18 BAB II
INTELIGENSI DAN PRESTASI BELAJAR
A. Inteligensi
1. Definisi Inteligensi
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test).
Orang berfikir menggunakan pikiran (intelek)-nya, dengan intelek orang dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.1 Cepat tidaknya dan terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kemampuan inteligensinya.2 Melalui inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi atau untuk memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain inteligensi adalah
1 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Asdi Mahasarya, 2003), hlm. 182 2
19
situasi kecerdasan pikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen). Pada umumnya inteligensi ini dapat dilihat dari kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi perbuatan cerdas dicirikan dengan adanya kesanggupan bereaksi terhadap situasi dengan kelakuan baru yang sesuai dengan keadaan baru.3 Dilihat dari inteligensinya, kita dapat mengatakan seseorang itu pandai atau bodoh, pandai sekali atau cerdas (genius) atau pandai atau dungu (idiot).4 Dari sinilah mulai muncul berbagai permasalahan mengenai pendefinisian istilah kecerdasan tersebut. Hampir semua orang memiliki pemikiran mengenai apa yang diartikan sebagai kecerdasan, misalnya kecerdikan, kemengertian, kemampuan untuk berfikir, kemampuan untuk menguasai, kecemerlangan sejak lahir dan sebagainya. Tetapi berbagai definisi tersebut belum benar-benar memungkinkan kita menentukan apakah suatu perilaku tertentu itu perilaku pandai ataukah tidak pandai. Kesulitan timbul karena kita secara salah telah menganggap bahwa kecerdasan itu adalah suatu benda.5
Meskipun semua orang mengetahui apa yang kira-kira dimaksudkan dengan inteligensi atau kecerdasan, namun ternyata sulit sekali untuk mendefinisikan konsep ini dengan tepat. Banyak definisi yang diajukan oleh pakar psikologi, namun satu sama lain berbeda sehingga tidak memperjelas persoalan.6
3 Abu Ahmadi, Psikologi Umum...hlm. 182 4 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan...hlm. 52 5 Malcolm Hardy, Pengantar Psikologi...hlm. 70 6
20
Perkataan inteligensi berasal dari kata latin “inteligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain ( to organize, to
relatc, to bind, together ). Pengertian inteligensi memberikan
bermacam-macam arti bagi para ahli.7
Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi bersama Theodore Simon mendefinisikan inteligensi terdiri atas tiga komponen yaitu :
a. Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan. b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut
telah dilaksanakan.
c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan
autocriticism.
David Wechsler pencipta skala-skala inteligensi, mendefinisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkunganya dengan efektif.
Walters dan Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi ekstensi suatu budaya tertentu.
7
21
Menurut Sternberg dan kawan-kawannya menemukan bahwa konsepsi orang awam mengenai inteligensi mencakup tiga faktor kemampuan utama yaitu :
a. Kemampuan memecahkan masalah-masalah praktis yang berciri utama adanya kemampuan berfikir logis.
b. Kemampuan verbal (lisan) yang berciri utama adanya kecakapan berbicara dengan jelas dan lancar.
c. Kompetensi sosial yang berciri utama adanya kemampuan untuk menerima orang lain sebagai adanya.
Untuk lebih jelasnya mengenai faktor–faktor dasar dalam konsepsi awam dan konsepsi ahli mengenai inteligensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.8
TABEL I
FAKTOR – FAKTOR DASAR DALAM KONSEPSI AWAM DAN KONSEPSI AHLI MENGENAI INTELIGENSI
Awam Ahli
 Kemampuan praktis untuk pemecahan masalah 1. Nalar yang baik
2. Melihat hubungan diantara berbagai hal
3. Melihat aspek permasalahan
 Kemampuan memecahkan masalah
1. Mampu menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi 2. Mengambil keputusan tepat
8
22 secara menyeluruh
4. Pikiran terbuka
 Kemampuan verbal
1. Berbicara dengan artikulasi yang baik dan fasih
2. Berbicara lancar
3. Punya pengetahuan dibidang tertentu
 Kompetensi sosial
1. Menerima orang lain seperti adanya
2. Mengakui kesalahan
3. Tertarik pada masalah sosial 4. Tepat waktu bila berjanji
3. Menyelesaikan masalah secara optimal
4. Menunjukkan fikiran jernih  Kemampuan verbal
1. Kosakata baik
2. Membaca dengan penuh pemahaman
3. Ingin tahu secara intelektual 4. Menunjukkan keingintahuan  Inteligensi Praktis
1. Tahu situasi
2. Tahu cara mencapai tujuan 3. Sadar terhadap dunia
sekeliling
4. Menunjukkan minat terhadap dunia luar
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang berciri utama kecepatan.
