• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori

Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA. Hal-hal tersebut terjabar dalam penjelasan berikut. 2.1.1. Belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiataan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek individu atau pribadi (Djamarah, 1996:25). Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, pengertian belajar yang lebih modern dinyatakan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman.

Menurut Gagne (dalam Adriana, 2007: 3) belajar merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya dan bersifat relatif tetap. Menurut Ausubel (dalam Adriana, 2007: 21) inti dari teori belajarnya adalah belajar bermakna, yaitu ”Proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang.”

Bruner (dalam Adriana, 2007: 51) beranggapan bahwa belajar merupakan kegiatan pengolahan informasi. Kegiatan pengolahan informasi tersebut meliputi pembentukan kategori-kategori, di mana kategori-kategori tersebut saling berhubungan. Yamin (2005) belajar adalah proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.

Berdasarkan pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman dan latihan dengan membutuhkan periode waktu tertentu dan bersifat permanen.

2.1.2. Hakikat Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan kegiatan mengajar merupakan kegiatan sekunder (Moedjiono & Dimyati, 1993). Adapun

(2)

6

komponen-komponen yang membentuk kegiatan belajar mengajar adalah siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode, media, dan evaluasi.

Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan yang lain, maka kegiatan belajar mengajar merupakan suatu sistem.

2.1.3. Hakikat IPA

IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Darmojo, dalam Samatowa (2010:2)). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen, artinya pengetahuan itu saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh.

Selanjutnya Abrucasto (1992:6) menyatakan bahwa “science is characterized by those values and attitudes possesed by people who use scintific processes to gather knowledge.” Winaputra (1992:123) dalam Asti (2010) mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Dari uraian di atas sains adalah ilmu pengetahuan yang: 1) Mempunyai objek, 2) Menggunakan metode ilmiah.

2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA 2.1.4.1. Belajar Mengajar IPA

Pendekatan belajar mengajar yang paling cocok dan efektif untuk anak-anak SD di Indonesia dengan kondisi, karakteristik, dan sikap budaya Indonesia adalah pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Model belajar yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung.

Piaget dalam Adriana (2007) mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung anak terjadi secara spontan dari kecil (sejak lahir) sampai umur 12 tahun. Efisiensi pengalaman langsung pada anak

(3)

7

tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan objek dengan tingkat perkembangan kognitif anak.

2.1.4.2. IPA untuk Sekolah Dasar

IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Samatowa (2010: 5) adalah: (1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba lagi. Ilmu Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang ada. Dalam IPA, anak-anak begitu juga orang dewasa harus tetap bersikap skeptis sehingga manusia selalu siap memodifikasi model-model yang sudah ada sesuai dengan penemuan-penemuan baru yang didapatkan.

2.1.4.3. Tujuan Kurikuler Pembelajaran IPA

Samatowa (2010:6) menyatakan berbagai alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan di dalam suatu kurikulum sekolah yaitu:

1) Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi dan disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan.

2) Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih kemampuan berpikir kritis.

3) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.

4) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

2.1.5 Pengertian Metode Dalam Pembelajaran

Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

(4)

8

Metode adalah “A way in achieving something” (Senjaya, 2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) debat, (8) simposium, dan sebagainya.

Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalnya, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Djamarah dan Zain (2002) mengungkapkan bahwa kedudukan metode dalam belajar-mengajar adalah:

1) Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik 2) Metode sebagai strategi pembelajaran 3) Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan

Jadi jelaslah bahwa penggunaan metode dalam pembelajaran sangat diperlukan. Semakin baik metode tersebut digunakan, semakin baik pula hasil yang didapatkan.

(5)

9 2.1.6. Pengertian Metode Demonstrasi

Menurut Muhibbin Syah dalam Asti (2010:11) metode demonstrasi adalah merupakan pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan. Dalam hal ini dengan demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan harapan.

Roestyah, N.K, (2001) mengemukakan bahwa “Demonstrasi adalah cara mengajar di mana seorang guru menunjukkan atau memperlihatkan suatu proses.” Djamarah dan Zain (2002) mengatakan bahwa metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.

Menurut Roestiyah (dalam Asti, 2010:11) mengemukakan bahwa metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, atau aturan tertentu, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

Menurut Raharjda (2002) metode demonstrasi adalah cara menyajikan suatu bahan pelajaran dimana guru atau nara sumber dengan sengaja mempertunjukkan atau memperagakan tindakan/langkah-langkah proses yang disertai penjelasan, ilustrasi seperlunya dan siswa mengamati dengan seksama.

Sehubungan dengan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa metode demonstrasi adalah menunjukkkan proses terjadinya sesuatu, agar pemahaman siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Dalam demonstrasi siswa dapat mengamati apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung. Pendapat lain tentang langkah-langkah metode demonstrasi yaitu:

1) Langkah pembukaan.

Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya: a). mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat

(6)

10

memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan. b) mengemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa. c) mengemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi.

2) Langkah pelaksanaan demonstrasi.

a) Memulai demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi. b) menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan. c) pastikan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh siswa. d) memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

3) Langkah mengakhiri demonstrasi.

Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya. Menurut Rahardja (2002), langkah-langkah melakukan demonstrasi yaitu: Persiapan:

a. Guru mengkaji kesesuaian metode dengan tujuan yang akan dicapai. b. Memilih, memilah peralatan yang akan dipakai.

c. Memperkirakan waktu yang dierlukan. d. Mencoba peralatan terlebih dahulu. Pelaksanaan:

a. Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan demonsrasi tersebut. b. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti demonstrasi dengan menjelaskan.

(7)

11

c. Memperagakan suatu proses yang disertai penjelasan, ilustrasi, pertanyaan-pertanyaan yang diikuti oleh seluruh siswa.

Tindak lanjut:

a. Siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan, menanyakan terhadap suatu proses yang baru saja didemonstrasikan.

b. Siswa diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan ulang. Penutup:

a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk lebih memperjelas terhadap bahan yang baru saja didemonstrasikan.

b. Guru mengadakan evaluasi.

Secara garis besar penulis dapat menyimpulkan langkah-langkah dalam pelaksanaan demonstrasi adalah sebagai berikut:

a. Guru mengkaji kesesuaian metode demonstrasi dengan tujuan yang akan dicapai.

b. Memilih peralatan yang akan dipakai. c. Memperkirakan waktu yang diperlukan. d. Mencoba peralatan terlebih dahulu.

e. Melaksanakan demonstrasi bersama siswa.

f. Mengamati peristiwa yang terjadi pada saat berlangsungnya proses demonstrasi.

g. Menghubungkan materi dengan demonstrasi.

h. Menarik kesimpulan dari proses demonstrasi tersebut. 2.1.7. Kelebihan Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi sering digunakan karena merupakan metode yang sangat baik dan efektif dalam menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan yang sifatnya pemahaman. Metode demonstrasi memiliki kelebihan-kelebihan yaitu:

1) Memungkinkan para siswa terlibat langsung dalam kegiatan demonstrasi. 2) Perhatian siswa akan lebih mudah dipusatkan pada hal-hal yang penting

(8)

12

3) Dapat mengurangi kesalahpengertian antara anak dan guru bila dibandingkan dengan ceramah dan tanya jawab, karena dengan demonstrasi siswa akan dapat mengamati sendiri proses dari sesuatu. 4) Akan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan apa

yang telah didemonstrasikan (Moejdiono & Moh. Dimyati, 1992). Menurut pendapat lainnya, kelebihan metode demonstrasi yaitu:

Menghindari verbalisme, proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi serta siswa memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan.

Menurut Tayar dan Syaiful (2010), kelebihan metode demonstrasi yaitu: 1) Perhatian siswa lebih dipusatkan.

2) Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari. 3) Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam

diri siswa.

Menurut Raharja (2002), kelebihan metode demonatrasi yaitu:

1) Dapat memperjelas pemahaman siswa dengan mengamati peragaan dari guru.

2) Memperkecil terjadinya kesalahpahaman terhadap bahan pelajaran. 3) Siswa memperolah pengalaman langsung.

4) Mempermudah pemusatan perhatian siswa.

5) Mendorong keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan.

Menurut Sumantri (2000), kelebihan metode demonstrasi yaitu: 1) Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkret, 2) Memudahkan peserta didik memahami pelajaran, 3) Proses pengajaran akan lebih menarik, 4) Merangsang peserta didik untuk aktif mengamati dan mencoba sendiri, 5) Dapat disajikan bahan pelajran yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain.

Menurut M. Basyiruddin Usman (dalam Asti, 2010: 16) menyatakan bahwa keunggulan dari metode demonstrasi adalah perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya pada pokok bahasan yang akan didemonstrasikan, memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam berbuat, menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil

(9)

13

suatu kesimpulan, karena siswa mengamati secara langsung jalannya demonstrasi yang dilakukan.

Dengan uraian di atas ditegaskan kembali bahwa dengan demonstrasi akan dapat mengaktifkan siswa, dapat menghindari kesalapengertian dari siswa dan guru, dan siswa akan merasa lebih terkesan karena siswa mengalami sendiri. Sehingga akan lebih mendalam dan lebih lama disimpan dalam pikiran tentang sesuatu proses yang terjadi.

2.1.8. Kekurangan Metode Demonstrasi

Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan, di antarannya:

1) Memerlukan persiapan yang teliti dan membutuhkan waktu yang lama. 2) Demostrasi menuntut peralatan yang dapat diamati siswa dengan tepat. 3) Demonstrasi mempersyaratkan adanya kegiatan lanjutan oleh para

siswa.

4) Persiapan yang kurang teliti akan menyebabkan tindakan atau proses yang didemonstrasikan tidak sesuai dengan sebenarnya (moejdiono & Moh. Dimyati, 1992).

Menurut Raharja (2002), kekurangan metode demonstrasi yaitu: 1) Memerlukan waktu yang cukup lama.

2) Memerlukan persiapan yang matang, teliti, dan cermat.

3) Memerlukan peralatan yang memadahi siswa tidak salah persepsi. 4) Belum tentu semua siswa dapat mendemonstrasikan ulang apa yang

telah dipelajari.

5) Tidak semua bahan pelajaran dapat didemonstrasikan.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005), kelemahan metode demonstrasi yaitu anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan. Kekurangan metode demonstrasi menurut Tayar dan Syaiful (2010):

1) Dalam pelaksanaannya, metode demonstrasi memerlukan waktu dan persiapan yang matang, sehingga memerlukan waktu yang bayak. 2) Demonstrasi dalam pelaksanaannya banyak menyita biaya dan tenaga

(jika memakai alat yang mahal).

3) Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas.

4) Metode demonstrasi menjadi tidak efektif jika siswa tidak turut aktif dan suasana gaduh.

(10)

14

Kekurangan metode demonstrasi menurut Sumantri (2000), yaitu: 1) Memerlukan keterampilan guru secara khusus, 2) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus dikondisikan dan waktu yang banyak, 3) Memerlukan kematangan dalam perancangan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan metode demonstrasi yaitu memerlukan persiapan yang matang dalam pelaksanaanya, membutuhkan waktu yang banyak, guru harus memiliki keterampilan khusus untuk mendemonstrasikan sesuatu, keterbatasan sumber belajar, serta tidak semua bahan pelajaran dapat didemonstrasikan.

Solusi untuk mengatasi kelemahan metode demonstrasi agar pembelajaran bisa berjalan lancar adalah guru terlebih dahulu menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran, mengujicobakan peralatan agar tidak terjadi kesalahan ketika pembelajaran berlangsung, memperhatikan alokasi waktu, serta pembekalan materi yang cukup kepada siswa yang relevan dengan topik yang didemonstrasikan.

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asti (2010) dengan judul “Penggunaan metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas V pada Pembelajaran IPA” menyatakan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar peserta didik yang signifikan. Pada siklus I kondisi awal (pre test), prestasi belajar peserta didik termasuk dalam kategori rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 42. Sedangkan pada pembelajaran berikutnya (post test) prestasi belajar siswa meningkat dengan rata-rata nilai 76 dan setelah dilakukan tindak lanjut, rata-rata nilai peserta didik menjadi 79. Pada siklus II terjadi peningkatan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata 83 dan setelah dilakukan tindak lanjut nilai rata-rata menjadi 84.

(11)

15

Penelitian yang dilakukan oleh Indriyati (2010) dengan judul “Penggunaan Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas V pada Pembelajaran IPA Materi Gaya Magnet di SDN Wonosari Kec. Wonosobo” menyatakan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SDN Wonosari yaitu 80% siswa memiliki nilai di atas KKM yaitu 60 sebanyak 42 siswa.

Boniman (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Penerapan Metode Demonstrasi pada Siswa Kelas V SDN I Kemuda Kec. Prambanan Kab. Klaten Semester I Tahun Pelajaran 2009/2010” menyatakan bahwa nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 66,9 dan siklus II adalah 76,9. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penerapan metode demonstrasi prestasi belajar siswa meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas, penggunaan metode pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala karena dengan menggunakan metode dalam pembelajaran, siswa tampak lebih aktif, dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu siswa lebih mudah memahami materi, konsep yang disampaikan oleh guru karena konsep-konsep tersebut dapat tersajikan secara konkret. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang penyajian materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan metode. Selain itu siswa juga lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran. Di sini peneliti mencoba membuktikan apakah dengan menggunakan metode demonstrasi dalam penyampaian materi, konsep kepada siswa dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu dengan prosedur penggunaan metode yang benar.

2.3. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir ditujukan agar penelitian tidak menyimpang dari permasalahan. Rata-rata hasil pelajaran IPA masih rendah yaitu 61 dan belum mencapai KKM yaitu 73,00. Untuk menanggapi hal tersebut, dibutuhkan upaya penanganan guna mengantisipasi rendahnya hasil belajar siswa yang dapat dilakukan dengan mulai memanfaatkan metode demonstrasi. Siswa akan memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai proses sesuatu yang telah

(12)

16

didemonstrasikan dan siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran. Upaya tersebut akan mengubah kondisi awal siswa dari yang belum mencapai standar KKM menjadi mencapai standar KKM yang telah ditentukan.

Adapun kerangka berpikir mengenai penggunaan metode demonstrasi dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir 2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasa teori dan kerangka pikir yang telah dijabarkan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penggunaan metode demonstrasi diduga dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas III SDN Sidorejo Lor 01 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Penggunaan Metode Demonstrasi Proses pembelajaran melibatkan siswa, membangkitkan perhatian,

ketertarikan dan rasa senang dalam belajar

Proses pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung Hasil

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir  2.4. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku guru yang pasif, lesu, dan sukar dikontrol mengakibatkan proses pembelajaran tidak banyak melibatkan siswa dan tidak terdapat interaksi, karena waktu

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan memberikan motivasi kepada siswa agar belajar dengan sungguh- sungguh. 2) Guru menyampaikan prosedur metode

Nana dan Ibrahim (2003:100) mengatakan “materi pembelajaran merupakan suatu yang disajikan guru untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian

g.. Surat ini harap dialamatkan kepada Pak Asep Rudiana, Jl. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Chaer,

Keterbatasan waktu dapat diatasi dengan menggunakan media, karena guru yang biasanya jika menyampaikan pembelajaran tidak bermedia harus menjelaskan semua bagian-bagiannya

e) Disiplin sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam

Contextual Teaching Learning adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

1) Guru harus memperhatikan karakteristik siswa terhadap media yang akan digunakan. 2) Penggunaan media yang efektif dan efisien. 3) Kesesuaian media dengan materi