehingga menurunkan kohesi interkristalin dan menghasilkan jalinan interkristalin yang buruk.21
2.4.1.4 Suhu dan Tekanan Atmosfer
Gips yang disimpan pada suhu antara 90-110oC akan menyebabkan pengerutan yang diakibatkan oleh kristalisasi air yang keluar yang mengubah dihidrat kembali menjadi hemihidrat sehingga mengurangi kekuatan kompresi gips.8 Menurut Yosi KE, dkk. (1998), suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi menurunkan kuat tekan gips tipe III secara bermakna pada gips tipe III.22
2.4.1.5 Kemurnian Bubuk Gips
Hemihidrat dengan kemurnian yang relatif murni bila dicampur dengan rasio W/P minimal, working time menjadi pendek dan setting ekspansi menjadi sangat tinggi. Seperti yang telah dibahas pada poin sebelumnya, semakin rendah rasio W/P yang
dibutuhkan untuk melarutkan hemihidrat menjadi dihidrat, kekuatan kompresi akan meningkat.2,8
2.4.2 Cara Pengukuran Kekuatan Kompresi
Pengujian sampel untuk mengukur kekuatan kompresi dilakukan dengan menguji
sampel yang telah sepenuhnya mengeras dengan menggunakan Torsee’s Universal
Testing Machine, sampel ditekan hingga pecah dan besar beban dicatat dari alat uji
dikonversikan kedalam satuan newton (N). Hasil pengujian kekuatan dihitung dan
dicatat dalam satuan megapascals (MPa).10
2.5 Natrium Klorida (NaCl)
NaCl adalah garam yang paling berperan penting dalam salinitas laut dan dalam cairan ekstraseluler dari banyak organisme multiseluler. NaCl adalah garam yang
berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih. NaCl dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol. NaCl juga merupakan senyawa natrium yang berlimpah di alam.23 Garam merupakan benda yang mengandung dua zat kimia, yakni natrium dan klorida yang keduanya merupakan zat yang sangat dibutuhkan tubuh. Natrium sangat berguna untuk nutrisi bagi sel tubuh. Natrium juga mengatur tekanan darah dan membantu
sistem saraf, sedangkan klorida merupakan zat yang membantu pembentukan asam di lambung yang berguna untuk membunuh bakteri sekaligus membantu proses
pencernaan makanan.25
2.5.1 NaCl 2%
Penggunaan NaCl sebagai aselerator membawa dampak yang signifikan dalam
pembuatan model gigitiruan. Hal ini dikarenakan NaCl dapat menyebabkan penurunan
setting time dan menurunkan kekuatan kompresi. Menurut Ratwita DF (1994 dan 2005),
dengan penambahan NaCl 2% dapat memberikan dampak memperpendek setting time
dan menurunkan kekuatan kompresi dalam nilai yang masih dapat diterima secara klinis.15,26 NaCl 2% didefinisikan sebagai 2 gr NaCl per 100 mL air.
mempengaruhi pengerutan gips.16-17 Menurut Shen C, dkk. (1981), penggunaan aselerator dalam bentuk larutan jauh lebih efisien dalam menurunkan setting time dan meningkatkan kekuatan kompresi dibandingkan dalam bentuk bubuk terutama larutan dalam konsentrasi yang rendah.24
2.5.2 Proses Pembuatan NaCl
Pada dasarnya pembuatan garam dari air laut terdiri dari langkah-langkah proses
pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan kristalisasi). Bila seluruh zat yang terkandung diendapkan/dikristalkan, akan terjadi campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya NaCl yang terbentuk tetapi juga
beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa (impurities). Proses kristalisasi yang demikian disebut kristalisasi total. Namun bila kristalisasi komponen garam tersebut
diatur pada tempat-tempat yang berlainan secara berturut-turut, dapat dilakukan pemisahan komponen garam yang relatif murni yang disebut kristalisasi bertingkat.27
NaCl dapat diperoleh dari air laut melalui proses:18
a. Multiple-effect evaporation
Pada proses ini biasanya digunakan leburan garam jenuh (saturated brine) alami, yang terkandung didalam tanah atau danau. Saturated brine dapat juga diperoleh dari
hasil sampingan produksi natrium karbonat dengan proses Solvey. Pertama-tama
saturated brine dari air dalam tanah dengan kadar hidrogen sulfida (H2S) yang
terlarut dalam garam NaCl maksimum 0,015%. Leburan garam di-aerasi-kan terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan H2S. Penambahan sedikit klorin untuk mempercepat penghilangan H2S dalam leburan garam. Setelah proses aerasi, leburan garam dialirkan kedalam tangki pengendap untuk mengendapkan lumpur atau
endapan yang tidak diinginkan. Pengendapan dibantu dengan penambahan campuran
caustic soda, soda ash, dan leburan garam sehingga didapat larutan garam. Setelah proses pengendapan, kemudian larutan garam dipekatkan pada evaporator multi efek.