23 2. Macam – macam Inteligensi
a. Inteligensi terikat dan bebas
Inteligensi terikat ialah inteligensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan. Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap keadaannya, maka dikatakan terikat. Perubahan mungkin dialami juga kalau perbuatannya senantiasa diulang kembali. Misalnya inteligensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Inteligensi bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan inteligensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lain lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal itu manusia menggunakan inteligensi bebas. b. Inteligensi menciptakan (kreatif) dan meniru (eksekutif)
Inteligensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan-tujuan itu. Inteligensi kreatif menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik, kapal terbang dan sebagainya.
Inteligensi meniru yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.9
24 3. Ciri-ciri perbuatan inteligensi
Suatu perbuatan dapat dianggap inteligen bila memenuhi beberapa syarat antara lain :
a. Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan.
b. Perbuatan inteligensi sifatnya serasi tujuan dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan yang hendak diselesaikannya, di carinya jalan yang dapat menghemat waktu maupun tenaga.
c. Masalah yang dihadapi, harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang bersangkutan.
d. Keterangan pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat e. Dalam berbuat inteligensi sering menggunakan daya mengabstraksi.
Pada waktu berfikir, tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan yang tidak perlu harus disingkirkan.
f. Perbuatan inteligensi bercirikan kecepatan. Proses pemecahanya relatif cepat, sesuai dengan masalah yang dihadapi.
g. Membutuhkan pemusatan perhatian dan menghindarkan perasaan yang mengganggu jalanya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi manusia
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi ialah : a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya
25
memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.
b. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ ( fisik maupun psikis ) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
c. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
d. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
e. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan inteligensi.
26
Semua faktor tersebut diatas bersangkut paut satu sama lain. Untuk menentukan inteligensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut di atas. Inteligensi adalah faktor total keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan inteligensi seseorang.10
Menurut kekuatanya, kecerdasan meliputi :
 Kecerdasan kreatif, ialah kecerdasan yang berkekuatan untuk menciptakan sesuatu.
 Kecerdasan eksekutif, ialah kecerdasan yang berkekuatan untuk mengikuti pikiran orang lain.
 Kecerdasan teoritis, ialah kecerdasan untuk memecahkan soal-soal yang bersifat teori.
 Kecerdasan praktis, ialah kecerdasan untuk mengambil tindakan atau untuk berbuat.11
5. Pengukuran inteligensi
Inteligensi pada setiap anak tidak sama, untuk mengukur perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah mengembangkan sejumlah tes inteligensi. Dalam hal ini, Alfret Binet seorang dokter dan psikologis perancis, di pandang secara luas sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes inteligensi ini.12
10
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan...hlm. 54-57
11
Abu Ahmadi, Psikologi Umum...hlm. 91-92
27
Tes Binet-Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur ( untuk anak-anak umur 3-15 tahun ). Pertanyaan-pertanyaan itu sengaja dibuat mengenai segala sasuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran disekolah, seperti :
- Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang - Mengulang deretan angka-angka
- Memperbandingkan berat timbangan - Menceritakan isi gambar-gambar
- Menyebutkan nama bermacam-macam warna - Menyebutkan harga mata uang dan sebagainya.13
Tes inteligensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental Age-MA) yang dikembangkanya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia lebih muda. Ia mengembangkan norma-norma inteligensi dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga di uji, dan performa mereka mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama didalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia kronologis (CA) – usia sejak lahir – inilah yang digunakan
28
sebagai ukuran inteligensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh memiliki MA dibawah CA.
William Stern seorang psikologi jerman, kemudian menyempurnakan tes inteligensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga sekarang, yaitu Intelligence Quontient (IQ). IQ menggambarkan inteligenci sebagai rasio antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA), dengan rumus :
Angka 100 digunakan sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya jika MA lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes inteligensi yang disebarkan kesejumlah besar orang, baik anak-anak maupun orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa inteligensi di ukur dengan pikiran distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris dengan kasus mayoritas yang berbeda ditengah-tengah titik ekstrim skor.14
6. Macam – macam tes kecerdasan
Kemampuan yang diperoleh dari inteligensi ini adalah dapat diketahui dengan tes inteligensi. Tes ini dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai satu paket alat ukur terpadu untuk melihat tingkat kemampuan yang ada pada diri seorang individu.
29
Sejak awal di sadari bahwa tes untuk mengukur kemampuan inteligensi seseorang adalah tidak ada yang sempurna sama sekali. Tes inteligensi dapat diklasifikasikan menjadi individual atau kelompok, bahasa atau verbal, dan mudah atau sukar disesuaikan dengan umur atau tingkat sekolah.
Beberapa ahli yang telah merancang dan mengembangkan tes ukur inteligensi ini sampai kini sebagian darinya tetap digunakan oleh para pendidik namun sebagian di tinggalkan. Beberapa macam tes yang pernah dikembangkan adalah :
a. Tes Wechsler
Tes inteligensi ini adalah di buat oleh Wechsler Bellevue pada tahun 1939 terdiri dari dua macam yakni untuk umur 16 tahun keatas di sebut dengan Adult Inteligence Scale (WAIS) dan tes untuk anak-anak yaitu Wechsler Inteligence Scale for Children (WISC).
Tes yang dikembangkan ini meliputi dua sub yaitu verbal dan performence (tes lisan dan perbuatan atau ketrampilan), tes lisan meliputi pengetahuan umum, pemahaman, ingatan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes kegiatan ketrampilan seperti menyususn gambar, melengkapi gambar, dan menyusun balok-balok kecil.
b. Tes Progressive Matrices
Tes inteligensi ini diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C Lave dari Inggris pada tahun 1938, tes ini dapat diberikan secara kelompok untuk diukur atau diketahui tingkat inteligensinya.
30 c. Tes Army Alpha dan Beta
Tes inteligensi yang di gunakan untuk mengetes calon-calon tentara di Amerika Serikat, Tes Army Alpha khusus untuk calon tentara yang pandai membaca dan Tes Army Beta untuk calon tentara yang tidak pandai membaca. Tes ini diciptakan awalnya untuk memenuhi keperluan yang mendesak dengan menseleksi calon tentara waktu perang dunia II.
d. Tes Binet Simon
Tes inteligensi ini adalah tes psikologi yang pertama kali diciptakan oleh Alfred Binet dan Theodore Simon di Perancis. Awalnya tes ini dipersiapkan untuk mengukur tingkat kemampuan inteligensi anak-anak, namun dalam perkembanganya mendapat sambuatan yang baik sehingga disempurnakan menjadi lebih lengkap kemudian dapat digunakan untuk orang dewasa. 15
e. CFIT (Culture Fair Intelligence Test)
CFIT, scale 2 and 3 from A and from B  Buku soal dan lembar jawaban yang terpisah
 Tes ini mengukur faktor kemampuan mental umum (g-factor)  Tes ini dipergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan
faktor kemampuan mental umum atau kecerdasan
- Skala 2 untuk anak-anak usia 8 – 14 tahun dan untuk orang dewasa yang memiliki kecerdasan dibawah normal
15
http://keluargacemara.com/pendidikan/pendidikan-anak/intelegensi-dan-.html#ixzz1P KmJAjda Attribution Non-Commercial
31
- Skala 3 untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan tinggi.16
Beberapa tes kecerdasan yang telah dirancang dan dikembangkan para ahli antara lain : Tes Wechsler, Tes Progressive Matrices, Tes Army Alpha dan Beta, Tes Binet Simon, dan CFIT (Culture Fair Intelligence Test).
7. Teori-teori Inteligensi
Banyak definisi yang dikemukakan para ahli tentang inteligensi, kadangkala pengertian yang mereka kemukakan berdasarkan hasil penelitian atau pendekatan yang dilakukan.
Menurut Thurstone, inteligensi umum yang dikemukakan oleh Spearman itu pada dasarnya terdiri dari 7 kemampuan primer yang dapat dibedakan dengan jelas serta dapat di galih melalui tes inteligensi, yaitu : a. Pemahaman verbal (verbal comprehension)
b. Kefasihan menggunakan kata-kata (word fluency) c. Kemampuan bilangan (numerical ability)
d. Kemampuan ruang (spatial factor) e. Kemampuan mengingat (memory)
f. Kecepatan pengamatan (perceptual speed) g. Kemampuan penalaran (reasoning)
Psikolog Howard Gadner mendukung gagasan bahwa kita tidak mempuyai satu inteligensi, tetapi malah memiliki banyak inteligensi, yang
32
berbeda antara satu sama lain. Masing-masing inteligensi ini meliputi ketrampilan-ketrampilan kognitif yang unik, dan bahwa masing-masing ditampilkan di dalam bentuk yang berlebihan pada orang-orang berbakat dan idiot (orang-orang yang secara mental terbelakang tetapi memiliki ketrampilan yang sulit dipercaya dalam bidang tertentu, seperti melukis, musik dan berhitung).
Teori kontemporer tentang inteligensi berasal dari Robert J.Sternberg, yang di kenal “Triarchic Theory of Intelligence”. Teori ini merupakan perluasan dari pendekatan psikometrik dan menggabungkanya dengan ide-ide terbaru dari riset terhadap bagaimana pemikiran terjadi. Dalam hal ini, Sternberg menyatakan bahwa inteligensi memiliki tiga bidang, yang disebutnya dengan Triarchic, yaitu inteligensi komponensial, inteligensi eksperiensial, dan intelegensi kontekstual.
Inteligensi komponensial berhubungan dengan komponen berfikir, yang menyerupai unsur-unsur dasar dari model pemprosesan informasi. Komponen-komponen ini meliputi ketrampilan atau kemampuan memperoleh, memelihara atau menyimpan dan menstransfer informasi, kemampuan merencanakan, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah, serta kemampuan menerjemahkan pemikiran-pemikiran sendiri dalam wujud performa.
Inteligensi eksperiensial difokuskan pada bagaimana pengalaman seseorang sebelum mempengaruhi inteligensi dan bagaimana pengalaman itu difokuskan pada pemecahan masalah dalam berbagai situasi.
33
Sedangkan inteligensi kontekstual difokuskan pada pertimbangan bagaimana orang bisa berhasil dalam menghadapi tuntutan lingkungannya sehari-hari, bagaimana ia keluar dari kesulitan, atau bagaimana ia bergaul dengan orang lain. Inteligensi praktis atau kontekstual ini menurut Sternberg sangat diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata yang memang tidak diajarkan disekolah. Ketiga aspek intelektual menurut teori triarchic Sternbergh ini dapat digambarkan dalam tabel berikut.
TABEL II
ASPEK INTELEKTUAL STERNBERG
Aspek Inteligensi Kemampuan
Componential
Experiential
Contextual
Pengkodean dan penggambaran informasi, dan perencanaan pelaksanaan solusi permasalahan-permasalahan
Mampu memadukan masalah-masalah baru dan masalah-masalah lama dengan cara-cara baru, mampu memecahkan masalah secara otomatis. Mampu menyesuaikan, mengubah dan memilih lingkungan belajar untuk dijadikan sebagai sarana dalam pemecahan masalah.17
34 B. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Adapun pengertianya akan penulis uraikan menjadi dua yaitu sebagai berikut : a. Pengertian prestasi
Pengertian prestasi banyak para ahli yang mencoba untuk memberikan batasan-batasan pengertian tentang prestasi hal ini dimaksud untuk memperoleh pengetahuan yang jelas tentang prestasi itu.
Menurut M. Bukhari bahwa istilah “prestasi” cenderung menunjukkan hasil-hasil nyata dari suatu usaha. 18 Menurut Pasaribu dkk, Prestasi : “hasil yang dicapai setelah menikmati pendidikan atau latihan-latihan tertentu”.19
Menurut Zuhaidi memberikan definisi prestasi ialah: “hasil yang telah dicapai seseorang melalui usaha belajar.20 WJS. Poerwadarminta mengemukakan bahwa : prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya).21
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian prestasi adalah hasil yang nyata dari suatu yang dicapai setelah mengikuti pendidikan atau latihan – latihan tertentu.
18
M. Bukhari, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta: Sumbangsih Ofset, 1985), hlm. 35
19 Pasaribu dkk, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1984), hlm. 10
20 Zubaidi, Majalah Bulanan KORPRI Jawa Tengah, Krida No. 209, Semarang : PT. Waringin
Jati, Maret 1993, hlm. 56
21
35
Untuk mengukur sampai dimana taraf dimana penguasaan murid terhadap materi atau bahan pendidikan yang telah diberikan maka harus dilakukan evaluasi. Evaluasi dalam hal ini juga dimaksudkan untuk menentukan nilai atau prestasi para peserta didik selama mengikuti pelajaran untuk selanjutnya sebagai bahan pengisian raport. 2. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan, aspek-aspek lain pada individu yang belajar. Proses belajar ini akan lebih berhasil jika bermakna.
Disamping itu pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan ketrampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti hakikat dan tujuan ketrampilan tersebut.
Menurut Nana Sudjana memberikan definisi tentang belajar sebagai berikut : belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.22 Menurut Saifudin Azwar, memberikan pengertian bahwa : belajar adalah setiap perubahan perilaku yang
22 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1989),
36
diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dan lingkunganya.23 Menurut H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriono mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.24
Menurut Oemar Hamalik pengertian belajar dikelompokkan kedalam dua jenis pandangan, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern. Menurut pandangan tradisional belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Menurut pandangan modern belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan.25
Dari beberapa definisi belajar di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang sebagai hasil hasil pengalaman individu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.
3. Prinsi-prinsip Belajar
Banyak teori dan prinsip-rinsip belajar dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan juga perbedaan.
23 Syaifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),
hlm 64
24 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991),
hlm. 21
25 Oemar Hamalik, Metode Pelajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1983),
37
Dari hasil penelitian dan berdasarkan pengalaman beberapa prinsip belajar antara lain :
a. Agar seorang benar-benar belajar ia harus mempunyai suatu tujuan b. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kehidupan
hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
c. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya. d. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuanya.
e. Selain itu tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil sambilan atau sampingan. Misalnya ia tidak hanya bertambah terampil membuat soal-soal ilmu pengetahuan alam akan tetapi juga memperoleh minat yang lebih besar untuk bidang studi itu.
f. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan. Learning
by doing, the process of learning is doing, reacting, undergoing experiencing. Prinsip ini sangat penting.
g. Seorang belajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya atau secara intelektual saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis, dan sebagainya.
h. Dalam hal belajar seorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
i. Untuk belajar diperlukan “insight”. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan menghafal fakta lepas secara verbalitas.
38
j. Disamping mengajar tujuan belajar yang sebenarnya seorang sering mengajar tujuan-tujuan lain. Misalnya orang yang belajar main badminton, juga ingin menjadi juara, mencari kaharuman dan nama baik sekolahnya, dan sebagainya.
k. Belajar lebih berhasil apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
l. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
m. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.26 Dari beberapa prinsip belajar di atas maka penulis menyimpulkan bahwa Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar.
4. Prestasi Belajar
Menurut Udin S. Winataputra dan Tita Rosalita hasil belajar atau prestasi belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Kegiatan yang dimaksud terutama kegiatan yang terjadi disekolah walaupun hasil belajar dapat diperoleh dari kegiatan belajar yang tidak diprogram oleh sekolah.27
26
S. Nasution, Dikdaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hlm. 46-47
27 Udin S. Winataputra, dan Tita Rosita, Belajar dan Pembelajaran, Depdikbud, Jakarta hlm.
39
Menurut Nana Sudjana “prestasi belajar atau hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.28
Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil evaluasi belajar yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka/nilai raport . 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat diidentikan dengan faktor yang mempengaruhi belajar, karena dari proses belajar akan membawa dampak yang berkelanjutan pada siswa yaitu yang disebut hasil belajar.
Seorang ahli psikologi pendidikan Robert M. Gagne dalam bukunya Condition of learning membagi kondisi belajar atas belajar intern dan kondisi belajar ekstern (Rahman Natawidjaja). Kondisi belajar intern adalah kondisi yang mempengaruhi perbuatan belajar yang berasal dari dalam diri anak atau seseorang. Kondisi belajar ekstern adalah unsur yang mempengaruhi perbuatan belajar yang berasal dari luar diri seorang anak. Kondisi belajar baik intern maupun ekstern sangat penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar.29
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Prestasi belajar
28 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 23
29
40
yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut.30 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Moh. Uzer Usman adalah sebagai berikut :
a. Faktor Internal
1) Faktor jasmaniah (fisologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini ialah pancaindera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku.
2) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas :
a) Intelektif
Intelaktif besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar, dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelgensi yang rendah.
b) Non Intelektif
Untuk mencapai hasil yang baik dalam belajar, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. c) Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bahan pelajaran yang dipelajari bila tidak sesuai dengan minat, siswa tak
30 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm.
41
akan belajar dengan baik karena tak ada daya tarik baginya. d) Motivasi
Motivasi yang kuat sangatlah perlu dalam belajar. Di dalam membentuk motif yang kuat dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat. e) Emosi
Belajar akan lebih berhasil jika anak siap (emosi yang matang) dalam menerima materi pelajaran.
f) Sikap
Sikap perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah ada sikap yang baik, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis b. Faktor Eksternal
1) Faktor sosial yang terdiri atas : a) Lingkungan keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga yang berupa : cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
b) Lingkungan sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
42
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Limgkungan masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Faktor ini meliputi kegiatan siswa dimasyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan bermasyarakat.
2) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknoligi dan kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik, seperti rumah dan fasilitas belajar, 4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.31
Dari beberapa definisi tentang prestasi belajar maka penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain Faktor internal yang meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, faktor kematangan fisik, dan faktor eksternal yang meliputi faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik, faktor lingkungan spritual atau keagamaan.
Selanjutnya penulis akan menuju pembahasan bab III tentang skor tes inteligensi dengan prestasi belajar siswa SD Negeri Kemligi Wonotunggal Batang.
31 Moh Uzer Usman dan Lilis Satyawati, Upaya Optimalisasi Proses Belajar Mengajar,