• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. harinya dikomsumsi tanpa terkecuali. terpenuhinya kebutuhan pangan yang cukup,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. harinya dikomsumsi tanpa terkecuali. terpenuhinya kebutuhan pangan yang cukup,"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar untuk setiap manusia setiap harinya dikomsumsi tanpa terkecuali. terpenuhinya kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi menjadi prioritas negara sebagai upaya dalam peningkatan kwalitas sumber daya manusia. Penguatan tata kelola pangan (Food Goverance) pada saat ini menjadi sebuah elemen yang penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (Food Governance For Good Governance). Tidak dipungkiri bahwa pangan menjadi salah satu aspek penting bagi kehidupan masyarakat seluruh negara di dunia.sehingga penguatan tata kelola pemerintahan sangat dibutuhkan agar konsep dan kebijakan dalam pemenuhan pangan dalam terdistribusi merata kepada masyarakat luas. Dewasa ini, konsep dan kebijakan akan pemenuhan kebutuhan pangan terus mengalami perkembangan dengan munculnya konsep seperti kecukupan pangan, ketahanan pangan, swasembada pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dll. (Bambang Hendro Sunarminto, 2015).

Indonesia merupaka negara yang kebijakannya menggunakan konsep

ketahanan pangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996

Tentang Pangan. Sebelumnya Indonesia sempat menggunakan Konsep

Swasembada Pangan yang mana pada masa itu Indonesia sangat dikdaya dengan

pertaniannya. Swasembada pangan di Indonesia berlangsung antara tahun 1984-

1986 bahkan pada tahun 1984 Indonesia mampu menyerahkan bantuan berupa

(2)

100.000 ton padi kepada FAO (Food And Agriculture Organization). Kejayaan swasembada pada masa orde baru tersebut saat ini merupakan bentuk sejarah bagi pertanian di negara Indonesia karna saat ini indonesia menjadi salah satu negara pengimpor beras (Aditasari 2018).

Beras merupakan komoditas pangan yang paling vital bagi Indonesia hal tersebut dikerenakan beras menjadi makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi sebuah kebutuhan pangan mendasar bahkan masyarakat yang mempunyai pola konsumsi pangan pokok bukan beras lambat laun menjadikan beras sebagai komoditas utama makanan pokoknya. Sehingga, masyarakat Indonesia menganggap beras memiliki citra pangan yang baik secara sosial, hal tersebut menyebabkan permintaan akan kebutuhan beras tiap tahunnya meningkat sebagimana pada tabel 1.1 di bawah ini dijelaskan kebutuhan komsumsi beras dari tahun 2017-2019 beserta jumlah produksi dan komsumsi nasional yang akan secara detail pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1

Kebutuhan Komsumsi Beras Nasional dari tahun 2017-2019

KEBUTUHAN KONSUMSI BERAS

Tahun Produksi Konsumsi Nasional

2017 34,67 29,13 Juta Ton

2018 32,42 29,56 Juta Ton

2019 30,80 29,87 Juta Ton

Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional, 2017

Besarnya kebutuhan akan beras tersebut menjadikan komoditas ini

mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi kestabilan ekonomi nasional. Beras

juga mempunyai bperan yang penting dalam stabilitas politik, ketahanan ekonomi

(3)

3

dan ketahanan pangan (BPS 2017). Berdasarkan tabel diatas walaupun Indonesia masih surpus akan jumlah konsumsi masyarakat. Tetapi, hal tersebut tidak dapat menjadikan sebuah alasan penyelesaian masalah atas ketahanan pangan, karena ketahanan pangan nasional merupakan syarat keharusan namun tidak cukup untuk menjamin ketahanan pangan daerah. Terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki iklim dan produktivitas lahan yang berbeda-beda.

Sehingga, ada beberapa daerah di Indonesia yang mengalami kerawanan dan kerentanan pangan. Komitmen antar sektoral menjadi sebuah keharusan untuk menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan daerah karna tidak hanya iklim dan produktivitas saja yang menjadi faktor dari menurunya pasokan beras tetapi alih fungsi lahan menjadi ancaman menurunnya jumlah lahan diberbagai wilayah.

Degradasi lahan pada era saat ini sangat gencar dilakukan dengan bergantinya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dengan berbagai alasan dan kepentingan. Oleh karena itu, untuk menunjang kebutuhan pangan pemerintah pusat maupun daerah harus mengupayakan agar ketersediaan beras tercukupi untuk meminimalisirkan tidak terjadinya rawan pangan sebagai langkah atau solusi terhadap ketahanan pangan (setiawan 2017).

Kota Balikpapan merupakan Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Timur dan menjadi salah satu kota dengan perekonomian terbesar di Provinsi, tersebut dengan potensi dari Industri perdagangan dan perminyakan (Indah, 2019).

Tingginya potensi akan perdagangan dan perminyakan tersebut tidak dibarengi

dengan potensi pertanian di Kota Balikpapan.

(4)

Kota Balikpapan merupakan Kota dengan penghasil produksi padi yang sangat minim bahkan pada tahun 2018 hanya menghasilkan produksi sebesar 0,05%

dari jumlah kebutuhan konsumsi masyarakatnya (Hendra, 2019). Kondisi pertanian di Kota Balikpapan dengan degradasi pertanian yang semakin pesat membuat luas pertanian yang ada di Kota Balikpapan terus mengalami penurunan dan penyusutan dikarenakan peralihan alih fungsi lahan. Data yang diperoleh dari Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan menyatakan bahwa dari tiga tahun terakhir dari tahun 2016 sampai 2018 luas pertanian di Kota Balikpapan mengalami penurunan dengan luasan yang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1.2

Luas Lahan Pertanian Kota Balikpapan dari Tahun 2016-2018

Tahun Luas Pertanian

2016 681 Ha

2017 799 Ha

2018 550 Ha

Sumber: Data Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan, diolah penulis, 2020

Ditinjau dari segi Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032, sub sektor pertanian bukan merupakan prioritas dan pengembangan di Kota Balikpapan.

Adapun sektor yang menjadi langkah strategis Pemerintah Kota Balikpapan dalam

RTRW tersebut ialah pada sektor perdagangan dan jasa. Dalam RTRW Kota

Balikpapan Pemerintah Kota merencanakan bahwa kawasan peruntukan pertanian

tanaman pangan Di Kota Balikpapan terdapat di sebagian Kelurahan Manggar,

Kelurahan Lamaru, dan Kelurahan Teritip Kecamatan Balikpapan Timur dengan

(5)

5

luas meliputi kawasan sawah kurang lebih 130 Ha dan kawasan potensi pertanian kurang lebih 195 Ha. Sehingga, luas keseluruhan ialah kurang lebih mencapai 325 Ha, apabila dianalisis luas wilayah pertanian di Kota Balikpapan melalui RTRW tersebut jelas sangat minim yang hanya sebesar 0,6% dari luas wilayah keseluruhan Kota Balikpapan dengan luas wilayah mencapai 508,39 Ha.

Adanya penyusutan lahan yang terus menurun mengakibatkan adanya perubahan yang signifikan pula dari jumlah produksi pengan yang ada di Kota Balikpapan khususnya pada beras. Pada tahun 2017 jumlah produksi beras yang dicapai Kota Balikpapan mencapai 297 Ton, pada tahun 2018 jumlah produksi yang dicapai Kota Balikpapan hanya mencapai 386 Ton dan pada tahun 2019 produksi beras mencapai 225 Ton (BPSKotaBalikpapan, 2020). Hal ini sangat kurang dari jumlah kebutuhan beras untuk masyarakat Kota Balikpapan yang pertahun 2019 mencapai 72.967 Ton atau produksi beras pertanian Kota Balikpapan hanya sekitar 0,02 % dari jumlah kebutuhan keseluruhan Kota (Ferri Cahyani, 2018).

Berdasarkan data tersebut sungguh menjadi ironis dan menjadi

permasalahan yang serius ketika ketersediaan pangan yang dihasilkan melalui

pertaniaan lokal sangat kurang jumlahnya bahkan tidak mencapai 1% dari jumlah

produksi. Hal tersebut tentunya berbanding terbalik ketika lahan pertanian terus

terdegradasi sedangkan laju pertumbuhan masyarakat Kota Balikpapan terus

meningkat mencapai 645.727 jiwa sedangkan berdasarkan hasil kajian konsumsi

bahan pokok Badan Pusat Statistik Nasional 2017 rata-rata konsumsi beras

mencapai 115 Kg/Orang pertahun (BPS, 2017).

(6)

Mengacu pada konsep ketahanan pangan jelas Kota Balikpapan merupakan wilayah yang sangat rentan akan kerawanan pangan karena jumlah produksi beras dalam Kota sangat jauh dari jumlah kebutuhan masyarakat Kota Balikpapan.

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi masyarakat dengan memastikan aspek kecukupan dan akses pangan. Melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18/2012 dikatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercemin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Food Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan bahwa ketahanan

pangan mempunyai tiga dimensi utama yang wajib terpenuhinya yaitu ketersediaan, akses dan pemanfaatan (Hapsari, 2017). Dengan permasalahan produktifitas yang minim tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan beras untuk masyarakat Kota Balikpapan diperoleh dari ketersediaan dalam Kota dan melalui distribusi dari wilayah luar Balikpapan. Kebijakan distribusi merupakan langkah terakhir dari Pemerintah Kota Balikpapan untuk menjaga stabilitas kebutuhan untuk pasokan beras bagi masyarakat Balikpapan.

Pendistribusian pasokan beras untuk wilayah Kota Balikpapan Pemerintah

Kota bekerjasama dengan beberapa daerah seperti Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa

Timur dan Kalimantan Timur untuk menjamin ketersediaan beras tersebut. Tabel

1.3 menjelaskan Persentase Distibusi Beras Ke Wilayah Kalimantan Timur Tahun

2016-2019 dapat diliat bawah ini:

(7)

7

Tabel 1.3

Persentase Distibusi Beras Ke Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2016-2019

Tahun

Provinsi Jawa Timur Sulawesi

Selatan

Kalimantan Timur

2016 50,37 % 16,68 % 32,96 %

2017 42,58 % 35,2 % 25,82 %

2018 83,54 % 7,65 % 9 %

2019 76,44 % 9,76 % 18 %

Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2019)

Berdasarkan dengan permasalahan bagaimana lahan pertanian yang semakin sempit dan kebutuhan pangan yang terus mengalami peningkatan dengan berdasar pada data BPS Balikpapan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan pada hal ini mengharuskan bahwa pemerintah Balikpapan untuk menyusun langkah-langkah maupun kebijakan strategis dalam menghadapi ketersediaan pangan di Balikpapan. Konsep yang ada pada ketahanan pangan bahwa setiap individu yang ada disebuah negara harus dijamin kebutuhan pangannya. Karena penilaian sebuah keberhasilan dari ketahanan pangan nasional harus dilihat dari sub terkecil yaitu individu (Simatupang, 2007). Menurut (Hanani, 2007) ketahanan pangan memiliki 5 (lima) unsur yang harus di penuhi yaitu:

1. Berorientasi pada rumah tangga dan induvidu;

2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses;

(8)

3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan induvidu, baik fisik, dan sosial;

4. Berorientasi pada pemenuhan gizi; dan 5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

Berdasarkan dengan penjelasan mengenai masalah Pemerintah Kota Balikpapan dalam menjamin ketersediaannya beras dalam kota yang menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan luas lahan yang semakin sempit ditambah dengan jumlah penduduk yang setiap tahunnya mengalami peningkatan maka, sudah seharusnya Pemerintah Kota Balikpapan merespon dan mencari solusi terbaik guna meminimalisir terjadinya rawan pangan di Kota Balikpapan melalui kebijakan yang tepat.

Kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan dalam ketersediaan pangan melibatkan Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Perdagangan Kota Balikpapan, dan Bulog dalam hal ini dalam penyediaan beras untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pangan masyarakat adalah dengan melakukan aktivitas produksi beras, pasokan pangan dari luar (import) beras dari Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan juga Kalimantan Timur. Serta cadangan pangan yang diperoleh dari hasil sisa import beras. Sejauh ini kebijakan inilah yang dianggap mampu memenuhi

ketersediaan beras di Kota Balikpapan, dan yang nantinya akan dilakukan analisis

bagaimana kebijakan ini berjalan dan hasil maupun nilai kebijakan tersebut dan

juga faktor apa yang menjadi penghambat dan solusi apa saja yang ditawarkan oleh

Pemerintah Kota Balikpapan dalam menyelesaikan permasalahan ketersediaan

pangan terkhusus pada komoditas beras.

(9)

9 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar berlakang masalah yag telah diuraikan secara jelas diatas, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana analisis kebijakan ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan?

2. Apakah permasalahan yang dihadapi dalam analisis kebijakan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana analisis kebijakan ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan

2. Untuk mengetahui apa permasalahan yang dihadapi dalam analisis kebijakan ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini terbagi

menjadi 2 (dua) manfaat yakni manfaat akademik dan manfaat praktis. Adapun

penjelasan dari kedua manfaat tersebut yang akan dijelaskan sebagai berikut:

(10)

1.4.1 Manfaat Akademik

Melihat dari kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Balikpapan dalam pengelolaan ketersediaan beras untuk mempetahankan ketahanan pangan di Kota Balikpapan menjadikan penambahan pengetahuan kepada Sivitas Akademika mengenai kepekaan terhadap situasi masalah atau problematika yang sedang terjadi, ataupun melakukan eksplorasi. Sehingga, dapat memperdalam analisis menggunakan teori yang telah diberikan baik pada proses pengajaran maupun secara mandiri. Serta dapat menjadi rujukan dalam penulisan karya ilmiah pada penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari adanya penelitian ini mampu menjadikan solusi ataupun rujukan bagi Pemerintah Kota Balikpapan dalam Kebijakan Ketersediaan Beras untuk mempertahankan ketahanan pangan di Kota Balikpapan agar tidak terjadinya krisis pangan. Serta bentuk mengaktulisasikan kemampuan dan pengetahuan yang telah diperoleh pada proses pengajaran terhadap pemerintahan praktis.

1.5 Definisi Konseptual 1.5.1 Pengertian Analisis

Pengertian Analisis kebijakan menurut William Dunn dalam (Dunn,

2003) merupakan pemberian pandangan terhadap sebuah masalah atau

problematika yang dimana diberikan dalam bentuk informasi yang nantinya

dapat memberikan landasan kepada pembuat kebijakan yakni pemerintah dalam

memperhatikan setiap kebijakan yang telah dibuat atau dirumuskan.

(11)

11

Analisis kebijakan tentunya bersifat informal, terdiri dari proses berfikir yang kritis dan cermat serta didampingi dengan pengumpulan data yang ekstentif (menjangkau secara luas) dan juga diperlukan ketelitian dalam perhitungan dalam melihat kebijakan tersebut.

William Dunn juga menjelaskan bahwa Analisis kebijakan ini diperuntukkan untuk menjawab persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh Pemerintah mengenai menilai apakah pencapaian pemerintah dalam menghadapi telah menyelesaikan masalah, fakta kondisi lapangan dari penerapan kebijakan tersebut, serta pencapaian dari hasil atau nilai-nilai (outcome) dari kebijakan tersebut.

Konsepsi mengenai analisis kebijakan yang juga telah dijelaskan oleh Dunn dalam (Dunn, 2003) adalah analisis disajikan atau diberikan dengan menekankan sifat praktis. Artinya, tanggapan dari masalah yang muncul dan krisis yang ditemui oleh Pemerintah menyempitkan konsepsi yang begitu luas dengan menyajikan definisi analisis kebijakan publik mengkerucut dan lebih konkrit dan karakteristiknya sebagai bentuk disiplin ilmu sosial terapan.

Analisis kebijakan dalam penelitian ini merupakan bentuk tanggapan

terhadap masalah yang sampai saat ini menjadi isu bagi Pemerintah Kota

Balikpapan dalam ketersediaan pangan di Kota Balikpapan khususnya

komoditas beras. Analisis ini tentunya tidak jauh dari sumber data yang akurat

dan kredibel yang kemudian dapat dijadikan sebagai informasi kepada

Pemerintah Kota Balikpapan dalam menyusun kebijakan mengenai

ketersediaan beras untuk memuhi ketahanan pangan di Kota Balikpapan.

(12)

1.5.2 Konsep Ketersediaan Pangan

ketersediaan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta pemasukan pangan, termasuk di dalamnya kebijakan impor dan bantuan pangan bila kedua sumber produksi dalam negeri tidak dapat memenuhin kebutuhan masyarakat pada negara tersebut. dan kebijakan impor dan bantuan ini hanya menjadi langkah terakhir dari pemerintah bukan menjadi sebuah prioritas. Dalam pendekatan ketersediaan pangan yang menjadi aspek paling vital terwujudnya kecukupan bahan pangan ialah produksi pangan. (Ketahanan n.d.). ketersediaan pangan untuk wilayah Kota Balikpapan berasal dari tiga unsur yaitu produksi dalam daerah, cadangan pangan dan pasokan dari import wilayah lain yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan sebagian wilayah Kalimantan Timur. Penyumbang pasokan ketersediaan beras di Kota Balikpapan terbesar berada di aspek import.

ketersediaan pangan mempunyai dua unsur pokok yaitu kerawanan pangan dan diversifikasi produk.

1. Kerawanan pangan

Rawan pangan/kerawanan pangan adalah kondisi suatu rumah tangga dan induvidu tidak mampu atau dapat mengakses kebutuhan dan menkonsumsi pangan dalam jumlah yang cukup dengan kurun waktu tertentu.

Ketidakmampuan tersebut dapat disebabkan oleh ketidakmampuan daerah yang

dia tinggalin dan nasional dalam memproduksi dan memenuhi keterseediaan

kebutuhan pangan atau masalah ekonomi ketika rumah tangga atau induvidu

tidak memiliki daya beli untuk mendapatkan bahan makanan bila kedua masalah

ini terus terjadi dalam kurun waktu tertentu tentunya akan terdampak bagi

(13)

13

kerawanan pangan yang berakibat pada kelaparan, gizi buruk atau busung lapar.

Untuk kasus di Kota Balikpapan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan mencatat pada tahun 2019 terdapat 2.011 atau 18 persen anak mengalami stunting atau ukuran badan pendek kekurangan gizi(MC Kota Balikpapan 2019).

2. Diversifikasi produk

Diversifikasi produk adalah pengalokasian sumber daya pertanian ke beberapa aktivitas lainnya yang menguntungkan secara ekonomi maupun lingkungan.diversifikasi dapat menuju kepada penanaman berbagai jenis tanaman pada satu lahan, pemeliharaan satu jenis hewan pada stu kandang, hingga pemanfaatan lahan untuk tujuan komersial seperti restoran yang menyajikan hasil pertanian. diversifikasi produk dapat diyakini sebagai jawaban atas permasalahan pertanian karena perubahan iklim membawa ketidakpastian cuaca sehingga variasi produksi dapat menyelamatkaan pendapatan pertanian(Mubtabsir 2017). Diversifikasi pertanian di Kota Balikpapan hanya berada di Buffer Zone Hutan Lindung Sungai Wain dan Diversifikasi tersebut hanya sebagian kecil saja yang di tanamin Padi sehingga potensi untuk Diversifikasi pertanian untuk padi di Kota Balikpapan dinilai kurang efektif.

1.5.3 Konsep Ketahanan Pangan

Sejak Conference of Food and Agriculture tahun 1943 difinisi

ketahanan pangan terus berkembang. Ketahanan pangan dalam difinisi

organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO) adalah suatu kondisi dimana

setiap orang di setiap waktu dapat memperoleh kebutuhan pangan, baik

sebagai penyangga kegiatan maupun untuk mengembangkan kehidupan yang

sehat. selain itu Undang-undang No 18 Tahun 2012 Tentang pangan

(14)

mendifinisikan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan berdasarkan pengertian dalam undang-undang No 18 Tahun 2012 Tentang pangan, ketahanan pangan mencakup tiga aspek yang harus diterjamin antara lain : aspek ketersediaan jumlah, aspek keamanan, dan aspek keterjangkauan harga (Sitawaty dan Damayanti 2019).

Berdasarkan pengertian dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan

Undang-undang No 18 tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan

merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan untuk setiap orang dengan

mutu dan kualitas yang baik. Undang-undang No. 18 tahun 2012 menegaskan

bahwa ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting yakni ketersediaan

jumlah, keamanan dan keterjangkauan harga. Ditinjau dari aspek ketersediaan

jumlah dalam Undang-undang tersebut menyebutkan cadangan pangan dalam

rangka mewujudkan ketersediaan pangan terdiri dua bentuk yakni cadangan

pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. sehingga permasalahan

ketersediaan pangan merupakan tanggung jawab dari pemerintah sebagai

pembuat kebijakan dan masyarakat tentunya memiliki tanggung jawab pula atas

ketersediaan pangan yang ada sebagai upaya mewujudkan terciptanya ketahanan

pangan (Sitawaty dan Damayanti 2019). Ketahanan pangan pada Kota

Balikpapan saat ini dapat dikatakan baik karna Kota Balikpapan tidak termasuk

daerah yang termasuk 88 Kota dan Kabupaten yang rawan atau terancam rawan

(15)

15

pangan berdasarkan data Kementrian Pertanian tahun 2019. Tetapi hal tersebut tidak menjadikan Kota Balikpapan yang aman akan pangan masalah produksi menjadikan Balikpapan menjadikan daerah yang rentan akan kerawanan pangan bila tidak menerima pasokan dari luar daerah sehingga ketahanan pangan untuk wilayah Kota Balikpapan dapat dikatakan dalam posisi Fluktuasi karna bukan berdasarkan produksi sendiri. (Ahmad Suhaimi 2019) menjelaskan sistem ketahanan pangan memiliki tiga komponen yang saling berintraksi, tiga komponen utama ketahanan pangan yaitu:

a. Produksi

Aspek produksi merupakan unsur yang paling vital bagi sistem ketahanan pangan,hal tersebut karna aspek produksi menyangkut kecukupan dan ketersediaan dan dimensi kapasitas untuk menghasilkan, menyimpan, mengimpor dan mengekspor. Keberhasilan produksi sangat bergantung dari beberapa unsur seperti teknologi, iklim, kemampuan mendayagunakan sumberdaya, dan penggunaan lahan pertanian secara optimal. Teknologi dalam usaha pertanian harus mampu menjamin keberlangsungan produksi, tidak merusak lingkungan, mampu mempertahankan keragaman plasma nutfah, serta hasil produksi yang rendah residu.

b. Distribusi

Distribusi meliputi pemasaran dan keterjangkauan (accessibility), dengan dimensi ruang dan daya beli. Namun bagi Indonesia sering kali mengalami permasalahan distibusi yang tentunya menjadi ironi di negeri yang kaya akan pertanian dan 70% masyarakatnya bermata pencaharian di sektor pertanian.

dapat di cermati kondisi pangan di masyarakat hanya bersifat sesaat, dengan

(16)

artian masyarakat yang memproduksi pertanian tidak menggunakan untuk kehidupan rumah tangga atau pribadi tetapi dijual untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.

Prinsip distribusi pangan yang baik ketika distribusi tersebut memiliki 6 sarana yang tepat yaitu: jumlah jenis, tempat, waktu, harga dan mutu. Efektifitas dan efisiensi distribusi harus didukung dengan beberapa aspek sarana dan prasarana yang memadai seperti: prasarana pendukung jalan, transportasi baik laut maupun darat, jembatan, pergudangan untuk lumbung pada tiap desa, industri pengolahan berskala rumah tangga yang menjadi suatu aspek penting demi menjamin kelancaran dan kemudahan distribusi.

c. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan berkaitan dengan tiga hal pokok yaitu kualitas konsumsi gizi,penganekaragaman pangan dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Konsumsi pangan yang baik, sehat dan bergizi di tentukan oleh komposisi bahan

pangan yang mencakup kabohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan lain-

lain. Beras merupakan bahan makanan yang sangat di perlukan untuk di

konsumsi karna mencakup kebutuhan karbohidrat yang diperlukan tubuh.selain

tingginya kebutuhan beras penganekaragaman beras harus diperlukan guna

ketersediaan akan beras tidak mengalami kerawanan.

(17)

17

Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

(18)

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Analisis Kebijakan Ketersediaan Pangan Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kota Balikpapan

1. Permasalahan Ketersediaan Produksi Pangan di Kota Balikpapan 2. Peramalan Masa Depan Pertanian dan Ketersediaan Pangan di Kota

Balikpapan

3. Kebijakan Pemenuhan Pasokan Ketersediaan Pangan di Kota Balikpapan

4. Sosialisasi dan Pemantauan Kebijakan Produksi Pangan di Kota Balikpapan

5. Evaluasi Kinerja Kebijakan Ketersediaan Pangan di Kota Balikpapan 1.6.2 Permasalahan Yang Dihadapi Dari Analisis Kebijakan Ketersediaan Pangan Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kota Balikpapan

1. Lahan yang tersedia

2. Jumlah Petani yang tersedia 3. Keterlambatan Distribusi

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif. Model penelitian deskriptif

digunakan untuk memudahkan dan membantu menganalisis data dalam penulisan

yang menggunakan metode penelitaian kualitatif. Creswell mengungkapkan bahwa

penerapan metode penelitian kualitatif menganalisis permasalahan yang berangkat

(19)

19

dari persoalan sosial dan juga kemanusiaan. Metode kualitatif mempu mendskripsikan masalah secara rinci dari isu yang diangkat., serta menganalisis secara jelas dengan menampilkan data yang didapatkan dari fakta, contoh dan bukti.

Pemantapan masalah dapat diperoleh dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan pengumpulan data dari narasumber dan dari beberapa literatur sebagai rujukan dalam penelitian sehingga diperoleh penelitian yang spesifik dan terperinci yang menyangkut tentang kebijakan ketersediaan beras dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan.

1.7.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini terbagi menjadi 2 sumber data yakni, data primer dan data sekunder. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut :

1.7.2.1 Primer

Penelitian ini sumber data yang akan digunakan berupa jenis data primer, karena data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara. Untuk pengumpulan data dilakukan wawancara kepada Kepala atau Pegawai Dinas Perdagangan Kota Balikpapan,Kepala atau pegawai Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan dan Kepala Bulog Regional Balikpapan, sebagai narasumber informasi yang dibutuhkan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung untuk memperoleh data. Dari beberapa pertanyaan yang kami berikan nanti akan mampu membantu untuk pengumpulan data pada penelitian kami ini.

1.7.2.2 Sekunder

(20)

Sumber data sekunder diperuntukan untuk melengkapi dan mendukung sumber data primer dari penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari intansi yang menjadi obyek penelittian tersebut yaitu Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan, Dinas Perdagangan Kota Balikpapan dan Bulog regional Kota Balikpapan. Sumber data sekunder dapat berupa dukumen yang diperuntukan dalam penelitian ini seperti data, gambar, grafik, peta wilayah.

Selain itu Data sekunder ini didapatkan dari berbagai literatur yang secara spesifik mengulas seputar masalah ketersediaan beras. Hal ini diharapkan menjadi penunjang dan pedoman dalam melakukan penelitian tentang ketersediaan beras di Kota Balikpapan. Selain itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah yang mengatur tentang ketersediaan pangan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Craswell,2016) pengumpulan data ialah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk membatasi penelitian dalam mencari data agar peneliti dengan mudah memfokuskan data yang sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat.

Pembatasan ini diharapkan memberikan kemudahan bgi peneliti untuk mendapatkan data yang lebih akurat, terperinci, jelas, dapat dipercaya serta dapat dipertanggung jawabkan.

Pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi dari pengamatan

peneliti, wawancara dengan informan, dukumen dari intansi terkait serta

didapatkan dari hasil literatur yang terkait dengan permasalahan. Pengumpulan dari

(21)

21

berbagai data yang diperoleh pada penelitian ini dapat menggunakan strategi sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi menurut (Hadi,2014) ialah kegiatan dalam pengumpulan data dengan cara mencatat, melaporkan secara terstruktur atas permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Observasi ditujukan untuk membuka kepekaan peneliti terkait fenomena- fenomena yang menarik seputar data yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti sehingga dibutuhkan sensitifitas dan analisis yang baik dari peneliti.

Strategi observasi dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap obyek penelitian secara langsung.dengan melaksanakan pengamatan secara langsung diharapkan memberikan kemudahan kepada peneliti untuk memahami dengan baik obyek penelitian tersebut. observasi pada penelitian ini berdasarkan permasalahan terkait kebijakan ketersediaan beras dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan .

b. Wawancara

Wawancara menurut (Hadi,2014) ialah pengumpulan data

menggunakan sesi pertanyaan yang di sampaikan kepada informan atau

narasumber yang dilakukan secara terstruktur dan disesuaikan dengan

pokok koridor dan permasalah yang ingin diteliti. Penelitaian dengan

metode kualitatif strategi pengumpulan data menggunakan wawancara

merupakan sumber utama yang digunakan untuk memahami permasalahan

yang ada. Hal itu dikarenakan narasumber dan informan merupakan aktor

(22)

yang memahami secara detail terkait konsep dan permasalahan yang diangkat peneliti.

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan, Kepala Dinas Perdagangan dan Kepala Bulog Regional Balikpapan. Wawancara yang ditujukan kepada obyek penelitian ini dirasa sudah memenuhi kriteria yang paham dan bertanggung jawab terkait permasalahan ketersediaan beras di Kota Balikpapan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi salah satu strategi pengumpulan data yang melihat dan mencatat dari dokumen, data dan gambar yang digunakan sebagai pendukung dari pengumpulan data dengan teknik observasi dan wawancara.

Pengumpulan data dengan dokumentasi diharapkan menambah tingkat kevalidan terkait penelitian tersebut. hal itu dikarenakan dokumentasi ini bersifat akuntable, jelas dan akurat.

1.7.4. Lokasi Penelitian

lokus yang menjadi penelitian ini dilakukan di Dinas Perdagangan Kota Balikpapan

berada di Jl Telagasari, Balikpapan Selatan, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota

Balikpapan berada di Jl. Marsma Iswahyudi, Balikpapan Kota dan Kantor Bulog

Regional Balikpapan berada di Jl Jendral Sudirman, Balikpapan Kota Alasan

penulis akan melakukan penelitian pada Dinas Perdagangan Kota Balikpapan,

Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan dan Bulog Regional Balikpapan

karena dalam ketiga intansi tersebut memiliki tupoksi terkait tentang kebijakan

ketersediaan beras dalam mewujudkan ketahanan pangan di Kota Balikpapan

(23)

23

1.7.5 Subjek Penelitian

Penentuan subjek penelitian harus didasarkan pada pencermatan yang matang agar informan dan narasumber ialah subyek yang tepat dalam penelitian tersebut. menurut (Creswell,2016) penelitian kualitatif dalam penentuan subyek penelitian menggunakan purposeful sampling penyeleksian untuk menentukan narasumber dan informan yang menjadi subyek penelitian.

Penelitain ini mengambil beberapa subyek penelitian seperti Kepala atau Pegawai Dinas Perdagangan Kota Balikpapan,Kepala atau pegawai Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan dan Kepala Bulog Regional Balikpapan.

Dari hasil penyeleksian subyek penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan

data terkait permasalahan kebijakan ketersediaan beras di Kota Balikpapan. Selain

itu subyek penelitian ini diharapkan membantu peneliti untuk mendapatkan

pengumpulan data yang diperoleh dalam pengambilan sample. Pengambilan

sample melewati dua tahap yaitu sebelum pengumpulan data dan setelah dilakukan

pengumpulan data. Pengambilan sample menurut (Craswell,2016) dari kesembilan

teknik indikator penelitian dalam pengumpulan sampel peneliti menggunakan

teknik Maximal Variation Sampling. Teknik Maximal Variation Sampling ialah

teknik yang mengembangkan fenomena dan masalah dari sudut pandang berbagai

informan. sehingga dapat memudahkan peneliti untuk menganalisis data yang telah

diberikan oleh informan tersebut.

(24)

1.7.6 Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yaitu data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan studi kepustakaan atau dekomentasikan, dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi dan kutipan langsung hasil wawancara. Pengumpulan data dengan cara:

Analisis data pada penelitian ini menggunakan model interaktif dari (Miles, Huberman,2014) yang digunakan untuk mencari data dan menggali informasi yang dibutuhkan sampai data yang diperoleh tersebut cukup untuk menjawab permasalahan dan subtansi rumusan masalah pada penelitian ini. Pengumpulan data penelitian selanjutnya dilakukan penyajian data yang sesuai dengan masalah penelitian dan kemudian ditarik kesimpulan agar pembaca dengan mudah memahami isi dan topik yang diteliti oleh penulis. Model interaktif yang dijelaskan oleh Miles huberman mencakup tiga alur yaitu:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada informan, observasi

permasalahan, serta data yang diperoleh dari dokumentasi ketiga teknik

pengumpulan data tersebut kemudian dilakukan reduksi data, yang

dimaksud dengan reduksi data ialah data yang didapatkan dirangkum dan

ringkas sesuai dengan kebutuhan dari subtansi yang akan dibahas di dalam

analisis penelitian.

(25)

25

b. Penyajian Data/Display Data

Data yang telah direduksi atau melewati tahap penyaringan yang telah didapatkan kemudian disusun dalam bentuk narasi atau didiskripsikan ulang dari data tersebut. hal ini bertujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi serta intisari dari data yang ditampilkan.

c. Penarikan Kesimpulan /Varifikasi

Tahapan penarikan kesimpulan merupakan alur terakhir dari analisis data

menggunakan metode interaktif. Hasil dari reduksi data dan kemudian di

narasikan kembali (penyajian data) dari hasil laporan penelitian. Penarikan

kesimpulan berisikan jawaban dari rumusan masalah maupun difinisi

operasional.

Referensi

Dokumen terkait

1) Terdapat 25 responden yang mengemukakan bahwa mereka menggunakan internet untuk mencari informasi pasar. Hal ini menunjukkan persaingan yang ketat antar usaha

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Mesir yang melaporkan terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien

Logam dibagi menjadi dua yaitu logam murni yang hanya terdiri dari satu jenis atom, seperti besi (Fe) murni, tembaga (Cu) murni dan logam paduan (metal alloy) yang terdiri dari dua

Untuk sebuah spektrogram S, kekuatan energi dari sebuah komponen frekuensi pada waktu t direpresentasikan dengan warna pada titik yang dimaksud S(t, f).. Daerah dengan warna

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama melakukan pengukuran curah hujan, kedua mendapatkan variabel fuzzy dari setiap kejadian curah hujan hasil pengukuran,

Jika almarhum/ah tidak mempunyai ahli waris, maka rumah tersebut bisa dijual atau disewakan kepada warga Kampung Naga yang tinggal di wilayah Kampung Naga, warga keturunan

2) Menggunakan set infus steril yang secara otomatis memasukkan kanula (suatu tabung yang sangat tipis) di bawah kulit, proses ini mudah dan hampir tanpa rasa sakit.

- hanya singgah di pelabuhan yang ditetapkan - tidak dapat dicarter tetapi ruangnya boleh disewa - tambang ditetapkan oleh Persidangan Perkapalan - terdapat pelbagai jenis kapal