Larutan garam pekat kemudian dicuci dengan brine untuk memurnikan garam. Larutan garam kemudian difiltrasi pada filter untuk proses pemisahan garam dan
larutan leburan garam. Garam yang terpisah kemudian ditambahkan kalium iodat untuk penambahan kandungan yodium pada garam sehingga dihasilkan garam dapur. Garam dapur kemudian dikeringkan dengan dryer dan kemudian disaring untuk
mendapatkan ukuran partikel yang seragam. Garam dapur kemudian siap dikemas dan dipasarkan. Kandungan NaCl yang dihasilkan pada proses ini adalah 99,8%.18
b. Open pan evaporation,
Brine
Recirculating brine
Heater Graveller Flasher Grainer pan
Centrifuge Dryer
Screen Sodium Chloride
(Flake salt)
Pembuatan garam dengan proses ini menggunakan bahan baku leburan garam yang
berasal dari proses pemanasan air laut. Proses ini disebut juga proses “Grainer”, dimana air laut dijenuhkan dengan cara memanaskannya dengan heater pada suhu
230°F (110°C). Leburan garam panas kemudian dialirkan pada graveller yang
berfungsi untuk memisahkan kalsium sulfat pada larutan leburan garam. Leburan
garam kemudian didinginkan pada flasher dengan suhu yang dijaga agar garam (NaCl) masih dalam kondisi larut dalam air. Leburan garam dingin kemudian
dialirkan ke open pan yang berfungsi untuk menguapkan air dengan suhu operasi
205°F (96°C) sehingga dihasilkan kristal garam yang kemudian dipisahkan dari
cairannya pada centrifuge. Cairan hasil pemisahan tersebut kemudian di-recycle
kembali pada open pan, sedangkan kristal garam yang terpisah kemudian ditambahkan kalium iodat untuk penambahan kandungan yodium pada garam sehingga dihasilkan garam dapur. Garam dapur kemudian dikeringkan pada dryer dan
kemudian disaring untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam. Garam dapur kemudian siap dikemas dan dipasarkan. Kandungan NaCl yang dihasilkan pada
proses ini adalah 99,9%.18
c. Rock salt mining
Penambangan batuan garam yang dihasilkan pada beberapa tambang garam akan
mendapatkan kualitas garam yang masih kurang bagus, yaitu warna garam agak coklat dan ada yang berwarna abu-abu. Kemurnian garam berkisar antara 98,5% sampai 99,4%. Setelah penambangan batuan garam, batuan garam kemudian
penambangan garam ini adalah beberapa buah penghalus (grinder) dan screen dengan
berbagai ukuran. Penggunaan garam dengan kualitas rendah mempunyai harga jual yang rendah pula, akan tetapi masih diperlukan pada industri es krim maupun industri kulit.18
d. Evaporasi matahari (solar evaporation),
Proses ini merupakan proses yang paling tradisional dibandingkan proses yang telah
diuraikan diatas. Proses ini dimulai dengan mengumpulkan air laut ke suatu kolam seperti tambak di tepi pantai kemudian dengan bantuan sinar matahari, air laut diuapkan hingga kristal NaCl-nya tertinggal di tambak. Kemudian para petani garam
mengumpulkan kristal kristal tersebut untuk dicuci ulang agar bersih, lalu dijemur kembali. Proses pencucian pada garam dapur ini dilakukan berulang-ulang kali
hingga kotorannya benar-benar hilang dan dihasilkan butiran-butiran kecil garam.28 Garam yang dihasilkan dari proses penguapan air laut dengan tenaga matahari ini sangat bergantung pada kondisi iklim pada daerah yang diaplikasikan serta
bergantung pada luas areanya dengan kondisi air laut yang rata-rata mengandung garam sekitar 3,7%. Garam-garam yang terkandung dalam air laut bukan hanya NaCl, melainkan terdapat juga unsur kalsium, magnesium, kalium, sulfat dan
bromida. Setelah melewati proses kristalisasi, garam yang dihasilkan hanya memiliki kemurnian 75%. Kemudian dengan proses penghancuran, pencucian, pengeringan,
dan klasifikasi, kadar garam dapat dinaikkan sampai dengan 95%.18
2.5.3 Garam Dapur
dan teknologinya oleh bangsa Romawi.18 Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia.27 Garam sangat umum digunakan sebagai bumbu makanan dan pengawet.23 Kegunaan terbesar dari garam dapur adalah pada bidang industri kimia makanan, dimana garam dapur mempunyai kegunaan utama sebagai pencegah gejala kekurangan yodium, yang dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti gondok,
masalah kelenjar tiroid, dan penurunan mental.
Menurut SNI nomor 01-3556-2000 garam beryodium adalah garam dapur yang mengandung komponen utama NaCl 94,7%, air maksimal 7% dan kalium iodat (KIO3) 30 mg/kg, serta senyawa-senyawa lain seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), raksa (Hg) dan arsen (As) dalam jumlah yang sangat kecil.19,29
Pembuatan garam dapur dapat dilakukan melalui proses multiple-effect
evaporation, open pan evaporation, dan evaporasi matahari namun kebanyakan proses
pembuatan garam dapur di Indonesia masih dilakukan secara tradisional, yaitu melalui
proses evaporasi matahari. Para petani garam kebanyakan mendapatkan bahan garam yaitu dari air laut, untuk cara membuat garam dapur mereka melakukan proses pembuatan garam dapur secara individu lalu garam didistribusikan ke beberapa pabrik
besar untuk dilakukan proses pemberian yodium dan pengemasan. Proses pembuatan garam dapur untuk dimakan berbeda dengan proses pembuatan garam dapur yang