• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Dasar dasar Marifatullah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian dan Dasar dasar Marifatullah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN DAN DASAR-DASAR MA'RIFATULLAH Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Tasawuf Sosial Dosen Pengampu : Arikhah, M. Ag

Disusun oleh :

Muhammad Hazmi Fuad (1404046014)

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO SEMARANG

(2)

PENDAHULUAN

Islam menyediakan kerangka utuh atau pilar untuk kehidupan manusia, yaitu dasar Iman, Islam, dan Ihsan. Dalam tasawuf, ketiga kerangka keagamaan tersebut diaplikasikan dalam doktrin tahapan syari'at, thariqat, hakikat dan ma'rifat. Namun pusat dari empat doktrin sufi itu adalah ma'rifatullah. Ma’rifatullah merupakan konsep yang lebih populer dikalangan kaum sufi, meski tidak menutup kemungkinan banyak pengertian yang dikonsepkan oleh berbagai bidang keilmuan Islam di masing-masing disiplin. Baik filsafat, kalam, fiqh, hadis, tafsir, maupun tasawuf.

Mencapai tahapan ma'rifatullah, dan kondisi selalu bersama Allah (ma'iyyatullah), apalagi anugrah untuk bisa melihat dan berpadu dengan Allah dalam alam keabadian setelah mati menjadi dambaan dan harapan hampir semua umat manusia. Sehingga berbagai cara di tempuh untuk itu.

Namun banyak orang awam yang belum mengerti tata caranya, mencoba untuk mempelajari dan mempraktikan tahapan menuju ma'rifatullah. Padahal untuk melakukan tahapan-tahapan tersebut, di butuhkan seorang guru sebagai pembimbing (dalam dunia thoriqoh disebut mursyid). Barang siapa yang mempelajari ilmu tanpa guru, maka gurunya adalah setan (ilmu di sini adalah ilmu yang berkaitan dengan dunia tasawuf).

(3)

PEMBAHASAN A. Pengertian Ma'rifatullah

Ma'rifatullah dilihat dari segi etimologisnya berarti pengetahuan atau mengetahui dengan seyakin-yakinnya.1 Dalam pengertian terminologis tasawuf, ma'rifatullah adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.

Pengertian Ma'rifatullah menurut para pelaku dan ahli tasawuf, diantaranya :

Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang -orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat sese-orang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya. Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'rifatullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Ma’rifatullah artinya mengenal Alláh, baik zat-Nya, sifat-Nya maupun asma-Nya2

Menurut al-Ghazali, ma'rifat adalah

ب ر ب م ا يب بر ا رارسأ اطإا

ب طيحم ا ي إا ر مأا

اد ج م ا

(Terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan

tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada). Dalam pandangan al-Ghazali, sebagaimana ditulis oleh al-Taftazani, ma'rifatullah adalah mengenal Allah; tidak ada yang wujud selain Allah dan perbuatan Allah. Menurut al-Ghazali, Allah dan perbuatan-Nya adalah dua, bukan satu. Alam semesta adalah ayat (bukti) kekuasaan dan kebesarannya. Ma'rifatullah adalah ilmu yang tanpa keraguan ketika objek ilmu itu adalah Allah dan sifat-Nya. Dalam ungkapan lain, Ma'rifatullah menurut al-Ghazali adalah tauhidnya para shiddiqin yang tidak melihat selain keesaan Allah dalam seluruh apa yang tampak, dan menghilangkan hak-hak atas diri mereka. Dengan demikian, al-Gazali mendefinisikan makrifat dengan

ا ه هج ا ر ن ا

(memandang kepada wajah Allah ta’ala).3

Dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah, Imam al-Qusyairi berkata "Ma'rifatullah adalah sifatnya orang yang mengenal Allah dengan segala nama dan sifat-Nya, kemudian ia selalu mengingat Allah dalam segala kehidupannya, melepaskan diri dari akhlak tercela, dan ia banyak beribadah kepada-Nya. Bagi orang seperti itu, dalam hatinya penuh keyakinan, dalam sekujur tubuhnya ada Tuhan; depan, belakang, dan sampingnya ada Tuhan. Maka dalam

1 Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. (Solo: Ramadani, 1992), h. 67

2

E-Book Ma'rifatulla: Meneretas Jalan Menuju Allah

(4)

hatinya ia selalu berdoa kepada-Nya. Jika ia diasingkan dari orang banyak, dan dirinya mendapat musibah, kemiskinan, dan sebagainya, ia selalu munajat kepada Allah. Ia melangkah dengan niat karena Allah, dan berkata pun karena Allah; ia selalu berada dalam garis tetap Allah. Orang yang demikian itu namanya orang arif, atau orang yang sudah ma'rifat pada Allah Swt., karena dalam keterasingan dirinya ia selalu ingat dan mengenali segala keagungan Allah.4.

Dzu al-Nun al-Mishri di dalam kitabnya al-Qalam 'ala al-Basmalah, membagi ma'rifat menjadi tiga klasifikasi. Pertama, ma'rifat tauhid yang dialami oleh orang-orang yang beriman awam. Kedua, ma'rifat alasan dan uraian mengenai Tuhan yang dialami oleh ilmuwan, filsuf, dan sastrawan. Ketiga, ma'rifat tentang sifat-sifat keesaan dan ketunggalan Tuhan yang dialami oleh para wali dan para kekasih Allah.5

Dzu al-Nun al-Mishri berkata bahwa yang hakiki bukanlah pengetahuan tentang Tuhan berdasrkan tauhid syahadat yang dimiliki oleh semua orang mukmin; bukanlah pula yang berdasarkan argumentasi dan penjelasan-penjelasan seperti yang dimiliki oleh para teolog dan filsuf. Akan tetapi adalah pengetahuan tentang keesaan-Nya yang khusus dimiliki oleh para wali atau sufi yang menyaksikan-Nya dengan mata hati.

Ma'rifatullah dalam pengertian hakiki tentang Tuhan dengan persaksian mata hati itu yang terdapat dan dialami oleh kaum sufi. Pengetahuan tersebut hanya diberikan oleh Tuhan kepada kaum sufi yang sangat berhasrat untuk menemukan Tuhan karena sangat cintanya kepada-Nya. Ma'rifat dimasukkan Tuhan ke dalam hati seorang sufi sehingga hatinya penuh dengan cahaya ilahiah. Itulah sebabnya ketia Dzu al-Nun al-Mishri ditanya bagaimana cara memperoleh ma'rifat tentang Tuhan atau ma'rifatullah, ia menjawab:6

يبر

فر

ام

يبر

ا

يبرب

يبر

فر

"Aku mengenal Tuhan dengan pertolongan Tuhanku, dan sekiranya bukan karena Tuhanku, aku tidak akan mengenal Tuhan"

Dari jawaban diatas menunjukan bahwa ma'rifatullah semata-semata merupakan anugerah Tuhan. Artinya, bukan hasil olah pikir kreatif manusia dan ketajaman logika akal, tetapi ketajaman mata hati sebagai perantara untuk meraihnya. Jika sekiranya Tuhan tidak berkenan memberikan ma'rifat, maka segala daya yang dikerahkan oleh seorang sufi tidak akan membawa hasil.

4As-Sayyid Bakri al-Makki, Merambah Jalan Shufi Menuju Surga Ilahi, disadur dari kitab Kifayatul Atqiya wa

Minhajul Ashfiyaa, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2001), h. 182-183

5Ris'an Rusli, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.

63

(5)

Lebih jauh Dzu al-Nun al-Mishri mengatakan bahwa ma'rifatullah pada hakikatnya adalah firman Tuhan tentang cahaya nurani kepada kalbu-kalbu yang terdalam, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemaran sehingga semua makhluk di dunia ini tidak mempunyai arti lagi, bahkan sebiji sawi pun di dalam hatinya.7

B. Keadaan dan Ciri-ciri Ma'rifatullah

Ma'rifatullah merupakan sesuatu hal yang bersifat mistik. Dalam dunia modern mistisme dikenal suatu cara meditasi atau jalan penempuhan dalam mistik yang jelas alurnya. Menurut Evelyn Underhill, keadaan jalan penempuhan tersebut memiliki stadium umum seperti berikut :8

a. Bangkitnya kesadaran (awakening) yang juga merupakan kebangunan diri pribadi kea rah realitas Ketuhanan. Pada stadium ini individu mengalami eksaltasi (penyaksian keagungan, kemuliaan yang luar biasa) dengan kegembiraan yang terlampaui.

b. Pertobatan diri atau penghancuran dosa diri (purgation), suatu stadium kesediaan dan usaha, muncul setelah merasakan keindahan Tuhan, sehingga ia berusaha membenahi diri (self discipline) dalam bentuk meditasi dan mematikan hawa nafsu.

c. Pencerahan diri (illumination), stadium kegembiraan yang sebenarnya menjurus ke satu eksaltasi, terlepas dari kehidupan alam fana dan muncul kesadaran akan kehadiran Tuhan. Ketiga hal tersebut merupakan awal kehidupan mistik.

d. Pembersihan diri (purification) dari “malam gelap jiwa” (the dark night state), sehingga membentuk kesempurnaan pribadi. Mulai ada kesadaran antara kehadiran Tuhan dengan penyatuan dirinya dengan Tuhan. Untuk proses penyatuan sempurna ia mematikan dan menghilangkan naluri manusiawi (human instince) agar tercapai perasaan bahagia dan ia menjadi pasif.

e. Puncaknya adalah keadaan menyatu atau persatuan (the unity of state) dan kehidupan absolute, bersatu dengan Tuhan sehingga jiwanya telah memasuki alam yang tidak terbatas dan keabadian.

Jelas bahwa Underhill melihat pengalaman keagamaan menyangkut perjuangan diri, melampaui tahap demi tahap proses dengan perjuangan berat sehingga membentuk citra pribadi yang kuat demi keinginan kebersamaan dengan Tuhan.9

7

Ali ibn Usman al-Hujwiri, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise on Sufism, (Bandung: Mizan, 1992), h. 101

8Evelyn Underhill, E-book Mysticism: A Study of the Nature and Development of Man's Spiritual

Consciousness, (1955; New York: New American Library, 1974), h. 75

9 Dalam ilmu tasawuf perjuangan melampaui tahap demi tahap pencapaian diri disebut maqamat. Sedang

(6)

Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, menyatakan bahwa seluruh pencapaian pengalaman keagamaan (Maqamat ad-din) terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : Pengetahuan (ma'rifat), keadaan (ahwal), dan tindakan (a'mal). Ilmu pengetahuan menjadi basis keadaan, dimana keadaan itu akan mengantarkan seseorang bisa berbuat dalam tindakan. Pengibaratan al-Ghazali adalah pengetahuan sebagai pohon yang memiliki batang dan ranting yang berupa ahwal, dan juga buah segar yang berwujud amal perbuatan. Dari pengalaman keagamaan ini, seseorang bisa memperoleh 'ilm adz-dzauq (ilmu tentang rasa) yang hanya dimiliki oleh Kaum Penempuh Jalan Spiritual (thariqat). Ilmu inilah yang berasal dari "pengalaman langsung". Mereka yang sudah merasakannya pasti sudah mengetahui. Tapi bagi yang belum merasakan tidak akan mengetahui sama sekali, serta tak mungkin bisa digali hanya dari segi-segi teori-teori sufistik atau mistik.10

Al-Hujwiri pernah mengungkapkan sevuah hadits Rasulullah Saw, "Jika engkau mengenal Allah sebagai mana Dia harus dikenal, engkau akan dapat berjalan di atas lautan,

dan gunun-gunung akan bergerak bila kau perintah".

Mengenal Allah (ma'rifatullah) dipandang dari cara perolehnya terdiri atas dua jenis: secara ilmu pengetahuan ('ilm) dan secara perasaan (hali, yang tentu saja tetap melibatkan secara penuh nalar rasio dan manajemen qalbu).

Pencapaian ma'rifatullah dengan cara ilmu pengetahuan sesuai dengan firman Allah Swt, pada QS. Adz-Dzariyaat ayat 56 :

ِو ُ ُ ْ َيِ َاِ َ ْ ِ ْإا َ َ ِ ْ ا ُ ْ َ َ اَم َ

Artinya : "dan Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah" (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Atau dengan kata lain "agar mereka bisa mengenal-Ku". Dengan hal itulah akan muncul etos peribadatan. Manusia yang sudah memasuki kesadaran ini dan melaksanakan efek ma'rifatullah melalui ilmu pengetahuan tergolong sebagai orang yang dipilih Allah. Hati mereka telah dihidupkan oleh-Nya dengan Diri-Nya Sendiri (Allah).11

Ma'rifatullah adalah kehidupan hati melalui Tuhan dan berpalingnya pikiran-pikiran manusia dari semua yang bukan Tuhan (ghairullah). Dari perspektif ini, maka martabat dan nilai kehidupan setiap orang tergantung pada ma'rifat-nya. Yang tidak memiliki ma'rifatullah tidak memiliki nilai sama sekali bagi proses kehidupan secara keseluruhan.12

10Muhammad Sholikhin, AJARAN MA'RIFAT SYEKH SITI JENAR: Panduan Menuju Kemenyatuan dengan

Allah, Refleksi, dan Penghayatan Syekh Siti Jenar, (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 139-140 11

(7)

Ma'rifat adalah puncak ilmu dan keadaan. Oleh karenanya, manusia yang sudah berada dalam ma'rifatullah adalah mereka yang sudah tidak pernah mengalami keterkejutan akal dan rohani. Mereka tidak pernah lagi heran oleh apa pun. Sebab rasa heran dan takjub hanya muncul dari sesuatu yang melebihi kemampuan, pengetahuan, dan kekuatan si pelaku. Sementara orang-orang yang sudah berada dalam kondisi ma'rifatullah adalah mereka yang oleh Allah diberi kekuatan berdasar iradah dan qudrah-Nya. Hati dan akal mereka telah dipenuhi oleh Nurullah (cahaya Allah) yang menghimpun semua dan asma'-nya dalam rohani orang tersebut.13

Adapaun ciri-ciri Ma'rifatullah secara umum jika ia telah mengenali :14 1. Asma' Allah

2. Sifat Allah, dan

3. Af'al Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini. Dari ciri-ciri umum tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengalami perubahan yang dahsyat

2. Menjadi orang yang merdeka lahir dan batin

3. Bisa merasakan pengiring yang dihadirkan Allah Swt kepada setiap manusia (al-mala-ikat al-hafadzah)

4. Menjadi manusia yang optimis, aktif, berani, dan progresif 5. Memiliki akhlak yang baik dengan akhlak Tuhan

6. Selalu ber-ma'iyyah (beserta dan bersama-sama) dengan Allah Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukan :

1. Sikap shidiq dalam bermu'amalah (bersosial) dengan Allah 2. Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah

3. Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah Swt

4. Sabar atau menerima pemberlakuan hukum dan aturan Allah atas dirinya 5. Dakwah atau mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya.

C. Unsur-unsur dan Jenis-jenis Ma'rifatullah

13Muhammad Sholikhin, Op.cit., (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2007), h. 164

14Revolusi Pendidikan, Ciri-ciri Ma'rifatullah, diambil dari

(8)

Dalam kaitannya dengan unsur-unsur ma'rifatullah seperti yang di kutip dari Prof. Tohari Mustamar, beliau menjelaskan unsur-unsur ma'rifatullah yaitu meliputi :15

1. Pengetahuan

Unsur pengetahuan bersumber dari ma'rifatul 'aqliyah atau ma'rifat akal sebagai langkah yang paling awal.

2. Pemahaman

Unsur pemahaman bersumber dari ma'rifatul qalbiyah. 3. Penghayatan

Unsur penghayatan bersumber dari ma'rifatudz dzauqiyah atau unsur perasaan yang halus lembut nan menghayati.

4. Keyakinan

Unsur keyakinan bersumber dari ma'rifatur ruhiyah. 5. Pengamalan

Unsur amal bersumber dari ma'rifatul 'amaliyah. Dari ma'rifat diwujudkan menjadi amal ibadah.

Unsur-unsur tersebut merupakan suatu tingkatan dalam menggapai ma'rifatullah. Selain kelima unsur diatas, terdapat unsur-unsur yang lain yaitu Ketaqwaan, pengabdian, dan pengorbanan.

Selain unsur-unsur ma'rifatullah, menurut beliau juga terdapat jenis-jenis ma'rifatullah, diantaranya :16

1. Ma'rifatul asma (mengenal nama-nama Allah)

Allah mempunyai 99 nama yang menyatakan bahwa Allah Maha Sempurna. 2. Ma'rifatus sifat (mengenal sifat-sifat Allah)

Dengan mendalami asma-ul husna, orang menjadi mengenal sifat-sifat Allah. 3. Ma'rifatul af'al (mengenal karya-karya Allah)

Karya Allah terbentang luas di jagad raya, tersusun rapi dan tidak mungkin manusia dapat melakukannya tanpa kehendak Allah.

4. Ma'rifatul iradah (mengenal kehendak Allah)

Mengenal tujuan Allah menciptakan makhluk. Untuk apa Allah menciptakan alam dunia dan akhirat, untuk apa Allah menciptakan manusia, untuk apa Allah mendeklarasikan agama-Nya.

5. Ma'rifatudz Dzat (mengenal Dzat Allah)

15

Tohari Musnamar, Jalan Lurus Menuju Ma'rifatullah, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2004), h. 27

(9)

Bagian inilah yang tidak mungkin manusia dapat mencapainya, karena bagian ini merupakan hak Tuhan.

D. Ma'rifat dalam term al-Qur'an

Kata ma'rifat secara khusus menjadi konsep spiritual Islam dalam al-Qur'an memang tidak didapati secara harfiah. Akan tetapi kita dapat menggali makna ma'rifat yang menjadi inti kesufian dari substansi berbagai pesan dalam al-Qur'an. Kata yang berakar pada akar kata 'arafa, dalam keseluruhan al-Qur'an disebutkan sebanyak 71 kali. Dalam al-Qur'an, ma'rifat memiliki banyak arti : mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut, berhubungan yang patut, berhubungan dengan baik, dan pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam. Jika di himpun dalam satu pengertian, ma'rifat menurut substansi al-Qur'an memiliki maksud sebagai pengenalan yang baik serta mendalam berdasarkan pengetahuan yang menyeluruh dan rinci. (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al

Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya

Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi

saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.)." (QS. Al-Maidah: 83)

Dari ayat itu tampak bahwa orang beriman yang "mendengarkan", yakni mereka yang menyerap dan menyelami makna kebenaran yang datang melalui al-Qur'an, dimana al-Qur'an adalah kalamullah, akan mendapatkan kebenaran yang nyata. Sehingga dari kebanaran nyata yang diperolehnya itu itu, mereka menyatakan diri sebagai orang beriman dan memohon kepada Allah untuk menjadi saksi atas kebenaran tersebut.17

(10)

Ma'rifatullah ini dalam pandangan tasawuf tidak akan berhasil sekiranya tidak di awali dengan mengenal diri sendiri lebih dahulu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikh Amin al Kurdi dalam Tanwirul Qulub-nya, "ketahuilah bahwa pengenalan diri adalah suatu urusan yang penting untuk setiap pribadi. Karena sesungguhnya siapa yang mengenal

dirinya ia dapat mengenal Tuhannya. Yaitu mengenal Tuhannya yang bersifat mulia, kuasa

dan kekal abadi. Siapa tidak mengenal dirinya, sebagaimana diatas, berarti ia jahil terhadap

Tuhannya".18

Bila seorang telah mengenal diri dan Tuhannya, dunia dan akhirat, tentu akan timbul kecintaan terhadap Allah Swt, sebagai hasil ma'rifat kepada-Nya. Dengan mengenal akhirat, akan menimbulkan rasa rindu terhadap akhirat. Dengan mengenal dunia, seseorang tidakn akan tertarik olehnya. Kemudian bagi mereka, yang terpenting adalah segala yang dapat mengantarkan mereka kepada keridaan dan rahmat Allah Swt, sertasegala yang bermanfaat untuk hidup di akhirat.19 Dalam hal ini memang pernah diisyaratkan oleh Rosulullah Saw dalam sabdanya :

هبر

فر

ف

هسف

فر

م

Artinya : "Barangsiapa mengenal diri pribadinya, maka ia akan mengenal Tuhannya" Jadi mengenal pribadi diri sendiri merupakan kunci mengenal adanya Allah, Tuhan Pencipta alam jagat raya seisinya ini. Dan hal ini sejalan dengan firman Allah :

ْمُ ِسُفْ َأ يِف َ

ۚ

َو ُر ِ ْ ُ َاَفَأ

Artinya : "Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan ?" (QS. Adz-Dzariyaat : 21)

Dalam pandangan kaum sufi, maksud hadits dan ayat al-Qur'an di atas adalah barangsiapa yang kenal akan dirinya, bahwa dirinya itu adam (asalnya tidak ada), maka mudahlah ia mengenal Tuhannya. Tuhan itulah wujud dan juga yang mewujudkannya, termasuk menciptakan dirinya sendiri. Allah-lah yang menciptkana segala maujud ini.20

E. Cara Mengenal Allah

18Najmuddin Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub, h. 464

19

Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin (terj. Abul Hiyadh), (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h.36

(11)

Secara garis besar, ada empat hal metode mengenal Allah (ma'rifatullah). Berdasarkan al-Qur'an, Allah Swt telah membimbing kita untuk mengenal-Nya dengan metode-metode sebagai berikut :21

1. Dengan cara memohon kepada Allah agar Allah berkenan menjadikan kita mengenal-Nya dengan sebenar-benarnya.

2. Janganlah sombong dan berbohong. Maka berhati-hatilah ketika kita merasa diri kita lebih baik dan mulia dari orang lain. Ini adalah awal kesengsaraan batin karena akan gagal dalam menempuh jalan proses ma'rifatullah.

3. Rajin mencari ilmu, karena untuk mengenal Allah Swt membutuhkan ilmu untuk diamalkan. Allah menyuruh orang mukmin untuk menanyakan segala sesuatu hanya kepada ahlinya. Jangan pernah beralasan tidak punya waktu untuk mencari ilmu. 4. Amalkan setiap titik ilmu yang sudah diperoleh. Rasulullah selalu berlindung dari

ilmu yang tidak bermanfaat. Jadikanlah al-Qur'an sebagai bacaan yang akrab untuk keseharian kita. Suasanakan akrab dengan al-Qur'an hingga terasa berdialog langsung dengan Allah Swt.

Dari empat metode tersebut, bentuk aplikasinya adalah dengan cara menempuh lima kunci (tahapan utama) untuk menggapai ma'rifatullah, yaitu

1. Dzikrullah 2. Tafakkur 3. Muraqabah 4. Muhasabah 5. Wirid

(12)

PENUTUP A. Kesimpulan

Ma'rifatullah dilihat dari segi etimologisnya berarti pengetahuan atau mengetahui dengan seyakin-yakinnya. Dalam pengertian terminologis tasawuf, ma'rifatullah adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Pengertian ma'rifatullah juga dikemukakan oleh beberapa ahli dan pelaku ma'rifatullah itu sendiri, diantara seperti Ibnu Qoyyim al-Jauziah, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi, Dzun al-Misri, dll.

Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, menyatakan bahwa seluruh pencapaian pengalaman keagamaan (Maqamat ad-din) terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : Pengetahuan (ma'rifat), keadaan (ahwal), dan tindakan (a'mal). Keadaan pencapaian jalan penempuhan oleh Evelyn Underhill digambarkan seperti stadium umum yang meliputi : Awakening, Purgation, Illumination, Purification, dan The Unity of State, yang dalam ajaran tasawuf sendiri diringkas menjadi 3 stadium yaitu Takholli, Tahalli, dan Tajalli.

Ma'rifatullah dalam al-Qur'an memang tidak digambarkan secara harfiah. Namun secara inplisit terdapat kandungan ma'rifatullah didalam al-Qur'an seperti dalam QS. Al-Maidah ayat 83 yang menjelaskan bahwa mereka yang menyerap dan menyelami makna kebenaran yang datang melalui al-Qur'an, dimana al-Qur'an adalah kalamullah, akan mendapatkan kebenaran yang nyata. Sehingga dari kebanaran nyata yang diperolehnya itu itu, mereka menyatakan diri sebagai orang beriman dan memohon kepada Allah untuk menjadi saksi atas kebenaran tersebut. Untuk memperoleh pencapaian ma'rifatullah, terdapat beberapa kunci diantaranya : Dzikrullah, Tafakkur, Muraqabah, Muhasabah, Wirid.

Maka dari itu marilah kita seiring menyempurnakan syari'at kita, bersama-sama berjuang untuk dapat mencapai ma'rifatullah.

B. Kritik dan Saran

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. (Solo: Ramadani, 1992)

Ali ibn Usman al-Hujwiri, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise on Sufism, (Bandung: Mizan, 1992)

As-Sayyid Bakri al-Makki, Merambah Jalan Shufi Menuju Surga Ilahi, disadur dari kitab Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiyaa, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2001)

E-Book Ma'rifatullah: Meneretas Jalan Menuju Allah

Evelyn Underhill, E-book Mysticism: A Study of the Nature and Development of Man's Spiritual Consciousness, (1955; New York: New American Library, 1974)

Imam al-Ghazali, Minhajul Abidin (terj. Abul Hiyadh), (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995) Moh. Saifullah, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998) Muhammad Sholikhin, AJARAN MA'RIFAT SYEKH SITI JENAR: Panduan Menuju

Kemenyatuan dengan Allah, Refleksi, dan Penghayatan Syekh Siti Jenar, (Yogyakarta:

Penerbit NARASI, 2007)

Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu) Najmuddin Amin al-Kurdi, Tanwirul Qulub

Ris'an Rusli, Tasawuf dan Tarekat: Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Rajawali Press, 2013)

Revolusi Pendidikan, Ciri-ciri Ma'rifatullah, diambil dari

http://wikimedya.blogspot.co.id/2009/11/pengertian-marifatullah-ciri-ciri.html (pada tl 16-09-2015, pukul 15:10)

Referensi

Dokumen terkait

• Pelayanan Prima merupakan terjemahan dari istilah Excelelent “ervice yang secara harfiah dapat diartikan sebagai pelayanan yang sangat baik atau pelayanan

Pada iklan tersebut juga terdapat gaya bahasa metonimia, pada kalimat kimuchi ga haittakaratte „ketika kimuchi masuk‟ secara harfiah kata haitta berasal dari kata hairu

Dalam bidang wacana, istilah tersebut memiliki arti sebuah proses yang harus dilakukan pembaca atau pendengar untuk memahami makna yang secara harfiah tidak

Dalam tata bahasa Inggris word order digunakan sebagai metode penyusunan kata menjadi kalimat yang benar dan mengindari ambiguitas makna kata atau pada kalimat

Bahasa adalah kata-kata yang memiliki arti berbeda bagi orang yang berbeda. “Makna kata-kata tidaklah dalam kata-kata itu sendiri; maknanya ada pada diri penerima.” Usia,

Strategi umum – khusus merujuk kepada penggunaan kata atau frasa yang membawa makna umum pada bahagian awal ayat sebelum bergerak kepada makna khusus pada bahagian tengah

Pada masa ini jurnalistik mulai diajarkan secara formal di universitas-universitas, walaupun belum menjadi suatu disiplin ilmu secara khusus. Adalah Robert Lee

Sejalan dengan berkembangnya zaman, perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna, makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa