• Tidak ada hasil yang ditemukan

211436573 Makalah Belajar Mengingat Dan Berpikir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "211436573 Makalah Belajar Mengingat Dan Berpikir"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Belajar, Mengingat dan Berpikir

Disusun Oleh : 1. Indah Puspa Pratiwi 2. Yuliyanita

3. Rima Wulandari 4. Eneng Firasati Lailiya 5. Widya Marwah

6. Lisnawati 7. Elya Nuraeni 8. Nurmalia

9. Aida Fitria Qisti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI Jalan Babakan Sirna No. 25 Kota Sukabumi

2013

(2)

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul :“ Belajar, Mengingat dan Berpikir”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata ajar Psikologi Keperawatan.

Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Sukabumi, Desember 2013

Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN a. Pengertian belajar b. teori balajar c. proses belajar d. jenis-jenis belajar

e. factor yang mempengaruhi proses belajar f. perspektif dalam belajar

g. pengkondisian klasik dan pengkondisian operan h. Prinsip belajar efektif

i. pengertian memori j. memori jangka pendek k. memori jangka panjang

l. memori implisit dan konstruktif m. meningkatkan daya ingat n. penalaran

o. proses berpikir p. berpikir imaginer

q. perkembangan bahasa dan komunikasi BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian belajar? 2. Jelaskan teori balajar!

3. Bagaimana proses belajar berlangsung?

4. Sebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar! 5. Jelaskan Prinsip belajar efektif!

(4)

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian belajar 2. Memahami teori balajar

3. Mengetahui proses belajar berlangsung

4. Menyebutkan jenis-jenis dan faktor yang mempengaruhi belajar 5. Mengetahui prinsip belajar efektif

6. Memahami pengertian memori dan jenis-jenis memori?

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan.

Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :

Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.

(5)

Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.

Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”

Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.

Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman”.

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.

3. Perubahan yang fungsional.

(6)

pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

4. Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

5. Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

6. Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

(7)

seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.

2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.

3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.

4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.

5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :

Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.

(8)

Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.

Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.

Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).

Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.

Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).

Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.

Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

B. Teori Balajar

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu:

A.Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

(9)

2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melaluiRespondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

3. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

(10)

semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B.Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

(11)

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D.Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

(12)

6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

(13)

C. Proses Belajar

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses vadalah: Any change in any object or organism, particulary a behaioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).

Tahap-tahap Dalam Proses Belajar A. Menurut Jerome S. Bruner

Karena Belajar Itu Merupakan Aktivitas Yang Berproses, Sudah Tentu Didalamnya Terjadi Perubahan-Perubahan Yang Bertahap. Perubahan-Perubahan Tersebut Timbul Melalui Tahap-Tahap Yang Antara Satu Dengan Lainnya Bertalian Secara Berurutan Dan Fungsional. Menurut Burner, Salah Seorang Penentang Teori S-R Bond Yang Terbilang Vokal (Barlow, 1985), Dalam Proses Pembelajaran Siswa Menempuh Tiga Episode/ Tahap, Yaitu: 1) Tahap Informasi (Tahap Penerimaan Materi); 2) Tahap Transformasi (Tahap Pengubahan Materi); 3) Tahap Evaluasi (Tahap Penialain Meteri)

(14)

Melakukan Pembelajaran Tertentu. Dalam Tahap Evaluasi, Seorang Siswa Menilai Sendiri Sampai Sejauh Mana Informasi Yang Telah Ditransfornasikan Tadi Dapat Dimanfaatkan Untuk Memahami Gejala Atau Memecahkan Masalah Yang Dihadapi. Tak Ada Penjelasan Rinci Mengenai Sara Evaluasi Ini, Tetapi Agaknya Analogdengan Peristiwa Retrieval Untuk Merespons Lngkungan Yang Sedang Dihadapi.

