• Tidak ada hasil yang ditemukan

Televisi vs Digital Ironi Informasi Publ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Televisi vs Digital Ironi Informasi Publ"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Televisi vs Digital: Ironi Informasi Publik dan Industrialisasi Berita

Oleh

Umi Lasminah, www.wartafeminis.com

Pendahuluan

Di negeri modern penganut utama kapitalisme Amerika Serikat (AS), de-industrialisasi informasi publik yang semula melalui media cetak telah berpindah ke media digital. Industri media cetak kemudian tenggelam. Berganti menjadi industri media digital.

Indonesia belum pernah memasuki industrialisasi media cetak sebagai wahana sumber informasi publik, sebagaimana di AS. Maka ketika tahun 2009 terjadi penutupan besar-besaran surat kabar cetak komunitas 105 ditutup, dan 10,000 di PHK. Semua terjadi sebagai imbas resesi ekonomi, dimana jumlah pengiklan turun drastis, sebagai dampak runtuhnya berbagai perusahaan besar AS, seperti General Motor dan Enron, Worldcom, Chrysler. Sumbangsih berbagai perusahaan tersebut terhadap iklan di berbagai surat kabar tak sedikit. Bahkan Detroit, kota legenda tempat produksi mobil terbesar di pabrik, baru-baru ini dinyatakan bangkrut.

Media massa Indonesia, sejak awal berdirinya merupakan wahana perjuangan politik kemerdekaan. Kini setelah hampir 16 tahun kebebasan pers dalam arti memproduksi dan mereprodusi berita Indonesia memasuki masa kritis demokrasi saat media massa menjadi ancaman kesejatian demokrasi1.

Pengkerdilan kesadaran rakyat yang merupakan hasil bombardir iklan terselubung partai politik di televisi. Kekuatan televisi menghujam pikiran rakyat kecil, dimana akses informasi diperoleh mayoritas melalui televisi. Digital informasi dalam bentuk news sendiri masih berkorelasi dengan jaringan kapitalis penguasa televisi, sehingga kematian surat kabar, kejayaan televisi dan kemunculan media digital masih tak mampu menghadirkan demokrasi yang sejati. Sedangkan kekuatan digital dalam sosial media maupun blog, hanya mampu meredam sebagian kecil kekuatan televisi.

Pengkerdilan kesadaran rakyat terjadi antara lain melalui iklan yang terus menerus dihadirkan, seakan tokoh politik ataupun partai politik setara dengan produk industri manufaktur. Pada titik ini melalui media packaged-image akhirnya membuat para viewers

(rakyat), memilih produk tersebut, juga survey-survei politik sebagai marketing politik yang sama fungsinya dengan market produk industri yang di-broadcast terus menerus hingga mempunyai daya fungsi social-psikologi yaitu familiarity principle2 dapat menumbuhkan kesukaan karena sudah cukup familiar. Maka informasi politikpun adalah industri komersil (berbayar) yang dapat dianggap suatu kebenaran. Kini media industri telah mengubah diri sebagai new media digital, dimana internet broadcast online dan computer mediated communication (email) juga berbarengan dengan broadcast melalui gatchet, namun apakah

(2)

Televisi dan Berita hingga Orde Baru

Kemerdekaan Indonesia 1945 dengan UUD 1945 telah memberi ruang bagi kebebasan berpendapat dan berorganisasi yang dijamin dalam pasal 28. Berita adalah salah satu cara saluran kebebasan menyampaikan pendapat terekam dalam media massa atau public. Televisi pertama yang menjadi saluran pemberitaan di Indonesia adalah Televisi Republik Indonesia (TVRI). Kehadiran TVRI dalam Negara yang baru merdeka serta dalam memantapkan posisi politik sebagai Negara merdeka yang mendorong kebangkitan Negara-negara yang masih terjajah atau baru merdeka. Televisi merupakan sarana dan fasilitas mewah yang dimiliki suatu Negara pada saat itu.

