• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SERTA PERUSAHAAN ASURANSI SWASTA DALAM PENCAPAIAN CAKUPAN SEMESTA DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KOTA DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN SERTA PERUSAHAAN ASURANSI SWASTA DALAM PENCAPAIAN CAKUPAN SEMESTA DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KOTA DENPASAR."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

   

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

PERAN SERTA PERUSAHAAN ASURANSI SWASTA DALAM

PENCAPAIAN CAKUPAN SEMESTA DI ERA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI KOTA DENPASAR.

TIM PENGUSUL

Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH (197703312005012001/0031037703)

Rina Listyowati, SSiT, M.Kes (197105292008122001/0029057104)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

JANUARI

2015

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

J

udul Penelitian: Peran serta perusahaan asuransi kesehatan swasta dalam pencapaian cakupan semesta di era Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar

Bidang Ilmu : Ilmu Asuransi Jiwa dan Kesehatan

Ketua Peneliti :

a.  Nama lengkap dengan gelar : Putu Ayu Indrayathi, SE,.MPH b.  NIP/NIDN : 197703312005012001/0031037703

c.  Pangkat/Gol : Penata/IIIc

d.  Jabatan Fungsional/Struktural : Lektor e.  Pengalaman penelitian : 6 tahun

f.  Program Studi/Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat

g.  Fakultas : Kedokteran

h.  Alamat Rumah/HP : Puri Chandra Asri Blok G.20 Batubulan

i.  E-mail : pa.indrayathi@gmail.com

Jumlah Tim Peneliti : 2(Dua) orang Pembimbing :

a.  Nama lengkap dengan gelar : dr. Ni Wayan Arya Utami M.AppBsc, PhD

b.  NIP/NIDN : 198109012006042001

c.  Pangkat/Gol : Penata Muda Tk.1/IIIb d.  Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten Ahli

e.  Pengalaman penelitian : 8 tahun

Biaya Penelitian : Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) Mengetahui,

Ketua PS.Kesehatan Masyarakat

dr. I Made Ady Wirawan, MPH,PhD NIP. 197608182003122003

(3)

RINGKASAN

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif serta mampu meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan kesehatan yang bersifat universal. Untuk menindaklanjutinya, pemerintah kemudian membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkumham, 2004).

Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan paket dan manfaat pelayanan kesehatan yang lebih, BPJS Kesehatan melakukan koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) dengan asuransi komersial lainnya. Namun hal ini bukan berarti bahwa pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan BPJS Kesehatan tidak lengkap, tetapi hanya untuk mendapatkan manfaat lebih berupa kenyamanan yang dapat diperoleh peserta dari asuransi tambahan komersial. Asuransi tambahan komersial ini bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum lainnya. Dengan demikian diharapkan dapat mempercepat pencapaian cakupan semesta dan meningkatkan kepuasan peserta terhadap paket dan manfaat pelayanan jaminan kesehatan sesuai dengan yang mereka inginkan. Namun, masih terdapat beberapa perusahaan asuransi yang belum melakukan koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan dan keinginan perusahaan asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal coverage) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 45 perusahaan asuransi swasta yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan dan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada 7 perusahaan asuransi swasta yang dipilih secara purposive sampling.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi Waca, karena hanya atas berkat rahmat-Nya penelitian yang berjudul “Peran serta perusahaan asuransi kesehatan swasta dalam pencapaian cakupan semesta di era Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar.”. dapat terselenggara sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan ini terlaksana berkat bantuan dan peran serta berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.  Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telah mendanai pelaksanaan kegiatan penelitian yang kami laksanakan.

2.  Ketua PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana yang telah menyetujui pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang kami rencanakan.

3.  Semua responden yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

4.  Teman-teman sejawat staf dosen dan mahasiswa di PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana atas bantuan dan partisipasinya selama penelitian berlangsung.

Dan akhirnya dengan kerendahan hati, kami menyajikan laporan ini semoga laporan singkat ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Denpasar, Desember 2015

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I.  PENDAHULUAN ... 6

Latar Belakang ... 6

Perumusan Masalah ... 8

II.  TINJAUAN PUSTAKA ... 10

III.  TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 14

Tujuan Penelitian ... 14

Manfaat Penelitian ... 14

IV.  METODE PENELITIAN... 15

V.  HASIL DAN PEMBAHASAN...20

VI.  RENCANA TAHAP SELANJUTNYA ... 35

VII. KESIMPULAN DAN SARAN...36

DAFTAR PUSTAKA

(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif serta mampu meningkatkan taraf hidupnya. Dimana kesehatan masyarakat juga sangat menentukan pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan kesehatan yang bersifat universal. Untuk menindaklanjutinya, pemerintah pun kemudian membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkumham, 2004).

Sebagai bentuk peningkatan layanan bagi masyarakat, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuka ruang seluasnya bagi peserta untuk mendapatkan manfaat lebih (khususnya dalam hal manfaat non medis) melalui skema koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB) dengan perusahaan asuransi swasta. Prinsip CoB BPJS Kesehatan ini adalah koordinasi manfaat yang diberlakukan bila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau Badan Penjamin lainnya yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Berdasarkan data PPJK Depkes RI 2011-2012 menyatakan bahwa persentase penduduk Indonesia yang belum memiliki jaminan kesehatan berjumlah 35.21% sedangkan penduduk Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan asuransi swasta adalah 2.48% dan yang menggunakan jaminan perusahaan sebesar 6.51% (Jamsosindonesia, 2015). Dari data diatas dapat dilihat bahwa asuransi swasta juga memiliki peranan yang penting dalam tercapainya cakupan semesta. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang saling bersinergi antara asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan, agar tercapainya cakupan semesta di era JKN ini.

(7)

asuransi kesehatan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam memberikan manfaat untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan program asuransi kesehatan tambahan. BPJS Kesehatan nantinya akan menjamin biaya sesuai tarif yang berlaku pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sedangkan selisihnya akan menjadi tanggung jawab Asuransi Tambahan sesuai dengan polis yang diperjanjikan pada pemegang polis.

Namun hal ini bukan berarti bahwa pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan BPJS Kesehatan tidak lengkap, tetapi hanya untuk mendapatkan manfaat lebih berupa kenyamanan yang dapat diperoleh peserta dari asuransi tambahan komersial. Mengingat masih adanya beberapa paket manfaat pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung dalam JKN oleh BPJS Kesehatan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya out of pocket pelayanan kesehatan yang memang dibutuhkan. Asuransi tambahan komersial ini bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum lainnya. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, bahwa sudah terdapat 49 perusahaan asuransi swasta yang sudah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2015). Namun, masih terdapat beberapa perusahaan asuransi yang belum melakukan koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui keterlibatan dan keinginan perusahaan asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal coverage) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kota Denpasar, mengingat banyaknya

perusahaan asuransi swasta di Kota Denpasar dan jumlah penduduk yang padat sehingga menjadi peluang bagi perusahaan asuransi swasta untuk mendapatkan peserta yang lebih banyak.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di negara Indonesia dengan mayoritas warga bekerja di sektor informal dan formal, dengan realitas keberadaan sejumlah perusahaan asuransi sosial dan swasta yang telah beroperasi puluhan tahun lamanya, disarankan agar cakupan universal pelayanan kesehatan ditempuh dengan sistem pelayanan kesehatan ganda (dual health care system).

Sistem pembiayaan ganda terdiri atas dua komponen yang berjalan paralel, yaitu pembiayaan kesehatan untuk sektor formal dan sektor informal. Sistem ganda telah diterapkan pada kebijakan cakupan universal di Thailand sejak 2001 dan telah berhasil mencapai tujuan pembiayaan pelayanan kesehatan yang adil, dengan mencegah pengeluaran kesehatan katastrofik dan pemiskinan karena pembayaran pelayanan kesehatan secara ‘out-of-pocket’ (Sreshthaputra dan Indaratna, 2001; Somkotra dan Lagrada, 2008).

