BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kegiatan yang sebenarnya merupakan “gejala belajar” dalam arti mustahillah melakukan kegiatan itu,
kalau tidak melalui aktifitas belajar terlebih dahulu. Misalnya, dalam mengenakan pakaian, makan dengan menggunakan alat-alat makan, dan belajar mengemudikan kendaraan bermotor. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, karena jumlahnya ribuan dalam mengisi kehidupan sehari-hari (Winkel, W.S, 1991:50).
Apa yang menjadikan semua kegiatan itu suatu gejala belajar? Kemampuan untuk melakukan itu semua diperoleh, mengingat mula-mula kemampuan itu belum ada. Maka, terjadilah proses perubahan dari belum mampu kearah sudah mampu, dan proses perubahan itu terjadi selama jangka waktu tertentu. Adanya perubahan dalam pola perilaku inilah yang menandakan telah terjadi belajar (Winkel, W.S, 1991:50).
bahwa seseorang telah belajar. misalnya, sikap menghormati Sang Merah Putih pada waktu upacara kenaikan bendera, menyatakan diri dalam mengambil posisi tegak lurus.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimyati-Mudjiono, 2006:7).
Apakah hal-hal diluar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar ditentukan? Oleh karena itu beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar (Dimyati, 2006:9-17) yaitu:
1. Belajar menurut Pandangan Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar.
b. Respons si pelajar.
Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner. Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu (i) pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan (ii) penggunaan penguatan.
2. Belajar menurut Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulus yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Kapabilitas siswa tersebut terdiri dari lima komponen, berupa: a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperan dalam kehidupan.
konsep dan lambing. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsip. c. Strategi kognitif, adalah kemampuan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitif sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi tiga fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar, (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performasi), dan (iii) alih belajar.
3. Belajar menurut Pandangan Piaget
pengetahuan sosial. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.
4. Belajar menurut Rogers
Rogers mengembangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran. Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut adalah:
a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
c. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagian yang bermakna bagi siswa.
d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses belajar mengajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.
e. Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.
peluang untuk belajar kreatif, self evaluatioan dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
g. Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut ditandai dengan perubahan yang disadari, bersifat aktif dan positif. Perubahan itu bisa berupa tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (Slameto, 2003:2).
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan (Djamarah, 2002: 13). Sementara itu Sardiman (2006:22) menjelaskan bahwa belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang berwujud pribadi, fakta konsep atau teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah :
2. Dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha perubahan yang dilakukan seseorang atau individu sebagai akibat latihan atau pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan, perubahan itu tidak terbatas pengetahuan saja, tetapi juga terbentuknya keterampilan, kecakapan, dan sikap.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar dapat dikategorikan sebagai berikut (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:15):
1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung secara terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, namun menetap atau permanen
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi dalam diri hanya untuk beberapa saat saja, seperti ketika berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya tidak bisa digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang tejadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
B. Prestasi Belajar Siswa
1. Pengertian Prestasi Belajar
Kegiatan belajar merupakan kegiatan psikologi sehingga tidak dapat diamati tetapi disimpulkan yaitu dengan melihat hasil belajarnya. Agar seseorang memperoleh kesuksesan dalam melakukan kegiatan belajar, maka ia harus giat belajar.
Sebelum mengacu pada pengertian prestasi belajar, yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan pembelajaran (Hamdani, 2011:137).
Menurut Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Jadi prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha belajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha anak setelah melalui kegiatan belajar yang menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru dalam kurun waktu tertentu.
Seseorang yang telah belajar belum dapat dilihat dari tingkah lakunya akan berubah. Adapun tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang tidak sama. Dari pengertian tentang prestasi belajar tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh peserta didik berupa perubahan-perubahan yang merupakan kemampuan yang sebelumnya tidak dimiliki dalam periode tertentu.
2. Indikator Prestasi Belajar
Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi.
Syah (2008:151), mengemukakan indikator-indikator untuk memudahkan dalam memahami jenis dan indikator prestasi belajar adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi A. Ranah Cipta
(Kognitif)
1. Pengamatan 1. Dapat menunjukkan 2. Dapat membandingkan 3. Dapat menghubungkan
2. Ingatan 3. Pemahaman 4. Penerapan 5. Analisis (pemeriksanaan dan pemeliharaan secara teliti)
6. Sistesis (membuat panduan baru dan utuh)
1. Dapat menyebutkan 2. Dapat menunjukkan
kembali
1. Dapat menjelaskan 2. Dapat mendefinisikan
dengan lisan sendiri 1. Dapat memberikan
contoh
2. Dapat menggunakan secara tepat
1. Dapat mengarahkan 2. Dapat mengklasifikasi/
memilah-milah.
1. Dapat menghubungkan 2. Dapat menyimpulkan 3. Dapat
menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
1. Tes lisan 2. Tes tertulis 3. Observasi 1. Tes lisan 2. Tes tertulis
1. Tes tertulis 2. Pemberian
tugas 3. Observasi 1. Tes tertulis 2. Pemberian
tugas
1. Tes tertulis 2. Pemberian
tugas
B. Ranah Rasa (Afhektif)
1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Apersepsi
4. Internalisasi
1. Menunjukkan sikap menerima
2. Menunjukkan sikap menolak
1. Kesediaan
berpastisipasi/ terlibat 2. Kesediaan
memanfaatkan
1. Menganggap penting dan bermanfaat.
2. Menganggap indah dan harmonis.
3. Mengagumi.
1. Mengakui dan meyakini
1. Tes tertulis 2. Tes skala
sikap 3. Observasi 1. Tes skala
sikap 2. Pemberian
tugas 3. Observasi 1. Tes skala
sikap 2. Pemberian
5. Karakterisasi (penghayatan)
2. Mengingkari
1. Melembagakan atau meniadakan.
2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari.
1. Tes skala sikap
2. Pemberian tugas (yang menyatukan sikap dan proyektif yang menyatukan perkiraan / ramalan) 3. Observasi 1. Pemberian
tugas
ekspresif dan proyektif 2. Observasi C. Ranah Karsa
(Psikomotor) 1. Keterampilan
bergerak dan bertindak
2. Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal
1. Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, telinga, kaki dan anggota tubuh lainnya. 1. Mengucapkan
2. Membuat mimik dan gerak jasmani.
1. Observasi 2. Tes tindakan
1. Tes lisan 2. Observasi 3. Tes tindakan Syah (2010: 148).
Dari tabel di atas, maka prestasi belajar siswa dapat diukur melalui alat evaluasi. Adapun alat ukur yang digunakan meliputi tes lisan, tes tertulis, observasi, tes tindakan, pemberian tugas dan skala sikap.
C. Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
pengajaran sejarah, geografi, dan ekonomi diajak guru untuk menelaah masyarakat manusia, baik yang didapat di sekelilingnya maupun yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau (Daldjoeni, 1997:6).
Di Amerika berkembangnya sosial studies, sesudah perang dunia pertama (1920), ketika diperlukan integrasi nasional yang mendesak. Para ahli pendidikan di sana berkesimpulan bahwa dalam menghadapi itu semua pengajaran sejarah kurang lagi mampu membekali para siswa untuk dapat mengerti masa kontemporer (Daldjoeni, 1997:6-7).
Di Indonesia latarbelakang munculnya IPS lain. Pendidikan nation building dan nation integration sudah ditangani di sekolah melalui
pendidikan civics yang kemudian ditingkatkan menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Adapun melalui IPS para siswa diajar mengerti kenyataan masyarakat dengan berbagai masalahnya (Daldjoeni, 1997:7).
D. Pengertian Ilmu Sosial
mempelajari dan mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia dan masyarakat termasuk bagian dari ilmu sosial.
Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan konteks keruangan (Nursid Sumaatmaja, 1997: 11).
Geografi diartikan ilmu yang menelaah relasi di antara manusia dan lingkungan buminya. Geografi mewujudan ilmu jembatan antara ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial. Geografi yang bertugas menjelaskan bagaimana lingkungan alam berpengaruh atas lingungan manusia termasuk ilmu-ilmu sosial. Bahwa pengetahuan lain seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, dan antropologi juga memperhatikan dan memperhitungkan lingkungan alam, ini tidaklah berarti bahwa geografi tidak diperlukan (Daldjoeni, 1997:81).
E. Pendekatan Cooperative Learning
Pengertian cooperative learning menurut Cooper dkk adalah bahwa:
Cooperative learning is a structured, systematic, instructional strategy in which small groups of students work together toward a comman goal. Cooperative learning may be considered a subset of collaborative learning (http:/www.Csudh.edu/SOE/d_networkWhatisCL.html). Artinya, Cooperative Learning adalah susunan strategi instruksional sistematik yang mempunyai kelompok-kelompok kecil dari para siswa bekerja sama mencapai tujuan. Cooperative learning mungkin menjadi pertimbangan suatu kepatuhan dari belajar kolaborasi.
kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Dengan cooperative learning, tujuan pembelajaran yang dicapai tidak hanya mencakup aspek akademik, namun juga mempunyai dampak terhadap aspek sosial (non akademik) dalam bentuk kerja sama, latihan memimpin dan latihan berorganisasi. Metode cooperative learning ini secara faktual merupakan metode yang dapat memberikan kesempatan yang adil dan merata kepada seluruh anggota kelompok untuk aktif partisipatif dalam pemecahan masalah. Dalam cooperative learning ini tidak ada siswa yang mendominasi kesempatan guna mengemukakan ide/gagasan dalam pemecahan masalah.
Roger dan David Johson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan (Anita Lie, 2008: 31).
1. Saling ketergantungan positif. 2. Tanggung jawab perseorangan. 3. Tatap muka.
4. Komunikasi antar anggota. 5. Evaluasi proses kelompok
F. Model Pembelajaran Group Investigation
melalui bahan-bahan yang tersedia. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model group investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran (Akhmad Sudrajat, 2010).
Model adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu derajat struktur dan urutan (Richey, 1986). Group investigation adalah penemuan yang dilakukan secara berkelompok: murid/siswa secara berkelompok mengalami dan melakukan percobaan dengan aktif yang memungkinkannya menemukan prinsip.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005: 28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode group investigation adalah:
1. Membutuhkan kemampuan kelompok
2. Rencana kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyeledikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran group investigation adalah sebagai berikut (Kiranawati, 2010):
1. Seleksi topik
hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah di atas (a).
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah (b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktifitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah (c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya (Kiranawati, 2010).
7. Penutup
Model pembelajaran Group Investigation ini membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan model pembelajaran ini minat belajar siswa meningkat dan hasil pembelajarannya diharapkan lebih bermakna bagi siswa.