B. Menurut Arno F Wittig

Menurut Wittig (1981) Dalam Bukunya Psychology Of Learning, Setiap Proses Belajar Selalu Berlangsung Dalam Tiga Tahapan Yaitu: 1) Acquisition (Tahap Perolehan/Penerimaan Informasi); 2) Storage (Tahap Penyimpanan Informasi); 3) Retrieval (Tahap Mendapatkan Kembali Informasi) Pada Tingkatan Acquisition Seorang Siswa Mulai Menerima Informasi Sebagai Stimulus Dan Melakukan Respons Terhadapnya, Sehingga Menimbulkan Pemahaman Dan Perilaku Baru. Pada Tahap Ini Terjadi Pila Asimilasi Antara Pemahaman Dengan Perilaku Baru Dalam Keseluruhan Perilakunya. Proses Acquisition Dalam Belajar Merupakan Tahap Paling Mendasar. Kegagalan Dalam Tahap Ini Akan Mengakibatkan Kegagalan Pada Tahap-Tahap Berikutnya. Pada Tingkatan Storage Seorang Siswa Secara Otomatis Akan Mengalami Proses Penyimpanan Pemahaman Dan Perilaku Baru Yang Ia Proleh Ketika Menjalani Proses Acquitision.

Peristiwa Ini Sudah Tentu Melibatkan Fungsi Short Term Dan Long Term Memori. Pada Tingkatan Retrieval Seorang Siwa Akan Mengaktifkan Kembai Fungsi-Fungsi Sistem Memorinya, Misalnya Ketika Ia Menjawab Pertanyaan Atau Memecahkan Masalah. Proses Retrieval Pada Dasarnya Adalah Upaya Atau Peristiwa Mental Dalam Mengungkapkan Dan Memproduksi Kembali Apa-Apa Yang Tersimpan Dalam Memori Berupa Informasi, Simbol, Pemahaman, Dan Perilaku Tertentu Sebagai Respons Atau Stimulus Yang Sedang Dihadapi.

D. Jenis-Jenis Belajar

(15)

ini, disebabkan sudut pandang. Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau keragaman dalam merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan sistematika jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan Robert M. Gagne.

Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat ketiga para ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam kesempatan ini, dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.

Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut masalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar kaedah, belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik. Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.

1. Belajar arti kata-kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau “anjing”,. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.

Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.

2. Belajar Kognitif

(16)

menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.

3. Belajar Menghafal

Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.

4. Belajar Teoritis

Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.

5. Belajar Konsep

(17)

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental.

6. Belajar Kaidah

Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, “besi dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi {universitas}.

7. Belajar Berpikir

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah. b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

(18)

e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut. a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis. d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.

e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

E.Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

(19)

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

a. Perhatian

Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.

Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.

b. Pengamatan

Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.

(20)

belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

c. Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.

Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.

(21)

didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

d. Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

e. Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

(22)

melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

F. Perspektif Dalam Belajar 1. Perspektif perilaku

Menyatakan bahwa perilaku sosial kita paling baik dijelaskan melalui perilaku yang secara langsung dapat diamati dan lingkungan yang menyebabkan perilaku kita berubah.

2. Perspektif kognitif

Menjelaskan perilaku sosial kita dengan cara memusatkan pada bagaimana kita menyusun mental (pikiran, perasaan) dan memproses informasi yang datangnya dari lingkungan . Kedua perspektif tersebut banyak dikemukakan oleh para psikolog sosial yang berlatar belakang psikologi.

Di samping kedua perspektif di atas, ada dua perspektif lain yang sebagian besarnya diutarakan oleh para psikolog sosial yang berlatas belakang sosiologi.

3. Perspektif struktural

Memusatkan perhatian pada proses sosialisasi, yaitu proses di mana perilaku kita dibentuk oleh peran yang beraneka ragam dan selalu berubah, yang dirancang oleh masyarakat kita.

4. Perspektif interaksionis

Memusatkan perhatiannya pada proses interaksi yang mempengaruhi perilaku sosial kita. Perbedaan utama di antara kedua perspektif terakhir tadi adalah pada pihak mana yang berpengaruh paling besar terhadap pembentukan perilaku. Kaum strukturalis cenderung meletakan struktur sosial (makro) sebagai determinan perilaku sosial individu, sedangkan kaum interaksionis lebih memandang individu (mikro) merupakan agen yang aktif dalam membentuk perilakunya sendiri.

G. Pengkondisian Klasik dan Pengkondisian Operan 1. Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden

(23)

2. Pengkondisian Operan

Sebuah perilaku diharapkan muncul setelah mendapat penguatan.