Dalam mengimplementasikan UU SJSN No.4/ 2004 dengan sistem pembiayaan ganda, metode untuk sektor formal tetap berjalan seperti selama ini, yaitu melalui skema Askes, Jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta. Hanya saja cakupan penerima manfaat asuransi perlu diperluas meliputi semua anggota keluarga, tidak hanya pekerja yang bersangkutan. Pemerintah perlu melakukan regulasi tentang besarnya premi dan regulasi tentang penyediaan pelayanan kesehatan.

Untuk efisiensi administrasi perlu dilakukan pembatasan jumlah perusahaan asuransi. Tetapi perusahaan asuransi yang telah berpengalaman lama dan berkinerja baik dalam mengelola asuransi pada skala nasional tetap berfungsi sebagai pengelola asuransi kesehatan sosial, swasta, dan berjalan paralel dengan asuransi kesehatan nasional yang dikelola pemerintah. Pemerintah perlu memperkuat regulasi pada sisi pembiayaan maupun penyediaan pelayanan dalam sistem asuransi yang dijalankan, agar setiap warga benar-benar dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif, dan dibutuhkan, dengan biaya yang terjangkau.

(9)

tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggung.

Asuransi komersial adalah asuransi berbasis kepada kepersertaan sukarela dan biasanya dikelola oleh badan usaha swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan (profitable business). Pada asuransi komersial, pihak asuransi bertindak sebagai pedagang yang menawarkan dan menjual paket asuransi kepada masyarakat sebagai calon pembeli. Apabila paket yang ditawarkan sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat, maka paket tersebut akan dibeli dalam jumlah besar sehingga pihak penjual akan memperoleh laba yang besar pula. Namun sebaliknya, jika paket tersebut tidak diminati oleh masyarakat maka dengan sendirinya tidak akan laku dan nantinya akan menyebabkan kerugian bagi pihak asuransi. Tujuan utama dari penyelenggara asuransi komersial ini adalah untuk memenuhi permintaan perorangan yang berbeda-beda (Thabrany, 2009).

Berdasarkan data PPJK Depkes RI 2011-2012 menyatakan bahwa persentase penduduk Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan asuransi swasta adalah 2.48% dan yang menggunakan jaminan perusahaan sebesar 6.51% (Jamsosindonesia, 2015). Hampir sebagian besar perusahaan besar Indonesia menggunakan asuransi swasta dalam memberikan jaminan kepada para karyawan mereka. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa asuransi swasta juga berperan terhadap pencapaian cakupan semesta.

(10)
(11)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1.  Mengetahui persepsi perusahaan asuransi swasta yang belum mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar

2.  Mengetahui persepsi perusahaan asuransi swasta yang telah mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional

3.2 Manfaat Penelitian

3.2.1 Manfaat Praktis

1. Memberikan informasi mengenai persepsi perusahaan asuransi swasta mengenai program JKN

2. Sebagai bahan masukan bagi BPJS Kesehatan Cabang Denpasar untuk membuat program yang tepat sasaran dalam menjangkau perusahaan asuransi swasta di kota Denpasar sehingga bersedia melakukan kerjasama untuk mewujudkan cakupan semesta tahun 2019

3.2.2 Manfaat Teoritis

1.  Memperoleh pengalaman, keterampilan, dan meningkatkan kemampuan dalam hal mengkaji pelaksanaan program kesehatan, khususnya Program JKN

(12)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1  Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar dan pengumpulan data akan dilakukan selama 6 bulan.

4.2  Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Dilihat dari waktu penelitiannya, penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional yaitu data dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk menggambarkan keadaan dan kegiatan pada waktu tertentu.

4.3  Populasi dan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling. Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Rutu et all (2012) purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif ini, prinsip pengambilan sampel yang digunakan adalah prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Kesesuaian berarti informan dipilih yang berkaitan informan dengan topik penelitian. Sedangkan untuk kecukupan, data yang diperoleh dari informan dapat menggambarkan fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian dan informasi yang diperoleh memadai untuk mendukung analisis penelitian. Dalam hal ini peneliti akan memilih 7 responden yang merupakan seorang manager perusahaan asuransi swasta yang telah menjalin koordinasi manfaat (CoB) dengan BPJS Kesehatan.

4.4 Instrument Penelitian

(13)

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan dari laporan tentang daftar perusahan asuransi yang telah menjalin CoB dengan BPJS Kesehatan.

4.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua data dikumpulkan, maka selanjutnya ada 4 (empat) proses yang harus dilakukan yaitu: entering (memasukkan data dikomputer), tabulating (melakukan tabulasi), cleaning (melakukan pembersihan data), dan processing (melakukan analisis data). Pada analisa data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan teknik analisis tematik (thematic content analysis). Menurut Boyatzis dalam Poerwandari (2009) mendefinisikan analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, sehingga memungkinkan penerjemahan informasi kualitatif menjadi data kualitatif seperlu kebutuhan peneliti. Adapun tahapan dalam melakukan analisis tersebut adalah sebagai berikut :

1.  Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan studi kepustakaan/penelusuran dokumen.

2.  Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam, kemudian dibuatkan transkrip data yaitu dengan mencatat atau menuliskan kembali seluruh data yang diperoleh tanpa membuat kesimpulan.

3.  Hasil pencatatan dan penulisan kembali data yang telah diperoleh dari hasil wawancara tersebut, kemudian direduksi ke dalam matriks.

4.  Melakukan pemilahan data dengan mengelompokkan data dalam subtropik atau variabel yang diperlukan.

5.  Dilanjutkan dengan interpretasi data hasil penelitian.

(14)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Riwayat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui persepsi perusahaan asuransi kesehatan swasta khususnya di kota Denpasar mengenai program JKN. Perusahaan asuransi kesehatan swasta dalam penelitian ini adalah perusahaan asuransi yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Peneliti memilih lima perusahaan asuransi kesehatan swasta yang diperoleh dari literature review, yaitu dengan membandingkan data anggota perusahaan asuransi swasta yang terdaftar dalam AAJI dengan data perusahaan asuransi kesehatan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sehingga diketahui persusahaan asuransi yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Kemudian peneliti memilih lima perusahaan asuransi yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan teknik purposive sampling. Perusahaan asuransi tersebut adalah Bumiputera 1912, Commonwealth Life, Prudential Life Assurance, Sun Life Financial Indonesia, dan Zurich Topas Life. Sedangkan untuk perusahaan asuransi yang telah mengikuti program JKN adalah Ace Life, AXA Life,Bringin Jiwa sejahtera, Jiwasraya, dan Sequis Financial.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara dilakukan kepada pimpinan dan agen perusahan untuk mengetahui persepsi dari perusahaan asuransi kesehatan swasta mengenai program JKN. Responden dalam penelitian ini berjumlah 15 orang yang terdiri dari:

1.  Lima orang pimpinan perusahaan asuransi, yang terdiri dari masing – masing satu orang pimpinan perusahaan dari asuransi Bumiputera 1912, Commonwealth Life, Prudential Life Assurance, Sun Life Financial Indonesia, dan Zurich Topas Life.

(15)

Pengumpulan data dengan metode wawancara mendalama dilakukan dari tanggal 17 April 2015 sampai dengan 18 Mei 2015. Kegiatan wawancara berlangsung selama ± 30 menit, dimana kegiatan wawancara diawali dengan perkenalan kemudian peneliti memberikan penjelasan mengenai gambaran umum penelitian dengan memberikan kesempatan kepada responden untuk membaca lembar informasi wawancara dan menandatangani lembar persetujuan sebagai informan yang dilanjutkan dengan wawancara terkait peneltian. Untuk membantu peneliti dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat melakukan wawancara. Percakapan yang terjadi saat wawancara mendalam direkam dengan alat perekam. Wawancara bersifat fleksibel dimana peneliti mengajukan pertanyaan yang mengacu pada pedoman wawancara namun tetap menyesuaikan dengan jawaban yang diberikan oleh responden sehingga pertanyaan yang diajukan dapat bervariasi disesuikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara.