Presiden Soekarno sendiri yang memerintahkan untuk membangun stasiun televisi kepada Menteri Penerangan 10 bulan sebelum dilangsungkannya Asian Games IV dan menerbitkan Kepres No.215 tahun 1963. Pada awalnya ide mendirikan stasiun televisi dimulai sejak 1952 oleh Menteri Penerangan Maladi, namun ide itu ditentang kabinet karena dianggap berbiaya mahal dan ekonomi Negara belum baik. Untuk itu, ketika akhirnya Soekarno memutuskan dan memerintahkan Maladi untuk mendirikan stasiun televisi, pengelolaan dan pendanaan dibawah Presiden Soekarno dan berbentuk Yayasan. Sehingga dalam konteks ini agar pendanaan dapat dilakukan dari luar dana Negara dan penggalangan dana langsung oleh Presiden. Maladi adalah menteri yang mempunyai pengalaman panjang dalam penyiaran radio sejak jaman Jepang dan jaman Revolusi. Pemikirannya tentang pentingnya televisi terkait dengan nasionalisme dan kebanggaan sebagai bangsa dan Negara mereka, internal (bangsa) dan eksternal (luar negeri). Siaran langsung pertama dilakukan dalam meliput Asian Games. Setelah itu siaran televisi hanya berlangsung 30 menit.3 Pada masa ini pun pemilik pesawsy televisi di seluruh Indonesia baru berjumlah 35219 buah, dengan 28000 berada di Jakarta. Pesawat televisi yang adapun umumnya dipasang di ruang public seperti di rumah atau instansi dengan lokasi di jalan raya. Pesawat televisi pun diantaranya 10000 buah diberikan kepada pegawai negeri saat itu untuk dipasang dan ditonton bersama. Secara jumlah penonton pada masa awal siaran diperkirakan berjumlah 80000 orang.4 Setelah siaran perdana Upacara 17 Agustus 1962 dan Asian Games 24 Agustus-19 September, tvri mengudara tanpa gambar, hanya suara dari rekaman yang dibuat oleh Pusat Film Negara. TVRI kembali mengudara dengan suara dan gambar pada 11 Oktober 1962.5

Siaran televisi di era Soekarno lebih difokuskan pada niat persatuan dan nasionalisme, kebanggaan sabagai bangsa yang telah dapat menjadi penyelenggara event olahraga internasional. Pada masa ini, media elektronik RRI dan TVRI mengandung semangat dan kinerja dari para praktisi siar untuk menumbuhkan rasa sebagai bangsa Indonesia dan sebagai bagian warga dunia. Hal ini antara lain dengan disiarkannya Olimpiade London 1965.

(3)

perusahaan minyak Pertamina.6 Perkembangan siaran televisi semakin luas dan beragam dengan diresmikannya satelit Palapa 1976.

Pemberitaan dan program siar oleh Pemerintah oleh TVRI mulai kembali pada masa Soeharto, sejak tahun 1996, meskipun berbentuk Yayasan, TVRI berada dalam naungan Direktorat Radio dan Televisi Film, Departemen Penerangan dan lebih resmi lagi sejak tahun 1975, dan diresmikan kembali tahun 1981. Pada bulan Januari 1981 pula, iklan dilarang dalam siaran TVRI. Berbagai alasan terkait pelarangan iklan, antara lain mengurangi konsumerisme atas produk asing serta pandangan tidak enak jika sedang menonton programlalu dijeda oleh iklan, maupun alasan politik menjelang Pemilu 1982. Apapun alasanya fakta sejarah dilarangnya iklan menunjukkan bahwa konsumerisme sudah disadari oleh pemerintah, dan ketiadaan iklan merupakan ciri Negara sosialis seperti Kuba, yang justru dilakukan saat pemerintah Orde Baru, dan dapat disebut sebagai upaya mengarahkan fungsi televisi sebagai alat ideologi Negara. Pelarangan iklan bagi TVRI membuatnya seabagi stasiun yang mempriitaskan berita politik budaya dan pembangunan Pemerintah. Perubahan sumber dana TVRI pun berubah dengan berdirinya televisi swasta RCTI dan SCTV diawal tahun 1990an.