Perbedaan antara pengkondisian klasik dan operan adalah:

Pengkondisian Klasik/ pengkondisian Responden. Maksudnya perilaku dimunculkan oleh organism, respon yang dimunculkan ditarik keluar dari dalam diri organism

Pengkondisian Operan. Maksudnya Perilaku dipancarkan tidak terdapat dalam diri organisme, respon respon yang muncul begitu saja karena pernah ada sebelumnya & dipancarkan begitu saja karena sejarah penguatan atau sejarah evolusi organism itu sendiri. Pengutan tidak menyebabkan perilaku namun hanya memperrsiapkan suasana abagi pengulangannya

H. Prinsip Belajar Efektif

Kegiatan belajar itu merupakan proses yang kompleks, bukannya proses yang sederhana. Belajar melibatkan bukan saja intelek, tetapi juga fisik, emosi, sosial, persepsi dan sebagainya. Penggunaan prinsip-prinsip belajar disini secara empiris memang dapat dibenarkan dan secara efektif dapat disampaikan kepada para calon guru. Prinsip-prinsip belajar juga akan memberikan pemikiran psikologis kepada guru-guru dan calon guru untuk mendapatkan dan menemukan metode-metode mengajar yang jitu serta memilih secara lebih inteligen antara metode mengajar yang baru sehingga secara tepat dapat mengarahkan kepadanya

Sehubungan dengan prinsip-prinsip belajar dimaksud, Nasution mengemukakan antara lain :

1. Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.

2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena paksaan oleh orang lain.

3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha denga tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan tingkah lakunya.

5. Selain tujuan tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil sambilan atau sampingan.

(24)

7. Seorang pelajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya, atau secara intelektual saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.

8. Dalam hal belajar seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.

9. Untuk belajar diperlukan “insight”.

10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.

11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.

12. Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.

13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. (Abror, 1993).

Prinsip Belajar dalam Perspektif Hadits

Sebelum ahli kejiwaan modern menemukan beberapa prinsip belajar. Al-Qur’an sejak abad 14 silam telah mempraktekkan prinsip tersebut dalam mengubah prilaku manusia, mendidik jiwa mereka dan membangun kepribadiannya. Disamping itu, Rasululah SAW juga mempraktekkan prinsip itu dalam mendidik kejiwaan para Sahabat, mengubah prilaku mereka dan membangun kepribadian para Sahabat.

Motivasi merupakan prinsip yang terpenting dari semua prinsip belajar. Hasil eksperimen menjelaskan pentingnya motivasi dalam proses belajar ini karena hasil dari berbagai studi menunjukkan bahwa belajar akan terjadi secara cepat dan efektif jika ada motivasi tertentu.

I. pengertian memori

Ditinjau dari sudut jenis memori informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri atas dua macam.

(25)

2. Episodic Memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.

Menurut Reber (1988), dalam memori semantik, informasi yang diterima ditransformasikan dan diberi kode arti, lalu atas dasar arti itu. Jadi, informasi yang kita simpan tidak dalam bentuk aslinya, tetapi dalam bentuk kode yang memiliki arti. Banyak ahli yang percaya bahwa memori semantik itu berfungsi menyimpan konsep-konsep yang signifikan dan bertalian satu dengan yang lainnya.

Memori episodik adalah memori yang menerima & menyimpan persirtiwa-peristiwa yang terjadi atau dalam waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai otobiografi. Sebagian ahli memperkirakan bahwa memori episodik mungkin dapat menyimpan pengetahuan yang bersifat semantik. Best (1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dengan item pengetahuan semantik terhadap hubungan yang memungkinkan bergabungnya item episodik dalam memori semantik. Dalam hal ini, item pengetahuan dalam memori episodik dapat diproses atau dimodifikasi oleh sistem akal kita menjadi item-item yang berbentuk arti-arti sehingga memperoleh akses ke memori semantik. Diluar kemungkinan proses ini, belum ada keterangan lain yang lebih akurat mengenai sifat dan cara penggabungan antara memori episodik dengan memori semantik. (syah, 2007)

J. Memori Jangka Pendek

Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapatkan perhatian ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori yaitu memori jangka pendek. Menurut Slavin (dalam Nur

(26)

bits informasi (Miller,1956 dalam Nur dkk,1998:9) yaitu hanya bisa berpikir antara 5 sampai 9 hal yang berbeda dalam satu waktu tertentu

K. Memori Jangka Panjang

Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode waktu yang panjang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang sangat besar tempat menyimpan memori dengan jangka yang sangat panjang. Banyak ahli yakin bahwa informasi yang terdapat dalam memori jangka panjang tidak pernah dilupakan, kemungkinan hanya sekedar kehilangan kemampuan untuk menemukan kembali informasi yang tersimpan di dalam memori kita.

Menyatakan bahwa para ahli membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian yaitu: memori episodik, memori semantik dan memori prosedural. Memori episodik adalah memori tentang pengalaman pribadi, suatu gambaran mental tentang sesuatu yang dilihat atau didengar. Memori semantik adalah memori jangka panjang yang berisi fakta-fakta dan generalisasi informasi yang diketahui misalnya konsep, prinsip atau aturan dan bagaimana menggunakannya dan keterampilan pemecahan masalah dan strategi belajar. Memori prosedural mengacu pada “mengetahui bagaimana” (“knowing how”) sebagai lawan dari “mengetahui apa” (“knowing that”) (Syswester,1985 dalam Nur dkk,1998:13).

L. Memori Implisit

Kemampuan mengingat merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan anak. Banyaknya rangsangan yang diperoleh sebagai hasil dari belajar yang optimal, salah satunya ditentukan oleh seberapa kuat daya ingat anak. Tak heran jika daya ingat menjadi salah satu indikator kecerdasan selain konsentrasi dan daya nalar.

Carolyn Rovee, guru besar psikologi dari Rutgers University, Amerika berpendapat memori sudah terbentuk sejak lahir, walaupun tidak semua informasi akan diingat sampai dewasa. Pakar psikologi yang lainnya, Jean Mandle berpendapat memori terdiri atas implicit memory (memori yang terjadi karena adanya suatu proses pembiasaan) dan explicit memory (kemampuan untul secara sadar mencari informasi masa lalu).

(27)

M. Memory Konstruktif

Didalam proses ini memori konstruktif sangat cenderung menggunakan pengetahuan umum kita untuk mengkontruksi memori yang lengkap akan cerita atau peristiwa yang terjadi. jika kita mendengar suatu kalimat atau cerita, kita sering kali memperlakukannya sebagai deskripsi yang tidak lengkap dari peristiwa nyata, sehingga kita menggunakan pengetahuan umum untuk mengkontruksi deskripsi peristiwa yang lebih lengkap dengan menambahkan pernyataan pada kalimat dan cerita yang tampaknya mengikuti kalimat atau cerita itu. Sebagai contoh, saat mendengar, “Mike memecahkan botol dalam perkelahian di bar.” Dan kita kemungkinan menyimpulkan botol itu adalah botol air atau whiskey dan bukan botol susu atau soda. Kita menambahkan kesimpulan ke memori kita tentang kalimat itu sendiri. Dengan demikian, memori total kita jauh lebih luas dari informasi asli yang

diberikan. Kita mengisi informasi asli dengan menggunakan pengetahuan umum tentang apa yang terjadi. kita melakukan hal itu karena kita coba menjelaskan kepada diri sendiri tentang peristiwa yang kita dengar. Dengan demikian, memori konstruktif merupakan produk

sanmping dari kebutuhan kita untuk mengenali dunia.

N. Meningkatkan Daya Ingat, 1. Perhatian.

Bila kita ingin selalu mengingat apa yang dikatakan seseorang, perhatikanlah dengan baik apa yang dikatakan orang tersebut. Perhatikan setiap detil dari perkataannya. Pusatkan sepenuhnya perhatian kita pada lawan bicara yang ada di hadapan kita.

2. Gunakan seluruh panca indera anda.

Semakin banyak anda menggunakan panca indera dalam memperhatikan sesuatu maka akan semakin lama ingatan terhadap hal tersebut membekas di otak anda. Lihat, rasakan, dan hayati apa yang mengalir dari setiap ucapan orang tersebut.