5.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.2.1 Persepsi Perusahaan Asuransi Kesehaan Swasta Yang Belum Memiliki

Coordination of Benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan

(16)

Berikut adalah kutipan wawancara dari pimpinan perusahaan terkait dengan adanya program COB:

“Justru itu yang diharapkan ya, coordination of benefit jadi ee BPJS dia mana yang dicover sama penjaminnya BPJS gitu kan sisanya coveran ketika gak cukup itu bisa diarahkan ke swasta punya kan gitu. Itu yang justru yang diharapkan yang kita harapkan memang seperti itu, koordinasinya.” (Informan P02)

“Ya sangat baguslah untuk program eee kerjasama itu, jadi bisa seandainya masyarakat sudah eee, ikut BPJS dan sudah memiliki polis asuransi sendiri di asuransi swasta manapun itu, jadikan bisa dia kalau kekurangan bisa mengklaim lagi ke perusahaan yang lainnya asalkan tidak mencari keuntungan di asuransi tersebut. Ya jadi e bagus sekali dengan adanya kerjasama itu saling menutupi, jadi masyarakat diuntungkan. Kita, pemerintah juga merasa gampang, dan swasta juga, bersinergi jadinya.” (Informan P05)

Namun ada salah satu pimpinan perusahaan asuransi menyatakan bahwa sebaiknya BPJS tidak perlu mengadakan COB dan harus menyempurnakan diri agar dapat menanggung semua kebutuhan kesehatan pesertanya. Hal tersebut dikarenakan untuk mempermudah proses klaim dan agar citra dari produk kesehatan asuransi swasta tidak dinilai negatif oleh masyarakat karena proses klaim yang lama dengan adanya COB ini. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Kalau menurut saya mungkin nanti kalau kedua – duanya ini kan sama – sama mengcover masalah kesehatan. Sebenarnya kedua – duanya ini kalau memang nanti BPJS itu kurang hal yang memang dicover, memang semestinya, kalau memang kita untuk secara keseluruhan BPJS harus menyempurnakan diri, harus apa yang tidak dicover harus bisa dicover disana, dengan satu claim dia udah bisa selesai. Kalau misalnya di sini sebagian claimya, di sini sebagian claimnyakan bisa aja bagi seorang manager sebuah perusahaan asuransi banyak bertele – telenya. Sehingga nanti takutnya, imbasnya itu kepada program kita yang sudah bagus ini dinilai negatif oleh masyarakat. Makanya dalam hal ini untuk penyempurnaannya satu klaim harus e satu manfaat BPJS itu mengcover untuk seluruhnya harusnya mestinya.” (Informan P01)

Sementara, beberapa agen asuransi ketika diwawancarai mengenai program COB dari BPJS Kesehatan menyatakan bahwa mereka belum mengetahui tentang program tersebut, namun ada beberapa agen juga yang telah mengetahui program COB tersebut. Berikut adalah kutipan wawancara agen – agen perusahaan aransi ketika ditanya mengenai program COB:

(17)

Kemudian ketika ditanya pendapat para agen mengenai adanya program COB ini para agen menyatakan bahwa mereka menerima dengan positif program COB ini karena nantinya peserta mendapatkan keuntungan yang lebih dengan adanya double claim, hal – hal yang tidak ditanggung oleh JKN dapat diklaim di asuransi kesehatan swasta. Salah satu agen juga menyatakan bahwa program COB dapat berjalan berdampingan dengan program asuransi kesehatan swasta. Hal tersebu tersirat pada kutipan wawancara berikut:

“Bagus kalo memang bisa di claim kedua-duanya. Bisa menjadi masukkanlah buat saya sekarang gitu ya. Jadi kalo ada nasabah yang kadang-kadang rata-rata punya 2 asuransilah. Soalnya di asuransi swasta juga kan gak semua penyakit bisa di cover kayak aneoplasti tercovernya cuma 10%, sedangkan nasabah saya kemarin keduanya punya, jadi dia menggunakan yang BPJS itu jadi bisa 100% tercover.” (Infoman A09)

“Ooo yaa ee bisa sih. Tapi kan ee yang kayak, kayak kayak yang tadi dibilang itu kan bisa berdampingan yang seperti itu yang, nike tak maksud gitu kan ee jadi seperti itu, jadi e ada di kita jadi kayak selisihnya ya yang itu bisa dikover dari…” (Informan A04)

5.2.2  Persepsi untuk Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui Skema COB

Pimpinan perusahaan asuransi yang diwawancarai terkait dengan apakah perusahaannya akan melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui skema COB menyatakan bahwa mereka memiliki niatan untuk itu. Sudah ada arah untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tetapi hal tersebut masih dalam tahapan koordinasi. Hal tersebut tersirat dalam kutipan wawancara berikut ini:

“Iya pastilah, apalagi itu memang program pemerintah dan pemerintah memang harus begitu ya saya setuju. Kalau memang itu program dari pemerintah dan memang bagus ya saya kira Zu***h pasti akan melakukan kerjasama.” (Informan P05)

“Yaa, pasti akan bergandengan tangan itu, sesegera mungkin harus terealisir antara pemerintah dan inikan perusahaan asing. Perusahaan asing yang bergerak di bidang jasa keuangan yang bertaraf internasional itu lo. Mestinya investnya juga kan tidak sedikit di Indonesia, harus bergandengan tangan, supaya demi pelayanan masyarakat Indoenesia. Karena sakit itu kan banyak sekali menghabiskan biaya masyarakatnya, kalau ada sudah bantuan dari pemerintah luar biasa, bergandengan tangan dengan kita pun juga nanti kan bagus jadinya hasilnya gitu lo.” (Informan P04)

(18)

Terkait dengan keputusan apakah perusahaan asuransi melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau tidak itu diputuskan oleh Kantor Pusat masing – masing perusahaan asuransi. Dimana belum terealisasinya kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan asuransi ini menurut pimpinan perusahaan dikarenakan masih adanya hal – hal yang harus dikoordinasikan dan disepakati antara perusahaan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan.

“Nah kami disini kan agency, pimpinan suatu kantor agency, jadi tetap yang mengambil keputusan, decision maker itu adalah manajemen kami di pusat. Karena disini hanya kantor untuk agency. Pelayanan untuk e marketingnya aja.” (Informan P05)

“Nah eee mengenai coordination benefit ini, itu kan perlu pembahasan yang panjang, yang tidak eee mudah seperti membalikkan telapak tangan kan? Karena di situ ada cost ada ini yang harus dihitung kan, itu ga ga bisa sembarangan gitu lo. Karena eee kita ada ga produk atau program yang kita punya yang bisa eee apa namanya di dikolaborasikan dengan BPJS, itu di situ, karena masing – masing perusahaan kan punya andalan ee program tersendiri ya, nah disini pemanfaatan program – program kita ada ga yang selaras yang sama ee dengan yang dibutuhkan disana kan seperti itu.” (Informan P02)

“Itu kan mungkin masalah koordinasi ataupun komunikasi aja, ya kalau memang itu kan ada bidang – bidang tertentu biar ga salah saya info, ada bidang – bidang tertentu yang mengurus dan menangani masalah itu gitu. Ya untuk masalah itu tempatnya memang ke pusat.” (Informan P05)

Selain itu, salah satu pimpinan perusahaan juga menyatakan belum adanya kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan asuransinya disebabkan oleh keadaan internal dari perusahaan tersebut yang masih melakukan perbaikan – perbaiakan dan perubahan di dalam perusahaan asuransi tersebut seperti kutipan wawancara berikut:

