• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunung berapi. Beberapa ahli juga telah mendefinisikan aliran lahar dalam berbagai cara dan istilah sesuai dengan latar belakangnya dikarenakan sulitnya menggambarkan kompleksitas fenomena aliran lahar, diantaranya adalah Varnes (1978), Takahashi (1991), Vallance dan Scott (1997) serta Gori dan Burton (2003). Takahashi adalah salah satu ahli yang paling lengkap mengamati, meneliti, menganalisa serta membahas fenomena aliran lahar. Dia memulai penelitiannya dengan pengamatan lapangan sampai dengan menguraikan mekanisme aliran, proses kejadian, pengangkutan dan pengendapan aliran lahar. Dia menyatakan bahwa kecepatan aliran lahar dapat mencapai puluhan meter per detik, menempuh jarak sampai beberapa kilometer serta membawa angkutan sedimen yang sangat besar. Takahashi mendifinisikan aliran lahar sesuai pemahaman aliran lahar di Indonesia, namun dia membagi lahar atas dua tipe: lahar sempurna (debris flow) dan lahar tidak sempurna (immature debris flow). Pembagian ini berdasar pada kemiringan deposit material yang akan menjadi material utama aliran lahar yang sangat berpengaruh pada mekanisme angkutan sedimennya.

Angkutan sedimen pada sistem sungai di daerah pegunungan dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok berdasar pada mekanismenya. Ketiga kelompok tersebut adalah debris flow (aliran lahar sempurna), immature debris flow (aliran lahar tidak sempurna) dan individual particle transport/bed load yang

dapat diterjemahkan sebagai angkutan dasar (Takahashi, 1991). Aliran lahar sempurna dan aliran lahar tidak sempurna adalah bahasan utama pada disertasi ini.

Aliran lahar terjadi bila selapis deposit material jenuh air terganggu

kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja padanya karena adanya limpasan

permukaan. Perbedaan utama aliran lahar sempurna dan aliran lahar tidak

(2)

2 sempurna terletak pada lapisan material jenuh yang bergerak. Dikatakan aliran lahar sempurna bila seluruh lapisan deposit material tersebut bergerak bersama- sama, sementara aliran lahar tidak sempurna terjadi bila hanya sebagian saja dari lapisan tersebut yang bergerak. Kedua kejadian tersebut sangat dipengaruhi oleh kedalaman limpasan permukaan, diameter karakteristik material, densitas relatif dan kemiringan deposit material. Namun parameter yang terpenting dari inisiasi aliran lahar adalah kedalaman limpasan permukaan yang dibangkitkan oleh besaran hujan dengan karakteristik tertentu. Besaran ini tidak saja berfungsi untuk membangkitkan limpasan permukaan namun juga menjenuhkan deposit material.

Besaran limpasan permukaan dapat dirumuskan sebagai besaran hujan yang tidak terinfiltrasi dan tidak terevapotranspirasi. Besaran evapotranspirasi dapat diabaikan pada hujan durasi pendek yang memapar permukaan deposit material tanpa tutupan lahan. Oleh karena itu, limpasan permukaannya dapat dirumuskan sebagai selisih antara besaran hujan dan laju infiltrasi (Dunne and Leopold dalam Torboton, 2003). Sketsa hubungan antara hujan, laju infiltrasi dan bangkitan limpasan permukaan disajikan pada Gambar 1.1.

(a) (b)

Gambar 1.1 Besaran hujan, laju infiltrasi dan limpasan permukaan (Torboton, 2003).

Gambar 1.1a menunjukkan siklus hidrologi pada saat tinggi hujan besarnya sama dengan laju infiltrasi dan masih dibawah kapasitas infiltrasi. Untuk kasus ini, limpasan permukaan tidak terbangkitkan. Gambar 1.2b menunjukkan

Infiltrasi = 1,5 cm/jam Infiltrasi = 2,5 cm/jam Hujan = 1,5 cm/jam

Hujan = 3,5 cm/jam Limpasan = 1 cm/jam

Infiltrasi = 1,5 cm/jam Infiltrasi = 2,5 cm/jam Hujan = 1,5 cm/jam

Hujan = 3,5 cm/jam

Limpasan = 1 cm/jam

(3)

3 timbulnya limpasan permukaan karena hujan yang terjadi lebih besar dari kapasitas infiltrasi.

Laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi pada tempat dan waktu pengukuran. Kapasitas infiltrasi akan menurun dengan cepat pada awal hujan dan akan mencapai besaran yang hampir konstan pada beberapa saat sesudah hujan. Disamping itu, kapasitas infiltrasi ini sangat ditentukan oleh karakteristik sedimen. Karakteristik sedimen yang mempengaruhi laju infiltrasi meliputi distribusi ukuran butiran, maturitas deposit material, porositas dan tingkat kejenuhan material saat proses infiltrasi terjadi. Jadi sangat tidak mudah untuk menghitung laju infiltrasi secara spasial dan temporal yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menghitung limpasan permukaan. Salah satu parameter yang dapat dihitung dari sifat fisik deposit material adalah konduktivitas hidrauliknya, baik konduktivitas hidraulik jenuh maupun konduktivitas hidraulik tidak jenuh. Walaupun nilai konduktivitas material dapat dihitung dengan rumus empiris yang tersedia, namun besaran konduktivitas ini tidak serta merta dapat digunakan untuk menghitung laju infiltrasi, karena harus pula memperhitungkan porositas dan tingkat kejenuhan material. Karena itu dalam penelitian ini, perhitungan laju infiltrasi dilakukan dengan menghitung jumlah hujan saat mulai turun sampai dengan saat mulai terjadinya limpasan permukaan. Hasil hitungan laju infiltrasi dengan cara ini selanjutnya akan diverifikasi dengan pengukuran menggunakan ring infiltrometer yang pernah dilakukan di daerah penelitian.

Setiap letusan gunung berapi akan menghasilkan material yang terdiri atas

lava, batuan, pasir, abu serta gas (Santoso, 1999). Material yang terjadi dan

terbentuk setelah terjadinya letusan ini membentuk deposit material yang akan

menutup seluruh lahan dan juga mengisi alur sungai. Pada saat hujan, air akan

mengisi pori deposit material melalui proses infiltrasi, sebagian ataupun penuh

sehingga deposit material menjadi jenuh. Pada kondisi ini, nilai kohesi tanah akan

turun serta tekanan air pori akan meningkat secara cepat (Mukhlisin, 2005). Jika

deposit material telah menjadi jenuh air dan hujan masih terus terjadi, maka akan

terjadi limpasan permukaan yang memicu terjadinya gerakan material. Deposit

material yang tercampur air ini secara teoritis akan bergerak dengan cepat secara

(4)

4 gravitasi (Takahashi, 1991 dan Subarkah, 2003). Dalam proses terjadinya aliran lahar, Takahashi (1991) menyatakan bahwa kondisi kemiringan lahan, kedalaman limpasan permukaan dan ketebalan/diameter karakteristik material yang akan diangkut adalah tiga parameter yang harus diperhatikan. Dari ketiga parameter tersebut, kedalaman limpasan permukaan adalah hal paling krusial namun tidak mudah untuk mendapatkan besarannya. Bila kemiringan lahan dapat diukur secara manual dan karakteristik material didapat dengan uji laboratorium terhadap sampel deposit material, maka kedalaman air permukaan harus diukur pada waktu dan tempat terjadinya aliran lahar. Salah satu cara yang ditempuh untuk mendapatkan besaran limpasan permukaan ini adalah dengan menempatkan kamera interval otomatis yang dapat merekam kondisi limpasan permukaan/aliran lahar pada tempat yang mempunyai peluang besar terjadinya inisiasi aliran lahar.

Penelitian ini dilaksanakan di DAS Sungai Gendol yang merupakan salah

satu sungai utama yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Gunung Merapi di

wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai frekuensi

letusan kecil setiap 2-3 tahun dan letusan besar setiap 9-16 tahun. Setiap letusan

tersebut menghasilkan material piroklastik yang besar. Material piroklastik

tersebut akan menjadi material yang terdeposit pada daerah puncak yang dapat

mengganggu sistem aliran sungai. Pada sistem torential Gunung Merapi, terdapat

dua belas sungai utama yang berhulu di daerah puncak (Gambar 1.2). Terjadinya

aliran lahar pada beberapa sungai ini sangatlah mungkin, karena kemiringan alur

di hulu sungai mencapai lebih dari 15° serta didukung oleh karakter hujan yang

cukup dinamis. Sungai Gendol dipilih sebagai lokasi penelitian utama karena

banyaknya deposit material yang berada di daerah hulu DAS Gendol dengan

kemiringan deposit material yang terjal akibat deposit sisa letusan Gunung Merapi

2006 dan sebelumnya serta letusan pada periode 26 Oktober sampai dengan 5

Nopember 2010. Penelitian yang dirancang sesudah letusan Merapi pada bulan

Oktober-Nopember 2010 menjadi lebih penting lagi karena deposit material yang

berada di DAS Gendol mencapai 40 juta m

3

yang setiap saat siap meluncur ke

hilir.

(5)

5 Ketersediaan stasiun penakar hujan di daerah penelitian yang dikelola oleh beberapa institusi yang peduli terhadap Gunung Merapi dan informasi kejadian aliran lahar, sangat memungkinkan pula untuk melengkapi analisa inisiasi aliran lahar di beberapa sungai utama lainnya. Karena itu, disamping analisa hujan di DAS Gendol, dilakukan pula analisa hujan dan kejadian aliran lahar di Sungai Kuning, Sungai Boyong/Code, Sungai Putih, Sungai Pabelan, Sungai Lamat dan Sungai Blongkeng. Metode yang dilakukan untuk analisa ini adalah dengan menghitung tinggi hujan menerus (continous rainfall), tinggi hujan anteseden (antecedent working rainfall) dan intensitas hujan pemicu pada setiap kejadian aliran lahar. Jumlah hujan menerus dan hujan anteseden, yang disebut sebagai working rainfall dan intensitas hujan pemicu dianalisa untuk mengetahui

keterkaitan kedua parameter ini terhadap kejadian aliran lahar. Analisa hubungan antara hujan menerus dan hujan pemicu dilakukan sebagai pembanding besaran hujan minimal yang dapat memicu aliran lahar. Hasil dari dua tipe analisa ini digunakan sebagai pertimbangan penyusunan kriteria peringatan dini terhadap bahaya sedimen akibat aliran lahar.

Secara garis besar terdapat dua topik penelitian:

a. hubungan antara hujan dan kondisi aliran pada alur Sungai Gendol,

b. hubungan antara hujan dan kejadian aliran lahar pada sungai sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi.

Langkah yang yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian ini

diuraikan pada metode penelitian.

(6)

6

Gambar 1.2 Sistem sungai di Gunung Merapi.

(7)

7 B. Rumusan dan Batasan Masalah

Inisiasi aliran lahar dan awal gerak deposit material terpicu hujan merupakan fokus penelitian ini. Kedalaman limpasan permukaan yang timbul akibat hujan pada deposit material dengan kemiringan yang membentuk alur sungai akan menjadi fokus utama penelitian. Karakter hujan dan karakter deposit material menjadi amat penting dan perlu dikaji lebih dalam untuk mengetahui pengaruhnya terhadap proses terjadi limpasan dan proses gerakan deposit material yang selanjutnya menjadi aliran lahar. Kedua parameter utama dalam penelitian ini sangat dinamis terhadap faktor tempat dan faktor waktu. Sebagai konsekuensinya, hasil penelitian ini harus diperlakukan dengan hati-hati bila diaplikasikan di daerah lain ataupun pada waktu yang sangat berbeda. Hasil penelitian ini hanya berlaku di sungai vulkanik di lereng Gunung Merapi dan di daerah yang mempunyai karakter hidraulis-hidrologis-sedimentologis seperti Gunung Merapi. Proses awal gerakan deposit material tidak memperhitungkan pemicuan oleh gempa dan gaya dinamik akibat limpasan permukaan yang sangat deras (super critical flow), akibat yang ditimbulkannya seperti erosi di kaki tebing dan gerusan lokal dan pengaruh suhu baik suhu udara maupun suhu deposit material hasil letusan.

C. Keaslian Penelitian

Perilaku aliran lahar banyak diteliti oleh Takahashi. Dia mempublikasikan dalam jurnal internasional (1978, 1980) dan dalam bentuk Monogram (1991).

Pada era yang sama, penelitian tentang perilaku aliran lahar di Gunung Merapi

sudah pula mulai dilakukan. Karakter sedimen Gunung Merapi, proses pergerakan

sedimen mulai awal sampai hal yang menyangkut pengelolaan sedimennya telah

diteliti oleh banyak ahli diantaranya oleh Legono (1987) yang meneliti tentang

angkutan dasar material gunung Merapi, Zaini (2005) yang meneliti tentang

efektifitas bangunan sabo serta Sudiarti (2006) yang meneliti tentang sistem

pengelolaan sedimen Kali Boyong.

(8)

8 Tahun 2004, Ministry of Land Infrastructure, Transport and Tourism (MLIT), Jepang menerbitkan sebuah panduan tentang metode pembuatan garis kritis. Paduan ini berdasar pada hasil penelitian kejadian aliran lahar di Jepang yang dilakukan oleh Ishikawa dkk. (2001). Pola angkutan individual yang dipicu oleh hujan di DAS Gendol telah pula diteliti oleh Mananoma dkk. (2007, 2009).

Wardoyo dkk. (2008) dan Wardoyo (2009) meneliti variabilitas distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Karakter hujan di lereng Gunung Merapi sebelumnya telah pula diteliti oleh Putra (2005) dan Mberu (2007). Putra (2005) mengkaji beberapa rumus intensitas curah hujan di DAS yang berada di lereng Gunung Merapi, sedangkan Mberu (2007) meneliti karakter hujan berdasar pada data hujan jam-jaman di 6 stasiun penakar hujan yaitu stasiun Argomulyo, Babadan TL, Batur, Deles, Gunung Maron dan Plawangan TL. Mukhlisin (2005) dalam Disertasinya menitik beratkan pada analisa gerakan awal aliran lahar dengan memperhatikan karakter tanah tanpa memperhatikan variasi hujan sebagai pemicu terjadinya aliran lahar. Cahyadi (2006) meneliti tentang prediksi terjadinya aliran lahar yang dikemas dalam sistem peringatan dini bahaya lahar dingin berdasarkan hasil pemantauan intensitas hujan. Namun, penelitian yang mengkaji tentang karakter hujan di daerah puncak Gunung Merapi terkait potensinya sebagai pemicu terjadinya aliran lahar belum dilakukan.

Berdasarkan review terhadap rangkaian penelitian terdahulu tersebut, pada

salah satu bagian penelitian ini akan mengkaji potensi terjadinya aliran lahar

akibat pemicuan hujan di daerah puncak Gunung Merapi. Untuk tujuan ini akan

dianalisa data hujan dari 5 buah penakar hujan yang dipasang oleh Balai

Penyelidikan dan Pengembangan Teknik Kegunung-apian Yogyakarta di pos

pengamat Gunung Merapi (PPGM). Analisa terhadap pola hujan ini dilakukan

pula terhadap data hujan pada penakar hujan yang menunjang pembuktian

hubungan antara kejadian aliran lahar dan pola hujan pada sungai yang berhulu di

puncak Gunung Merapi. Disamping analisa terhadap kejadian aliran lahar di

Sungai Gendol, analisa kejadian aliran lahar dilakukan pula untuk kasus di Sungai

Kuning, Sungai Boyong/Code, Sungai Putih, Sungai Pabelan, Sungai Lamat dan

Blongkeng. Penelitian tentang pola hujan yang memicu gerakan awal aliran lahar

(9)

9 pada alur sungai vulkanik dengan lokasi penelitian utama di daerah aliran sungai Gendol akan merupakan salah satu hasil penelitian ini.

Dalam penelitian ini diharapkan didapatkan pula hubungan antara kejadian aliran lahar, kadar air pada deposit material indikator dan pola hujannya. Untuk mendapatkan hasil ini, dibangun sebuah sistem pantau yang terdiri atas beberapa penakar hujan pada deposit material indikator dan kamera otomatis yang menangkap limpasan permukaan/aliran lahar.

Untuk menunjang penelitian, dilakukan pula analisa terhadap karakter deposit material yang mempunyai keterkaitan dengan hujan/limpasan permukaan dan aliran lahar. Hazen (1892) yang kemudian diikuti oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Bear & Verruijt (1987), menunjukkan hubungan antara diameter karakteristik material dengan konduktivitas material yang mempunyai keterkaitan dengan proses infiltrasi.

Kebaharuan (novelty) yang diharapkan dari penelitian ini adalah melakukan sintesa keterkaitan parameter penentu inisiasi aliran lahar. Keluaran dari langkah ini berupa kuantifikasi besaran hujan yang menyebabkan gerakan aliran lahar yaitu working rainfall dan intensitas hujan. Working rainfall merupakan nilai penjumlahan tinggi hujan anteseden dan hujan menerus. Jadi karakter hujan yang ditinjau meliputi besaran hujan anteseden, besaran hujan menerus dan intensitas hujan untuk tiap kasus aliran lahar yang terjadi pada sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi.

D. Tujuan

Faktor utama yang memicu terjadinya aliran lahar adalah ketebalan muka air yang melimpas di atas permukaan alur sungai atau perubahan muka air tanah.

Dalam konteks sistem peringatan dini, ketebalan muka air dan naiknya muka air

tanah sangat ditentukan oleh variabilitas karakter hujan. Pertimbangannya adalah

bahwa rangkaian kejadian hujan dengan durasi dan tinggi atau kedalaman yang

sama namun urutan kejadiannya berbeda akan menghasilkan ketebalan muka air

(10)

10 yang melimpas dan perubahan muka air tanah yang berbeda, sehingga mengakibatkan inisiasi aliran lahar yang tidak sama.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka tujuan penelitian dapat dirinci sebagai berikut:

1. menghitung pengaruh parameter sedimen terhadap indeks Takahashi,

2. menganalisa besarnya limpasan permukaan akibat kemiringan deposit pada inisiasi aliran lahar,

3. menganalisa karakteristik hujan dan pengaruhnya terhadap pemicuan terjadinya aliran lahar,

4. menganalisa hubungan antara pola hujan dan kondisi aliran pada alur Sungai Gendol,

5. menganalisa intensitas hujan dan working rainfall minimal untuk kejadian aliran lahar pada sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi,

6. menjabarkan hasil penelitian yang dapat digunakan untuk masukan analisa pengembangan awal kriteria peringatan bahaya aliran lahar.

E. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang lebih

komprehensif dan lebih rinci tentang karakter hujan dan karakter deposit material

yang mempengaruhi mekanisme gerakan aliran lahar pada alur sungai, sehingga

dapat digunakan untuk pengembangan kriteria peringatan dini bencana sedimen

akibat aliran lahar pada sungai vulkanik secara lebih akurat.

Gambar

Gambar 1.1 Besaran hujan, laju infiltrasi dan limpasan permukaan (Torboton,  2003).

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dilihat dari permasalahan yang ada pada Polres Ogan Ilir, maka berkeinginan untuk menjadikannya topik dalam penelitian ini, dengan membatasi ruang

tidak boleh mempengaruhi pelajar etnik India bertingkah laku devian. d) Untuk mengenal pasti sama ada penglibatan terhadap aktiviti sosial/. kemasyarakatan boleh atau

Untuk apa kita harus mematuhi peraturan yang ada dalam permainan sepak bola.. Siapa sajakah teman Beni

[r]

faktor yaitu suhu, cara penanganan ikan dan faktor sanitasi dari basket /wadah serta sarana transportasi yang digunakan, sehingga sudah saatnya pada waktu yang akan datang

Kondisi permodalan industri perbankan pada periode November 2017 masih berada pada level yang solid tercermin dari rasio KPMM sebesar 22,90% atau meningkat 42bps

Setelah berhasil, maka pada sistem akan muncul halaman home yang berfungsi untuk melihat absensi dari student labor tersebut.. Lalu, data tersebut dengan otomatis akan tersimpan

a. Guru mengkaji kesesuaian metode dengan tujuan yang akan dicapai. Memilih, memilah peralatan yang akan dipakai. Memperkirakan waktu yang dierlukan. Mencoba peralatan terlebih