3. Hubungkan dengan sesuatu.

Menghubungkan suatu benda dengan benda yang lain akan membantu anda mengingat benda tersebut. Misalnya anda bertemu seseorang lalu anda ingin mengingat namanya, perhatikan dengan seksama apa yang unik atau berbeda dari orang tersebut. Si Ani yang berambut lurus dan bermata indah badannya harum bagaikan bunga mawar. Semakin unik hubungan yang anda buat maka akan semakin bagus ingatan anda terhadap orang tersebut.

4. Antusialah dalam melakukan sesuatu.

(28)

seluruh panca indera anda untuk merasakannya. Bahkan anda akan menghubungkannya dengan sesuatu benda yang menarik sehingga bila anda melihat benda tersebut maka anda akan kembali mengingatnya.

5. Ulangi.

Ulangi, ulangi dan ulangi apa yang ingin anda ingat. Para ahli dibidang per-otakan mengatakan bahwa otak manusia hanya mampu mengingat 7 bagian informasi dalam kurang dari 30 detik. Jika anda ingin lebih lama mengingat maka anda harus selalu mengulangi dalam benak apa yang ingin anda ingat.

6. Olah ragalah yang cukup.

Olah raga terutama yang meningkatkan sirkulasi oksigen ke otak akan meningkatkan fungsi otak secara maksimal. Mengingat adalah salah satu fungsi otak yang sangat penting.

7. Kendalikan stress anda.

Stress akan meningkatkan kadar hormon kortisol yang mengganggu fungsi otak akibat matinya sel saraf otak. Stress juga akan menganggu selera makan dan tidur anda yang pada gilirannya akan berdampak pula pada kemampuan daya ingat. Salah satu cara untuk mengendalikan stress adalah dengan berolah raga.

8. Tidurlah yang cukup.

Saat kita terlelap terutama beberapa jam di awal tidur, otak kita akan menyibukan diri memproses segala informasi yang kita pelajari sebelumnya. Hal ini tentu akan menambah kemampuan daya ingat.

O. Penalaran,

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

(29)

P. Proses Berpikir

Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu:

1. Pembentukan Pengertian

Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut:

a. Menganalisis ciri-ciri dari sejumalah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Misalnya maupun membentuk pengertian manusia.

b. Membanding - bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri - ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.

c. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk hidup yang berbudi.

Q. Berpikir Imaginer

Jangan kalian bayangkan bahwa kekuatan imajiner adalah kemampuan untuk membayangkan sesuatu yang berlebihan, tidak karuan dan cenderung menghayal. Akan tetapi kekuatan imajiner di sini terbentuk atas dasar kekuatan emosional, intelektual, spiritual, dan intuisi. orang yang memiliki emosionalitas yang tinggi berbeda kekuatan imajinernya dengan orang yang memiliki emosionalitas rendah, begitu juga secara intelektual, spiritual, dan intuisi. Kekuatan-kekuatan yang demikian itu perlu adanya proses pengasahan supaya kita mampu untuk berpikir secara cerdas dengan imajiner yang cerdas pula.

Karena kekuatan imajiner tersebut, lahir pula tindakan imajiner dengan konten dan aspek yang sama yaitu emosional, intelektual, spiritual, dan intuisi. Untuk selanjutnya kita perlu untuk menerima saran dan kritik agar kita mampu melihat kekurangan kita serta bisa memahami perbedaan yang ada. Hingga pada puncaknya, dapat menjadikan kita sebagai seseorang yang dinamis dalam berpikir dan bertindak (tidak stagnan). Seseorang yang dinamis akan tercermin dari tindakan-tindakannya, berupa tindakan yang inovatif, kreatif, strategis serta independensi.

(30)

Dorongan Penggunaan Bahasa

Menurut Karl Buhler (dalam Kartono, 1990) terdapat tiga dorongan utama dalam penggunaan bahasa, yaitu :

1. Kundgabe (pengumuman, maklumat, pemberitahuan) : ada dorongan yang

merangsang anak untuk memberitahukan isi kehidupan batiniahnya, yaitu pikiran, perasaan, kemauan, harapan, fantasi diri, dan lain-lain kepada orang lain.

2. Auslosung (pelepasan) : ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat sebagai hasil dari peniruan.

3. Darstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan) : anak ingin mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya.