Pada masa Orde Baru, khususnya pada tahun 1980an yang dikenal sebagai era pembangunan, program televisi mengedepankan berita dan hiburan yang mendidik dan terarah pada penguatan nasionalisme dan sasaran pembangunan. Film serial si Unyil, Kontak Tani dan film impor Amerika Serikat Little House on The Prairie menjadi tontonan dan pilihan yang tersedia dari satu-satunya stasiun televisi bagi masyarakat umum. Program sandiwara televisi (sinetron) memuat budaya lokal content, seperti Losmen, Rumah Masa Depan, Pondokan dan

A.C.I (Aku Cinta Indonesia), dimana para aktornya banyak berasal dari Institut Kesenian Jakarta. Program acara yang banyak memuat pemberitaan pemerintah dimulai sejak 1975 adalah Berita Nasional dan Dunia Dalam Berita yang di-relay oleh televisi swasta sejak 1988 hingga tahun 2000. Monopoli informasi dan oleh dari Pemerintah kepada rakyat dilakukan pada jaman Orde Baru sebagai bagian dari pelaksanaan trilogi pembangunan: . 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

(4)

Televisi: Politik, Industrialisasi dan Digital

Menurut UU Penyiaran No.24 th.1997” Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran

melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau pesawat penerimasiaran televisi, atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu.” Sedangkan UU No. Penyiaran No.32 thn.2002 “Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan

berkesinambungan.” Undang-undang telah mempermudah perusahaan untuk menggunakan

gelombang siar publik penyiaran televisi swasta. Kemudahan inilah yang membuat terbentuknya konglomerasi media, dalam hal kepemilikan stasiun televisi.

Sejak 1998 menjamurnya industry media cetak. Hanya beberapa media cetak yang terus terbit hingga kini, lainnya tak jelas publikasinya. Perkembangan media kemudian disusul tahun 2000 berdirinya stasiun televisi berita pertama MetroTv tetap tidak memberikan keseimbangan informasi kepada public. Bahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 50/2005 yang membuka lebih luas lagi penyiaran televisi oleh swasta, baik berita informasi maupun hiburan.

Perang informasi menjadi signifikan di dunia saat perang dingin, kemudian perang dingin usai informasi semakin penting sebagai penguasaan wacana. Penguasaan wacana public bagian dari hegemoni penduduk suatu wilayah. Usai perang dingin informasi bertambah fungsinya dari penguasaan wacana, menjadi medium sumber ekonomi. Runtuhnya Unisoviet melahirkan penguasa tunggal wacana dunia yaitu Amerika Serikat, yang memanfaatkan „isu

demokrasi dan kebebasan pers serta berekspresi‟ untuk memperluas jangkauan siar

perusahaan media televisi, khususnya stasiun berita televisi dan hiburan. Program film maupun informasi berita dijual dalam siaran relay ke berbagai negera melalui siaran televisi berbayar maupun, televisi umum. Untungnya siaran televisi berbayar yang banyak merelay

siaran dan program dari televisi luar negeri, masih belum dapat menjangkau kesadaran politik massa, karena keterbatasan penontonnya, yaitu mereka yang berlangganan televisi berbayar.

(5)

menyatakan pendapat. Namun begitu dalam kondisi yang sebaliknya ketika Negara dan Pemerintah tidak memiliki fungsi kontrol atau media dan televisi, apakah tidak menimbulkan bias pula. Apakah wacana dalam televisi telah pula menyuarakan wacana dan aspirasi masyarakat?

Ketika stasiun televisi berdiri pendiriannya tak lepas dari actor politik sang pemilik perusahaan media tersebut. Pada saat inilah terjadi manufakturisasi isi berita. Pesan dalam berita adalah produk perusahaan. Pada televisilah mainstreaming informasi dan berita menjadi penentu. Apa yang mulai disiarkan di televisi secara terus menerus kemudian diikuti pula dalam media berita digital ataupun social media. Isu-isu seperti : Koin untuk Prita, Bibit Chandra bisa masuk dan menjadi trending topics di Twitter misalnya, itu karena hampir semua media mainstream mengusungnya. Ini artinya, keberadaan new media tidak bisa memberikan perspektif sendiri dalam proses demokratisasi informasi karena hanya mengekor media mainstream.9 New media lain seperti blogspot dan kompasiana hanya menjangkau kalangan tertentu pembaca berita online, walaupun survei pengguna internet di Indonesia masih berjumlah 24% dan berasal dari kalangan kelas menengah

Kebebasan dalam demokrasi liberal justru melahirkan suatu bentuk baru penyebarluasan wacana yang bertentangan dengan prinsip non bias dalam pemberitaan termasuk dalam ranah demokrasi menjelang Pemilu 2014. Dimana keseimbangan dalam kesempatan pemuatan berita tidak diberikan porsi yang sama terhadap partai politik, penyelenggara pemilu maupun rakyat pemilih. Dalam satu stasiun televisi yang dimiliki oleh Ketua Umum Partai Politik, yaitu Golkar, data yang diperoleh Tempo dari Komisi Penyiaran Indonesia, iklan Ical tayang 143 kali di TV One pada periode 1-30 April 2013. Adapun pemberitaan Ical (Aburizal Bakrie) di televisi yang sama pada periode 4-30 April 2013 sebanyak sembilan kali10. Disamping itu menurut catatan Komisi Pemilihan Umum, selama Oktober-November 2012 grup MNC, ketika itu pemiliknya, Hary Tanoesoedibjo masih berafiliasi dengan Partai NasDem, telah menayangkan iklan partai ini hingga 350 kali dengan rincian: RCTI 127 kali,

MNC TV 112 kali, dan Global TV 111 kali. Di periode sama, Metro TV merilis pariwara Partai NasDem 43 kali dan TV One untuk iklan Partai Golkar 34 kali. Televisi dimiliki oleh mereka yang merupakan pemimpin partai politik yaitu MetroTv dan jaringan MNC (RCTI, TPI). Bagaimanapun pekerja media di televisi tak memiliki kebebasan untuk mengabarkan informasi dan berita secara proporsional karena semua dikontrol oleh Pemilik, yang adalah pemimpin partai politik. Kondisi rawan dalam bias pemberitaan dan penyusupan hegemoni berita terjadi tatkala berita yang disajikan dihampir semua media sama, dan serupa esensinya, meskipun redaksinya berbeda. Disinilah letak indutrialisasi berita. Industrialisasi dalam artian penduplikasian yang merata untuk suatu peristiwa atau kejadian yang akan diberitakan.

Industrialisasi berita televisi menjadi penguasaan informasi oleh suatu kepentingan baik pengusaha yang terkait kepentingan politik tertentu. Disinilah terjadi pencurian frekuensi milik publik bagi kepentingan suatu golongan atau kelompok. Bagaimana iberita lewat onlinenews pun adalah perpanjangan dari berita televisi. Sedangkan social media belum mampu menandingi penguasahaan ruang-ruang maya dari korporasi besar media.

(6)

lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. Pasal 22 ayat 5 berbunyi lembaga penyiaran harus menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalistik untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal atau internal, termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran. Apabila pemimpin politik sudah tidak mengikuti aturan yang berlaku mana mungkin mengharapkan demokrasi dapat berjalan secara adil.

Penutup

Karakter siaran stasiun televisi dan pemberitaannya dipengaruhi oleh kondisi nasional dan global. Di Indonesia trend berarti semua membuat acara yang sama, manakala program acara tersebut menguntungkan atau memiliki rating tertentu. Berbeda halnya dengan program hiburan yang tujuannya mencari keuntungan, program berita bukan mencari keuntungan, namun memberikan informasi kepada publik. Pada konteks politik informasi tersebut memiliki muatan komunikasi mempengaruhi dan bersifat bias. Industrialisasi berita melalui

manufacturing content membuat suatu berita memiliki angel dan perspektif yang sama, namun mengikuti pasar dan modal yang diatur oleh pemiliknya yang adalah pemimpin politik11. Bagaimana pun konsepsi normatif dari demokrasi membutuhkan struktur yang paling tidak menghormati masyrakat, untuk memberikan ruang bagi mereka dikenali keinginan bebasnya, yaitu melalui media12. Media yang dianggap pilar keempat demokrasi menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya disebabkan:

1. Rakyat kesulitan mencari alternatif berita dan informasi dari perspektif yang berbeda mengenai suatu peristiwa politik atau kinerja organisasi politik

2. Segregasi antara informasi semakin tajam, diserap rakyat biasa dari televisi dan mereka kelas menengah yang dapat mengakses social media online

3. Social media online walaupunpunya daya kreatif dan tak dapat dikontrol oleh pemilik modal maupun pengusaha ketua partai politik, masih belum mampu mengimbangi kekuatan daya jangkau Televisi dan iklan yang memiliki kekuatan visual dan daya tarik kuat terhadap khalayak ramai.

4. Mengembalikan fungsi televisi sebagai pemberi informasi yang netral dan

berperikamusiaan dan keadilan seakan tidak mungkin disebabkan pemilik stasiun televisi adalah pemilik modal yang akan berupaya terus agar modalnya kembali atau untuk, dan penguasa politik yang berharap dengan televisi kekuasaannya tetap dapat terjaga dipertahankan atau merebut kekuasaan.

Sekali lagi, karakter siaran berita televisi ditentukan oleh warna politik Negara, dan

seharusnya dalam suatu Negara demokrasi yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuam Republik Indonesia serta Bhinneka Tunggal Ika industrialisasi berita tidak boleh terjadi, terlebih ketika berita ditentukan oleh dan untuk suatu golongan atau kekuasaan tertentu yang belum tidak berpihak Bangsa dan Negara.

(7)

1 Lasminah, Umi., pada

http://hukum.kompasiana.com/2012/11/19/kasus-luviana-metro-tv-bahaya-media-bagi-demokrasi-509429.html` 2

Harry T. Reis, Michael R. Maniaci, and Peter A. Caprariello,Paul W. Eastwick,Eli J. Finkel Familiarity Does Indeed Promote Attraction in Live Interaction, dalam American Psychological Association 2011, Vol. 101, No. 3, 557570. Terkait prinsip familiarity yang dapat menumbuhkan kesukaan pada seseorang, dan kesukaan seeorang dapat mempengaruhi orang yang menyukai untuk mendengar atau memilihnya. .

3

Kompas online, Selasa 6 Februari 1996, tulisan opini Alex Leo Zulkarnaen, mantan Dirut TVRI 1987-1995

4

Kitley, Philip, Television, Nation, and Culture in Indonesia Ohio University Center for International Studies,2000, hal.31-32

5

Ibid, hal.21

6

Ibid, hal 37

7

Kompas Jumat, 25 April 1997

8

Innis, Harold Adams. The Bias of Communication. 1951. Toronto: Univerity of Toronto Press, 1964. Menurut Innis karakter (media komunikasi) harusnya sesuai dengan peruntukkan transportasi komunikasi, yaitu mendesiminasi pengetahuan atau informasi yang tak berlebihan dan sesuai waktu dan jangkauan, kalau berlebihan, itu adalah bias..

9

http://catatanluviana.wordpress.com/2012/10/29/luviana-ekonomi-dan-politik-media-di-indonesia-dimanakah-perempuan/ (diakses 3November 2013)

10

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/03/078493127/Ical-Kerap-Tayang-TV-One-Klaim-Tak-Ada-Intervensi

11

Herman Edward S.,Chomsky, Noam., Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media (1988), Pantheon books.

12 Baker, C. Edwin Media Concentration and Democracy WHY OWNERSHIP MATTERS

Referensi

Dokumen terkait

Menekan dampak negatif yang ditimbulkan kepada lingkungan hidup dengan melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dalam pembangunan dan pemanfaatan Pondok.. Wisata

Vol.13 No.1, Mei 2008 Pemodelan Nilai Jangka Panjang Pelanggan Dalam Manajemen Hubungan Pelanggan Perkembangan dunia bisnis dan bidang pemasaran menuntut perlunya peningkatan

Pada proses yang terdapat pada Convolution Layer , memiliki input data yang berupa wajah yang akan diolah dengan filter yang telah dibuat.. Output pada Convolution Layer

Salah satu alternatif cara yang dapat digunakan dalam penelitian untuk mengetahui komoditi pertanian basis, komponen pertumbuhan pangsa wilayah komoditi pertanian

Sebelum melihat cabaran yang perlu dihadapi oleh guru Bahasa Melayu dalam menjalankan proses pengajaran dan pembelajaran Bahasa Melayu, kertas ini akan memberikan

terhadap materi layanan yang diperlukan siswa sehingga akan diberikan. Pengumpulan data ini dengan cara observasi ,menyebarkan DCM. 3) Pelaksanaan berbagai bidang bimbingan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air perasan kunyit ( Curcuma domestica Val. ) dengan konsentrasi yang berbeda terhadap kadar SGOT, SGPT, dan bilirubin total

Pengusaha penangkaran burung walet ini lokasinya tidak sesuai dengan aturan, sehingga izinnya tidak diterbitkan oleh Badan Perizinan Terpadu (BPT). Untuk lokasi