“Kalau sampai dengan saat ini, karena terus terang Bum******a ini kan, boleh dikatakan kalau tahun – tahun kemarin itu dia ada pada posisi sangat, sangat sangat mengkhawatirkan, karena penilaian daripada otoritas jasa keuangan, iya OJK sendiri menilai Bum******a sendiri itu kondisinya dalam keadaan yang tidak sehat. Itu kira – kira empat tahun terakhir, empat tahun terakhir. Bum******a itu sedang berbenah untuk membangun jalur distribusi yang terbaru. Jadi untuk mengamankan yang di dalam dulu e e dengan dana – dana yang diterima di unit link.” (Informan P01)

(19)

“Kalau menurut saya, seperti tadi, e ga usa ada kerjasama seperti itu, kita fokus pada bidang kita masing – masing kalau menurut saya. Tetapi jika masyarakat itu sendiri sudah tercover BPJS, dalam hal ini saya tidak ingin hanya sekedar mendapatkan untung tapi mengabaikan kepentingan daripada customer itu sendiri, karena saya sampai dengan saat ini, e sejujur jujurnya belum tau kalau seandainya di cover oleh dua perusahaan pemerintah satu dengan BPJS ini bagaimana dampaknya nanti. Maka untuk menghindari kesulitan daripada customer sendiri, saya biasanya ga jual itu kesehatan, saya paling jual asuransi kecelakaan dirinya, gitu lo. Makanya kalo menurut saya, e sebuah perusahaan itu mesti fokus pada bidangnya sendiri – sendiri. Kalau memang BPJS ya biarkan BPJS, ndak usah kita berkolaborasi lagi.” (Informan P01) 

5.2.3 Persepsi Perusahaan Asuransi Kesehaan Swasta Yang Telah Memiliki Coordination

of Benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan

A.  Cakupan Semesta atau Universal Health Coverage

Responden menyatakan bahwa cakupan semesta atau universal health coverage (UHC) merupakan jaminan kesehatan yang diberikan oleh suatu negara kepada seluruh warga negaranya. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“…cakupan semesta itu berarti seluruh warga negara dari suatu populasi negara itu sudah mendapat penjaminan dari negara. …dalam hal ini kan pemerintah Republik Indonesia dalam amanat undang – undang dasar. Kemudian ini diterjemahkan lagi dengan undang – undang yang lain yang mendukung, eee jadinya negara juga menjamin kehidupan sosial dalam arti ini khususnya itu kesehatan.” (Informan R3)

Namun, sebagian besar responden masih tidak mengetahui dan belum pernah mendengar tentang cakupan semesta atau universal health coverage, seperti yang disampaikan dalam kutipan wawancara berikut:

“Ga tau.” (Informan R6)

“Belum pernah mendengar.” (Informan R5)

Menurut definisi dari WHO (2014), UHC merupakan suatu keadaan yang bertujuan agar semua orang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan tanpa harus mengalami kesulitan dalam membayar biaya pelayanan kesehatan tersebut.

(20)

dan mengajak seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kemudian diperlukan juga sosialisasi yang matang dari pemerintah kepada masyarakat, dan perusahaan – perusahaan untuk segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Perbaikan dan penambahan infrastruktur dan fasilitas pelayanan kesehatan juga perlu dilakukan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan responden:

“Memang salah satunya sih BPJS itu sendiri. Kedua, cara menyaringnya…, bagaimana memang semua masyarakat itu semua dia masuk BPJS. Jadi kita menggunakan aparat desa yang ada, yang tingkat paling bawah.” (Informan R2)

“…perlu juga sosialisasi yang matang. Entah dia nanti kepada pesertanya, atau mungkin kepada instansi, karena sampai saat ini saya juga mendengar masih ada banyak instansi yang sepertinya masih ragu – ragu, terutama dari segi layanannya, kemudian apa kepesertaannya sendiri seperti apa.” (Informan R3)

“Ya kalo pemerintah menurut saya juga lebih gencar lagi untuk menambah jaringan pelayannya karena dengan jaringan pelayanan yang ada seperti saat ini sepertinya bisa jadi overload. Karena ee jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak kemudian belum berimbang dengan eee infrastruktur yang tersedia apalagi yang di daerah – daerah terpencil” (Informan R3)

Kondisi perusahaan asuransi swasta setelah adanya program JKN berdasarkan pernyataan dari responden cukup beragam. Sebagian besar responden menyatakan bahwa adanya program JKN ini merupakan hal yang sangat positif karena telah membantu untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya asuransi kesehatan. Terbukti berdasarkan data dari BPJS Kesehatan (2015b) jumlah peserta JKN per tanggal 30 Oktober 2015 adalah 153.721.329 orang dari 238,5 juta penduduk Indonesia per tahun 2010 (BPS, 2013), dimana masyarakat telah meyadari akan pentingnya asuarnsi / jaminan kesehatan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Justru BPJS ini mengedukasi masyarakat, ya jadi pemerintah saja mewajibkan orang menjadi peserta BPJS, …sehingga ini masyarakat semakin sadar bahwa kesehatan, asuransi kesehatan khususnya sangat dibutuhkan dan bagi kami sendiri, tentu ga masalah dengan penyadaran seperti itu.” (Informan R4)

(21)

“Kalo kita sebagai asuransi swasta ga masalah sih, karena kita beda pasar. …kelasnya nasabah nike kebetulan menengah ke atas untuk asuransi kesehatan.” (Informan R1)

“…segmennya nanti akan berbeda, ya jadi selain mungkin juga nanti bisa melengkapi, asuransi itukan gak harus dari satu tempat, mungkin dari satu tempat yang nanti belum dicover di satu tempat bisa dicover, ditempat kita, karena belum tentu satu asuransi bisa melindungi semuanya. Saya pikir positif ga ada masalah.” (Informan R4)

“Kalo saya pribadi sangat bagus. Dulu orang tidak kenal yang namanya asuransi, sekarang minimal dia udah tau. Nah dengan demikian kita ada program yang bisa adopsi dari BPJS itu sendiri.” (Informan R2)

Akan tetapi, tidak semua responden beranggapan demikian, salah seorang responden menyatakan bahwa bagi perusahaan asuransi yang memang bergerak atau fokus di bidang kesehatan, ada kecenderungan bahwa pangsa pasar asuransi kesehatan swasta akan berkurang. Hal ini berdasarkan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013, pemberi kerja pada BUMN, usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil harus sudah mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2015, pemberi kerja pada usaha mikro mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2016 dan pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja paling lambat tanggal 1 Januari 2019, dengan target seluruh penduduk Indonesia telah mejadi peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Dimana kepesertaan JKN bersifat wajib dan mandatory sehingga seluruh masyarakat nantinya akan menjadi peserta BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta nantinya tidak akan diminati. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Tetapi untuk asuransi yang bergerak di kesehatan, seperti kami, ini eee ada kecenderungan seolah – olah eee pangsa pasar kami sudah cukup banyak tergerus masuk ke BPJS, ee dalam hal ini BPJS Kesehatan, sementara kami sendiri juga akan bersaing dengan mereka.” (Informan R3)

(22)

“Paling ya dalam bentuk kerjasama aja. Jadi ya mereka harus jalannya seiringan. Tidak tumpang tindih.” (Informan R1)

“eee, ya supportnya ya apa ya kalo saya bilang tanpa support perusahaan swasta - asuransi swasta pun sudah berjalan dengan sendirinya kalo saya ngeliatnya seperti itu. Jadi kita supportnya apa ya, suportnya bantu sosialiasi itu.” (Informan R6)

B.  Coordination of Benefit (CoB)

Berdasarkan pertanyaan dari respoden, ada beragam hal yang melatar belakangi perusahaan asuransi swasta bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah untuk mempermudah proses claim. Salah seorang responden beralasan terkadang ada fasilitas pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang tidak bersedia memberikan surat keterangan rawat inap di rumah sakit, sehingga ketika perusahaan asuransinya telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka surat tersebut akan lebih mudah didapatkan. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap proses pelayanan atau claim yang cepat sehingga terjadi peningkatan kepuasan pelanggan. Dengan tidak dikeluarkannya surat tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Ketidakpuasan pasien dapat mempengaruhi tingkat kesetiaan pasien terhadap rumah sakit tersebut dan cenderung akan mencari fasilitas kehehatan lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eryanto (2011), yaitu terdapat hubungan yang positif antara mutu pelayanan rumah sakit dengan kesetiaan pasien dimana meningkat atau menurunnya satu unit mutu pelayanan akan diikuti kenaikan atau penurunan kesetian pasien sebesar 56%. Berikut ini adalah kutipan wawancara terkait:

“Pada dasarnya disini adalah masalah claim. Dengan kita bekerjasama, kalo BPJS sudah berani bayar, dengan surat dari BPJS saja, kita sudah siap bayar kok. Karena kadang – kadangkan data, dari rumah sakitnya itu kan eee tidak semua bisa dikasi ke kita.” (Informan R2)

(23)

(2007) adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan pelayanan serta meliputi ketentuan kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilitasi berkurang, unit layanan harus memenuhi standar dan adanya program peningkatan mutu layanan. Berikut kutipan wawancaranya:

“Pertama dari segi sejarahnya si ya, dari beridirinya kami itu kami sudah di lahirkan oleh ibu yang sama yaitu PT xxx. Kemudian mekanisme yang dilakukan untuk melayani di BPJS yaitu sistem manage care itu bisa disebut sebagai tulang punggungnya xxxx (perusahaan asuransi kami).” (Informan R3)

Kemudian, beberapa responden menyatakan bahwa latar belakang adanya kerjasama CoB antara perusahaan asuransi mereka dengan BPJS Kesehatan adalah untuk dapat memberikan jaminan kepada peserta BPJS Kesehatan yang menginginkan manfaat lebih dari jaminan / asuransi kesehatan dapat menggunakan asuransi kesehatan tambahan dari perusahaan asuransi swasta. Peserta CoB akan mendapatkan jaminan kesehatan sesuai haknya sebagai peserta BPJS Kesehatan, dan kelebihannya dapat ditanggung oleh asuransi swasta. Kemudian peserta CoB juga dapat menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi telah bekerjasama dengan asuransi swasta tambahan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014). Berikut kutipan wawancaranya:

“Karena xxxx juga punya produk yang sama seperti, produk asuransi kesehatan sendiri yang basenya rawat inap dan juga ada rawat jalan kan, nah sinkron dengan ini. Itu kalo kadang – kadang kita ga CoB dengan asurani dengan apa BPJS ini, maka si masyarakat yang sudah kadung punya yang ingin mendapatkan fasilitas lebih gitu ya, tidak bisa ngover kesitu makanya kita perlu CoB.” (Informan R6)

Responden menyatakan bahwa manfaat yang diperoleh dengan adanya kerjasama CoB antara perusahaan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi peserta dan perusahaan asuransi. Untuk peserta, mereka bisa mendapatkan double claim yaitu hal – hal yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi swasta. Kemudian jika melihat dari sisi perusahaan asuransi swasta, salah seorang responden menyatakan tidak ada manfaatnya.

(24)

Tetapi sebagian besar responden menyatakan bahwa dengan adanya CoB ini, maka akan mempermudah claim sehingga mempermudah pelayanan yang akan meningkatkan kepercayaan peserta. Kerjasama ini juga dapat menambah jumlah peserta di perusahaan asuransi swasta karena secara otomatis, perusahaan asuransi yang menginginkan manfaat lebih dari yang diberikan oleh BPJS Kesehatan karena mereka wajib mengikuti BPJS Kesehatan akan mencari perusahaan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS sehingga mereka dapat menikmati pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krishna D Rao, Varduhi Petrosyan, Edson Correia Araujo & Diane McIntyre mengenai perkembangan UHC di negara Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan pada tahun 2013. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan permintaan terhadap asuransi kesehatan swasta di Brasil dan Rusia walaupun negara tersebut telah memiliki jaminan kesehatan sosial. Hal ini dikarenakan oleh meningkatnya kemakmuran masyarakat di negara tersebut dan adanya anggapan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan melalui asuransi kesehatan sosial masih rendah. Kemudian perusahaan asuransi tidak akan terlalu terbebani dengan biaya pelayanan kesehatan peserta CoB karena biaya pelayanan dibagi antara BPJS Kesehatan dengan perusuhaan asuransi kesehatan swasta. Berikut adalah kutipan wawanracanya:

“Mempermudah claimnya, jadi pelayanan kita jauh lebih mudah juga, berarti kepercayaannya itu eeee lebih tinggi.” (Informan R2)

“Menambah kepesertaan kami. Biaya pelayanan kesehatan bisa dishare, bisa dibagikan antara BPJS Kesehatan dengan kami sehingga itu nanti ada beban biaya pelayanan kesehatan yang bisa diserap oleh BPJS dan ada yang diserap oleh kami asuransi swasta. Jadi untuk beban biaya pelayanan kesehatan tidak full dibebankan kepada asuransi swasta juga tidak dibebankan full kepada eee BPJS Kesehatan.” (Informan R3)

“Jadi bisa melengkapi apa yang tidak dipunyai BPJS kita bisa ngelengkapi, dan itu selling pointnya, dan kita terbantu dari sisi sosialisasi ya, anggap kaya promosi. Karena dengan diwajibkannya punya, perusahaan punya BPJS, mau nggak mau kalo dia pingin mendapatkan katakanlah quality gitu ya, dia akan ngelirik, ooo sudah saatnya saya punya selain BPJS, punya perusahaan asuransi lain.” (Informan R6)

(25)

Kesehatan termasuk seluruh karyawan dan staff di perusahaan – perusahaan, maka mereka yang menginginkan manfaat pelayanan kesehatan yang lebih akan mencari asuransi kesehatan tambahan ke perusahaan asuransi swasta. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Oh iya banyak. Eee mungkin dari perusahaan sendiri mempunyai budget lebih jadi dia eee kalo di BPJS kelasnya kelas 1 nah mungkin VIP, dia punya budget lebih dia naikkan ke VIP, seperti itu.” (Informan R5)

“Hmm, so far saya ga tau signifikan apa nggak nya ya, tapi ya terjadi ada. Karena awareness nya orang kan mulai terbangun. Ada sih data cuma ga disini, di pusat di Jakarta gitu” (Informan R6)

Dalam mempromosikan produk kesehatannya, perusahaan asuransi swasta berdasarkan hasil wawancara dengan responden, menyatakan bahwa mereka menjelaskan kepada calon peserta bahwa perusahaan asuransi mereka telah memiliki kerjasama CoB dengan BPJS Kesehatan, hal ini merupakan salah satu nilai jual yang dimiliki perusahaan asuransi swasta dalam menawarkan produknya terutama produk asuransi kesehatan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Dalam promosi asuransi kesehatan kami ini, kami juga jelaskan bahwa sudah ada coordination of benefit, koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan. karena memang tujuan dari beberapa peserta yang saat ini belum bergabung dengan kami itu pasti bertanya saya sudah punya BPJS apakah bisa digabungkan? Ya jadi kami juga ikut mempromosikan bahwa kami bisa, kami punya kerjasama juga dengan BPJS nah tinggal nanti mengikuti mekanismenya yang dikeluarkan oleh BPJS” (Informan R3)

“Tentu, tentu saja. Karena itu juga menjadi nilai tambah buat kami ya, bahwa kita telah bekerjasama dengan eee pemerintah, apabila sebuah perusahaan sudah bekerjasama dengan pemerintah kan artinya akan memiliki nilai jual.” (Informan R4)

(26)

swasta tidak dapat berjalan dengan maksimal yang dapat menyebabkan beban atau biaya pelayan kesehatan peserta CoB akan sepenuhnya menjadi tanggungan dari perusahaan asuransi swasta. Berikut adalah kutipan wawancara terkait dengan hal tersebut:

“Enggaklah. Eee gini lo, kalo untuk kerjasama sama xxxx, itu sih ga pernah ada masalah, karena mereka pun sudah tau, dari nasabah kalo misalnya dia kurang dia minta surat apa. Cooperative, nggih.” (Informan R1)

“Kalo hambatan sama tantangan sih belum ada ya.” (Informan R5)

“Kadang bagi kami sendiri mmm untuk menjelaskan atau mensosialisasikan alur dari BPJS ataupun alur dari kami, …untuk menjelaskan itu kepada peserta, provider, eh provider kesehatan kami, ke rumah sakit, ke klinik, ke dokter keluarga itu rupanya masih ada yang belum dipahami dengan 100% dengan optimal.” (Informan R3)

“Tapi untuk hambatan dari luar memang sih adanya dari peserta – peserta itu yang sudah membeli premi CoB kepada kami, …tapi mereka sepertinya ee lebih lebih cenderung menggunakan prosedurnya kami. …dengan kondisi seperti itu, koordinasi manfaat antara xxxx dengan BPJS belum berjalan sempurna. …efeknya kedepannya nanti biaya – biaya pelayanan pasti akan menjadi bebannya kami.” (Informan R3)

Untuk mengatasi hambatan atau tantangan tersebut, responden menyatakan bahwa setiap perusahaan memiliki strategi dan trik masing – masing. Salah satunya perusahaan asuransi dapat membuat produk asuransi kesehatan baru yang bisa bersinergis dengan BPJS Kesehatan. Sosialasi juga dilakukan baik kepada peserta, penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit, dokter, Puskesmas, seperti kutipan wawancara berikut ini:

“Tapi untuk mengatasi hambatan tantangan ini, saya rasa masing – masing perusahaan punya trik sendiri ataupun dia menciptakan produk baru yang bisa lebih sinergis.” (Informan R3)

“Sosialisasi atau bimbingan itu pasti. Hanya saja kan ee tetep mungkin dari kami ada kurangnya, karena dari sekian banyak itu, sekian banyak rumah sakit atau sekian banyak dokter keluarga, Puskesmas mungkin ada yang yah bisa dibilang human error kami ga bisa salahkan juga ya. Tapi yang pasti dari kamipun juga ada untuk yang namanya penyuluhan, sosialisasi, pendekatan secara personal itu pasti ada.” (Informan R3)

(27)

ketersediaan obat perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar tidak terjadi keluhan mengenai masalah ketersediaan obat. Birokrasi antara BPJS Kesehatan dengan penyedia pelayanan kesehatan juga perlu diperjelas sehingga peserta dan penyedia layanan kesehatannya sendiri benar – benar mengerti dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dalam mencari pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“…yang penting aturannya jangan sering berubah – ubah. Kemudian masalah infrastruktur bukan bangunan fisik ya, jadi misalnya kaya penyedian obat atau segala macem itu tolong diclearkan dulu, karena sebagian besar kendala dengan BPJS itu kan salah satunya di obat.” (Informan R3)

“Eee, mungkin kalo sarannya sih birokrasinya di eee providernya sendiri ya karena mungkin dari apa yang diinfokan BPJS terkadang pesertanya ini kurang memahami atau lebih banyak ke peserta dan provider itu aja sih.” (Informan R5)

C.  Temuan Baru

Setelah melakukan wawancara kepada beberapa responden, peneliti menemukan bahwa peserta perusahaan asuransi swasta yang juga telah menjadi peserta BPJS Kesehatan ataupun menjadi peserta CoB antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta lebih cenderung untuk menggunakan prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi swasta untuk mendapatakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Menurut pendapat beberapa responden, hal ini dapat disebabkan oleh pemahaman peserta yang masih kurang menganai prosedur pelayanan kesehatan atau ketidakpedulian dan adanya rasa tidak mau tahu peserta tentang prosedur pelayanan BPJS yang dianggap terlalu berbelit – belit dan membutuhkan waktu yang lama. Peserta merasa lebih nyaman menggunakan prosedur dari asuransi swasta karena perusahaan asuransi swasta tidak menerapkan sistem rujukan berjenjang dan tidak adanya batasan jenis – jenis penyakit yang bisa di tangani di pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua atau lanjutan. Berikut adalah kutipan wawancara terkait dengan hal tersebut:

“Kembali lagi ke masalah kenyamanan atau ee ketidakpahaman peserta, tapi bisa juga ketidakmautahuan dari peserta. Meraka bisa dibilang mungkin ada yang sudah tau yang namanya alur BPJS, …tapi mereka yang namanya mau cari gampangnya, yang ee yang keinginannya segera dilayani, mereka inginnya instant, jadi mereka tinggal sudah pake aturan xxxx saja yang lebih simple.” (Informan R3)

(28)

sehingga mereka merasa lebih simple, lebih nyaman dengan asuransi swasta.” (Informan R3)

“Tapi penggunaannya lebih cenderung dia ke yang private, karena mereka kan juga bayar, sayang aja kan, gitu. Dan ee apa ya, untuk pelayanan kan lebih, qualitynya kan lebih, langsung dilayani, cepet ga pake rujukan, lebih banyak disitu.” (Informan R6)

Berdasarkan hasil wawancara, responden juga menyatakan bahwa responden tidak mengetahui bagaimana proses kerjasama serta persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk kerjasama CoB antara perusahaan asuransinya dengan BPJS Kesehatan. Karena untuk urusan kerjasama dengan pihak luar seperti BPJS Kesehatan baik dalam bentuk CoB atau lainnya dilakukan dan diputuskan oleh kantor pusat perusahaan asuransi di Jakarta. Kantor agency perusahaan asuransi di daerah seperti di Kota Denpasar hanya menjalankan program yang telah ditetapkan oleh kantro pusat. Wewenang yang dimiliki kantor pusat untuk mengambil keputusan untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa pemusatan atau centralization berkaitan dengan penyebaran daya (power) dan wewenang (authority) pada perusahaan asuransi kesehata swasta tersebut ada pada kedudukan tinggi dalam organisasi yang menjadikan perusahaan tersebut sebagai centralized organizations (Munandar, 2004). Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Mohon maaf sebelumnya saya nggak bisa jawab lebih jauh. Karena memang yang mengurus masalah kerjasama dengan BPJS itu di kantor pusat kami di Jakarta, karena kami kan menerima informasi bahwa ini sudah kerjasama Cob dengan BPJS itu aja sih.” (Informan R3)

(29)

perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan pemerintah. Berikut adalah kutipan Masih sifatnya corporate. Karena BPJS kan mengharuskan setiap perusahaan untuk punya itu gitu lo.” (Infroman R6)

Kemudian untuk proses pengajuan peserta CoB oleh perusahaan – perusahaan tidak bisa dilakukan di kantor agency daerah perusahaan asuransi swasta. Hal – hal yang terkait dengan kerjasama CoB antara BPJS dan perusahaan asuransi swasta diurus oleh kantor pusat perusahaan asuransi di Jakarta. Responden menyatakan bahwa untuk pengajuan peserta CoB oleh perusahaan harus diajukan ke kantor pusat di Jakarta karena kantor agency asuransi swasta daerah tidak memiliki aktuaris yang bertugas untuk merumuskan jumlah premi yang harus dibayarkan oleh perusahaan yang ingin menjadi peserta CoB. Hal tersebut disampaikan dalam kutipan wawancara berikut:

“Khusus untuk yang corporate itu semua Jakarta. Bahkan even kalo kita mau mau sosialisasi ada nasabah pingin disini ya semuanya proposal, segala macam dari Jakarta. Karena kalo asuransi kesehatan group itu, …ada sisi lain yang perlu kaya penawaran rate kan gitu ya, karena kan sifatnya kalo kumpulan itu kan subsidi silang. Uniknya kan ini harus disatukan dalam bentuk satu premi kan ya, premi kumpulan, merumuskan itu kan perlu ada aktuaris, nah aktuarisnya belum ada di Denpasar semua masih Jakarta.” (Informan R6)

“Ok, eee jadi yang kita minta adalah ok keinginan nasabah kaya apa? Nah sementara agent – agentnya yang disini ya bersertifikat kan gitu ya disertifikasi langsung juga dari Jakarta, cuma dia sebagai door opener aja, mengenalkan saja setelah itu dia adalah data collect gitu kan ya data yang diperlukan tadi diajukan ke Jakarta, Jakarta bikin proposal nah nanti sosialiasi proposal itu bisa lewat agent itu atau orang dari jakartanya kesini, per telpon juga bisa, kalo diperlukan hadir dia akan hadir” (Informan R6)

(30)

responden telah menjalin kerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan responden:

“Saya tidak tahu. Setau saya semua informasi yang terkait dengan hal – hal seperti itu biasanya di emailkan, tapi setau saya saya ga pernah liat deh. Mungkin saya katakan mungkin belum diinfokan.” (Informan R7)

Namun, menurut pernyataan responden, banyak peserta asuransi kesehatan di perusahaannya yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan mengajukan excess claim BPJS Kesehatan ke perusahaan asuransinya. Berdasarkan informasi dari responden, pengajuan excess claim memang dapat dilakukan tanpa adanya kerjasama resmi atau secara tertulis dengan BPJS Kesehatan asalkan peserta yang mengajukan excess claim dapat memenuhi seluruh persyaratan administrasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi swasta. Hal ini disampaikan dalam kutipan wawancara berikut:

“Ada, cukup banyak ternyata.” (Informan R7)

“Eee karena mungkin dalam hal prakteknya sendiri di lapangan, memang kalau mengenai excess claim itu bisa, bisa bisa dilakukan gitu loh mbak walaupun maaf ini dalam tanda kutip eee tidak ada kerjasama lah misalnya secara BPJS atau CoB tadi, tetep bisa dilakukan gitu loh. Yang penting syarat – syaratnya sudah terpenuhi.” (Informan R7)

D.  Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:

1.  Terbatasnya jumlah perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan di Kota Denpasar jika dibandingkan dengan daftar perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.

2.  Beberapa perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan ternyata kantor perwakilannya (kantor agency) di daerah Denpasar tidak menangani langsung masalah kerjasama tersebut.

(31)

 

No. Perusahaan Asuransi Keterangan

1. InHealth Indonesia Bersedia menjadi responden

2. Bringin Life Bersedia menjadi responden untuk uji validasi kuisioner

3. AXA Financial Indonesia Bersedia menjadi responden 4. ACE Life Tidak bersedia menjadi responden

5. Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG (Renon)

Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan untuk bertemu dengan pimpinan atau agent

6. Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG (Gatot Subroto)

  Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan untuk bertemu dengan pimpinan yang sedang berada di luar kota dan tidak adanya informasi jelas kapan akan kembali ke Denpasar

  Staff juga menyatakan untuk kerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan diurus / ditangani oleh kantor pusat di Jakarta dan belum ada di Bali

7. Equity Life

  Tidak bersedia menjadi responden ‐  Staff juga menyatakan untuk kerjasama

melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan diurus / ditangani oleh kantor pusat di Jakarta dan belum ada di Bali 8. Allianz Life (Imam Bonjol) Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan

untuk bertemu dengan pimpinan atau agent 9. Allianz Life (Renon) Bersedia menjadi responden

10. Sequislife (Jl Raya Puputan

Renon) Tidak bersedia menjadi responden

(32)

Tresna Renon) untuk bertemu dengan pimpinan dan agent

12. Sequislife (Jl Merdeka Renon)

  Bersedia menjadi responden (pimpinan) tetapi tidak dapat bertemu dengan agent ‐  Belum / tidak mengetahui jika

perusahaannya bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan

13. Avrist Assurance

Tidak bisa menjadi responden karena untuk kantor agency di Denpasar tidak secara langsung

(33)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

Dari hasil wawancara mendalam dengan pimpinan dan agent perusahaan asuransi swasta, diketahui bahwa ada yang setuju untuk ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional namun ada juga yang tidak bersedia untuk bekerja sama dalam program Coordination of Benefit Jaminan Kesehatan Nasional karena menganggap bahwa BPJS Kesehatan dan Perusahaaan Asuransi Swasta telah memiliki pasar masing-masing.

hal yang perlu dilakukan untuk mencapai UHC di Indonesia adalah salah satunya dengan BPJS Kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah yang perlu diimbangi dengan strategi

menggunakan aparat desa.

Kondisi perusahaan asuransi swasta setelah adanya program JKN berdasarkan pernyataan dari responden cukup beragam. Sebagian besar responden menyatakan bahwa adanya program JKN ini merupakan hal yang sangat positif karena telah membantu untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya asuransi kesehatan. perusahaan asuransi swasta memiliki segmentasi pasar yang berbeda dengan JKN. Segmentasi pasar mereka adalah kelas menengah ke atas dan bagi yang telah memiliki BPJS tetapi menginginkan manfaat yang lebih dari BPJS dapat menggunakan produk asuransi kesehatan swasta

ada beragam hal yang melatar belakangi perusahaan asuransi swasta bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah untuk mempermudah proses claim. alasan perusahaannya melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan karena perusahaan asuransinya sebelumnya memiliki hubungan dengan PT. Askes yang sekarang telah berubah menjadi BPJS Kesehatan. kemudian adanya kesamaan sistem yang digunakan oleh perusahaan asuransi dan BPJS Kesehatan yaitu sistem managed care juga menjadi salah satu alasannya

Tetapi sebagian besar responden menyatakan bahwa dengan adanya CoB ini, maka akan

(34)

peserta. Kerjasama ini juga dapat menambah jumlah peserta di perusahaan asuransi swasta karena secara otomatis, perusahaan asuransi yang menginginkan manfaat lebih dari yang diberikan oleh BPJS Kesehatan karena mereka wajib mengikuti BPJS Kesehatan akan mencari perusahaan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS sehingga mereka dapat menikmati pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. adanya kerjasama CoB, responden mengakui adanya peningkatan jumlah peserta di perusahaan asuransi mereka, walaupun untuk data yang pasti dan akurat belum bisa didapatkan. Hal ini dikarenakan dengan adanya program JKN ini meningkatkan kesadaran masyrakat akan pentingnya asuransi kesehatan dan dengan diwajibkan seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan termasuk seluruh karyawan dan staff di perusahaan – perusahaan, maka mereka yang menginginkan manfaat pelayanan

kesehatan yang lebih akan mencari asuransi kesehatan tambahan ke perusahaan asuransi swasta Untuk hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh peresahaan asuransi swasta selama menjalani kerjasama CoB dengan BPJS Kesehatan, sebagian besar responden menyatakan bahwa tidak atau belum ada hambatan atau tantangan yang dirasakan. Namun salah seorang responden

menyatakan bahwa perusahaan asuransinya merasa bahwa sosialisasi yang diberikan kepada peserta, provider, pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan dokter keluarga belum sepenuhnya paham mengenai alur dalam pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan dan perusahaan asuransinya. 

6.2 Saran

BPJS Kesehatann agar lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai JKN sehingga cakupan semesta dapat tercapai pada tahun 2019.

 

(35)

           

DAFTAR PUSTAKA  

BPJS Kesehatan. (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan. (2015a). Daftar 51 Perusahaan Asuransi Swasta yang Bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan melalui Skema Coordination of Benefit. Bpjs-kesehatan.go.id, 27

Februari 2015. Diakses dari:

http://bpjs- kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2015/321/Daftar-51-Perusahaan-Asuransi- Swasta-yang-Bekerjasama-dengan-BPJS-Kesehatan-melalui-Skema-Coordination-of-Benefit (diakses pada 21 September 2015).

BPJS Kesehatan. (2015b). Jumlah Peserta. Diakses dari: http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/

(diakses pada 1 November 2015).

BPS Provinsi Bali. (2013a). Bali Dalam Angka 2013. Bali: BPS Provinsi Bali. Diakses dari:

http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=604003&od=4id=4 (diaskes pada 2 Februari 2015)

BPS. (2013b). Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010 – 2035. Jakarta.

Dao, Krishna D., Varduhi Petrosyan, Edson Correia Araujo & Diane McIntyre. (2014). Progress towards universal health coverage in BRICS: translating economic growth into better health. Bulletin of the World Health Organization Vol 92 2014:429-435.

Djuhaeni, Henni. (2007). Modul Belajar Mengajar – Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Bandung.

(36)

Kemenkumham. (1992). Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian. Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM

Kemenkumham. (2004). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM

Kemenkumham. (2013a). Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta : Kementrian Hukum dan HAM

Kemenkumham RI. (2013b). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Munandar, Ashar Sunyoto. (2004). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press.

Poerwandari. E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Somkotra T, Lagrada LP (2008). Payments for health care and its effect on catastrophe and impoverishment: experience from the transition to Universal Coverage in Thailand. Soc SciMed.;67(12):2027-35.

WHO. (2014). What is universal health coverage?. Diakses dari:

(37)

DOKUMENTASI 

Peneliti bersama dengan salah satu responden

Peneliti bersama dengan salah satu responden

(38)
(39)

 

 

 

(40)

Lampiran 1

Personalia Peneliti

 

1. Ketua Peneliti

a. Nama : Putu Ayu Indrayathi,SE,.MPH b. NIP/NIDN : 197703312005012002/0031037703 c. Golongan Pangkat : IIIb

d. Jabatan fungsional : Lektor

e. Jabatan Struktural :Ketua Bagian AKK

f. Fakultas/Program Studi :Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat g. Perguruan Tinggi :Universitas Udayana

h. Bidang Keahlian : Kesehatan masyarakat i. Waktu untuk penelitian : 12 Jam/minggu 2. Anggota Peneliti 1 

a. Nama : Rina Listyowati,SSiT,.MKes b. NIP/NIDN : 107105292008122001/0029057104 c. Golongan Pangkat : IIIb

d. Jabatan fungsional : Asisten ahli e. Jabatan Struktural :-

f. Fakultas/Program Studi :Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat g. Perguruan Tinggi :Universitas Udayana

h. Bidang Keahlian : Kesehatan masyarakat i. Waktu untuk penelitian : 7 Jam/minggu

(41)

 

Lampiran 2

Data Perusahaan Asuransi Kesehatan Anggota Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia

No. Nama Perusahaan Asuransi Keterangan

1 Ace Life Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

2 Adisarana Wanaartha Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

3 AIA Financial (D/H AIG Life) Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

4 Allianz Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

5 Aviva Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

6 Avrist Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

7 AXA Financial Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

8 AXA Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

9 AXA Mandiri Financial Service Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

10 Bakrie Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

11 BNI Life Insurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

(42)

13 Bumiputera 1912 Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

14 Central Asia Financial Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

15 Central Asia Raya Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

16 Cigna Tidak bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

17 CIMB Sun Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

18 Commonwealth Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

19 Equity Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

20 Financial Wiramitra Danadyaksa Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

21 Generali Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

22 Great Eastern Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

23 Hanwha Life Insurance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

24 Heksa Eka Life Insurance (HELI) Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

25 Indolife Pensiontama Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

26 Indosurya Sukses Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

27 InHealth Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

28 Jiwasraya Bekerjasama dengan BPJS

(43)

29 Kresna Life Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

30 Manulife Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

31 Maskapai Reasuransi Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

32 Mega Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

33 MNC Life Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

34 Panin Dai-Ichi Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

35 Pasaraya Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

36 Prudential Life Assurance Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

37 Reasuransi International Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

38 Reasuransi Nasional Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

39 Recapital Bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

40 Reliance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

41 Sequis Financial Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

42 Sequis Life Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

43 Sinarmas MSIG Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

(44)

45 Syariah Alamin Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

46 Syariah Amanahjiwa Giri Artha Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

47 Takaful Keluarga Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

48 Tokio Marine Life Insurance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

49 Tugu Mandiri Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

50 Tugu Reasuransi Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

(45)

Lampiran 3.

Data perusahaan asuransi kesehatan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

No. Nama Perusahaan Asuransi No. Nama Perusahaan Asuransi

1 PT Asuransi Jiwa InHealth

Indonesia 26 PT Bosowa Asuransi

2 PT Asuransi Sinar Mas 27 PT MNC Life Assurance 3 PT Asuransi Tugu Mandiri 28 PT Asuransi Aviva Indonesia 4 PT Asuransi Mitra Maparya Tbk 29 PT Asuransi Central Asia

5 PT Asuransi Axa Mandiri

Finansial Service 30

PT Asuransi Allianz Life Indonesia

6 PT Asuransi Axa Finansial

Indonesia 31 PT Asuransi Bintang Tbk

7 PT Lippo General Insurance Tbk 32 PT Tokio Marine Life Insurance Indonesia

8 PT Arthagraha General

Insurance 33 PT Asuransi Indrapura

9 PT Tugu Pratama Indonesia 34 PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)

10 PT Asuransi Bina Dana Arta

Tbk 35

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia

11 PT Asuransi Jiwa Sinar Mas

MSIG 36 PT Asuransi Bangun Askrida

12 PT Avrist Assurance 37 PT Asuransi Jiwa Sequis Financial

13 PT Asuransi Jiwa Sraya

(Persero) 38 PT Asuransi AXA Indonesia

14 PT Asuransi Jiwa Central Asia

Raya 39 PT BNI Life Insurance

Referensi

Dokumen terkait

Nama Paket Pekerjaan : Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Bandar Surabaya Tahun 20179. Unsur-Unsur Yang Dievaluasi : Dokumen Penawaran

Sertifikat hasil penghitungan suara yang disampaikan kepada saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu lapangan yang hadir memuat surat suara yang diterima, yang digunakan,

Menurut Niswati (2013) biochar dari sekam padi diketahui memiliki kandungan C-organik > 35% dan kandungan unsur hara makro seperti N, P, dan K yang cukup tinggi sehingga

membandingkan isi paragraf pada teks bacaan dan hasil prediksinya. Siswa terlihat antusias ketika hasil prediksi yang telah dibuat sesuai dengan isi teks bacaan. Siswa juga

Gambar 2 menunjukkan jumlah penderita yang mengalami penurunan skor, peningkatan skor dan jumlah penderita yang tidak mengalami perubahan skor pada variabel kualitas hidup

perkembangan di perairan alaminya. Sedangkan fekunditas di perairan rawa berkisar 3035.4 butir ±.. Indukan ikan gabus yang digunakan memerlukan waktu untuk beradaptasi di

Selama periode penelitian tahun 2011 sampai dengan 2015 skor kesehatan bank cenderung menurun yang dibuktikan dengan rata-rata tren sebesar negatif 0,88, dengan

Penelitian ini akan menguji efisiensi pasar modal bentuk setengah kuat di BEI (Event Study Pada Peristiwa Pengumuman Final Dividen Periode Tahun 2006-2007). Dengan