Perkembangan Bahasa Menurut Stern

Suami istri Clara dan William Stern (dalam Kartono, 1990) membagi perkembangan bahasa anak yang normal dalam empat periode perkembangan , yaitu :

1. Prastadium. Pada tahun pertama : meraban, dan kemudian menirukan bunyi-bunyi. Mula-mula menguasai huruf hidup, kemudian huruf mati, terutama huruf-huruf bibir. Lalu berlangsung proses reduplikasi atau pengulangan suku kata seperti : ma – ma, pa – pa, mam – mam, uk – uk, dan lain sebagainya.

2. Masa pertama (kurang lebih 12 -18 bulan) : stadium kalimat-satu-kata. Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu keinginan. Umpama kata

“mama”, dimaksudkan untuk : “Mama, dudukkanlah saya di kursi itu! Mama, saya minta makan.”

3. Masa kedua (kurang lebih 18-24 bulan) : anak mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa. Anak mengalami peristiwa “lapar-kata” : yaitu mau menghafal secara terus menerus kata-kata baru, dan ingin memahami artinya. Perbendaharaan kata anak menjadi semakin bertambah dengan cepatnya dan anak selalu merasa “haus-tanya” dengan jalan mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya. Pada saat anak mulai meninggalkan kalimat-satu-kata, lalu menggunakan dua atau tiga kata-kata sekaligus. Mula-mula ia mengucapkannya dengan tergagap-gagap : lambat laun kalimatnya terungkapkan lebih lancar. Mulailah muncul kata-kata benda dan kata-kata-kata-kata kerja, yang disusul dengan kata-kata sifat. Baru sesudah anak berusia 3 tahun, anak mulai menguasai kata-kata penghubung.

4. Masa ketiga(kurang lebih 24-30 bulan) : anak mengalami stadium-flexi (flexi, flexico = menafsirkan, mengakrabkan kata-kata). Lambat laun anak mulai menggunakan kata-kata kerja yang ditafsirkan, yaitu kata-kata yang sudah diubah dengan menambahkan awalan, akhiran, dan sisipan. Bentuk kalimat-kalimat masih tunggal. Kemudian anak mulai menggunakan kata-kata seru, kalimat bertanya, dan kalimat penjelasan. Lalu bisa merangkaikan kalimat-kalimat pendek. Biasanya bentuk pertanyaan ditujukan pada pengertian nama benda-benda, letak benda (di mana), dan apakah benda itu.

5. Masa keempat (mulai usia 30 bulan ke atas) : stadium anak kalimat. Anak mulai merangkaikan pokok pemikiran anak dengan penjelasannya, berupa anak kalimat. Pertanyaan anak kini sudah manyangkut perhubungan waktu (kapan, bila), dan kaitan sebab – musabab (mengapa).

(31)

berupa “kibulan”, yang kita kenal sebagai pseudo-dusta atau kebohongan semu. Dengan cerita “kibulan” ini anak bukan bermaksud untuk berdusta betul-betulan, akan tetapi hal itu disebabkan oleh penguasaan bahasa anak yang masih “primitive” sederhana.

Besar kecilnya perbendaharaan bahasa anak sangat bergantung pada lingkungan budayanya, yaitu faktor orang tua, sekolah, dan milieu. Sehubungan dengan hal ini, sungguhpun bahasa anak-anak itu bengkang-bengkok dan tersendat-sendat, sebaiknya orang tua tidak usah ikut-ikutan menggunakan bahasa kacau ini dan tetap mengajarkan bahasa yang halus dan indah pada anak.

Kerancuan Bicara masa Kanak-Kanak yang Umum

Pada periode belajar bahasa tersebut, seringkali anak mengalami kerancuan bicara yang sifatnya umum. Hurlock (1978) membagi kerancuan bicara masa kanak-kanak menjadi empat, yaitu :

1. Lisping berarti penggantian bunyi huruf. Pengganti yang paling umum adalah th untuk s, seperti dalam “thimple thimon” dan w untuk r, seperti dalam “wed wose”. Lisping biasanya disebabkan oleh kesalahan bicara kebayi-bayian. Hilangnya gigi depan mungkin

menyebabkan gangguan temporer. Lisping pada orang dewasa biasanya timbul karena adanya ruangan di antara gigi atas depan.

2. Slurring adalah bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya bibir, lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang slurring disebabkan oleh kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah kurang berkembang. Apabila emosi terganggu atau merasa gembira, anak mungkin berkata tergopoh-gopoh tanpa mengucapkan setiap huruf dengan

jelas. Slurring paling umum terjadi selama tahun-tahun pra sekolah sebelum bicara menjadi kebiasaan.

3. 3. Stuttering (menggagap) adalah keragu-raguan, pengulangan bicara disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma. Stuttering timbul dari gangguan Pernafasan yang sebagian atau seluruhnya diakibatkan oleh tidak terkoordinasinya otot bicara. Hal ini mirip dengan seorang yang berada dalam keadaan takut yang menyebabkan ia seolah kehilangan kata-kata. Biasanya disertai dengan gemetaran, terhentinya bicara, dan sewaktu-waktu pembicara tidak sanggup mengeluarkan bunyi. Kemudian, apabila ketegangan otot berlalu, kata-kata membanjir ke luar dan kemudian diikuti dengan kekejangan yang lain. Stuttering dimulai pada waktu anak berusia 2, 5 dan 3,5 tahun.

Normalnya stuttering menurun pada saat anak dapat melakukan penyesuaian rumah dan social yang lebih baik.

4. 4. Cluttering adalah berbicara dengan cepat dan membingungkan, yang sering keliru disamakan dengan stuttering. Biasanya terjadi pada anak yang pengendalian motorik dan perkembangan bicaranya terlambat. Cluttering merupakan kesalahan bicara berlebihan yang dilakukan oleh orang normal. Tidak seperti stuttering, cluttering dapat diperbaiki jika orang memperhatikan benar hal-hal yang ingin dikatakan.

Kondisi yang Menimbulkan Perbedaan dalam Belajar Berbicara

Telah disebutkan beberapa kali bahwa kemampuan anak dalam berbicara tidak sama antara satu anak dengan anak yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain dipengaruhi oleh beberapa kondisi (Hurlock, 1978), yaitu :

1. Kesehatan

(32)

1. Kecerdasan

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi akan belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah.

1. Keadaan sosial ekonomi

Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi akan lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirnya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan social ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing untuk melakukannya.

1. Jenis kelamin

Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih tertinggal dalam belajar

berbicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.

1. Keinginan berkomunikasi

Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka akan semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan ia akan semakin bersedia menyisihkan waktu dan mengeluarkan usaha yang lebih besar untuk belajar.

1. Dorongan

Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan didorong dengan menanggapinya, maka akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.

1. Ukuran keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.

1. Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Hal ini disebakan orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar berbicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.

1. Metode pelatihan anak

Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus dilihat dan bukan didengar” merupakan hambatan untuk belajar, sedangkan pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.

10. Kelahiran kembar

(33)

11. Hubungan dengan teman sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebyanya dan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara.

12. Kepribadian

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung mempunyai kemampuan bicara lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, ketimbang anak yang

penyesuaian dirinya jelek. Kenyataannya, bicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mnenta

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.

Sobur, Alex, Psikologi umum, Pustaka Setia, Bandung, 2003

Tan, Alexis S., Mass Communication Theories and Research, Grid Publising, Inc., Indianola Avenue, 1981.

Walker, Conditioning and Instrumental Learning, Wadsworth Publising Coy, Inc., Belmont, California, 1967

http://www.google.com

http://www.scribd.com

Atkinson, Rita L dan Ricard C Atkinson. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Syah, Muhibbin.2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Uno, Hamzah B.2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Walgito, Bimo.2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI.

DAFTAR PUSTAKA

Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J., Travers, J.F. 1999. Educational Psychology : Effective TeachingEffective Learning. Second Edition. Madison : Brown & Benchmark Publishers.

Hurlock, E.B. 1978. Perkembangan Anak : Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kartono, K. 1990. Psikologi Perkembangan. Bandung : Penerbit Mandar Maju

(35)

Referensi

Dokumen terkait

interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 2) Usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

Jadi dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdilah 2002, belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

Hasil belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan indi- vidu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara baru, keseluruhan se- bagai hasil pengalaman individu tersebut

Dari pengertian belajar yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan, belajar merupakan suatu usaha individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara

Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil

Abu Ahmadi dan Widodo Supriono mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru